Anda di halaman 1dari 90

Imunisasi pada Kesehatan masyarakat

di Indonesia
dan Pelaksanaan safe injection

TITIEK HIDAYATI
Epidemiology and the US Experience
with Varicella Vaccination Introduction

Elizabeth T. Luman, PhD


Epidemiologist, Global Immunization Division
Centers for Disease Control and Prevention
Why Vaccinate?
Varicella Annual Disease Burden
United States, Pre-Vaccine Era
Cases ~ 4 million
~15/1,000 population per year
Hospitalizations ~ 11,0000 to 19,000
~ 5/100,000 population per year
Congenital varicella syndrome ~ 44
Risk = 1-2% for pregnancies affected 0-20 weeks
Deaths ~ 100 - 150
~ 0.4-0.6 /million population per year
Greatest disease burden in children
>90% cases, 70% hospitalizations, 50% deaths

Wharton 1996, Galil 2001, Davis 2004, Ratner 2001, Meyer 2000, Nguyen 2005
Varicella Vaccine, United States
Varicella vaccine [VARIVAX,Merck and
Co., Inc] licensed March 1995

First country to implement universal


childhood vaccination program
Varicella Vaccine Recommendations
Advisory Committee on Immunization Practices
1996
Routine 12-18 months
Susceptible children 19 months to 12 years
High risk groups (health care workers, family contacts immunocompromised
persons)
1999
Other priority adult groups at high risk exposure & transmission
Post exposure
Outbreak control
HIV+ children CD4% 25%
2005
HIV+ children CD4% 15%
Susceptible adolescents and adults
Prenatal screening and postpartum vaccination
Two doses for outbreak control
Goals of the U.S. Varicella Vaccine Program
Healthy People 2010
Disease reduction
> 90% reduction
Vaccine coverage
> 90% among children at 19-35 months of
age
> 90% among adolescents
Successes
Varicella Vaccine Coverage, U.S.
Children 19-35 Months
National Immunization Survey, 1997-2004
85% 88%
76% 81%
68%
58%
43%

26%
Uptake of Varicella Vaccine by
Race/ethnicity

Luman ET et al, Pediatrics 2006;117(4):9991008


Reported Varicella Cases and Vaccine Coverage* by Year
Varicella Active Surveillance Project Sites, 1995-2005

Antelope Valley West Philadelphia


Number of cases Vaccination Number of Vaccination coverage
3000 coverage 100 1200 100
cases
90
2500
80
1000 80
70 800
2000
60 60
1500 50 600
40 40
1000
30
400
500 20 200 20
10
0 0 0 0
95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05

Vaccination coverage Varicella cases


*Coverage estimates from NIS in LA and Philadelphia, among children
19-35 months of age.
Varicella-Related Hospitalization Rates
U.S., 1994-2002, MedStat

Zhou et al, JAMA, 2005

Decline 1994-95 to 2002


Overall 88%
< 10 yrs 91%
10-19 yrs 92%
20-49 yrs 78%
Varicella Mortality Rates
United States 1990-2001
Varicella Vaccine

Ngyugen H, Jumaan AO, Seward JF, NEJM 2005; 352:450-458


Reduction in Varicella Mortality Rates* 1999-2001
Compared with Mortality Rates 1990-1994, United States
Age group Reduction (%)
<1 year 78%
1-4 years 92%
5-9 years 89%
10-19 years 75%
20-49 years 74%
50 years 16%
All ages 66%

*Underlying Cause of Death, National Center for Health Statistics


Ngyugen H, Jumaan AO, Seward JF, NEJM 2005; 352:450-458
Varicella Vaccine Performance
in Preventing Severe Disease

Pre-licensure efficacy
>95%

Post-licensure effectiveness
> 95%
Varicella Vaccine Safety
47 million doses distributed through 12/31/05
No death documented to be caused by vaccine virus
Serious adverse events very rare
2.2 reported per 100,000 doses distributed
Vaccine rash, hepatitis, pneumonia (confirmed from vaccine virus)
Ataxia, encephalitis, thrombocytopenic purpura (not confirmed)

