Anda di halaman 1dari 33

Pengujian hipotesis asosiatif

Hipotesis asosiatif merupakan


dugaan tentang adanya hubungan
antar variabel dalam populasi
yang akan diuji melalui hubungan
antar variabel dalam sampel yang
diambil dari populasi yang akan
diuji melalui hubungan antar
variabel dalam sampel yang
diambil dari populasi tersebut

menguji hipotesis asosiatif adalah


menguji koefesien korelasi yang ada
pada sampel untuk diberlakukan
pada seluruh populasi dimana
sampel diambil

Terdapat tiga macam bentuk


hubungan antar variabel, yaitu
hubungan simetris, hubungan sebab
akibat (kausal) dan hubungan
interaktif(saling mempengaruhi).
Untuk mencari hubungan antara dua
variabel atau lebih dilakukan dengan
meghitung korelasi antar variabel
yang akan dicari hubungannya

Hubungan dua variabel atau lebih dikatakan


hubungan positif, bila nilai suatu variabel
ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel
yang lain, dan sebaliknya bila satu variabel
diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel
yang lain
Hubungan dua variabel atau lebih dikatakan
hubungan negatif, bila nilai satu variabel dinaikkan
maka akan menurunkan nilai variabel yang lain ,
dan juga sebaliknya bila nilai satu variabel
diturunkan, maka akan menaikkan nilai variabel
yang lain.

Kuatnya hubungan antar variabel


dinyatakan dalam koefesien korelasi.
Koefesien korelasi positif terbesar =
1 dan koefesien korelasi negatif
terbesar = -1 , sedangkan yang
terkecil adalah 0. Bila hubungan
antara dua variabel atau lebih itu
mempunyai koefesien korelasi = 1
atau -1, maka hubungan tersebut
sempurna.

Berikut ini dikemukakan berbagai teknik statistik korelasi yang


digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif. Untuk data nominal
dan ordinal digunakan statistik nonparametris dan untuk data
interval dan ratio digunakan statistik parametris.
Tabel 7.1
PEDOMAN UNTUK MEMILIH TEKNIK KORELASI DALAM PENGUJIAN
HIPOTESIS
Macam / tingkatan data

Teknik korelasi yang digunakan

Nominal

1.

Koefesien Kontingency

ordinal

1.
2.

Spearman Rank
Kendal Tau

Interval dan ratio

1.
2.
3.

Pearson Product Moment


Korelasi Ganda
Korelasi Parsial

1. Korelasi Product Moment


Teknik korelasi ini digunakan untuk
mencari hubungan dan
membuktikan hipotesis hubungan
dua variabel bila data kedua
variabel berbentuk interval atau
ratio , dan sumber data dari dua
variabel atau lebih tersebut adalah
sama.

Berikut
ini dikemukakan rumus yang paling

sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung


koefesien korelasi
rxy =
dimana :
rxy = Korelasi antara variabel x dengan y
x =(xi- )
y=(yi-)
rxy = Rumus 7.2
contoh:
Nilai ujian matematika dan fisika

x = 80 90 70 60 70 80 90 60 50 50 / bab
y = 30 30 20 20 20 20 30 10 10 10 / bab
Ho :
Fisika
Ha :
Fisika

Tidak ada hubungan antara nilai ujian


dengan Matematika.
Terdapat hubungan antara nilai ujian
dengan Matematika.

Atau dapat ditulis singkat :


Ho : = 0
Ha : 0

TABEL 7.2
TABEL PENOLONG UNTUK MENGHITUNG KORELASI
ANTARA NILAI UJIAN FISIKA DENGAN NILAI UJIAN
MATEMATIKA
Nilai ujian
No.

Fisika / bab
(x)

Nilai ujian
Matematik
a / bab

)
x

()

x2

y2

Xy

(y)

1.

80

30

10

10

100

100

100

2.

90

30

20

10

400

100

200

3.
3.

70
70

20
20

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

4.
4.

60
60

20
20

-10
-10

0
0

100
100

0
0

0
0

5.
5.

70
70

20
20

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

6.
6.
7.
7.

80
80
90
90

20
20
30
30

10
10
20
20

0
0
10
10

100
100
400
400

0
0
100
100

0
0
200
200

8.
8.
9.
9.

60
60
50
50

10
10
10
10

-10
-10
-20
-20

-10
-10
-10
-10

100
100
400
400

100
100
100
100

100
100
200
200

10.
10.

