Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEFARMASIAN DBD

KELOMPOK 1
Aisyah 1113102000030
Geraldi 1113102000037
Lulu Annisa 1113102000017
Nurillah Dwi N. 1113102000058
Ramaza Rizka 1113102000076
Rizal Rosyidi 1113102000008
Sagita Praja
1113102000031
Zuha Yuliana 1113102000007
Etiologi, Patofisiologi,
dan Epidemiologi

Nurillah Dwi Novarienti


1113102000058
Penyakit Demam Berdarah Dengue
adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,
yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai dengan 7 hari
tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda Pada banyak daerah tropis
perdarahan di kulit berupa bintik dan subtropis, penyakit
perdarahan (petechiae), lebam DBD adalah endemik yang
(echymosis) atau ruam (purpura).
muncul sepanjang tahun,
Kadang-kadang mimisan, berak darah,
muntah darah, kesadaran menurun atau terutama saat musim hujan
renjatan (Shock) (Kemenkes, 2011). ketika kondisi optimal untuk
nyamuk berkembang biak.
Biasanya sejumlah besar
orang akan terinfeksi dalam
Terdapat 4 serotipe virus
tipe yaitu DEN-1, DEN-2,
Etiologi DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat
menyebabkan demam
Penyakit DBD disebabkan oleh dengue atau demam
virus dengue dari kelompok berdarah dengue
Arbovirus B, yaitu arthropod- keempat serotype
borne atau virus yang
ditemukan di Indonesia
disebarkan oleh artropoda.
Virus ini termasuk genus dengan DEN-3
flavivirus dari famili merupakan serotype
flaviviridae. terbanyak.
Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik selama
8 sampai 10 hari, kelenjar ludah Aedes akan
menjadi terinfeksi dan virusnya akan ditularkan
ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan
ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain.
Setelah masa inkubasi instrinsik selama 3-14 hari
Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama DBD adalah meningginya


permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya pendarahan pada DBD. Selain
trombositopenia, kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam
perdarahan penderita DBD.
Mekanisme sebenarnya
tentang patofisiologi dan
patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini
belum diketahui secara
pasti, tetapi sebagian besar
menganut "the secondary
heterologous infection
hypothesis"
Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh
karena itu muncul banyak teori tentang respon imun.
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas
netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi
terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi
akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen.
Pada infeksi
kedua yang
dipicu oleh virus
dengue dengan
serotipe yang
berbeda, virus
dengue berperan
sebagai super
antigen setelah
difagosit oleh
monosit atau
makrofag.
Negara dengan Risiko TransmisiEpidemiologi
Virus Dengue
Demam berdarah dengue (DBD)
menjadi perhatian di seluruh
dunia terutama di Asia
dikarenakan sebagai penyebab
utama kesakitan dan kematian
anak.1 Data dari WHO
menunjukkan sekitar 1,8 miliar
(lebih dari 70%) dari populasi
berisiko dengue di seluruh
dunia yang tinggal di negara
anggota WHO wilayah Asia
Sumber : WHO, Tenggara dan Pasifik Barat,
2012 menderita hampir 75% dari
beban penyakit global saat ini
disebabkan oleh demam
berdarah dengue (DBD).
Gambaran angka kesakitan
DBD menurut provinsi
tahun 2014 dapat dilihat
pada Gambar. Pada tahun
2014 terdapat sebanyak
26 provinsi (76,5%) yang
telah mencapai target
renstra 2014. Provinsi
dengan angka kesakitan
DBD tertinggi tahun 2014
yaitu Bali sebesar 204,22,
Kalimantan Timur sebesar
135,46, dan Kalimantan
Utara sebesar 128,51 per
100.000 penduduk.
Selama tahun 2014 terdapat 7 Kematian akibat DBD
kabupaten/kota di 5 provinsi dikategorikan tinggi
yang melaporkan terjadinya KLB
jika CFR > 2%. Dengan
DBD yaitu Kabupaten Dumai
(Provinsi Riau), Kabupaten demikian pada tahun
Belitung dan Kabupaten Bangka 2014 terdapat 5
Barat (Provinsi Bangka Belitung), provinsi yang memiliki
Kabupaten Karimun (Provinsi CFR tinggi yaitu
Kepulauan Riau), Kabupaten
Sintang dan Kabupaten Provinsi Bengkulu,
Ketapang (Provinsi Kalimantan Kep. Bangka Belitung,
Barat) serta Kabupaten Morowali Kalimantan Selatan,
(Provinsi Sulawesi Tengah). Gorontalo, dan Maluku.
Berbeda dengan jumlah/angka kesakitan yang mengalami
penurunan, jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD pada
tahun 2014 justru mengalami peningkatan, dari 412 (82,9%)
pada tahun 2013 menjadi 433 Kabupaten/Kota (84,74%)
pada tahun 2014. Berikut ini gambaran jumlah
kabupaten/kota terjangkit tahun 2008-2014. Selama periode
tahun 2008 sampai tahun 2014 jumlah kabupaten/kota
terjangkit DBD cenderung meningkat.
MANIFESTASI KLINIS DBD

