Anda di halaman 1dari 35

EMOTION-LED MODELLING

FOR PEOPLE-ORIENTED RE :
THE CASE STUDY OF EMERGENCY SYSTEMS
Ridlo Sayyidina Auliya | 156150100111009

EMOTION-LED MODELLING FOR PEOPLE-ORIENTED RE:


THE CASE STUDY OF EMERGENCY SYSTEMS
Tim Miller, Sonja Pedell, Antonio A. Lopez-Lorca, Antonette Mendoza,
Leon Sterling, Alen Keirnan
Journal of Systems and Software 105 (2015) 54-71

INTRODUCTION

Kurangnya pertimbangan requirement merupakan penyebab utama


kegagalan software :
Penolakan teknologi oleh pengguna
Penggunaan yang terbatas oleh pengguna, karena kebutuhan dan
experience tidak dapat terpenuhi melalui penggunaan software.

- Experience pengguna merupakan aspek penting yang


ingin dicapai dari pengembangan software dan hal
tersebut dilakukan dengan menggali kebutuhan dan
keinginan pengguna dengan cermat.

PREVIOUS WORK
Miller (2012)
Proses dan metode yang sistematis dan berulang untuk memahami peran
dan tujuan dalam domain sosial.

Sterling and Taveter (2009)


Agent-based modelling dengan melibatkan ethnographic data yang
didapatkan dari variety of means dan dianalisis dengan mencatat ground
theory.

Hutchinson (2003)
Technology probes yang memungkinkan merepresentasikan aktivitas
manusia dan perilaku sistem.

NOVELTY
People-Oriented Software Engineering (POSE), perbaikan terhadap
penelitian sebelumnya dengan tambahan emotional goals.
Evaluasi POSE dengan dua cara :
Controlled User Study : perbandingan POSE dan i*
Case Study : The Emergency Systems : interview dan perbaikan sistem

EMOTIONS AS FIRST
CLASS CITIZES IN SE

HUMAN BRAIN
AND EMOTIONS
Tiga tingkat dalam otak manusia yang berpengaruh terhadap emosi,
VISCERAL
o Otomatis, pre-conscious, berkaitan dengan fast judgement
o Konsisten untuk tiap orang
o Berkaitan dengan karakteristik fisik, misal tampilan
o Dapat diukur dengan menunjukkan produk dan mengamati reaksi terhadap
produk tersebut

HUMAN BRAIN
AND EMOTIONS
BEHAVIOURAL
o Sub-conscious, berkaitan dengan perilaku
o Konsisten untuk tiap orang
o Berkaitan dengan penggunaan dan experience (functional, performance, usability)
o Dapat diukur dengan metric

REFLECTIVE
o Conscious, tingkat tertinggi dari feeling, emotions, dan cognition
o Berbeda untuk tiap orang
o Berkaitan dengan makna penggunaan produk (culture, meaning, self-image)
o Sulit diukurmetric sulit didefinisikan, proses lebih lama dari tingkatan lain

EMOTIONS AS FIRST CLASS


CITIZENS IN SE
Aspek emosional harus dipertimbangkan bukan hanya dalam RE,
namun juga dalam keseluruhan proses SDLC.
Alasan pertimbangan :
Sifat alami aspek emosional yang abstrak, subyektif, dan sulit diukur
menantang untuk dikaji.
Stakeholder tidak menyadari pentingnya aspek emosional dalam RE
karena fokus pada fungsional software, padahal persepsi terhadap sistem
dipengaruhi oleh aspek tersebut.

EMOTION-LED
MOTIVATIONAL
MODELLING

MOTIVATION MODELLING
RELASI :

(1) Role Functional Goal


(2) Functional Goal Quality Goal

(3) Functional Goal Sub-Goals

Functional Goal, mendefinisikan kondisi dari environtment


Quality Goal, mendefinisikan apa yang harus dicapai oleh functional goal untuk
menjaga kualitas.
Role, mendefinisikan kapasitas agent dalam pencapaian functional goal yang
terdiri dari responsibilities dan constraint.