50
50

10
10

-20
-20

-10
-10

400
400

100
100

200
200

= 700

= 200

= 70

= 20

0
0

0
0

2000
2000

600
600

1000
1000

perhitungan koefisien korelasi,


Untuk

maka data nilai ujian Fisika dan


Matematka perlu dimasukkan
kedalam Tabel 7.2. Dari tabel
tersebut telah ditemukan :
Rata rata = 700 : 10 = 70
Rata rata = 200 : 10 = 20
x2 = 2000
y2 = 600
x2 y2 = 1.200.000
Dengan rumus 7.1, r dapat dihitung :

Jadi, ada korelasi positif sebesar 0,037 antara nilai


ujian Fisika dan Matematika tiap bab. Hal ini berarti
semakin besar nilai ujian Fisika, maka akan semakin
besar pula nilai ujian Matematika. Apakah koefisien
korelasi hasil perhitungan tersebut signifikan (dapat
digeneralisasikan) atau tidak, maka perlu dibandingkan
dengan r tabel, dengan taraf kesalahan tertentu. Bila
taraf kesalahan ditetapkan 5% (taraf kepercayaan 95%)
dan N=10, maka harga r tabel = 0,632. Ternyata harga r
hitung lebih kecil dari harga r tabel, sehingga Ho
diterima dan Ha ditolak. Jadi kesimpulannya ada
hubungan positif dan nillai koefisien korelasi antara nilai
ujian Fisika dan matematika sebesar 0,037. Data dan
koefisien yang diperoleh dalam sampel tersebut dapat
digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil
atau data tersebut mencerminkan keadaan populasi.

Pengujian
signifikansi
koefisien
korelasi, selain dapat menggunakan
tabel, juga dapat dihitung dengan uji
t yang rumusnya ditunjukkan pada
Rumus 7.3 berikut,
Rumus 7.3
Untuk contoh di atas :

Harga
t
hitung
tersebut
selanjutnya
dibandingkan dengan harga t tabel. Untuk
kesalahan 5% uji dua fihak dan dk = n 2 = 8,
maka diperoleh t tabel = 2,306. Ternyata harga
t hitung 0,043 lebih kecil dari t tabel, sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan
yang positif dan nilai koefisien korelasi antara
nilai ujian Fisika dan Ujian Matematika sebesar
0,037.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap
koefisien korelasi yang ditemukan tersebut
besar atau kecil, maka dapat berpedoman
pada ketentuan yang tertera pada Tabel 7.3
sebagai berikut.

TABEL 7.3
PEDOMAN UNTUK MEMBERIKAN INTERPRESTASI TERHADAP
KOEFISIEN KORELASI

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 0,199

Sangat rendah

0,20 0,399

Rendah

0,40 0,599

Sedang

0,60 0,799

Kuat

0,80 1,000

Sangat kuat

Dalam analisis korelasi terdapat suatu angka yang


disebut dengan Koefisien Determinasi, yang besarnya
adalah kuadrad dari koefisien korelasi (r2). Koefisien ini
disebut koefisien penentu, karena varians yang terjadi
pada variabel dependen dapat dijelaskan melalui
varians yang terjadi pada variabel independen. Untuk
contoh di atas ditemukan r = 0,037. Koefisien
determinasinya = r2 = 0,0372 = 0,0013. Hal ini berarti
varians yang terjadi pada variabel nilai ujian
Matematika 0,13% dapat dijelaskan melalui varians
yang terjadi pada variabel nilai ujian Fisika, atau nilai
ujian Matematika 0,13% ditentukan oleh besarnya nilai
ujian Fisika, dan 99,87% oleh faktor lain , misalnya
nilai tugas, kehadiran , dll sehingga nilai ujian
matematika tidak dapat diduga.

2. Korelasi Ganda
Korelasi ganda (multiplecorrelation)
merupakan angka yang menunjukkan
arah dan kuatnya hubungan antara
dua variabel independen secara
bersama-sama atau lebih dengan satu
variabel dependen. Pemahaman
tentang korelasi ganda dapat dilihat
melalui gambar 7.4a, 7.4b berikut.
Simbol korelasi ganda adalah R.

korelasi ganda R, bukan merupakan penjumlahan


dari krelasi sederhana yang ada pada setiap
variabel (r1+r2+r3). Jadi R (r1+r2+r3). Korelasi
ganda merupakan hubungan secara bersamasama antara X1, X2, dan X3 dengan Y.
Pada bagian ini dikemukakan korelasi ganda (R)
untuk dua variabel independen dan satu
dependen. Untuk variabel independen lebih dari
dua, dapat dilihat pada bab analisis regresi ganda.
Pada bagian itu persamaan persamaan yang ada
pada regresi ganda dapat dimanfaatkan untuk
menghitung korelasi ganda lebih dari dua variabel
secara bersama-sama. Rumus korelasi ganda dua
variabel ditunjukkan pada rumus 7.4 berikut :


Dimana :
Korelasi antara variabel X1 dengan X2
secara bersama-sama dengan variabel Y
= Korelasi Product Moment antara X 1
dengan Y
= Korelasi Product Moment antara X 2
dengan Y
= Korelasi Product Moment antara X 1
dengan X2

Jadi untuk dapat menghitung


korelasi ganda, maka harus dihitung
terlebih dahulu korelasi
sederhananyadulu melalui korelasi
Product Moment dari Pearson.