Sagita Praja
Fase Kritis

Fase Fase
Febris Pemulihan

Manifestasi
Klinis
1. Fase Febris 2. Fase Kritis 3. Fase Pemulihan

Ditandai dengan demam tinggi Fase kritis terjadi pada penderita Pada fase pemulihan akan
sekitar 2 - 7 hari, kemudian DBD pada hari ke 3 - 7 sakit. terjadi pengembalian
disertai dengan muka Pada fase kritis ditandai dengan cairan dari ekstravaskuler
kemerahan, eritema pada kulit, penurunan suhu tubuh disertai ke intravaskuler secara
rasa nyeri pada seluruh tubuh, dengan kenaikan permeabilitas perlahan 48 72 jam
myalgia, arthralgia, dan sakit kapiler dan timbulnya kebocoran setelah fase kritis terlewati.
kepala. plasma yang biasanya Pada fase ini keadaan
berlangsung selama 24 48 jam. penderita DBD akan
Pada beberapa kasus tertentu Kebocoran plasma sering membaik, nafsu makan
ditemukan juga nyeri pada didahului oleh lektopeni akan kembali normal,
tenggorok, infeksi faring dan progresif disertai penurunan hemodinamik stabil dan
konjungtiva, terjadi anoreksia, kadar trombosit. Pada fase ini diuresis membaik.
mual dan disertai muntah. dapat terjadi syok.
Derajat Penyakit Kriteria

Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi


DBD derajat I
perdarahan ialah uji torniquet positif.

DBD derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi


DBD derajat III menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin
dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah
DBD derajat IV
tidak dapat diukur.
DIAGNOSIS DBD

- DIAGNOSIS KLINIS
- DIAGNOSIS ETIOLOGIS
Kriteria
Diagnosis Klinis
Diagnosis Klinis Kriteria
DBD Diagnosis Laboris
Etiologi
Diagnosis Klinis

Kriteria
Kriteria Klinis
Laboratoris

Demam tinggi 2-7


Perdarahan Hepatomegali Syok Trombositopenia hemokonsentrasi
hari
Serologi
Eliza

Diagnos
a
Etiologis
Serolog
i
virologi hemagl
utinasi
inhibisi
GOLONGAN OBAT DAN MEKANISME KERJA

RIJAL ROSYIDI
TUJUAN & SASARAN TERAPI

mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat


peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan, serta mengobati gejala yang
timbul.
ALGORITMA TERAPI
Mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5
kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
TERAPI FARMAKOLOGI

belum ada obat yang spesifik untuk demam berdarah


Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis, (mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
pendarahan).
Cairan pengganti (rekomendasi WHO) :
Cairan Laktat Ringer.
Cairan Glukosa 5% dalam 0,9% NaCl.
Cairan Glukosa 5% dalam 0,45% NaCl.
Cairan Glukosa 5% dalam Laktat Ringer.
Cairan Glukosa 5% dalam 0,3% NaCl.
Kristaloid

Cairan Kristaloid
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrosa, yangtidakmengandung molekul besar. Dalam waktu yang
singkat, kristaloid sebagian besarakankeluar dari intravaskular .
Sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak ( 3:1 dengan
volume darah yang hilang).
Ekspansi cairan dariruang intravaskuler ke interstitial berlangsung
selama 30-60 menit, dan akan keluar sebagai urin dalam 24-48 jam.
Secaragaris besar kristaloid bertujuan untuk meningkatkan volume
ekstrasel, tanpa peningkatan volume intraselular
Kristaloid

