Anda di halaman 1dari 22

Skizofrenia

Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat.
Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif,
seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif,
seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan),
berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi
pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi
personal
Kriteria Skizofrenia
Skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental
yang disebut psikosis. Pasien psikotik tidak dapat
mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas.
Berikut merupakan beberapa gejala psikotik utama:
1. Delusi (Waham)
2. Halusinasi
3. Disorganized speech (pembicaraan kacau)
4. Disorganized behavior (tingkah laku kacau)
5. Simtom-simtom
Delusi (Waham)
Merupakan satu keyakinan yang tidak dapat dijelaskan oleh latar belakang budaya
pasien ataupun pendidikannya; pasien tidak dapat diyakinkan oleh orang lain bahwa
keyakinannya salah, meskipun banyak bukti kuat yang dapat diajukan untuk
membantah keyakinan pasien tersebut.
Ada beberapa jenis delusi, diantaranya:
Grandeur (waham kebesaran)
Guilt (waham rasa bersalah)
Ill Health (waham penyakit),
Jealousy (waham cemburu),
Passitivity (waham pasif),
Persecution (waham kejar),
Poverty (waham kemiskinan),
Reference (waham rujukan),
Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana
tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan
dengannya. Halusinasi dapat berwujud penginderaan
kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering
adalah halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi
penglihatan (visual).

Contoh halusinasi: pasien merasa mendengar suara-


suara yang mengajaknya bicara padahal kenyataannya
tidak ada yang mengajaknya bicara
Disorganized speech (pembicaraan
kacau)
Dalam pembicaraan yang kacau, terdapat asosiasi yang
terlalu longgar. Asosiasi mental tidak diatur oleh logika,
tetapi oleh aturan-aturan tertentu yang hanya dimiliki
oleh pasien.
Disorganized behavior (tingkah laku
kacau)
Berbagai tingkah laku yang tidak terarah pada tujuan
tertentu. Misalnya membuka baju di depan umum,
berulang kali membuat tanda salib tanpa makna dan
lain-lain.
Simtom-simtom
Berkurangnya ekspresi emosi, berkurangnya kelancaran
dan isi pembicaraan, kehilangan minat untuk melakukan
berbagai hal (avolition)
Akar permasalahan Skizofrenia
Dalam perspektif psikologis khususnya perspektif psikodinamika,
diyakini bahwa terbentuknya skizofrenia dalam diri seseorang
bukanlah sesuatu yang terjadi dalam seketika, melainkan hasil dari
satu proses yang panjang. Proses itu dimulai sejak masa yang
paling awal dalam kehidupan individu, yaitu berakar pada
gangguan dalam relasi paling awal antara bayi (yang akan menjadi
pasien skizofrenia) dengan caretaker

Proses perkembangan kepribadian individu itu sendiri tidaklah


terjadi secara begitu saja oleh dirinya sendiri, melainkan terbentuk
dalam suatu lingkungan psikologis (psychological environment).
False self adaah organisasi kepribadian defensif yang
tercipta manakala true self personality organiization
terancam keberadaannya karena tidak mendapatkan
potential space yang diperlukan. False self terbentuk karena
suatu kegagalan dalam perkembangan kepribadian, karena
tidak mendapatkan respon yang dibutuhkan.
True self adalah bertemunya bayi yang dilempar itu dengan
tangkapan ibunya. True self hanya dapat terjadi jika
seorang pribadi mendapat sambutan yang sesuai dari
pribadi yang lain.
Dalam kasus skizofrenia, gangguan tersebut terjadi di
masa-masa paling awal, dimana potential self bayi masih
sangat rentan, sehingga upaya defensif sang bayi harus
ekstra besar. Ia mengembangkan false self untuk
keperluan defensif dan di saat yang sama ia harus me-
repress true self-nya. Akibatnya, true self tersbut tidak
dapat berkembang dengan semestinya dan tidak
bersentuhan dengan kesadaran dan realitas sekitarnya.
Tegangan false self dan true self akan semakin besar dan
individu yang bersangkutan semakin sulit menyesuaikan
dengan tuntutan realitas. Bilamana individu itu kemudian
True self yang selama ini terpendam di ketidaksadaran
sekarang muncul ke kesadaran, namun true self ini
adalah true self yang kerdil (undeveloped) karena tidak
berkembang dan out of contact with reality. Hal ini yang
membuat kepribadian pada pasien skizofrenia adalah
kepribadian yang tidak mampu mejalin kontak dengan
realitas. Bagi pasien skizofrenia, relasi dengan orang lain
akan dirasakan terlalu mengancam keberadaan self-nya
yang rapuh. Ia takut ditelan oleh orang lain, dimana
kondisi ini juga dapat disebut kondisi fear of being eaten
Permasalahan yang ditimbulkan
pasien skizofrenia
Ketidakmampuan untuk merawat diri
Ketidakmampuan menangani uang
Kebiasaan-kebiasaan pribadi yang aneh
Ancaman bunuh diri
Gangguan pada kehidupan keluarga. Misalnya:
pekerjaan, sekolah, jadwal sosial, dan lain-lain
Ketakutan atas keselamatan, baik pasien maupun
keluarga
Blame and shame
Tipe-tipe Skizofrenia
Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki
kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang
diperlihatkan dan tampaknya memiliki perjalanan
penyakit yang berbeda-beda.
1. Skizofrenia Tipe Paranoid
2. Skizofrenia Tipe Disorganized
3. Skizofrenia Tipe Katatonik
4. Skizofrenia Tipe Undifferentiated
5. Skizofrenia Tipe Residual
Skizofrenia Tipe Paranoid
Ciri utama tipe ini adalah adanya waham yang mencolok
atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya
fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid:
Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering
mengalami halusinasi auditorik
Tidak ada ciri berikut yang mencolok: bicara kacau,
motorik kacau atau katatonik, afek yang tak sesuai
Skizofrenia Tipe Disorganized
Ciri utama skizofrenia tie disorganized adalah
pembicaraan kacau, tingkah laku kacau, dan afek yang
datar (inappropriate). Pembicaraan yang kacau dapat
disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat
berkaitan dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah
laku (misalnya: kurangna orientasi pada tujuan) dapat
membawa pada gangguan yang serius pada berbagai
aktivitas hidup sehari-hari.
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe disorganized:
Semua gejala yang cukup menonjol: pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau, afek datar atau
Skizofrenia Tipe Katatonik
Ciri utama pada skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi
ketidaakbergerakan motorik (motoric immobility), aktivitas motor yang berlebihan, negativism
yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang
tidak terkendali, echolalia (mengulang ucapan orang lain) atau echopraxia (mengikuti tingkah laku
orang lain)
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik:
Motoric immobility (ketidak bergerakan motorik) sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy
(termasuk waxy flexibility) atau stuppor (gemetar)
Aktivitas motor yang berlebihan (yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli
eksternal)
Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat menolak pada segala
instruksi atau mempertahankan postur yang kaku untuk menolak dipindahkan) atau mutism
(sama sekali diam)
Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali
Echolalia (menirukan kata-kata orang lain atau echopraxia ( menirukan tingkah laku orang lain)
Skizofrenia Tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul
sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe undifferentiated:
sejenis skizofrenia dimana simtom-simtom memenuhi
kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk
skizofrenia tipe paranoid, Disorganized ataupun
katatonik.
Skizofrenia Tipe Residual
Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling
tidak satu kali episode skizofrenia, tetapi gambaran klinis saat ini tanpa
simtom positif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih
ada sebagaimana ditandai oleh adanya negatif simtom atau simtom
positif yang lebih halus.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual:
Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik
Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh
adanya simtom-simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang
terdaftar di kriteria A untuk skizofrenia, dalam bentuk yang lebih
ringan.
Resiliensi
Keluarga adalah suatu sistem yang berisi sejumlah relasi
yang berfungsi secara unik (Scharff & Scharff, 1991;
Bowen dalam Papero, 1990). Definisi tentang keluarga
tersebut menegaskan bahwa hakikat dari keluarga
adalah relasi yang terjalin antar individu-individu, yang
merupakan komponen-komponennya. Dalam matriks
relasi yang saling terkait ini, dapat dipahami bahwa bila
sesuatu menimpa atau dialami oleh salah satu keluarga,
dampaknya akan mengenai seluruh anggota keluarga
yang lain.
Dalam pandangan yang tradisional, biasanya
perkembangan kepribadian anak sering dikaitkan dengan
ibu dan kurang dengan ayah. Akan tetapi, ayah juga
memiliki beberapa peranan yang sangat penting bagi
anak. Pertama-tama, ayah harus memberikan contextual
holding antara ibu dan anak agar centered realatingnya
dapat terjalin tanpa terganggu apa-apa. Ayah dibutuhkan
agar anak dapat bertumbuh menjadi pribadi yang sehat
dan menjadi mitra ibu dalam mendidik anak.
Selain itu, untuk menunjang resiliensi dari pasien skizofrenia, anggota
keluarga yang memiliki anggota keluarga tersebut harus memiliki
keterbukaan agar lebih mudah mencari sumber bantuan dan penanganan
yang tepat dan sesuai dengan penderita. Akan tetapi, untuk mendukung
keterbukaan dari anggota keluarga, masyarakat pun harus dapat
menerima keberadaan pasien tersebut dan keluarganya sehingga dapat
menghapuskan stigma negatif dan membuka penerimaan yang baik.
Ketersediaan sarana-prasarana yang mumpuni dan sosialiasi informasi
bagi masyarakat pun harus dapat disampaikan dengan baik dan
informatif. Bila hal tersebut sudah dilakukan dengan baik, maka ciri-ciri
kondisi akan diketahui lebih dini dan akan mendapatkan pengobatan atau
penanganan yang tepat pula.
Prinsip-prinsip perawatan bagi
pengidap atau pasien skizofrenia
Pentingnya perawatan di rumah sakit dan menumbuhkan kemandirian (Hospitalization,
independency)
Perawatan melakukan identifikasi dan pemenuhan kebutuhan dasar selama di rumah sakit
(Identity long-term care basic needs)
Terapi medis yang tuntas (Adequate medical therapy)
Merencanakan tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta keluarga (identify
and provide proper refferal for patients and family)
Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke masyarakat,
seperti penghasilan dan ekonomi, dukungan sosial, hubungan kekeluargaan dan
ketahanan apabila mendapatkan stress (Follow up living arrangement, economics
resources, social support, family relationships, vulnerability to stress)
Memberikan terapi modelitas (modality therapy) dan melatih terapi kerja (occupational
therapy)
Pendidikan masyarakat dalam mencegah stigma (prevention to stigma)

Anda mungkin juga menyukai