Contoh pengunaan korelasi


berganda:

Pengujian
signifikansi terhadap koefisien korelasi

ganda dapat menggunakan rumus berikut, yaitu
dengan uji F.
Dimana :
R = Koefisien korelasi ganda
K = Jumlah variable independent
n = jumlah anggota sampel
berdasarkan angka yang telah ditemukan, dan bila
n = 30, maka harga Fh dapat dihitung dengan
rumus

Harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan


harga F tabel dengan dk pembilang = k dan dk
penyebut = (n-k-1). Jadi dk pembilang = 2 dan dk
penyebut = 10-2-1 = 7. Dengan taraf kesalahan
5%, harga F tabel ditemukan = 4,74. Tenyata harga
F hitung lebih besar dari F tabel (7,43>4,74).
Karena Fh > Ft maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Jadi koefisien korelasi ganda yang ditemukan adalah
signifikan

(dapat

diberlakukan

dimana sampel diambil).

untuk

populasi

3. Korelasi parsial
Korelasi parsial digunakan untuk menganalisi bila peneliti
bermaksud

mengetahui

pengaruh

atau

mengetahui

hubungan antara variabel independen dan dependen, dimana


salah satu variabel independennya dibuat tetap/dikendalikan.
Jadi korelasi parsial merupakan angka yang menunjukkan
arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih,
setelah satu va riabel yang diduga dapat mempengaruhi
hubungan variabel tersebut tetap/dikendalikan.

Contoh 1:
1. Korelasi antara telapak tangan dengan kemampuan bicara r 1.2=

0,50. Makin besar telapak tangan makin mampu bicara (bayi


telapak tangannya kecil sehingga belum mampu bicara). Padahal
ukuran telapak tangan akan semakin besar bila umur bertambah.
2. Korelasi antara besar telapak tangan dengan umur r 1.3 = 0,7.
3. Korelasi antara kemampuan bicara dengan umurvvr 2.3 = 0,7.
4. Telapak tangan variabel 1, kemampuan variabel 2, dan umur

variabel
berikut.

3,

selanjutnya

dapat disusun

kedalam

paradigma

Dari data-data tersebut bila umur dikendalikan, maksudnya adalah

untuk orang-orang yang umurnya sama, maka korelasi antara besar


telapak tangan dengan kemampuan bicara hanya hanya 0,0196.
Rumus untuk korelasi parsial ditunjukkan pada rumus berikut.

Dapat dibaca: korelasi antara X1 dengan variabel X2 dikendalikan


atau korelasi antara X1 dan Y bila X2 tetap.
Untuk

memudahkan

membuat

rumus

baru,

bila

variabel

kontrolnya dirubah-rubah, maka dapat dipandu dengan gambar


berikut.

Bila
X1 yang tetap, maka rumusnya
seperti rumus.

Uji koefisien korelasi parsial dapat


dihitung dengan rumus
Nilai t tabel dicari dengan dk = n-1

Contoh 2:
1.
Korelasi antara IQ dengan nilai kuliah = 0,58;
2. Korelasi antara nilai kuliah dengan waktu
belajar = 0,10;
3. Korelasi antara IQ dengan waktu belajar =
-0.40.
4. Untuk orang yang waktu belajarnya sama
(diparsialkan) berapa korelasi antara IQ
dengan nilai kuliah. Dengan rumus dapat
dihitung.

Sebelum waktu belajar digunakan sebagai variabel kontrol,


korelasi antara IQ dengan nilai kuliah = 0,58. Setelah waktu
belajarnya dibuat sama (dikontrol) untuk seluruh sampel,
maka korelasinya = 0,68. Jadi setiap subyek dalam sampel
bila waktu belajarnya sama, maka hubungan antara IQ
dengan nilai kuliah lebih kuat. Hal ini berarti bila orang yang
IQ-nya tinggi dan waktu belajarnya sama dengan IQ-nya
rendah, maka nilai kuliahnya akan jauh lebih tinggi.

Apakah koefisien korelasi parsial yang ditemukan itu signifikan

atau tidak, maka perlu diuji dengan rumus, bila jumlah sampel 25.

Nilai t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan t tabel


dengan dk = n-1 = 25-1 = 24. Bila taraf kesalahan 5% untuk uji
dua fihak, maka harga t tabel = 2,064 (lampiran). Ternyata t
hitung lebih besar dari t tabel (4,35 > 2,064). Dengan demikian
koefisien korelasi yang ditemukan itu adalah signifikan yaitu dapat
digeneralisasikan ke seluruh populasi di mana sampel diambil.

Anda mungkin juga menyukai