Cairan Hipotonik Cairan Isotonik Cairan Hipertonik


Cairan ini didistribusikan ke Cairan isotonik terdiri dari cairan garam Cairan ini mengandung natrium
ekstraseluler dan intraseluluer. Cairan faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte. yang merupakan ion ekstraseluler
ini tidak dapat digunakan sebagai Ketiga jenis cairan ini efektif untuk utama. Oleh karena itu pemberian
cairan resusitasi pada kegawatan. meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat natrium hipertonik akan menarik
dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar cairan intraseluler ke dalam ekstra
Contohnya dextrosa 5%
dari kehilangannya.
seluler. Peristiwa ini dikenal dengan
Cairan ini cukup efektif sebagai
cairan resusitasi dan waktu yang
infus internal.
diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding Cairan ini bermanfaat untuk
dengan cairan koloid. luka bakar karena dapat mengurangi
edema pada luka bakar, edema
perifer dan mengurangi jumlah cairan
yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%
Kristaloid (ringer laktat, ringer asetat)
WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibanding- kan
dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang
sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di
intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan
memiliki efek alergi yang minimal

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tata laksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek
samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat,
instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi

Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara
bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang
singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan
perbandingan 1:3,
Keuntungan Kristaloid
beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam
temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik
CAIRAN KOLOID (Albumin, HES (Hidroxy Ethyl Starch) ,Dextran, Gelatin

Albumin Terdiri dari 2 jenis yaitu:


1. Albumin endogen Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584
asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap
tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan
onkotik plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin
eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang
dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25%
bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah
yang diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang
jumlah cairan intersisial mencukupi.
HES (Hidroxy Ethyl Starch)

Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini


mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan
campuran yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan
6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg
dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi
aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.
Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran


dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc
mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. BM
bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.
Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70
mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat
dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis .
Gelatin

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang
dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:
1.Modified Fluid Gelatin (MFG)
2. Urea Bridged Gelatin (UBG)
Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume
expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah
reaksi anafilaksis
Keuntungan Koloid

cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan
didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk
waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid
memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi
serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung
Dosis

Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan perawatan (maintenance) dan
untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma.

Secara praktis, kebutuhan perawatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah
sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi sebanyak
2,5-5% dari berat badan adalah sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan
cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam
OUTCOME TERAPI

1.Tampak perbaikan secara klinis


2.Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
DOSIS, EFEK SAMPING & INTERAKSI OBAT

AISYAH
DEXTROSE
Dosis Diberikan secara infus intravena dengan konsentrasi 5
%, 6ml/kg/jam selama 3 jam, diturunkan 3ml/kg/jam jika
lebih baik dan dihentikan setelah 24 jam

Interaksi Obat Tidak diketahui interaksi yang signifikan

Efek Samping Trombosis vena, hipovolemik, dehidrasi, edema, demam,


pusing, tidak sadarkan diri, hiperglikemia, asidosis,
hipofosfatemia, hipomagnesimia, mual,
RINGER LAKTAT
Dosis Infus Ringer laktat dengan laju 7 mL/kg selama 1 jam. Setelah 1
jam, jika level hematocrit turun dan parameter vital membaik, laju
infus diturunkan menjadi 5 mL/kg selama jam berikutnya dan 3
mL/kg/ jam selama 24-48 hours

Interaksi Obat Efedrin - efek efedrin dengan reabsorpsi pasif tubulus ginjal sodium
lactate will increase the level Quinidine - efek quinidine dengan
reabsorpsi pasif tubulus renal

Efek Samping Reaksi alergi seperti pruritus dan utikaria, edema periorbital dan laring,
batuk, bersin dan kesulitan bernapas
ALBUMIN
Dosis 5%: Tidak melebihi 2-4 mL/menit pada pasien dengan plasma normal; 5-10
mL/menit pada pasien dengan hypoproteinemia

25%: Tidak melebihi 1 mL/menit pada pasien dengan plasma normal; 2-3
mL/menit pada pasien dengan hypoproteinemia

Interaksi Obat Tidak diketahui interaksi yang signifikan

Efek Samping Edema, hipertensi, hipervolemi, takikardia, kedinginan, demam, sakit kepala,
pruritus, rash utikaria, mual, muntah, bronkospasme, anafilaksis
HYDROXYETHYL CELLULOSE
Dosis 20 mL/kg/hari (maksimum 1500 mL/hari)

Interaksi Obat Tidak diketahui interaksi yang signifikan

Efek Samping Bradikardi, gagal jantung, edema perifer,


takikardia, kedinginan, demam, sakit kepala, gatal,
pruritus, rash, asidosis metabolic, muntah, anemia
dan pendarahan
GELATIN

Dosis Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah seban yak kurang lebih 2000
ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi sebanyak 2,5-5%
dari berat badan adalah sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata
kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara
3000-5000 ml/24 jam

Interaksi Obat ACE Inhibitor Menimbulkan hipotensi akut jika digunakan bersamaan

Efek Samping Infus secara cepat dapat menstimulasi pelepasan histamine dan substansi vaso aktif
Pelayanan
Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat

PIO (Pelayanan Informasi Obat) Tujuan PIO:


adalah kegiatan penyediaan - Menunjang ketersediaan informasi
dan pemberian informasi, dalam rangka penggunaan obat
yang rasional, dan berorientasi
rekomendasi obat yang
kepada pasien
independen, akurat, - Menyediakan dan memberikan
komprehensif, terkini oleh informasi obat kepada pasien,
Apoteker kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain
masyarakat maupun pihak yang - Menyediakan informasi untuk
memerlukan. kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat
Manfaat PIO

Bagi
Bagi staf farmasis Bagi pasien dokter/parame
dic dll
Bagi staf farmasis: Bagi pasien: Bagi dokter/paramedic
- Citra farmasis - Kesalahan dll
meningkat penggunaan - Meningkatkan
- Kepuasan kerja penggunaan obat
obat menurun
yang rasional
meningkat - Efek obat yang - Menjamin
- Mendukung tidak diinginkan keamanan dan
kegiatan menurun efektivitas
pharmaceutical pengobatan
care - Membantu
pemecahan
masalah
Beberapa informasi yang perlu disampaikan
kepada pasien mengenai penggunaan obat:
Nama obat yang tertulis pada resep/label dan jumlahnya. Beritahukan golongan tersebut, apakah
termasuk obat bebas atau obat keras
Untuk indikasi apa obat tersebut digunakan.
Kapan obat tersebut digunakan. Jelaskan kapan dan frekuensi penggunaan obat sesuai label. Dan jelaskan
apakah obat tersebut digunakan sesudah atau sebelum makan.
Bagaimana cara menggunakan obat. Jelaskan bentuk sediaan obat dan bagaimana cara menggunakannya
(ditelan, disisipkan dibawah lidah, dioles, dimasukkan kelubang anus dan sebagainya, seperti penggunaan
ISDN sublingual; diletakan dibawah lidah, dll).
Informasikan bila tidak terdapat perubahan pada penyakit, pasien dianjurkan untuk kembali ke dokter.
Apa yang harus dilakukan jika lupa menggunakan obat.
Efek samping obat dan bagaimana cara menyikapinya.
Cara menyimpan obat dengan baik. Informasikan bahwa mutu dan keamanan obat juga ditentukan oleh
bagaimana obat itu disimpan. Informasikan agar obat dijauhkan dari jangkauan anak, di tutup
rapatrapat terhindar cahaya matahari dan sebagainya . Informasikan cara mengidentifikasi mutu obat
secara organoleptis, misal perubahan warna bau , rasa dan bentuk.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan selama menggunakan suatu obat. Sampaikan pada pasien untuk
memberitahukan kondisinya kepada dokter termasuk hal-hal seperti alergi obat (misal antibiotik, sedang
hamil terutama trisemester pertama/menyusui keluhan gastritis dan lain-lain).
Grup A

Pasien yang dapat dirawat di rumah. Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine minimal tiap 6 jam,

dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun. Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel

darah putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat

diperbolehkan pulang setelah disarankan untuk pulang kembali ke rumah sakit segera jika berkembang menjadi tanda-tanda peringatan dan

bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut:

Mematuhi masukan rehidrasi oral, jus buah dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat

demam dan muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka hospitalisasi

Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman. Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam.

Kompres hangat jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan asam (aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami

agen (NSAIDS) sebab obat tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat (aspirin) dapat menyebabkan Reyes Syndrom.

Instruksi dari pemberi pelayanan kesehatan agar pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika ada tanda-tanda: tidak ada perbaikan klinis,

kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh, nyeri abdomen yang berat, muntah persisten, ekstremitas dingin dan lembab, latergi atau gelisah,

atau perdarahan (misalnya: hitam dan ada stolselnya atau seperti kopi pada muntahnya), tidak kencing lebih dari 4-6 jam

Pasien yang diperbolehkan pulang harus dimonitor setiap hari oleh penyedia layanan kesehatan untuk grafik suhu, volume intake dan output,

keluaran urine (volume dan frekuensi), tanda peringatan, tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, sel darah putih dan trombosit
Grup B

Pasien mungkin perlu dirawat di pusat perawatan kesehatan untuk mengobservasi lebih dekat terutama saat mereka mendekati fase kritis. Hal ini termasuk

pasien dengan tanda peringatan, mereka yang dengan kondisi buruk yang dapat membuat DBD atau penanganan lebih komplek (misalnya ibu hamil, bayi,

lansia, obesitas, diabetes miletus, gagal ginjal, dan penyakit hemolitik kronis), dan keadaan sosial tertentu (misalnya : hidup sendiri, atau hidup jauh dari

pelayanan kesehatan tanpa ada transpotrasi yang diandalkan).

Jika pasien demam berdarah dengan tanda bahaya, rencana tindakan yang harus dilakukan adalah :

Cek hematokrit sebelum dilakukan terapi cairan. Beri isotonik misalnya NaCl 0,9% saline, RL, atau HartmanS. Mulai dengan 5-7 cc/kg/jam selama 1-2

jam, kemudian kurangi hingga 2-3 mL/ kgBB/jam atau kurang sesuai dengan respon klinis pasien.

Nilai kembali status klinis pasien dan cek ulang hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau hanya mengalami sedikit kenaikan lanjutkan dengan terapi yang

sama (2-3ml/kg/jam) sampai 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat dengan cepat naikkan cairan kira-kira 5-10 ml/kg/jam

selama 1-2 jam. Nilai ulang status klinis pasien. Cek ulang hematokrit dan nilai ulang ketepatan tetesan infus.

Beri volume cairan intravena untuk mempertahankan perfusi dan keluaran urine sekitar 0.5 ml/kg/jam. Cairan intravena bisanya dibutuhkan hanya 24-48

jam. Kurangi cairan intravena secara bertahap jika perdarahan plasma menurun menjelang akhir fase kritis.

Pasien dengan tanda bahaya harus diobservasi oleh penyedia layanan kesehatan sampai periode beresiko berakhir. Keseimbangan cairan harus dijaga.

Parameter yang harus dimonitor meliputi tanda-tanda vital dan perfusi jaringan (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), keluaran urine (4-6 jam),

hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian cairan sekitar 6-12 jam), glukosa darah, dan fungi organ lain (misalnya: kondisi ginjal, hati, koagulasi darah)
Jika pasien DBD tanpa tanda peringatan, rencana tindakan yang harus
dilakukan sebagai berikut :

Dorong masukan oral. Jika pasien tidak mampu, awali dengan terapi cairan
intravena dengan NaCl 0,9 Saline atau RL dengan atau tidak dengan dextrose di
tingkat maintenance.Untuk pasien obesitas dan kelebihan berat badan gunakan
berat badan ideal untuk mengatur cairan infus.

Pasien harus dimonitor oleh penyedia pelayanan kesehatan untuk


mengobservasi suhu, volume intake dan output cairan, keluaran urine (volume
dan frekuensi), tanda peringatan, trombosit, sel darah putih dan hematokrit, dan
tes laboratorium lain (misalnya: tes fungsi hati dan ginjal) dapat dilakukan
tergantung klinis pasien
Grup C

Pasien Yang Harus Memerlukan Penanganan Gawat Darurat Dan Harus Segera Dirujuk Saat Terjadi Demam Berdarah Berat.

Pasien Memerlukan Tindakan Emergensi Dan Rujuk Segera Saat Mereka Berada Pada Fase Kritis, Yaitu Jika Pasien Mengalami :

Kebocoran plasma berat yang mengarah pada shok dan/ atau akumulasi cairan dengan distress pernafasan

Perdarahan berat

Kerusakan organ yang berat (gangguan fungi hati, kerusakan ginjal, kardiomiopati, enchephalopti atau enchepalitis)

Semua pasien dengan demam berdarah hebat harus dirawat di rumah sakit yang memiliki akses untuk fasilitas perawatan intensif

dan transfusi darah.

Protap resusitasi cairan intravena penting dan biasanya satu-satunya hal yang diperlukan.

Larutan kristaloid harus menjadi isotonik dan volume harus cukup untuk mempretahankan sirkulasi sejak terjadi kebocoran

plasma.

Plasma yang rendah harus segera diganti dan segera dengan larutan kritaloid atau jika dalam kasus shok hipotensi,

penanganannya dengan koloid.

Jika mungkin, pantau hematokrit sebelum dan setelah resusuitasi cairan


Resiko berkembangnya masalah penyakit infeksi berat pada anggota keluarga.
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah penyakit demam
Tujuan: diharapkan keluarga mampu mandiri dalam mengatasi masalah penyakit
demam
- kaji pemahaman keluarga tentang masalah demam
- Jelaskan penyebab penyakit demam dan kemungkinan perkembangannya
- Jelaskan alternative penanganan demam dirumah
- Ajarkan cara merawat penderita demam dirumah (berikan banyak minum, anjurkan
istirahat, monitor kondisi penderita, berikan kompres hangat, dll)
- Motivasi keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang dapat meningkatkan
kenyamanan dan kesembuhan penderita
- Anjurkan keluarga untuk membawa penderita demam ke fasilitas kesehatan jika:
o Demam tidak teratasi setelah perawatan
o Demam disertai perdarahan (mimisan, bintik kemerahan, muntah darah)
o Demam disertai gelisah, keluhan lemah
Resiko terjadinya penularan penyakit demam berdarah pada anggota keluarga lain.
Tujuan: keluarga mampu menghindarkan terjadinya penularan DBD pada anggota keluarga lain
- Jelaskan bahwa DBD merupakan penyakit menukar
- Jelaskan berbagai alternative untuk mengatasi masalah resiko penularan
- Ajarkan cara melakukan perawatan pada penderita DBD dirumah
- Ajarkan cara menghindarkan terjadinya penularan DBD
- Motivasi keluarga untuk memodifikasi lingkungan yg dapat menghindarkan perkembangbiakan
nyamuk
Lakukan PSN (pasang ovitrek, lakukan 3M, hindarkan pakaian bergelantungan)
Berikan bubuk Abate pada air menggenang
Gunakan kawat nyamuk
Gunakan obat nyamuk bila diperlukan
Mengikuti/berpartisipasi dalam upaya kerjabakti PSN
- Lakukan pemeriksaan&observasi adanya demam pada anggota keluarga lain
- Hubungi puskesmas atau kader posyandu kemungkinan adanya upaya khusus dalam
penanggulangan masalah DBD
- Segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan jika ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan
demam tinggi
Peran orang tua dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah DBD
Tujuan: keluarga mampu mengambil keputusan secara tepat
- Berikan kesempatan orang tua untuk mengungkapkan harapannya dalam penanganan
masalah DBD
- Jelaskan tatacara penanganan demam berdarah dan peran serta orang tua dalam
perawatan pasien
- Diskusikan bersama keluarga berbagai alternative dalam mengatasi klien dengan
demam berdarah
- Identifikasi berbagai sumber yang ada dikeluarga dan komunitas yang berkaitan
dengan upaya untuk mengatasi masalah
- Jelaskan berbagai konsekuensi (keuntungan dan kerugian) dari berbagai altrenatif
dalam penanganan penderita DBD
- Motivasi keluarga untuk menetapkan keputusan alternative yg terbaik sesuai dengan
kondisi keluarga
Terapi Non farmakologi
Minumlah air putih min. 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas
(paracetamol misalnya)
Beberapa teman dan dokter menyarankan untuk minum minuman ion
tambahan seperti pocari sweat
Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit (ada juga yang menyarankan: daun angkak, daun jambu, dsb)
Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak (meskipun biasanya minat makan akan menurun drastis).
KIE

Zuha Yuliana
(1113102000007)
KIE

Mencega Mengobat
h i

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Konseling

Pengasapan Bagaimana penjelasan Dokter


3M+ tentang obat Anda?
Bagaimana penjelasan Dokter
tentang harapan setelah minum
obat ini?
Bagaimana penjelasan dokter
tentang cara minum obat ini?
Informasi dan
DBD merupakan penyakit menular. Edukasi
Ditularkan melalui gigitan nyamuk
sehingga jika di suatu lingkungan ada satu orang yang terjangkit DBD, maka
lingkungan tersebut harus segera ditindak.

Gejala DBD mirip dengan demam typhosa dan belum ada algoritma
penatalakasanaan yang jelas untuk terapi DBD sehingga pasien harus patuh
terhadap instruksi tenaga medis.

Nyamuk terinfeksi virus DBD akan menggigit pasien di waktu sore hari
(sekitar pukul 5) sehingga pasien diminta untuk mewaspadainya dengan
memberikan lotion antinyamuk pada kulit.

Kasus DBD akan meningkat di musim hujan ( Desember-Maret)

DBD dapat disembuhkan dan pasin dapat melakukan rawat jalan jika
mengalami DBD ringan.
DRP & MESO

GERALDI
Drug Related Proble
m (DRP)
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat
sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang
dikehendaki (Cipolle et al., 1998).
Klasifikasi DRP

Aktual DRP
Aktual DRP adalah problem yang sedang terjadi
berkaitan dengan terapi obat yang sedang
diberikan pada penderita.
Potensial DRP
Potensial DRP adalah problem yang diperkirakan
akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat
yang sedang digunakan oleh penderita
Klasifikasi DRP sangat
bervariasi.
Pharmaceutical Care
Network Europe (2003)
membuat suatu sistem
klasifikasi DRP volume
keempat yang telah
direvisi. Klasifikasi DRP
berdasarkan masalahnya
dapat dilihat di tabel.
Peran Farmasi dalam
D RP

Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian,


seorang farmasis memiliki tanggung jawab
terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal:
1. Mengidentifikasi DRPs aktual dan potensial yang
terjadi.
2. Mengatasi DRPs yang terjadi.
3. Mencegah terjadinya DRPs yang potensial terjadi.
(Rovers, et al., 2003 )
Masalah terapi obat y
ang terjadi
adalah hal-hal berikut
:

a. Indikasi yang tidak tepat


Membutuhkan tambahan terapi obat
Tidak memerlukan terapi obat
b. Terapi obat yang tidak efektif
Minum obat yang salah
Minum obat dengan dosis terlalu kecil
c. Terapi obat tidak aman
d. Minum obat dengan dosis terlalu besar
e. Mengalami adverse drug reaction: alergi, idiosinkrasi,
toksisitas, interaksi obat, makanan
f. Tidak taat minum obat
D a pu s
Candra, Aryu., 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan.
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 119 (Diakses pada 17 November 2016)
Ditjen P2PL, Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Kemenkes RI, 2011. (Diakses pada 17
November 2016)
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. (Diakses pada 17 November 2016)
Sukohar, 2014. Medula, Volume 2, Nomor 2, Februari 2014 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung (Diakses pada 17 November 2016)
WHO, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta,
Jakarta, 2012. (Diakses pada 17 November 2016)
http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-di-11-provinsi.html (Diakses pada 17
November 2016)
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Laporan Akhir Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah)
P_enyakit Menular Studi Kasus DBD. Jakarta: Badan Perencana Pembangunan Nasional.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2013. Infodatin: Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Kemenkes RI.
THANKS
!

Anda mungkin juga menyukai