EMOTION-LED
MOTIVATION MODELLING
RELASI :
(1) Role Emotional Goal

(2) Emotional Goal Functional Goal

Emotional Goals, non-functional goal yang menyatakan emosi role.


POSE = Sterling and Taveters + Emotional Goals
Membuat sistem yang mendukung aspek emosional
Membuat sistem yang dapat mempengaruhi state of mind untuk
meningkatkan emosi tertentu.

TYPES OF EMOTION

Personal Emotion, perasaan pengguna yang muncul secara independen dan


dapat dipengaruhi atau mempengaruhi sistem.
Context Specific Emotion, perasaan seseorang mengenai teknologi yang
muncul karena interaksi dengan sistem (mis. frustasi karena sistem).

EXAMPLE :
GIFT-GIVING GOAL MODEL

EVALUATION OF
EMOTIONAL MODELS

CONTROLLED USER STUDY


Controlled User Study dilakukan dengan membandingkan POSE
dengan i* dan bertujuan untuk menjawab research question berikut,
(1) Are POSE models suitable as boundary objects, compared with existing
goal-oriented modelling notations such as i* ?
(2) Do people prefer the use of emotional goals instead of quality goals for
capturing emotional desires ?

Tahap :
Merekrut 20 partisipan dari beragam latar belakang.
Memberikan overview mengenai POSE dan i*.
Melakukan survei terhadap partisipan dengan memberikan preexperiment question untuk menilai latar belakang dengan menanyakan
pengalaman terkait interaksi dengan bidang komputer.
Membagi partisipan ke dalam dua grup dan memberikan tiap partisipan
dokumen survei yang berisi Meeting Scheduler System dan Patient Care
System yang dimodelkan dengan POSE dan i*.
o A : i* (Meeting Scheduler System), POSE (Patient Care System)
o B : POSE (Meeting Scheduler System), i* (Patient Care System)

Partisipan :
20 orang yang terdiri dari :
o 10 orang berpengalaman di bidang komputer, pernah mendapat pelatihan
maupun belajar dalam bidang tsb. misal computer science, software engineering,
web design.
o 10 orang tanpa pelatihan namun bekerja di bidang komputer misal hukum,
graphic design, business analyst, akuntan.

Task :
Menjawab 5 pertanyaan mengenai Meeting Scheduler System, yang berisi
responsibility suatu role terhadap goal.
Menjawab 6 pertanyaan mengenai Patient Care System, yang berisi konten
yang sama dengan task pertama.
Menjawab pertanyaan mengenai Photo Sharing App yang dimodelkan
dengan POSE dan i*.

RESULT

THREAT TO VALIDITY
External Validity
Hanya ada dua domain yang dimodelkan dan digunakan dalam
eksperimen.
Jumlah partisipan
Partisipan kurang representatif, tidak ada perwakilan dari anak-anak dan
lansia.

Internal Validity
Time dan correctness sebagai standar dari understandability dan usability
tidak sepenuhnya akurat.
Pertanyaan ada yang lebih mudah dijawab dengan POSE atau i*.

DISCUSSION
POSE sesuai untu boundary objects.
POSE memnuhi kriteria dengan notation model karena dapat
dipahami oleh stakeholder non-teknis.
POSE dapat digunakan untuk seseorang yang tidak ingin mempelajari
notasi baru karena sederhana dan jelas.
POSE mudah dipahami sehingga tidak ada perbedaan untuk
partisipan yang sebelumnya pernah mendapat pelatihan dengan
tidak.