Herpes zoster in healthy vaccinees but rate appears to be <


natural disease
Secondary transmission extremely rare from healthy vaccine
recipients (5)
Hardy et al NEJM 1991, Wise RP et al JAMA, 2000, Sharrar R et al Vaccine 2000, Black R et al PIDJ 1999
Galea IDSA 2004, Grossberg et al J Peds 2006, Levy et al JID 2003)
Changing Varicella Epidemiology

1995: Peak incidence 3-6 years

2004: Peak incidence 8-11 years

*Data from 2 active surveillance sites


Conclusions
Varicella vaccine:
Coverage 88% and climbing
Excellent safety profile
Vaccine > 95% effective in preventing severe disease and
~80% effective in preventing all disease
Varicella epidemiology
Disease control achieved with 1 dose
80-90% decline in varicella cases
> 80% decline in varicella-related hospitalizations
> 90% decline in varicella mortality in children
Significant herd immunity
Improved disease control anticipated with 2 dose vaccine
policy
Elimination of endemic disease transmission
BAGAIMANA VAKSINASI DI
INDONESIA ?

TITIEK HIDAYATI
Penyakit infeksi

Dapat dicegah dg
imunisasi Tidak dapat dicegah dg
imunisasi

Aman
Efek samping/KIPI
JENIS DAN SIFAT VAKSIN

PENGGOLONGAN VAKSIN
1. Sensitif terhadap beku (freeze
sensitive/FS): DPT, DT,TT, hepatitis B dan
DPT-HB
2. Sensitif terhadap panas (Heat
sensitive/HS): campak, polio dan BCG
Penanganan peralatan rantai vaksin
Yang dimaksud dengan peralatan rantai vaksin
adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur
untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah
ditetapkan.
1. lemari es
2. vaccine carier/thermos
3. cool pack (kotak dingin cair)
Penyimpanan
vaksin
Penanganan vaksin
a. Penyimpanan Vaksin
i. Semua vaksin disimpan pada suhu +2C sampai dengan +8C.
ii. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan
dingin dan kestabilan suhu.
iii. Peletakan dus vaksin mempunyal jarak antara minimal 12 cm
atau satu jari tangan.
iv. Vaksin HS/heat sensitive ( BCG, Campak, Polio) diletakan dekat
dengan evaporator, Vaksin FS/freeze sensitive (DPT,TT,DT, Hept.
B, DPT/HB) dietakkan jauh dengan evaporator.
v. Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin.
Penggunaan di unit pelayanan
i. Di Puskesmas dan unit pelayanan statis lainnya (RS, Klinik
Bersalin, Praktek Swasta)
Jumlah vaksin yang diperlukan disesuaikan dengan pengalaman
pemakaian rata-rata setiap hari pelayanan.
Vaksin disimpan dalam termos yang diberi kotak dingin cair.
Letakkan termos vaksin di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung.
Dalam penggunaan, letakkan vaksin di atas sponge/busa yang
berada di dalam termos.
Di dalam termos tidak boleh ada air yang merendam vaksin. Hal
ini untuk mencegah kontaminasi vaksin dan bakteri lain.
ii. Di Posyandu dan komponen lapangan lainnya
Pada prinsipnya sama seperti di komponen statis, dan intinya
vaksin tetap berada pada suhu +2C sampai dengan +8C.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Jumlah vaksin yang dibawa perlu ditambah cadangan


