FOR PEOPLE-ORIENTED RE :
THE CASE STUDY OF EMERGENCY SYSTEMS
Ridlo Sayyidina Auliya | 156150100111009
INTRODUCTION
PREVIOUS WORK
Miller (2012)
Proses dan metode yang sistematis dan berulang untuk memahami peran
dan tujuan dalam domain sosial.
Hutchinson (2003)
Technology probes yang memungkinkan merepresentasikan aktivitas
manusia dan perilaku sistem.
NOVELTY
People-Oriented Software Engineering (POSE), perbaikan terhadap
penelitian sebelumnya dengan tambahan emotional goals.
Evaluasi POSE dengan dua cara :
Controlled User Study : perbandingan POSE dan i*
Case Study : The Emergency Systems : interview dan perbaikan sistem
EMOTIONS AS FIRST
CLASS CITIZES IN SE
HUMAN BRAIN
AND EMOTIONS
Tiga tingkat dalam otak manusia yang berpengaruh terhadap emosi,
VISCERAL
o Otomatis, pre-conscious, berkaitan dengan fast judgement
o Konsisten untuk tiap orang
o Berkaitan dengan karakteristik fisik, misal tampilan
o Dapat diukur dengan menunjukkan produk dan mengamati reaksi terhadap
produk tersebut
HUMAN BRAIN
AND EMOTIONS
BEHAVIOURAL
o Sub-conscious, berkaitan dengan perilaku
o Konsisten untuk tiap orang
o Berkaitan dengan penggunaan dan experience (functional, performance, usability)
o Dapat diukur dengan metric
REFLECTIVE
o Conscious, tingkat tertinggi dari feeling, emotions, dan cognition
o Berbeda untuk tiap orang
o Berkaitan dengan makna penggunaan produk (culture, meaning, self-image)
o Sulit diukurmetric sulit didefinisikan, proses lebih lama dari tingkatan lain
EMOTION-LED
MOTIVATIONAL
MODELLING
MOTIVATION MODELLING
RELASI :
EMOTION-LED
MOTIVATION MODELLING
RELASI :
(1) Role Emotional Goal
TYPES OF EMOTION
EXAMPLE :
GIFT-GIVING GOAL MODEL
EVALUATION OF
EMOTIONAL MODELS
Tahap :
Merekrut 20 partisipan dari beragam latar belakang.
Memberikan overview mengenai POSE dan i*.
Melakukan survei terhadap partisipan dengan memberikan preexperiment question untuk menilai latar belakang dengan menanyakan
pengalaman terkait interaksi dengan bidang komputer.
Membagi partisipan ke dalam dua grup dan memberikan tiap partisipan
dokumen survei yang berisi Meeting Scheduler System dan Patient Care
System yang dimodelkan dengan POSE dan i*.
o A : i* (Meeting Scheduler System), POSE (Patient Care System)
o B : POSE (Meeting Scheduler System), i* (Patient Care System)
Partisipan :
20 orang yang terdiri dari :
o 10 orang berpengalaman di bidang komputer, pernah mendapat pelatihan
maupun belajar dalam bidang tsb. misal computer science, software engineering,
web design.
o 10 orang tanpa pelatihan namun bekerja di bidang komputer misal hukum,
graphic design, business analyst, akuntan.
Task :
Menjawab 5 pertanyaan mengenai Meeting Scheduler System, yang berisi
responsibility suatu role terhadap goal.
Menjawab 6 pertanyaan mengenai Patient Care System, yang berisi konten
yang sama dengan task pertama.
Menjawab pertanyaan mengenai Photo Sharing App yang dimodelkan
dengan POSE dan i*.
RESULT
THREAT TO VALIDITY
External Validity
Hanya ada dua domain yang dimodelkan dan digunakan dalam
eksperimen.
Jumlah partisipan
Partisipan kurang representatif, tidak ada perwakilan dari anak-anak dan
lansia.
Internal Validity
Time dan correctness sebagai standar dari understandability dan usability
tidak sepenuhnya akurat.
Pertanyaan ada yang lebih mudah dijawab dengan POSE atau i*.
DISCUSSION
POSE sesuai untu boundary objects.
POSE memnuhi kriteria dengan notation model karena dapat
dipahami oleh stakeholder non-teknis.
POSE dapat digunakan untuk seseorang yang tidak ingin mempelajari
notasi baru karena sederhana dan jelas.
POSE mudah dipahami sehingga tidak ada perbedaan untuk
partisipan yang sebelumnya pernah mendapat pelatihan dengan
tidak.
CASE STUDY
Case Study dilakukan untuk menjawab research question berikut,
(1) Do our motivation models capture the important emotional aspects of
peoples needs ?
(2) Does the consideration of emotions provide us with useful information to
improve systems and software ?
(3) Are the resulting models useful as communication tools between
stakeholders, including software engineers ?
Melakukan ethnography dengan metode range of data collection, dengan
interview dan observationdengan mewawancarai partisipan mengenai
emergency alarm lalu memodelkan hasilnya dengan POSE.
Tahap :
Memodelkan ide tentang functional, quality, dan emotional goal dari emergency system
berdasarkan literatur yang ada sebagai panduan perbandingan dengan model akhir
dan panduan interview.
Mewawancarai partisipan.
Menganalisa data dengan ethnographic content analysis dan mengekstrak aspek
functional, quality, dan emotional goal.
Memodelkan aspek inti ke dalam POSE (RQ1).
Menggunakan emotional goals untuk menginformasikan fungsionalitas baru dan quality
goals dari model dan menyediakan konsep high-level design untuk emergency system
(RQ2).
Menggunakan model untuk berkomunikasi dengan research team dan software engineer
yang menyeimbangkan prototype (RQ2, RQ3).
Partisipan :
12 orang yang terdiri dari :
o 4 orang lansia yang pernah menggunakan emergency system, range usia 85-91
tahun, 3 diantaranya tinggal sendiri dan 1 tinggal bersama pasangan.
o 4 orang kerabat dari lansia yang memiliki pengalaman menggunakan emergency
system.
o 4 orang lansia yang tidak pernah menggunakan emergency system, range usia 6979 tahun, tinggal bersama pasangan.
Pengumpulan Data :
Data didapat dari wawancara semi terstruktur dengan waktu 30-60
menit untuk tiap partisipan dan fokus pada functional, quality, dan
emotioanal goal.
Pertanyaan :
FUNCTIONAL GOALS : What should technology (emergency systems) do for you ?
QUALITY GOALS : How should it be ?
EMOTIONAL GOALS : How do you want to feel ?
Analisis Data :
Data dianalisis menggunakan ethnographic content analysis berdasarkan
penelitian Patton (2002), yang meliputi pemahaman mendalam interview
data dan menandai tema penting dari respon partisipan.
Keterbatasan :
Hanya mempertimbangkan satu sistem
Proses evaluasi tidak diulang
Context-Specific Emotion
Personal Emotion
DISCUSSION
Perbaikan rancangan emergency system dilakukan karena adanya
emotional need dari pengguna terkait dengan in touch. Sehingga fitur
wellbeing check diganti dengan tampilan foto keluarga.
Melalui studi kasus yang dilakukan, dapat menangkan banyak aspek
emosional dari pengguna dan hasil penelitian menunjukkan
peningkatan kepuasan pengguna.
Evaluasi aspek emosional dapat memperbaiki sistem sehingga
menghasilkan keluaran yang lebih baik.
CONCLUSION
Future work :
Mengembangkan dan mengimplementasikan model dalam depressioncare, support for sleep deprivation, care for the elderly, dan low-carbon living.
Memetakan EG dari requirements ke design, implementation, testing, dan
system evaluation sehingga memungkinkan penelusuran emotion-led
requirements dalam SDLC.
Memahami pemetaan requirements ke software design dengan aspek
emosional untuk menghasilkan metode yang melibatkan aspek emosional
dalam perancangan perangkat lunak.