CASE STUDY
Case Study dilakukan untuk menjawab research question berikut,
(1) Do our motivation models capture the important emotional aspects of
peoples needs ?
(2) Does the consideration of emotions provide us with useful information to
improve systems and software ?
(3) Are the resulting models useful as communication tools between
stakeholders, including software engineers ?
Melakukan ethnography dengan metode range of data collection, dengan
interview dan observationdengan mewawancarai partisipan mengenai
emergency alarm lalu memodelkan hasilnya dengan POSE.

Tahap :
Memodelkan ide tentang functional, quality, dan emotional goal dari emergency system
berdasarkan literatur yang ada sebagai panduan perbandingan dengan model akhir
dan panduan interview.
Mewawancarai partisipan.
Menganalisa data dengan ethnographic content analysis dan mengekstrak aspek
functional, quality, dan emotional goal.
Memodelkan aspek inti ke dalam POSE (RQ1).
Menggunakan emotional goals untuk menginformasikan fungsionalitas baru dan quality
goals dari model dan menyediakan konsep high-level design untuk emergency system
(RQ2).
Menggunakan model untuk berkomunikasi dengan research team dan software engineer
yang menyeimbangkan prototype (RQ2, RQ3).

Partisipan :
12 orang yang terdiri dari :
o 4 orang lansia yang pernah menggunakan emergency system, range usia 85-91
tahun, 3 diantaranya tinggal sendiri dan 1 tinggal bersama pasangan.
o 4 orang kerabat dari lansia yang memiliki pengalaman menggunakan emergency
system.
o 4 orang lansia yang tidak pernah menggunakan emergency system, range usia 6979 tahun, tinggal bersama pasangan.

Pengumpulan Data :
Data didapat dari wawancara semi terstruktur dengan waktu 30-60
menit untuk tiap partisipan dan fokus pada functional, quality, dan
emotioanal goal.
Pertanyaan :
FUNCTIONAL GOALS : What should technology (emergency systems) do for you ?
QUALITY GOALS : How should it be ?
EMOTIONAL GOALS : How do you want to feel ?

Analisis Data :
Data dianalisis menggunakan ethnographic content analysis berdasarkan
penelitian Patton (2002), yang meliputi pemahaman mendalam interview
data dan menandai tema penting dari respon partisipan.

Keterbatasan :
Hanya mempertimbangkan satu sistem
Proses evaluasi tidak diulang

Context-Specific Emotion

Personal Emotion

Pemodelan yang dibuat


sebelum interview
berdasarkan pemikiran
penulis mengenai
pemodelan aspek
emosional.

DISCUSSION
Perbaikan rancangan emergency system dilakukan karena adanya
emotional need dari pengguna terkait dengan in touch. Sehingga fitur
wellbeing check diganti dengan tampilan foto keluarga.
Melalui studi kasus yang dilakukan, dapat menangkan banyak aspek
emosional dari pengguna dan hasil penelitian menunjukkan
peningkatan kepuasan pengguna.
Evaluasi aspek emosional dapat memperbaiki sistem sehingga
menghasilkan keluaran yang lebih baik.

CONCLUSION

Pada penelitian ini penulis mengusulkan suatu model yang


melibatkan pemodelan aspek emosional di dalamnya.
Terdapat dua jenis emosi, yakni personal emotion dan context-specific
emotion. Pertimbangan aspek emosional dapat meningkatkan
perbaikan pada sistem.
Model dievaluasi dengan dua cara, yakni controlled user study yang
dilakukan dengan membandingkan model yang diusulkan dengan
notasi lain dan studi kasus pada emergency system.

Future work :
Mengembangkan dan mengimplementasikan model dalam depressioncare, support for sleep deprivation, care for the elderly, dan low-carbon living.
Memetakan EG dari requirements ke design, implementation, testing, dan
system evaluation sehingga memungkinkan penelusuran emotion-led
requirements dalam SDLC.
Memahami pemetaan requirements ke software design dengan aspek
emosional untuk menghasilkan metode yang melibatkan aspek emosional
dalam perancangan perangkat lunak.

Anda mungkin juga menyukai