secukupnya.
Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang belum dibuka diberi
tanda khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal
pelayanan berikutnya selama VVM nya masih baik.
Semua sisa vaksin yang sudah dibuka pada kegiatan lapangan
misalnya pada Posyandu, sekolah, atau pelayanan di luar gedung
Iainnya tidak boleh digunakan lagi.
Penentuan
sasaran
Mekanisme distribusi
Penyimpanan vaksin ?
Pemakaian vaksin dari vial yang
sudah terbuka
Syarat penggunaan vaksin dengan
vial terbuka
1. Vaksin tidak melewati masa kadaluarsa;
2 Vaksin tetap disimpan pada + 2 C s/d 8 C;
3. Sterilitas vaksin dapat terjamin;
4. Vial vaksin tidak pernah terendam dalam air; dan
5. Vaksin campak krn tak mengandung pengawet
maksimal digunakan 6 jam setelah dilarutkan;
BCG<3 jam.
Safety injection
Penyuntikan yang aman tercapai apabila semua
prosedur dilaksanakan secara benar meliputi
produksi, transportasi, penyimpanan dan
penggunaan vaksin, penyediaan alat suntik serta
penanganan limbah.
Limbah medis harus ditangani secara benar
karena merupakan limbah yang infeksius dan
berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain
serta kepada lingkungan sekitar.
Pengertian suntikan yang aman (safety injection)
adalah suatu kondisi dimana:
Sasaran imunisasi memperoleh kekebalan
terhadap suatu penyakit dalam rangka menurunkan
prevalensi penyakit.
Tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan atau
penularan penyakit pasca imunisasi pada sasaran
maupun petugas.
Secara tidak Iangsung tidak menimbulkan
kecelakaan atau penularan infeksi pd masyarakat
dan Iingkungan terkait,
Jenis alat suntik
Cara-cara meningkatkan keamanan
suntikan
1. Bundling, suatu kondisi dimana :
- Vaksin dng mutu terjamin, pelarut sesuai
- Alat suntik Auto Disable (AD)
- Kotak pengaman limbah alat suntik
2. Siapkan daerah tempat suntikan dng tepat
3. Ikuti prosedur yg aman utk mencampur vaksin
4. Gunakan semprit dan jarum baru utk setiap anak
Praktek suntikan yang dapat membahayakan petugas kesehatan.
Menutup kembali tutup jarum.
Meletakan jarum di meja/suatu permukaan, atau berjalan-jalan
membawa jarum bekas sebelum dibuang.
Mengasah jarum yang tumpul atau buntu sebelum digunakan
ulang.
Memasukkan tangan ketengah tumpukan jarum atau alat suntik
bekas (untuk membersihkan atau memilah sampah).
Meninggalkan alat suntik bekas di sembarang tempat sehingga
dapat dipakai bermain oleh anak-anak.
Meninggalkan alat suntik bekas di tempat yang dapat dijangkau
masyarakat terutama anak-anak.
Praktek yang dapat membahayakan masyarakat.
Memberikan atau menjual alat suntik bekas untuk penggunaan
ulang.
MEMBUANG SEMPRIT DAN JARUM BEKAS
1. Mengapa perlu menangani Iimbah medis
tajam secara tepat?
Sampah benda benda tajam dapat
menimbulkan masaah kesehatan dan
Iingkungan yang serius. Pembuangan yang
tidak aman bisa menyebarkan beberapa
penyakit dimana kita sedang berupaya keras
untuk mencegahnya.
2. Menggunakan kotak pengaman (safety box)
Semua alat suntik bekas sebaiknya segera
dimasukkan ke daam kotak setelah digunakan.
Kotak ini tahan air dan tusukan sehingga jarum
tidak mudah menembusnya. Jika tidak tersedia
kotak pengaman, bisa menggunakan bahan
bahan lokal untuk membuat wadah benda-
benda tajam yang aman.
Prosedur pembuangan sampah benda-benda tajam dan alat
suntik
a. Letakkan kotak pengaman di tempat yang terjangkau oleh
petugas kesehatan. Setiap kali selesai melakukan
penyuntikan, segera masukkan semprit dan jarum ke dalam
kotak pengaman.
Jika tersedia pencabut atau pemotong jarum, segera
pisahkan jarum dan semprit bekas setiap kali setelah
digunakan untuk menyuntik.
b. Jangan memindahkan semprit dan jarum bekas dan kotak
pengaman ke wadah lain.
c. Cari tempat yang aman untuk menimbun atau membakar
kotak.
4. Memusnahkan kotak pengaman
a. Insinerasi
Insinerator dapat memusnahkan semprit dan
jarum dengan sempurna. Api yang
membakar pada suhu lebih tinggi dan 800C
membunuh mikroorganisme dan mengurangi
volume sampah.
b. Membakar dalam drum logam
Sisa sisa jarum dan kotak harus ditimbun
dalam dalam stlh dibakar
PEMANTAUAN KEJADIAN IKUTAN PASCA
IMUNISASI (KIPI)
KlPl: adalah semua kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah
imunisasi.
Pada kejadian tertentu lama pengamatan KIPI
dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik
pasca vaksinasi rubela), atau sampai 6 bulan
(infeksi virus campak vaccine-strain pada
resipien non imunodefisiensi atau resipien
imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Klasifikasi KIPI (WHO 1999)
a. Reaksi Vaksin (Vaccine reaction)
b. Kesalahan Program (Programmatic error)
c. Kebetulan (Coincidental)
d. Reaksi Suntikan (Injection reaction)
e. Penyebab tidak diketahui. Penyebab
kejadian tidak dapat ditetapkan.
Surveilans KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI
dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk
kesehatan individu dan pada program imunisasi. Hal ini adalah
merupakan indikator kualitas program.
Kegiatan surveilans KlPl meliputi:
Mendeteksi, memperbaiki dan mencegah kesalahan program.
Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch
vaksin atau merek vaksin tertentu
Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan
koinsidens (suatu kebetulan).
Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi dan
memberi respons yang tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat
tentang keamanan immunisasi di tengah kepedulian (masyarakat dan
profesional) tentang adanya risiko imunisasi
Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi.
a..KIPI yang harus dIlaporkan 24 jam pasca imunisasi
Reaksi anafilaktoid (reaksi hipersensitivitas akut)., Anafilaksis.,Menangis yang tidak berhenti
selama > 3 jam (persistent inconsolable screaming)., Hypotonic hyporesponsive episode., Toxic
shock syndrome.
b. KIPI yang harus dilaporkan 5 han pasca imunisasi
Reaksi lokal hebat., Sepsis. Abses pada bekas suntikan (inteksi/sterH).
c. KIPI yang harus dilaporkan 30 han pasca imunisasi
KIPI terjadi dalam 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih);, Ensefalopati. Kejang.
Meningitis aseptik. Trombositopenia. Lumpuh layu (accute flaccid paralysis). Meninggal, dirawat
di RS. Reaksi lokal yang hebat. Abses di daerah suntikan. Neuritis Brakhia/,

Hal-hal yang di pandang perlu dilaporkan/wajib untuk dilaporkan:


a. KIPI yang harus dilaporkan 3 bulan pasca imunisasi
Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)/polio: 430 han. Neuritis brakhialis: tetanus 228 han.
b. KIPI yang harus dilaporkan 112 bulan pasca imunisasi
Limfadenitis, Disseminated BCG-itis. Osteitis/Osteomielitis.
c. KIPI yang harus dilaporkan pasca imunisasi (tanpa batas waktu)
i. Semua kematian. Semua penenima vaksin yang dirawat.
iii. Semua kejadian yang berat dan tidak biasa (diduga berhubungan der imunisasi oleh petugas
atau masyarakat).
Pelaporan program vaksinasi
Pemantauan & Evaluasi
Pemantauan : PWS
Evaluasi:
PWS & prinsip umum PWS?
1) Memanfaatkan data yang ada : dari cakupan/laporan cakupan
imunisasi.
2) Menggunakan indikator sederhana : tidak terlalu banyak.
Indikator PWS, untuk masing-masing antigen :
- DPT-1 : Jangkauan/aksesibilitas pelayanan
- Hepatitis B 1 < 7 hari : Jangkauan/ aksesibilitas pelayanan
- Campak : Tingkat perlindungan (efektifitas program)
- Polio-4 : Tingkat perlindungan (efektifitas program)
- Drop out DPT-1 Campak : Efisiensi/manajemen program
PWS dan Prinsip umum PWS
3) Dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat.
4) Teratur dan tepat waktu : setiap bulan
Teratur untuk menghindari hilangnya informasi penting.
Tepat waktu agar tidak terlambat dalam mengambil keputusan.
5) Lebih dimanfaatkan sendiri atau sebagai umpan balik untuk
dapat
mengambil tindakan daripada hanya dikirimkan sebagai laporan.
6) Membuat grafik yang jelas dan menarik untuk masing-masing
indikator diatas, untuk memudahkan analisa.
Contoh hasil pemantauan
Kegiatan Evaluasi program imunisasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui
hasil ataupun proses kegiatan bila
dibandingkan dengan target atau yang
diharapkan.
Beberapa macam kegiatan evaluasi dilakukan
secara berkala dalam program imunisasi.
Berdasarkan sumber data, ada dua macam
evaluasi :
1. Evaluasi dengan data sekunder
Dari angka-angka yang dikumpulkan oleh
Puskesmas selain dilaporkan perlu dianalisa.
Bila cara menganalisanya baik dan teratur, akan
memberikan banyak informasi penting yang
dapat menentukan kebijaksanaan program.
a. Stok Vaksin
Stok vaksin dilaporkan oleh petugas Puskesmas,
kabupaten dan provinsi ke tingkat yang diatasnya
untuk pengambilan atau distribusi vaksin. Grafik
dibuat menurut waktu, dapat dibandingkan dengan
cakupan dan batas stok maksimum dan minimum
untuk menilai kesiapan stok vaksin menghadapi
kegiatan program. Data stok vaksin diambil dari
kartu stok.
Grafik kesiapan stok
Stok minimal adalah kebutuhan vaksin
selama satu minggu.
Stok maksimal adalah kebutuhan vaksin satu
bulan ditambah cadangan satu minggu
b. Indeks Pemakaian Vaksin
Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh
jumlah vial/ampul vaksin yang digunakan. Untuk
mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan
untuk setiap vial/ampul, yang disebut indeks pemakain
vaksin (IP). Perhitungan IP dilakukan untuk setiap jenis
vaksin. Nilai IP biasanya lebih kecil dari jumlah dosis per
vial/ ampul. Apabila IP lebih besar dari jumlah dosis per
vial/ampul maka pencatatan dan pelaporannya harus
diperiksa lagi. Hasil perhitungan IP menentukan berapa
jumlah vaksin yang harus disediakan untuk tahun
berikutnya.
c. Suhu Lemari Es
Pencatatan suhu lemari es atau freezer
dilakukan setiap hari pada grafik suhu yang
tersedia untuk masing-masing unit. Dengan
menambah catatan saat terjadinya peristiwa
penting pada grafik tersebut, seperti sweeping,
KLB, KIPI, penggantian suku cadang, grafik
suhu ini akan menjadi sumber informasi penting.
d. Cakupan per Tahun
Untuk setiap antigen grafik cakupan per tahun dapat
memberikan gambaran secara keseluruhan tentang
adanya Kecendrungan:
- Tingkat pencapaian cakupan im unisasi.
- Indikasi adanya masalah.
- Acuan untuk memperbaiki kebijaksanaan atau
strategi yang perlu diambil untuk tahun berikutnya.
2. Evaluasi dengan data primer
a. Survei Cakupan (coverage survey)
Tujuan utama : diketahuinya tingkat cakupan imunisasi.
Tujuan tambahan : diperoleh informasi tentang :
- Distribusi umur saat di imunisasi.
Mutu pencatatan dan pelaporan.
- Sebab kegagalan imunisasi.
- Tempat memperoleh imunisasi.
Metodologi : - Jumlah sample yang diperlukan 210
anak.
- Cara pengambilan sample adalah 30 cluster.
- Lokasi cluster ditentukan secara acak/random,
(2 stage cluster sampling).
- Untuk tiap cluster diperlukan 210/30 = 7 sample
- Periode cakupan yang akan di cross-check
dengan survei ini menentukan umur responden.
- Alat yang digunakan kuesioner standar.
b. Survei Dampak
Tujuan utama : untuk menilai keberhasilan program
imunisasi terhadap penurunan morbiditas penyakit
tertentu,
misalnya :
Pencapaian eliminasi tetanus neonatorum yang
ditunjukkan oleh insidens rate < 1/10.000 kelahiran
hidup.
Pencapaian eradikasi polio yang ditunjukkan oleh
insidens rate 0.
Pencapaian reduksi mortalitas campak sebesar
90% dan morbidilitas sebesar 50% dari keadaan
sebelum program.
Tujuan tambahan: diperoleh gambaran epidemiogis
PD3I seperti
distribusi penyakit menurut :
- Umur
- Tempat tinggal
- Faktor-faktor risiko.
c. Uji Potensi Vaksin
Tujuan : diketahuinya potensi dan keamanan dari
vaksin.
Tujuan tambahan : kualitas cold chain/pengelolaan
vaksin diketahui.
Methodologi : - Yang dipakai sebagai
indikator/sample adalah :
Vaksin pertusis (sensitif terhadap pembekuan);
dan Vaksin polio (sensitif terhadap panas).
- Batas minimal vaksin pertussis yang poten
adalah 8 IU/ml.
Batas minimal vaksin polio yang poten adalah :
type 1 106.0 CCID 50
type 2 105.0 CCID 50
type 3 105.5 CCID 50
- Dalam vaksin DPT potensi50 vaksin tetanus minimal
adalah 120 IU/ml.
- Safety dari vaksin DPT minimal 60%.
- Sample diambil dari tempat penyimpanan ditingkat
pusat, provinsi, kabupaten dan Puskesmas.
- Jumlah sample untuk masing-masing tempat
penyimpanan adalah 3 vial.
Membangun dukungan msyarakat
Pengertian: Merupakan upaya untuk membuat pelayanan
imunisasi dapat berjalan optimal dan timbul rasa memiliki
dari masyarakat terhadap pelayanan imunisasi.
Agar pelayanan imunisasi menjadi pelayanan yang dapat
diterima, sesuai dengan kebutuhan dan mendapat
dukungan masyarakat. Maka perlu adanya kegiatan:
Mengadakan pertemuan dengan masyarakat guna
membangun dukungan untuk pelayanan imunisasi.
Merencanakan pelayanan imunisasi yang tepat.
Memobilisasi masyarakat dengan menggunakan metode
dan pesan yang tepat.
Menghadapi rumor dan informasi yang salah.
Pertemuan dengan masyarakat
1. tokoh masyarakat
2. tokoh agama
3. orang tua
4. guru
5. kelompok lain (LSM, dokter swasta dll)
6. kelompok khusus (pekerja migran,
gelandangan, pengungsi dll)
7. Advokasi utk mendapat dukungan
Merencanakan pelayanan imunisasi

Pertimbangan perencanaan:
1. Kapan dan dimana pelaksanaan imunisasi
harus jelas, terjangkau dan tidak merepotkan
masyarakat
2. siapa yang dapat membantu
pelaksanaannya. Harus melibatkan relawan
dari anggota masyarakat setempat, agar
program lebih mudah diterima.
Memobilisasi masyarakat dengan
metode dan pesan yg tepat
1. pesan sederhana dan akurat
2. metode yg tepat:
forum pertemuan masyarakat,
pertemuan keagamaan,
penyebaran brosur dan leaflet serta tulisan di
koran,
melibatkan tokoh.
Meminimalisir rumor dan informasi
yg salah
Rumor dan informasi yg salah segera
dibersihkan dan diganti dengan infromasi yg
benar ttg imunisasi.
BAGAIMANA PELAKSANAAN
PROGRAM IMUNISASI DI
INDONESIA ?
Hasil penelitian
GAMBARAN KEGIATAN PERENCANAAN DLM
PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI
No Subjek Persentase (%)
1 Menetapkan besar sasaran & target cakupan umum 61
2 Penggunaan angka pembuangan vaksin tahun sebelumnya 11
3 Penggunanan lembar kerja penghitungan besarnya sasaran 67
3 Menetapkan besar sasaran & target cakupan untuk anak 89
4 Menetapkan besar sasaran & target cakupan untuk WUS 78
5 Perencanaan melibatkan masyarakat 61
6 Proses penetapan besar target melibatkan staf PKM 39
7 Penetapan besar target melibatkan tokoh masyarakat 33
8 Perencanaan kebutuhan peralatan rantai vaksin 61
GAMBARAN PELAKSANAAN SUPERVISI OLEH
DINAS & PEMBERIAN UMPAN BALIK PELAKSANAAN
PROGRAM IMUNISASI DI SALAH SATU KABUPATEN
No Kegiatan Persentase (%)

1 Pelaksanaan supervisi
Supervisi oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kab. 89
2 Pelaksanaan Supervisi terakhir
Bulan bersangkutan 33
<3 bulan 50
3 - <1 th 17
3 Objek yang disupervisi
Logistik & sarana program imunisasi 11
Pelaksanaan dan pencapaian target program imunisasi 72
Pelaksanaan prinsip safe injection 17
4 Pemberian umpan balik ke puskesmas oleh dinas 83
GAMBARAN KELENGKAPAN PERALATAN RANTAI
VAKSIN PUSKESMAS DI SALAH SATU KAB.
No Peralatan rantai vaksin Persentase (%)
1 Lemari es penyimpan vaksin 100
2 Lemari es penyimpan vaksin berfungsi baik 78
3 Lemari es dilengkapi termometer 83
4 Lemari es dilengkapi voltage regulator listrik 61
5 Ruangan tempat lemari es penyimpan vaksin 100
Ruang tempat lemari es tidak bocor 89
Ruangan dilengkapi sistem pengaman 50
Ruangan kering tidak lembab & berlantai ubin 94
Ruangan cukup luas sejuk dan berventilasi 94
6 Termos/vaccine carrier 89
7 Ice pack/cool pack 67
8 Tempat penyimpan limbah tajam 94
9 Incinerator 60
GAMBARAN PENGETAHUAN & SKILL PETUGAS
IMUNISASI PUSKESMAS KAB.x

No Aspek yang dinilai Persentase


(%)
1 Tahu cara Pembacaan status VVM 100
2 Tahu pengaturan suhu untuk penyimpanan vaksin 100
3 Tahu cara menyusun vaksin sesuai dengan pedoman dari Depkes 61
4 Memberi tanda pada vaksin sisa 61
5 Penggunaan vaksin sesuai masa kedaluwarsa 100
6 Selalu menggunakan sarung tangan / pelindung pada pelaksanaan 83
imunisasi
7 Berusaha menghindari bersentuhan dengan jarum suntik 83
Masih menggunakan 7 jenis vaksin.
Sudah mulai diterapkan penggunaan jarum suntik
sekali pakai sejak 2003.
Karena dari hasil studi yang dilakukan oleh Depkes
RI tahun 2002, diketahui banyak peralatan rantai
vaksin yang tidak dikelola dengan benar sehingga
banyak terjadi kerusakan vaksin (Depkes, 2005 b).
Dalam pelaksanaannya program imunisasi di
Indonesia masih banyak menimbulkan KIPI dan
belum dipenuhinya perlengkapan peralatan rantai
vaksin
Pada saat pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) di Jawa Tengah bulan Nopember
1998, imunisasi diberikan dengan menggunakan
alat suntik re-usable syringe. Dari jumlah anak
yang disuntik sebanyak 4.152.988 anak, terdapat
354 kasus kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
yang merupakan semua kejadian sakit dan
kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah
imunisasi.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai