Anda di halaman 1dari 79

IHR 2005 DAN ANTISIPASI

ANCAMAN MERS CoV DI


DKI JAKARTA
DINAS KESEHATAN PROV. DKI JAKARTA
MEI 2014

Implementasi IHR (2005)


dalam Kewaspadaan Dini
dan Kesiapsiagaan
Oikutip dari ::
Subdit Surveilans dan Respon KLB
Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan
Matra
Ditjen PP dan PL
Kementerian Kesehatan RI

International Health Regulation / IHR (2005) ?


IHR (2005) ADALAH PERATURAN KESEHATAN
INTERNASIONAL YANG DISEPAKATI DAN
HAK & KEWAJIBAN
MENGIKAT NEGARA NEGARA ANGGOTANYA
MEMPERKUAT
(194 NEGARA) UNTUK MEMBANTU
KETAHANAN BERSAMA
MENYELAMATKAN KEHIDUPAN DARI
TERHADAP BERAGAM
PENYEBARAN PENYAKIT SECARA
RISIKO RISIKO
KESEHATAN YANG SAAT
INTERNASIONAL MELALUI:
INI DIHADAPI DAN
DETEKSI PERISTIWA PERISTIWA PENYAKIT
BERPOTENSI MENYEBAR
DAN
SECARA
CEPAT.
Kesepakatan global yang secara resmi mengikat,
untuk
PROSEDUR
STANDARD
PENANGGULANGAN RISIKO RISIKO DAN
melindungi
kesehatan masyarakat.
SISTEM KEWASPADAAN DAN
KEDARURATAN
KESEHATAN
YANG
DAPAT
Komitmen
internasional sebagai tanggung
jawab
& upaya
RESPON
KLB GLOBAL
BERDAMPAK
BURUK
PADA KESEHATAN
bersama
dalam
mencegah
penyebaran penyakit.
MEMPERBAIKI MEKANISME
Peralihan
MANUSIAIHR
DAN1969
RODAEKONOMI
IHR 2005
SURVEILANS DAN
DENGAN MENGHINDARI HAMBATAN YANG
PELAPORAN INTERNASIONAL
MEMPERKUAT KAPASITAS
TIDAK PERLU TERHADAP PERJALANAN
SURVEILANS DAN RESPON
DANReview
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Pertemuan
NASIONAL
Kesiapan
Dinas
MENGURANGI
RISIKO PENYEBARAN
Kesehatan dan Kantor
PENYAKIT
DI PINTU PINTU MASUK3
Kesehatan
Pelabuhan
dalam Implementasi IHR

International Health Security


IHR(2005),

Pergeseran paradigma

Dari pengawasan diperbatasan


pada sumber (dini)
Dari beberapa penyakit

penanggulangan
semua jenis ancaman

respons yg
disesuaikan dan tanpa
pembatasan perjalanan dan
perdagangan yang tidak perlu

Dari respon yg tlh ditetapkan sblmnya

Tujuan dan Ruang Lingkup IHR (2005)


Tujuan IHR (2005) adalah untuk meningkatkan upaya deteksi
dini, respon cepat, dan pelaporan segera dalam rangka
mencegah, melindungi, mengendalikan dan memberikan
respon kesehatan masyarakat terhadap penyebaran penyakit
antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan
perdagangan yang tidak perlu

Ruang Lingkup :
IHR bukan hanya tanggung jawab Otoritas Kesehatan di
Pintu Masuk Negara (Point of Entry) saja, tetapi porsi
yang paling besar menjadi tanggung jawab Otoritas
Kesehatan di Wilayah
OTORITAS KESEHATAN MASYARAKAT

TINGKAT LOKAL : MASYARAKAT / PUSKESMAS


TINGKAT MENENGAH : DINKES KABUPATEN / KOTA PROPINSI
TINGKAT NASIONAL
: KEMENKES dan LEMBAGA TERKAIT

OTORITAS KESEHATAN DI PINTU MASUK NEGARA KKP


5

Konsep Pemahaman IHR


(2005)
IHR (2005) merupakan jaringan sistem surveilans yang
bersifat antar negara, di dalamnya meliputi :
1. Detect and Response komponen deteksi dini dan
respon cepat
2.National Surveillance System dibangun pada
sistem surveilans nasional yang sudah ada (bukan
sistem baru)
3. Unusual Event yang ditangkap/dilaporkan bukan
hanya penyakit, tetapi juga kejadian yang
berpotensi menimbulkan PHEIC
4. Containment at Source penanggulangan segera di
tempat kejadian/pemutusan rantai penularan
6

PHEIC
(Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yg Meresahkan Dunia)
Negara anggota diharapkan melaporkan setiap
kejadian yang kemungkinan menjadi
Public Health Emergency of International
Concern
Kejadian luar biasa, yang berisiko
mengancam negara lain (ditentukan oleh
WHO setelah melalui proses konsultasi),
serta membutuhkan respon internasional
yang terkoordinasi.
Negara anggota melaporkan setiap
kejadian yg berpotensi untuk menjadi
PHEIC (dg. batas ambang yang lebih
rendah dibanding PHEIC yang sebenarnya).

Pemahaman
Jenis Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

1. Untuk kontek nasional ( Indonesia ) , UU no 4 th


1984 ttg Wabah penyakit menular dan PP 40 th 1991
ttg Penanggulangan Wabah dan Penyakit Menular
a. KLB ( Kejadian Luar Biasa ) , ditetapkan oleh
Bupati /walikota
b. Wabah , ditetapkan oleh Menkes
2. Untuk kontek internasional , IHR 2005
a. PHEIC ( Public Health of International Concern )
adalah KLB yang berpotensi menyebar lintas
negara , ditetapkan oleh Dirjen WHO ( atau KLB
berskala global )
b. Pandemi , ditetapkan oleh Dirjen WHO

National IHR Core Capacity


Requirements
8 Core capacities
Legislation dan
Kebijakan
Koordination
Surveillance
Response
Kesiapsiagaan
Komunikasi Risiko
SDM
Laboratory
3 Level :
- Nasional
- - Intermediate
- Peripheral/Communi
ty

Potensi Ancaman
Biological
; Infectious
; Zoonosis
; Food safety
Kimia
Radio nuclear

Kejadian di
Pintu Masuk

Kapasitas Surveillance dan Response yang


dipersyaratkan dalam IHRTk Nasional
Assessment
Notification (ke WHO)
Public health response

Tingkat
Kab/kota/prop
Konfirmasi
Assessment
Di tk lokal
Reporting
Deteksi kejadian
Reporting
Tindakan
penanggulangan

Tindakan
penanggulangan
Pendukung (staff,
lab)
Bantuan ditempat
Operational
links/liaison
Rencana
Kedaruratan
kesehatan
masyarakat
Dalam waktu 24
jam

Contoh klasul persyaratan IHR 2005


untuk Kapasitas Kunci di wilayah
Adakah jaringan komunikasi dengan lintas program
dan lintas sektor?
Adakah jaringan komunikasi dengan stakeholder?
Adakah fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai ( peralatan diagnostic, SDM terlatih ) ?
Adakah rumah sakit rujukan kedaruratan kesehatan
masyarakat?
Adakah kendaraan khusus untuk merujuk orang
sakit ke pelayanan kesehatan yang tepat?
Adakah alat pelindung diri yang tepat dan memadai
dalam kekarantinaan kesehatan (deteksi dini,
tatalaksana kasus, karantina rumah, karantina
wilayah, dan tindakan penyehatan) ?
Adakah tenaga terlatih dalam kekarantinaan
kesehatan (deteksi dini, tatalaksana kasus,

Contoh klasul persyaratan IHR 2005


untuk Kapasitas Kunci di wilayah
Adakah peralatan dalam rangka pengawasan dan
pengendalian faktor risiko kesehatan masyarakat
(vektor, binatang penular penyakit, sanitasi
lingkungan)?
Adakah rencana kontijensi kedaruratan kesehatan
masyarakat?
Adakah gladi / simulasi secara berkala?
Adakah ruang terpisah untuk wawancara
terssangka atau orang terjangkit?
Adakah pengaturan administratif dan perjanjian
formal yang tertulis seperti MoU dengan rumah
sakit, fasilitas lainnya untuk menampung
tersangka untuk karantina dan pendukung
layanan lainnya?
Adakah SOP deteksi dini, tatalaksana kasus,

Hubungan Surveillance dan IHR 200

Surveillance
Surveillance is the ongoing systematic collection, collation, analysis and
interpretation of data; and the dissemination of information to those who
need to know in order that action may be taken

Surveillance adalah proses analisis


yang sistematis dan berkelanjutan
terhadap data yang dikumpulkan,
diolah; dan menyampaikan
informasi kepada pihak yang
memerlukan untuk dapat melakukan
suatu tindakan
DASAR DASAR
SURVEILLANCE

14

TUJUAN SURVEILLANCE
Pemantauan kecenderungan dan
memperkirakan besarnya masalah kesehatan.
Deteksi dan prediksi wabah (KLB).
Pemantauan kemajuan terhadap upaya
penanggulangan.
Pemantauan kinerja program.
Memperkirakan dampak suatu penyakit.
Evaluasi suatu intervensi
Memahami karakteristik kejadian2 kesehatan
Distribusi dan penyebaran
Riwayat alamiah

Facilitasi perencanaan
DASAR DASAR
SURVEILLANCE

15

WRONG CONCEPT OF SURVEILLANCE

R/R
SURVEILLANCE

DASAR DASAR
SURVEILLANCE

16

PRGRM

SUMBER DATA

SURVEI
SURVEI
PULTA-ANALISIS-DISS.IINFO

R/R

SURVEILLANCE

SUMBER
SUMBER
LAIN
LAIN

DASAR DASAR
SURVEILLANCE

17

PRGRM

Surveillance: Prinsip
Dasar

System
Pelayanan
Kesehatan
Data

Institusi Kesehatan
Reporting

Analysis &
Interpretati
on

Evaluatio
n

Action
DASAR DASAR
SURVEILLANCE

Informasi

Feedback

18

Keputus
an

Surveillance: Unsur Dasar

Suatu jaringan antar petugas yang penuh


motivasi
Definisi kasus dan mekanisme pelaporan yang
jelas
System komunikasi yang effisien
Epidemiologi dasar yang kuat
Dukungan Laboratorium
Umpan balik yang bagus dan reaksi
cepat
DASAR DASAR
SURVEILLANCE

19

IHR Core Capacity # 3: Surveillance


Type2 surveillance:

Surveillance berbasis indikator (Indicator


Based Surveillance) (rutin)
Surveillance berbasis kejadian (Event
Based Surveillance)
Fungsi utama Surveillance

Deteksi dini kejadian dan konfirmasi.


Penilaian risiko.
Pelaporan atau pengumuman.
Management data dan analysis
Feedback dan supervision

Adanya mechanisme yang terkoordinasi dan terintegrasi untuk


pengumpulan informasi yang relevan dari semua sumber dan sektor.

IHR Core Capacity # 4: Response


Kapasitas Respons cepat
Mekanisme respon thd suatu Kedaruratan
Kesehatan masyarakat (management procedures,
jalur komunikasi operasional, posko dll. )
Rapid Response Teams (RRT) at national and
subnational levels

Prosedur tatalaksana kasus untuk berbagai ancaman


kesehatan masyarakat.
Infection Prevention and Control (IPC) pada fasilitas
kesehatan disemua tingkatan.
Disinfection, decontamination dan kemampuan vector
control untuk semua ancaman.

IHR Core Capacity #5: Preparedness


Kesiap siagaan ditingkat nasional terhadap ancaman
ganda kedaruratan kesehatan masyarakat serta
rencana respon yang meliputi semua aspek dalam
IHR
Ancaman ganda dan PoE
Teruji dan selalu dimutakhirkan

Capasitas respon yang mampu menyesuaikan


terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat.
Pemetaan Risiko dan Sumberdaya.
Penyiapan untuk respon terhadap ancaman biologis,
kimia dan radiologi serta kedaruratan lain.

Core Capacity 6: Risk Communication


Mechanisme untuk komunikasi risiko yang efektif
pada saat kedaruratan kesehatan masyarakat.
Structur org, rencana, peraturan dan prosedur yang
tersedia untuk memberikan informasi pada saat kejadian
kesehatan masyarakat.
Strategi komunikasi yang transparan.
Informasi yang dimutakhirkan secara regular kepada
media dan masyarakat.

Kesiapsiagaan dan respon yang berfungsi ditingkat


masyarakat.
Pesan dan materi penyuluhan yang tepat untuk
masyarakat.
Mendengarkan dari mereka yang terkena atau
terlibat.

Memastikan pemanfaatan analisis dan


interpretasi.
Tindakan penanggulangan
response cepat
case management
Program pencegahan (immunisasi)

Perencanaan/ pembuatan
kebijakan
Kesiapsiagaan KLB
Modifikasi kebijakan
prediksi dan perencanaan kedepan

Umpan balik untuk system


DASAR DASAR
SURVEILLANCE

24

ANCAMAN POTENSIAL AKIBAT MERS-CoV


DI INDONESIA

Dikutip dari Paparan dr. Ratna Budi H, M.Kes, Ka. Subdit Surveilans & Respons KLB,
Kemenkes RI pada Sosialisasi Kewaspadaan MERS CoV di Dinas Kesehatan
Prov. DKI Jakarta

1. PENGERTIAN & CARA PENULARAN

Pengertian MERS CoV


MERS CoV : singkatan dari
Middle East Respiratory
Syndrome Corona Virus.
Virus ini pertama kali
dilaporkan pada bulan
September 2012 di Arab
Saudi.
SARS jg merupakan virus
Corona tetapi berbeda dengan

Penyakit MERS CoV


MERS-CoV adalah penyakit sindroma
pernapasan yang disebabkan oleh virus
Corona yang menyerang saluran
pernapasan mulai dari yg ringan s/d
berat.
Gejalanya : demam, batuk dan sesak
nafas, bersifat akut, biasanya pasien
memiliki penyakit ko-morbid (penyakit
penyerta).

Cara penularan MERSCoV


Virus ini dapat menular antar manusia
secara terbatas, dan tidak terdapat
transmisi penularan antar manusia
yang berkelanjutan.
Kemungkinan penularannya dapat
melalui :
Langsung : melalui percikan dahak
(droplet) pada saat pasien batu atau
bersin.
Tidak Langsung : melalui kontak dengan

Treatment terhadap
MERS-CoV
Belum ada vaksin yang tersedia.
Pengobatan bersifat suportif untuk
mengurangi gejala, tergantung
kondisi pasien.
Pengobatan yang bersifat spesifik
belum ada.
Pencegahan dengan menghindari
kontak erat dengan orang yang sakit
saluran pernapasan, menjaga
kebersihan tangan dengan sering

2. DATA EPIDEMIOLOGI

Update Situasi MERS-CoV


MERS-CoV pertama kali dilaporkan pada bulan September
2012 di Saudi Arabia.
Sejak Sept 2012 s/d 16 Mei 2014 jumlah kasus 572
dan 173 meninggal (CFR : 30,2). *sumber : www.who.int
Pada bulan Maret - Mei 2014 terjadi peningkatan kasus
signifikan.
Info WHO di Saudi Arabia antara 11 7 Mei 2014 terdapat
406 kasus dan 101 meninggal
17 negara terinfeksi :
Daerah Timur Tengah : Jordan, Kuwait, Oman, Qatar,
Kingdom of Saudi Arabia (KSA) and the United Arab
Emirates (UAE).
Eropa: France, Germany, Greece, Italy and the United
Kingdom (UK);
Afrika: Tunisia.
Asia: Malaysia and the Philippines.

Figure 2. Distribution of confirmed cases of MERS-CoV by reporting


country, March 2012 30 April 2014 (n=424)

Figure 1. Distribution of confirmed cases of MERS-CoV by month


of onset* and place of reporting, March 2012 30 April 2014
(n=424**)

Update Situasi MERS-CoV (lanjt)


Semua kasus berhubungan dg negara di
Timur Tengah (Jazirah Arab), baik secara
langsung maupun tidak langsung.
1 kss (meninggal) asal Malaysia stlh
menunaikan umroh
1 kss pada jemaah umroh asal Filipina
dlm pengawasan.
1 kasus pada TKI asal Indonesia, meninggal
di Jeddah

Median age 50 tahun (range : 14 bulan- 94 tahun)


65% laki-laki.
63,4% menderita ISPA berat, 29.8% dilaporkan
tidak menderita gejala yang berat.
76% memiliki kondisi komorbid, yaitu gagal ginjal
kronik (13.3%), diabetes (10%), penyakit jantung
(7.5%).
90.2% kasus index dan kasus sporadic
mempunyai gejala yang berat ataupun fatal.
Hanya sekitar 49 kasus yang mempunyai
informasi kontak dengan hewan, termasuk
mempunyai atau mengunjungi peternakan unta,
ayam, bebek, kambing, domba, dan barang
lainnya.
37

Indonesia
Jumlah kasus suspek Jan-30 April 2014 : 27
Kasus
Provinsi yang melaporkan kasus suspek :
Bali, DKI Jakarta, Jateng, Jatim, Kepri, Riau,
Sumsel
Semua kasus negatif MERS CoV
Sumber informasi kasus
suspek 2014

Hasil pemeriksaan Lab kasus


suspek

38

5 (Lima) Hal penting


Kasus tidak hanya di Jeddah tapi s.d Mekkah, Madinah
merupakan kota2 yg dikunjungi Jemaah Indonesia.
75 % Nakes tertular kasus yg dirawatnya di RS
perlu pengamatan pola penularan antar manusia.
Kasus pd. jemaah umroh asal Turki setelah dari Saudi
Arabia (sebelumnya hanya pada penduduk setempat)
Bertambahnya kasus di Asia Tenggara pd jemaah
umroh asal Philipina disamping kasus meninggal
asal Malaysia. Kasus Yunani, Yordan, Perancis
limited human to
human transmission.
Ada peningkatan bermakna kasus di United Arab
Emirate (UAE) WNI banyak bekerja di sini

Pendapat WHO
Pernyataan WHO tanggal 17 Juli 2013
pada pertemuan IHR Emergency
Committee concerning MERS CoV
menyatakan bahwa MERS CoV
merupakan situasi serius dan perlu
perhatian besar namun belum terjadi
kejadian darurat kesehatan
masyarakat (PHEIC/Public health
emergency of international concern).

Sikap WHO
WHO mengeluarkan peringatan penting
tentang penyebaran MERS CoV ("WHO
office sounds alarm as MERS cases
push higher").
WHO tidak menganjurkan penerapan
restriksi perjalanan. => WHO does not
advise special screening at points of entry with
regard to this event nor does it currently
recommend the application of any travel or trade
restrictions (Data per 01 Mei 2014)

WHO highlight 2 Mei


Mengirim tim untuk membantu investigasi
peningkatan kasus MERS CoV di Jeddah
Menyelidiki penularan di RS apakah virus
berubah menjadi lebih mudah menular ?
Unta dianggap sebagai sumber infeksi namun
mekanismenya belum jelas. Manusia yang
terinfeksi dapat menularkan ke manusia lainnya,
namun belum sustain perlu diteliti lebih
lanjut.
Orang yang berisiko tinggi (mempunyai penyakit
kronis, imunocompromised) hindari kontak
dengan unta, minum susu unta mentah atau
makanan yang mungkin terkontaminasi

Kementerian Kesehatan Saudi


merekomendasikan pengunduran pelaksanaan
haji/umrah tahun ini bagi :
1. Orang tua (diatas usia 65 tahun)
2. Jamaah dengan penyakit-penyakit kronis
(misalnya penyakit jantung , penyakit ginjal,
penyakit saluran pernafasan, diabetes)
3. Jamaah dengan defisiensi kekebalan tubuh
4. Jamaah dengan Keganasan, kanker
5. Jamaah dengan Penyakit-penyakit terminal
6. wanita hamil dan anak-anak (usia dibawah
12 tahun)

3. STRATEGI
DAN HAL YANG TELAH DILAKUKAN
KEMENKES

Strategi Pengendalian MERS


CoV di Indonesia

Peningkatan kegiatan pemantauan di pintu


masuk negara (penyebaran kartu
kewaspadaan kesehatan, leaflet, dan
pemasangan banner)
Penguatan surveilans epidemiologi
Penerbitan pedoman penanggulangan MERSCoV
Pemberitahuan ke dinas kesehatan provinsi
tentang kesiapsiagaan menghadapi MERS
CoV, disampaikan secara berkala sesuai
perkembangan
Pemberitahuan ke rumah sakit tentang

Strategi Pengendalian.
Meningkatkan kesiapan laboratorium, termasuk penyediaan
reagen dan alat diagnostik
Menyiapkan 100 rumah sakit rujukan
Khusus dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji, Disiapkan
pelayanan kesehatan haji di seluruh embarkasi/debarkasi haji
dan memberikan pembekalan kepada seluruh petugas
kesehatan haji dalam menghadapi MERS-CoV
Diseminasi informasi dan komunikasi risiko kepada
masyarakat, terutama kepada kelompok berisiko tertular
Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor
seperti BNP2TKI, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Agama, Kementerian Luar Negeri, dll
Meningkatkan komunikasi internasional melalui WHO serta
jejaring regional dan global lain, termasuk dengan Pemerintah
Kerajaan Saudi Arabia.

Pedoman -pedoman
Pedoman Umum Kesiapsiagaan
Menghadapi MERS CoV
Pedoman Surveilans dan Respons
Kesiapsiagaan MERS CoV
Pedoman Pengambilan Spesimen dan
Pemeriksaan Lab
Pedoman Tatalaksana Klinis
Pedoman Pencegahan & Pengendalian
Infeksi Selama Perawatan
47

Kelompok Berisiko Tertular


Jamaah haji/umroh,
TKI yang bekerja di Jazirah Arab,
Tenaga kesehatan yang menangani
pasien MER-CoV,
Wisatawan dan masyarakat lain yang
berkunjung ke Jazirah Arab

Saran Untuk Masyarakat,


Khususnya Kelompok Berisiko
Tertular
1.
2.
3.
4.
5.

Menjaga perilaku hidup bersih dan sehat


Cukup istirahat
Jangan merokok
Rajin mencuci tangan dengan sabun (CTPS)
Bila mungkin menghindari kerumunan bila
tidak gunakan masker
6. Bila batuk agar tutup mulut dengan tisu
atau lengan
7. Kalau ada infeksi saluran pernapasan agar
berobat ke fasilitas kesehatan terdekat

ALUR PENEMUAN KASUS DAN RESPON DI PINTU MASUK


Perjalanan dari negara terjangkit
Jamaah Haji
TKHI (Dokter Kloter)

Demam, batuk

Pneumonia

Pelaku perjalanan lainnya

Pneumonia yang
perlu perawatan di RS

YA

Pemeriksaan lebih lanjut di


Poliklinik KKP

Masker
Edukasi : etika batuk,
CTPS, PHBS
Pulang

gejala berlanjut

DEMAM

pneumonia

Pengobatan
Masker
Edukasi
Notifikasi
Pulang

Pneumonia yang perlu


perawatan di RS

gejala bertambah berat

Rujuk RS

TIDAK

Pulang, HAC
pemantauan selama
14 hari

Puskesmas /
RS setempat

Skrining temperatur

tata laksana kasus dan rujukan


sesuai SOP
Pengambilan dan pengiriman
specimen
Lakukan tindakan thd barang dan
alat angkut
Laporkan dlm 24 jam ke Posko KLB
cc Dinkes Prov
Pemantauan kontak kasus

ALUR PENEMUAN KASUS DAN RESPON DI WILAYAH


Jamaah Haji

Masyarakat

Pelaku perjalanan lainnya

Gejala Demam, batuk dengan riwayat bepergian dari


negara terjangkit

Klaster pneumonia

Puskesmas / RS

Pemeriksaan lebih lanjut :


HAC/ K3JH, riw penyakit
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Pneumonia

Pengobatan
Pemantauan kontak
Edukasi, pulang
Isolasi diri
Laporkan dlm 24 jam ke Dinkes Kab/kota
Penyelidikan epid

Bila gejala bertambah berat

Rujuk RS

LAPOR KE :
DINAS / SUDIN KESEHATAN
- HP PETUGAS
- FAX : 3509455
PUSDALDUKES : 34835118

Pneumonia yang perlu


perawatan di RS

tata laksana kasus dan rujukan sesuai SOP


Pengambilan dan pengiriman specimen
Laporkan dlm 24 jam ke Dinkes Kab/kota
Penyelidikan Epid
Penanggulangan awal
Pemantauan kontak kasus
Surveilans ketat

POSKO KLB
KEMENKES RI
Telp : 0214257125
02142877588 081219241850
SMS : 021-36840901
Fax : 021- 42802669
Surel:
poskoklb@yahoo.com

Nomor HP Petugas
NAMA

TEMPAT TUGAS

NO HAND PHONE

dr. Dwi Oktavia TLH, MEpid

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

08111884155

dr. Enrika Ayusanita

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

081322523330

Ns. Jajang Rahmat S,


S.Kep,M.Kep, Sp.Kep.Kom

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

081511969883

Inggariwati, SKM

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

081319911324

Ela Nurlaela, SKM

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

081210168038

Laili Nur Hidayati, SKM

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

081318367759

Elfirayani

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat

081319169634

Eko Susanti, SKM

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara

021-4371741/081319169635

Fira Susieti, SKM, MKM

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat

081281871112

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan

08128605092

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur

021-8142202/08129474203

Suku Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Seribu

08129989845

Rosdelima Lubis
Aan Nurhasanah, SKM, MM
dr. Bismack Nasution

Tatalaksana klinis
Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus

(MERS coV)
WHO Guideline of MERS CoV

Dikutip dari : Paparan dr. Praseno


Hadi, Sp.P
pada sosialisasi kewaspadaan MERS

Gambaran klinis
ISPA
Seperti infeksi pernapasan akut
berat (severe acute respiratory
infection/SARI)
Pneumonia
Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), disertai gagal ginjal,
perikarditis dan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC).
Pada pasien immunocompromise

BAB 1: Deteksi dan


Tatalaksana Dini
Sebelum menentukan pasien suspek MERS CoV
lakukan :
Anamnesis: demam suhu > 38C, batuk dan
sesak, ditanyakan pula riwayat bepergian
dari negara timur tengah 14 hari sebelum
onset
Pemeriksaan fisis : sesuai dengan gambaran
pneumonia
Radiologi (foto toraks) dapat ditemukan
infiltrat, konsolidasi sampai gambaran ARDS
Laboratorium : ditentukan dari pemeriksaan

Klasifikasi
"Kasus dalam
penyelidikan"/Suspek
Kasus Probable
Kasus konfirmasi

Kasus dalam
penyelidikan/suspek
A. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) dengan tiga gejala di bawah ini :
Demam (38C) atau ada riwayat demam,
Batuk,
Pneumonia, ARDS berdasarkan gejala klinis atau
gambaran radiologis yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
Perlu waspada pada pasien dengan gangguan
sistem kekebalan tubuh (immunocompromised)
karena gejala dan tanda tidak jelas.
DAN salah satu dari kriteria berikut :
Ada klaster penyakit yang sama dalam periode
14 hari, tanpa memperhatikan tempat tinggal
atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan
etiologi/penyebab penyakit lain.

Kasus dalam
penyelidikan/suspek
Ada petugas kesehatan yang sakit dengan
gejala sama setelah merawat pasien ISPA berat
(SARI / Severe Acute Respiratory Infection),
terutama pasien yang memerlukan perawatan
intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal
atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan
etiologi/penyebab penyakit lain.
Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke
Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu
14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan
etiologi/penyebab penyakit lain.
Adanya perburukan perjalanan klinis yang
mendadak meskipun dengan pengobatan yang
tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau

Kasus dalam
penyelidikan/suspek
B. Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke
Timur Tengah atau negara terjangkit dalam
waktu 14 hari sebelum mulai sakit selain ISPA
(Pada pasien dengan gangguan kekebalan
tubuh kemungkinan tanda dan gejala tidak
jelas)
C. Seseorang dengan penyakit pernapasan akut
dengan berbagai tingkat keparahan (ringan
berat) yang dalam waktu 14 hari sebelum mulai
sakit, memiliki riwayat kontak erat dengan kasus
konfirmasi atau kasus probable infeksi MERS-CoV
yang sedang sakit

Kasus Probable
Definisi dengan menggunakan kriteria klinis,
epidemiologis, dan laboratoris:
Seseorang dengan pneumonia atau ARDS
dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis
DAN
Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV
atau hasil laboratoriumnya negative pada satu
kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat.
DAN
Ada hubungan epidemiologis langsung dengan
kasus konfirmasi MERS Co-V.

Kasus Probable
Seseorang dengan pneumonia atau ARDS
dengan bukti klinis, radiologis atau
histopatologis
DAN
Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif
(pemeriksaan skrining hasilnya positif tanpa
konfirmasi biomolekular).
DAN
Ada hubungan epidemiologis langsung
dengan kasus konfirmasi MERS Co-V.

Kasus konfirmasi
Seseorang menderita infeksi
MERS-CoV dengan konfirmasi
laboratorium

Perjalanan penyakit
Infeksi Pernapasan akut (ISPA)
Demam > 38 C sakit tenggorokan, batuk,
sesak/napas cepat
Kriteria napas cepat pada anak :
Usia < 2 bulan : 60 x/menit atau lebih
Usia 2-<12 bulan : 50x/menit atau lebih
Usia 1 - <5 tahun : 40 x/menit atau lebih
Pneumonia berat
Pasien remaja atau dewasa dengan demam,
batuk, frekuensi pernapasan > 30 kali/ menit,
gangguan pernapasan berat, saturasi oksigen
(SpO2) <90%

Perjalanan penyakit
Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
Onset: akut dalam waktu 1 minggu dari
timbulnya gejala klinis atau perburukan
gejala respirasi, atau timbul gejala baru
Gambaran radiologis (misalnya foto toraks
atau CT scan): opasitas bilateral, yang
belum dapat dibedakan apakah karena
efusi, kolaps paru / kolaps lobar atau
nodul.
Edema paru: kegagalan pernafasan yang

Perjalanan penyakit
Sepsis
Terbukti Infeksi atau diduga infeksi, dengan dua atau lebih
kondisi berikut:
suhu> 38 C atau <36 C,
HR> 90/min, RR> 20/min atau
PaCO2 <32 mm Hg,
sel darah putih> 12 000 atau <4000/mm3 atau > 10% bentuk
imatur
Sepsis berat
Sepsis dengan disfungsi organ, hipoperfusi (asidosis laktat) atau
hipotensi. Disfungsi organ meliputi: oliguria, cedera ginjal akut,
hipoksemia, transaminitis, koagulopati, trombositopenia,
perubahan kesadaran, ileus atau hiperbilirubinemia.
Syok septik
Sepsis yang disertai hipotensi (Sistole <90 mm Hg) meskipun

Pemeriksaan laboratorium
Bahan pemeriksaan :
Spesimen dari saluran napas atas (hidung,
nasofaring dan/atau swab tenggorokan)
Spesimen saluran napas bagian bawah
(sputum, aspirat endotracheal, kurasan
bronkoalveolar)
Tempat pemeriksaan :
Laboratorium Badan Litbangkes RI
Jakarta
Ambil spesimen serial dari beberapa
tempat dalam waktu beberapa hari (setiap

Langkah-langkah penanganan pasien dengan


severe acute respiratory infections (SARI) yang
dicurigai MERS:
1.Infection prevention and control
2.Pemberian oksigen
3.Pengambilan sampel sebelum pemberian antibiotik
4.Pemberian antibiotika segera yang sesuai untuk
community-acquired pathogens
5.Pemberian cairan intravena
6.Jangan memberikan steroid pada pasien dengan
SARI
7.Pengawasan yang ketat

Lancet 2013; 381: 226572

Lancet 2013; 381: 226572

Lancet 2013; 381: 226572

Lancet 2013; 381: 226572

Pencegahan dan pengendalian infeksi


sama dengan pencegahan infeksi pada penyakit
flu burung dan Emerging Infectious Disease lain
yang mengenai saluran napas
(Buku pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya : Kementerian kesehatan RI)
Penerapan kewaspadaan standard,
kewaspadaan droplet
kewaspadaan airborne

Pencegahan dan pengendalian infeksi

pencegahan transmisi droplet.


pencegahan standar pada setiap pasien yang diketahui
atau dicurigai memiliki infeksi pernafasan akut, termasuk
pasien dengan dicurigai, probable atau terkonfirmasi
MERS-CoV
dimulai dari triase pada pasien dengan gejala infeksi
pernapasan akut yang disertai demam.
Pengaturan ruangan dan pemisahan tempat tidur
minimal 1 meter antara setiap pasien yang tidak
menggunakan APD.
Pastikan triase dan ruang tunggu berventilasi cukup.
Terapkan etika batuk.
pencegahan airborne digunakan untuk prosedur yang
menimbulkan penularan aerosol (intubasi trakea,
pemasangan ventilasi non-invasif, tracheostomi dan
bantuan ventilasi dengan ambu bag sebelum intubasi)

Kewaspadaan standar
Kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung
diri (APD) untuk menghindari kontak langsung dengan
darah pasien, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret
pernapasan) dan kulit lecet atau luka.
Kontak dekat dengan pasien yang mengalami gejala
pernapasan (misalnya batuk atau bersin) pada saat
memberikan pelayanan, gunakan pelindung mata
karena semprotan sekresi dapat mengenai mata.
pencegahan jarum suntik atau cedera benda tajam,
pengelolaan limbah yang aman; pembersihan dan
disinfeksi peralatan serta pembersihan lingkungan

Pencegahan droplet
Gunakan masker bedah bila bekerja dalam radius 1
meter dari pasien.
Tempatkan pasien dalam kamar tunggal, atau
berkelompok dengan diagnosis penyebab penyakit
yang sama.
Jika diagnosis penyebab penyakit tidak mungkin
diketahui, kelompokkan pasien dengan diagnosis
klinis yang sama dan berbasis faktor risiko
epidemiologi yang sama dengan pemisahan minimal
1 meter.
Batasi gerakan pasien dan pastikan bahwa pasien
memakai masker medis saat berada di luar kamar.

Pencegahan airborne
Pastikan bahwa petugas kesehatan
menggunakan APD (sarung tangan,
baju lengan panjang, pelindung
mata, dan respirator partikulat (N95
atau yang setara) ketika melakukan
prosedur tindakan yang dapat
menimbulkan aerosol.
Bila mungkin, gunakan satu kamar
berventilasi adekuat ketika
melakukan prosedur yang

catatan
Dari data kasus konfirmasi yang dilaporkan ke
WHO terdapat penularan pada petugas
kesehatan yang merawat kasus MERS CoV,
petugas kesehatan merupakan salah satu
orang yang rentan terhadap penularan
MERS CoV. Diperlukan pengawasan petugas
kesehatan yang merawat pasien suspek
MERS CoV apabila mengalami gejala
dalam kurun waktu 14 hari setelah merawat
pasien MERS CoV agar diperlakukan seperti
suspek MERS CoV

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai