Anda di halaman 1dari 44

HUJAN DAN PARAMETER IKLIM

Pengertian dan Proses Kejadian Hujan


Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari
atmosfer ke permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang
berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk Indonesia)
umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada
suatu kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan
kutub hujan dapat berupa air atau salju/es.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk
satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti perhari,
perbulan, permusim atau pertahun (Sitanala, 1989). Curah
hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah
curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan.
Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan
jangka waktu yang ditinjau dari curah hujan tahunan, curah
hujan bulanan, curah hujan harian dan curah hujan perjam.
Proses Kejadian Hujan
Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik terdapat
dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan dengan
berbagai issu dari kualitas lingkungan sampai perubahan iklim.
Terbentuknya awan
Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika
teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh: Supersaturation
terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan
uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini disebut nukleasi (nucleation).
Aeroso; atmosfir yang merupakan suspensipadat atau bahan cair dengan
kecepatan jatuh kecil memegang peranan penting dalam permulaan kondensasi
dengan memfasilitasi tempat proses nukleasi bagi uap air. Dua tipe awan dapat
dibedakan atas awan dingin (cold clouds) dan awan panas (warm clouds).
Struktur Awan
Di awal abad 20, Wegener menyatakan bahwa pada campuran awan yang terbentuk
dari condensasi uap merupakan mekanisme umum terjadinya hujan yang terkadang
juga membentuk salju dan es. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh
suhu lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang
dilewati hujan).
Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm
clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens (coalescence).
Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan suhu diatas
0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir
dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan
membentuk butiran hujan.
Proses Jatuhnya Air Hujan
Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi
karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis
(stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses
pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran
hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara
yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan.
Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara
lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas
awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan
cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif,
gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga
pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat
saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses
jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit).
Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi
konvektif dan stratiform yang merupakan proses
pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis
melalui pegungungan dan perbukitan.
PENGUKURAN CURAH HUJAN
Berbagai alat ukur atau penakar telah
dikembangkan untuk menakar hujan. Dua tipe
penakar: terekam dan tak terekam. Alat penakar
hujan terekam otomatis menyajikan data akumulasi
curah hujan pada waktu tertentu sampai pada data
per menit atau lebih detail. Perekam data hujan
otomatis biasanya dilengkapi dengan telemetri
melalui sistem transmisi real-time dan kelengkapan
khusus untuk manajemen sumber daya air.
Ada tiga tipe perekam data hujan: weighing type,
float and siphontype, dan tipping-bucket type.
Alat penakar tak terekam terdiri dari
penadah/wadah silinder sederhana dan sebuah
batang pengkalibrasi yang merupakan bagian
penakaran.
Alat penakar hujan type
weighing

Mekanisme internal alat penakar


hujan Meteorological Office Tilting-

syphon. A=Collecting chamber;


B=Plastic float; C=Knife-edges;

D=Double siphon tubes; E=Trigger;


HUJAN WILAYAH
Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing pengukur
hujan merupakan data hujan lokal (point rainfall)
Cara menentukan curah hujan daerah :
a. Cara Tinggi Rata-rata (aritmetic mean)
Mengambil harga rata-rata hitung dari penakaran curah
hujan
Ri = 1/x (R1 + R2 + .....+ Rx)
Apabila pos penakar hujan terbagi merata pada areal tersebut
dan hasil penakaran tidak menyimpang jauh dari harga rata-
rata seluruh pos penakar

R1

R3 R2
Cara Thiessen
Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang
dibentuk dengan menggambarkan garis sumbu tegak lurus
terhadap garis penghubung antara dua pos penakar.
Ri =(A1.R1 + A2. R2 + ........+Ax.Rx)/(A1 + A2 + ....... + Ax)

R3
A3
R1 A1

A2

R2

Dimana :
Ri = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, ..Rx = curah hujan ditiap titik pengamatan dan x adalah jumlah titik
pengamatan
A1, A2, Ax = luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan, km 2
Cara Isohiet

Peta Isohiet digambar pada peta topografi dengan interval 10 sampai 20 mm


berdasarkan data curah hujan pada tiap titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang
dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis Isohiet yang berdekatan diukur dengan
planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis Isohiet yang berdekatan yang
termasuk bagian-bagian daerah tersebut dapat dihitung. Sehingga curah hujan daerah
dapat dihitung dengan rumus :
R1 R 2 R R3 R Rx
A1 ( ) A2 ( 2 ) ... Ax ( x 1 )
Ri = 2 2 2
A1 A2 ... Ax

Dimana :
Ri = curah hujan daerah (mm)
A1, A2, Ax = luas bagian-bagian antara garis Isohiet (km2)
R1, R2, Rx = Curah hujan pada Isohyet 0,1,2,,x (mm)
R2
R1 garis Isohiet
A2 A3

A1
R3
EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik)
akibat proses respirasi dan fotosistesis.
Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari permukaan tanah
melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi
disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:
a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan air, tanah
dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi,
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya
air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus
sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara,
c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara
memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur
udara dan tekanan udara atmosfit
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu ini dapat
berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir. Proses
terjadinya evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang
disuplai oleh matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman
PENGUKURAN EVAPORASI DAN
EVAPOTRANSPIRASI
Atmometer : alat untuk mengukur evaporasi dari permukaan
basah yang dibakukan (standardized wet surface).
Macam-macam atmometer :
Atmometer Piche : terdiri atas gelas yang diberi skala, bagian
bawahnya diisi dengan air. Diantara gelas berskala dan bagian
bawahnya diberi sehelai kertas filter yang ditekan terhadap suatu
piringan (disk)

- Atmometer Livingstone
Merupakan bola porselin berpori diisi dengan air untuk
memberikan muka evaporasi.
Panci
Evaporasi
Dibuat untuk meniru (stimulate) kondisi evaporasi permukaan air bebas
Panci evaporasi dapat dipasang :
Di atas permukaan tanah - Ditanam dalam tanah

Mengambang di air
Prinsip Pengukuran
Penguapan
Penguapan diukur dengan panci penguapan Type A yang
merupakan standar pengukuran yang disarankan untuk
digunakan oleh World Meteriological Organization.
Penguapan netto diperoleh dengan cara menambah dan
mengambil air dari panci penguapan yang berbentuk silinder
dengan tujuan agar muka air didalam tabung penenang tetap
sama tinggi dengan titik tinggi pedoman (fixed point).
Alat-Alat dan Bahan
Tangki penguapan Type A merupakan suatu wadah yang
berbentuk silinder yang memiliki tinggi 25 cm, diameter dalam
120.7 cm.
Terbuat dari besi yang digalvanisir atau baja monel yang
dilengkapi dengan tabung penenang yang terbuat dari pipa besi
diameter 3 inci dengan tinggi 20 cm .
Didalamnya diisi besi runcing untuk menentukan titik tinggi
pedoman dalam mengukur posisi air didalam panci penguapan.
Dalam panci penguapan diisi air hingga mencapai ketinggian 5
cm di bawah bibir panci (rim) dan diharuskan tidak boleh lebih
dari 7,5 cm di bawah bibir panci (rim).
Panci penguapan ini diletakkan di atas punggung kayu dengan
ketinggian 15 cm dari dasar tanah dengan tujuan untuk
memberikan sirkulasi udara di bawah panci.
Gambar Panci
Evaporasi
1
Mengukur radiasi
Matahari
Pada stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan
radiometer untuk mengukur gelombang pendek radiasi
yang masuk dari matahari/angkasa dan radiasi netto yang
dipantulkan.
Radiasi yang dipantulkan merupakan penjumlahan dari
radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang

Mengukur Kecepatan Angin


Kecepatan angin diukur dengan anemometer, sedang arah
angin dengan kipas (wind vane)
Rumus empiris antara kecepatan angin dengan ketinggian :
(u/uo)=(z/zo)0,15
Dimana :
uo = kecepatan angin pada ketinggian z o
u = kecepatan angin pada ketinggian z yang lebih besar
dari zo
z = standar baru ketinggian alat = 2 m
Mengukur Kelembaban
Udara
Udara dapat menyerap air dalam bentuk uap air
Makin tinggi suhu udara makin banyak uap air yang dapat
diserap
Uap air menghasilkan tekanan yang besarnya 1 bar = 10 5 N/m2
Kelembaban relatif dirumuskan :
h = ea / es
Tekanan uap udara (ea) pada suhu t dicari dengan rumus :
(es ea) = (t tw)
Dimana :
Es = tekanan uap jenuh (tergantung suhu, ada tabelnya)
Tw = suhu bola basah
T = suhu bola kering
= konstanta psychrometer, = 0,66 (e dalam milibar) = 0,485 (e
dalam mm Hg)
Mengukur suhu
Suhu dicatat dengan termometer yang ditempatkan dalam
sangkar yang diberi ventelasi dan diletakkan 1,2 m di atas
permukaan tanah
MENAKSIR EVAPOTRANSPIRASI DENGAN RUMUS
EMPIRIS
Metode Thornwaite
Metode ini dikembangkan di Amerika Serikat di daerah beriklim sedang.
Langkah-langkah perhitungan dengan metode ini adalah :
1, 51
1. Dari data temperatur udara (0C/bulan)
12
T
I
m 1 5
2. Hitung indeks panas tahunan (I) dengan persamaan :
3. Hitung koefisien (a), yang besarnya tergantung lokasi analisis dengan
persamaan :
a = (675 . 10-9)I3 (771 . 10-7)I2 + (179 . 10-4).I + 0.492
4. Hitung besarnya evapotranspirasi 10(cm/bulan) a untuk garis lintang 0 0
ET0 o 1.62
0 .T
dengan persamaan I

5. Hitung besar evapotranspirasi (cm/bulan) untuk garis lintang lokasi


pengamatan dengan persamaan : ET 0 = c . ET0 (00)

Dimana :
ET0 = Evapotranspirasi (cm/bulan)
T = Temperatur udara (0C/bulan)
I = Indeks panas tahunan
a dan c = Koefisisien yang tergantung pada lokasi studi
Metode Blaney-
Criddle
Langkah-langkah perhitungan dengan metode ini adalah
1. Dari data temperatur rata-rata (0C/bulan)
2. Hitung nilai (p) dengan persamaan :
P = j / J . 100

3. Hitung evapotranspirasi dengan persamaan :


ETo = P (0.46 T + 8.13)

dimana :
j = rata-rata lamanya waktu siang hari untuk bulan tertentu
J = jumlah waktu lamanya siang dalam setahun
T = temperatur rata-rata (0C/bulan)
P = koefisien
Metode Penman
Modifikasi
Prosedur perhitungan metode Penman-modifikasi :
1. Data yang dibutuhkan :
a) Temperatur udara (oC)
b)Kelembaban udara relatif. (%).
c)Kecepatan angin (m/dt)
d)Durasi matahari
e) Menentukan elevasi daerah dan tekanan atmosfir.
2. Menentukan fungsi kecepatan angin, F(u) = 0,27 (1 + U/100)

3. Menentukan defisit tekanan uap


a)Tekanan uap jenuh (es)
Tekanan uap jenuh diperoleh berdasarkan fungsi
temperatur udara yang terjadi
b) Menentukan tekanan uap aktual, ea = es . (RH/100)

c) Menentukan defisit tekanan uap (es ea).


4. Menentukan faktor koefisien yang tergantung dari temperatur
dan radiasi (W).
5. Menentukan Radiasi netto (Rn), Rn = Rns Rnl

(a) Rns = (1- ). Rs = 0,25


dimana :
Rs = (0,25 + 0,5. n/N). Ra
Ra ditentukan berdasarkan tabel
N ditentukan berdasarkan tabel
n = N x Lama penyinaran
(b) Rnl = f(T) . f (es) . f (n/N)
dimana :
f (T) , ditentukan berdasarkan tabel
f (ed) = 0,34 0,044 . ea^0,5
f (n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N
6. Menentukan faktor koreksi akibat iklim siang dan
malam (C)
Faktor koreksi C ditentukan berdasarkan tabel
7. Menentukan evapotranspirasi
ETo = C (W . Rn + (1 W) . f (u). (ed ea))
dimana :
f (u) = fungsi kecepatan angin
f (T) = efek temperatur
f(n/N)= rasio penyinaran aktual terhadap penyinaran
maksimum
es = tekanan uap jenuh
ea = tekanan uap aktual
RH = kelembaban relatif
W = koefisien yang tergantung dari temperatur dan radiasi
Rn = radiasi netto
Rn1 =radiasi bersih gelombang panjang
Rns = radiasi bersih gelombang pendek
Rs = intensitas radiasi matahari
= albedo
Hubungan antara Hujan, Parameter
DAS dan Aliran
Peristiwa banjir atau aliran besar pada
sungai pada umumnya akan terkait dengan
peristiwa hujan dan parameter DAS.
Fenomena penting yang harus dipahami
dengan benar adalah bagaimana proses
terjadinya pengalihragaman hujan yang
jatuh pada suatu DAS tertentu menjadi
aliran di alur sungai.
Proses ini akan sangat tergantung dari sifat
hujan dan karakteristik parameter DAS.
Pengaruh parameter fisik DAS terhadap
karakteristik aliran
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran

Bentuk DAS
DAS yang mempunyai bentuk lebar akan menunjukkan ciri debit aliran puncak
lebih besar daripada debit aliran puncak pada DAS yang memanjang. Pada DAS
yang berbentuk memanjang, waktu untuk terjadinya akumulasi aliran penuh
akibat curah hujan akan lebih lama, sehingga bentuk hidrograf cenderung akan
lebih landai dengan waktu terjadinya debit puncak lebih besar.
Pengaruh bentuk DAS terhadap bentuk
hidrograf
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran

Luas DAS
Debit puncak untuk setiap satuan
DAS akan lebih besar pada DAS
dengan luas kecil. Hal ini dapat
disebabkan faktor losses dan reduksi
yang umumnya lebih besar pada DAS
yang luas. Misal akibat adanya danau
atau rawa.
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran

Topograf

Pada DAS dengan


kemiringan tanah dan
alur sungai yang besar
akan menunjukkan ciri
debit puncak yang
besar. Hal ini
disebabkan proses
pengatusan aliran
permukaan yang lebih
cepat akibat kemiringan
yang besar tersebut.
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran Geologi
Pengaruh faktor geologi pada DAS terutama menyangkut besarnya laju
infiltrasi dan evaporasi.
Pada DAS dengan kondisi geologi yang menunjukkan sifat tanah yang rapat,
nilai infiltrasi akan kecil, sehingga pada waktu terjadi hujan akan
menyebabkan adanya aliran permukaan yang besar.
Sebaliknya pada DAS dimana struktur tanah dan batuannya mempunyai
sifat permeabilitas yang besar, jumlah air hujan yang terinfiltrasi akan cukup
besar sehingga akan mengurangi potensi aliran permukaan yang terjadi
akibat hujan.
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran
(Kerapatan jaringan kuras)

Kerapatan jaringan kuras dinyatakan dengan panjang alur sungai per


satuan luas DAS.
DAS yang mempunyai banyak anak sungai, berarti kerapatan jaringan
kurasnya besar dan proses pengatusan lebih cepat, sebab air
limpasan permukaan segera akan tertampung pada alur-alur sungai.
Dengan demikian debit aliran puncaknya akan lebih besar dibanding
debit aliran puncak yang terjadi pada DAS dengan kerapatan jaringan
kuras kecil dan waktu untuk mencapai debit puncak lebih cepat.
Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran

Tataguna lahan
Faktor tataguna lahan pada DAS memberikan
pengaruh cukup dominan. Macam penggunaan
lahan akan sangat menentukan besarnya losses
akibat infiltrasi dan besarnya koefisien limpasan
permukaan.
Perubahan tataguna lahan dapat menyebabkan
perubahan nilai koefisien limpasan permukaan
(koefisien aliran) dan kerapatan jaringan kuras.
Sebagai contoh pada DAS yang semula sebagian
besar berupa hutan dan persawahan, kemudian
berubah menjadi lahan pemukiman, akan
menunjukkan ciri perubahan debit puncak aliran
banjir menjadi meningkat.
Curah Hujan
Rancangan
Curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dengan kala
ulang tertentu.
Kala ulang/periode ulang/return period : interval waktu rata-
rata suatu peristiwa akan disamai atau dilampaui satu kali.
Curah hujan rancangan dihitung dengan analisis frekwensi
dengan memperhatikan persyaratannya :
Dihitung parameter statistiknya (Cs, Cv, Ck). Syarat untuk E.J.
Gumbell Ck = 5,40 dan Cs = 1,14. Sedangkan Log Pearson III
harga Cs dan Cv nya bebas.
Uji sebaran dengan Chi Square Test dan Smirnov Kolmogorov
Test

Pemilihan Distribusi Frekwensi


Prosedur Perhitungan :

1. Menghitung curah hujan maksimum rerata dengan persamaan :


n
xo = 1 x i
n i 1
Lanjutan Pemilihan Distribusi
Frekwensi
2. Menghitung simpangan baku, dengan persamaan :
n

(x i xo )
Sx = i 1

n 1

3. Menghitung parameter-parameter statistik, yang meliputi koefisien


skewnes/penyimpangan (Cs), koefisien varians (Cv), dan koefisien kurtosis (Ck),
dengan persamaan :
x xo
Cs =
3
i

(n 1) (n 2) Sx 3

Ck =
n 2
x i xo 4

(n 1) (n 2) (n 3) Sx 3

Sx
Cv =
xo

4. Dengan melihat harga Cs, Cv, dan Ck sehingga dapat ditentukan distribusi
frekuensi mana yang akan digunakan.
DEBIT BANJIR
RANCANGAN
Metode Rasional
Asumsi-asumsi :
1. Debit pengaliran Q yang diakibatkan oleh curah hujan dengan intensitas
tersebut berlangsung selama waktu tiba banjir.
2. Debit aliran maksimum (Qmak) yang diakibatkan oleh curah hujan dengan
intensitas I, dan berlangsung selama waktu tiba banjir, mempunyai hubungan
linier dengan intensitas hujan I.
3. Peluang terjadinya debit maksimum sama dengan peluang terjadinya intensitas
hujan untuk waktu tiba banjir.
4. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada curah hujan untuk setiap
peluang.
5. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada semua curah hujan
yang terjadi di suatu daerah aliran.
Rumus
Rasional
Q = 0,278. C.i.A

Dimana :
Q = debit rancangan dengan kala ulang T tahun, m 3/dt
C = koefisien pengaliran
i = intensitas hujan dengan kala ulang T tahun, mm/jam
A = luas daerah pengaliran, km 2
Untuk menghitung debit banjir rancangan dengan Metode
Rasional digunakan beberapa komponen yaitu : waktu tiba
banjir (Tc), intensitas curah hujan (i) dan koefisien limpasan
(C)
Waktu tiba banjir
Waktu tiba banjir adalah selang waktu antara permulaan
hujan dan saat pada seluruh daerah aliran ikut berperan
pada pengaliran sungai atau waktu yang diperlukan oleh
hujan yang jatuh di titik terjauh dari daerah pengaliran
untuk mencapai titik yang ditinjau.
Intensitas
Hujan
Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi
persatuan waktu dimana air tersebut terkonsentransi.
Intensitas hujan berdasarkan persamaan Dr. Mononobe :
2/3
R 24 24
i = 24 x t

Dimana :
i = intensitas hujan ( mm/jam)
R24 = hujan harian maksimum (mm)
t = lama hujan (jam)
Disini hujan harian maksimum dipakai hujan rancangan
berdasarkan kala ulang tertentu, dengan demikian intensitas hujan
yang didapat juga berdasarkan kala ulang tertentu.
Koefisien
Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu besaran yang didasarkan
pada keadaan daerah pengaliran dan karakteristik hujan
di daerah tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya koefisien
pengaliran :
Keadaan hujan
Luas dan bentuk daerah aliran
Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar
sungai
Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
Kebasahan tanah
Suhu dan angin
Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.
Metode Weduwen
Metode ini digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) dengan luas kurang dari 100 km2
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah :
1. Taksir harga tc
2. Menghitung koefisien reduksi (), dengan persamaan :
120 A t 1 / t 9

120 A

3. Menghitung curah hujan harian maksimum:


R 67,65
Rn x
240 tc 1,45

4. Menentukan koefisien pengaliran :


4,10
1
. Rn 7

5. Menentukan debit banjir rancangan dengan persamaan Weduwen :


Q . . Rn . A

6. Menghitung waktu tiba banjir :


Tc 0,25 L Q 0,125 I 0,25
Lanjutan

7. Kontrol nilai tc taksiran dengan nilai Tc hasil perhitungan, jika


nilai yang diperoleh tidak sama, maka perhitungan diulangi (nilai tc
ditaksir kembali) sampai nilai tc taksiran dengan nilai Tc yang
diperoleh dari hasil perhitungan sama.
Keterangan :
Q = debit banjir rancangan dengan periode ulang n tahun,
m3/detik
= koefisien limpasan
A = luas daerah pengaliran sungai, km 2
L = panjang sungai, km
I = kemiringan sungai
R = curah hujan dengan periode ulang n tahun.
= koefisien reduksi
Tc = waktu konsentrasi (tiba banjir), jam
Rn= curah hujan maksimum, m3/dt/km2
Metode Melchior
Metode ini digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan untuk luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih besar dari 100 km 2.
Adapun prosedur perhitungannya :
1. Lukis ellips yang mengelilingi daerah Aliran Sungai dengan sumbu panjang
(kira-kira) 1,5 kali sumbu pendek dan hitung luasnya dengan rumus :
n F = 0,25 x x L1 x L2
2. Mengukur luas Daerah Aliran Sungai dengan planimeter (km 2)
3. Menghitung rata-rata kemiringan dasar sungai dengan rumus :
H
I =
0,9xL
4. Menghitung harga 1 dengan menggunakan persamaan :
1970
nF = 3960 1720. 1
1 0,12
5. Menaksir besarnya hujan maksimum sehari (R1 ,m3/det/km2).
6. Menghitung besarnya debit (Qo) dengan persamaan :Qo = 1 x R1 x A
Lanjutan
7. Menghitung kecepatan aliran (V) dengan persamaan :
V = 1,31 x (Qo x I2)0,2 x (/0,52)0,2
8. Menghitung waktu tiba banjir (Tc) dengan persamaan :
10xL
Tc =
36xV

9. Menentukan koefisien 2 dari tabel hubungan Tc dan nF, sehingga koefisien


reduksi dapat dihitung dengan persamaan :
= 1 x 2
10. Menghitung harga RT dengan persamaan :
10xxR
RT =
36xTc

11. Mengontrol nilai R1 = RT , jika nilainya tidak sama diulang mencoba nilai R1
12. Menghitung debit banjir rancangan berdasarkan kala ulang dengan
menggunakan persamaan :
xRxR T xA
QT =
200
Lanjutan
Dimana :
QT = debit banjir rancangan (m3/detik)
= koefisien pengaliran Melchior berkisar 0.42 0.62 dianjurkan menggunakan 0.52
= koefisien reduksi
R = curah hujan rancangan (m3/detik)
R1 = hujan maksimum sehari (m3/detik/km2)
A = luas daerah pengaliran (km2)
nF = luas elips (km2)
L1 = panjang sumbu besar ellips (km)
L2 = panjang sumbu kecil ellips (km)
L = panjang alur sungai utama (km)
Tc = waktu tiba banjir (jam)
V = kecepatan aliran (m/detik)
I = kemiringan rata-rata dasar sungai ( I = H/0,9 L)
H = beda elepasi antara titik yang dimaksud dan titik pada 0,9 L.
Tabel Presentasi 2 untuk hujan kurang dari 24 jam pada
luas ellips (nF) terhadap hujan makssimum sehari
NF Hujan selama beberapa jam
(km2) 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24
0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 98 100
10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 97 100
50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 96 100
300 20 33 43 52 57 61 69 77 85 93 95 100
? 12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 94 100
Metode Haspers
Prosedur perhitungannya adalah :
1. Menentukan besarnya koefisien pengaliran :
1 0,012 A 0,7

1 0,075 A 0,7

2. Menentukan koefisien reduksi :


1 Tc 3,7 . 10 0,4 Tc A 0,75
1 x
Tc 2 15 12

3. Menghitung waktu tiba banjir :


Tc 0,10 . L0,8 . I 0,3

4. Menghitung curah hujan maksimum :


r
RT
3,6 . Tc

Dimana nilai r dapat dihitung berdasarkan nilai Tc :


Tc R
a). r ; bila Tc < 2 jam
Tc 1 0,0008 260 R 2 Tc
2

Tc . R
b). r ; bila ; 2 jam < Tc < 19 jam
Tc 1
c). r = 0,707 R (Tc + 1)0,50 ; bila ; 19 jam < Tc < 30 hari
5. Menghitung debit banjir rancangan berdasarkan persamaan Haspers :
Q = . .RT . A
HIDROGRAF SATUAN
Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi
permukaan air atau debit terhadap waktu (Linsley, 1982). Sherman (1932)
telah memperkenalkan hidrograf satuan sebagai cara untuk memperkirakan
bentuk hidrograf . Hidrograf satuan ialah hidrograf aliran langsung (direct
runoff) yang dihasilkan dari hujan efektif setinggi rata-rata 1 mm tersebar
merata di daerah aliranya dengan suatu laju seragam selama suatu periode
atau waktu tertentu.
Menurut bernard (1932), cara hidrograf satuan beserta cara grafik distribusi
adalah cara yang sangat baik dan berguna untuk perhitungan debit banjir
rancangan. Analisis terinci tentang hidrograf banjir umumnya penting di dalam
usaha mengurangi kerusakan akibat banjir, perkiraan banjir, atau penetapan
debit rancangan bagi berbagai bangunan yang harus melayani air banjir. Untuk
membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak tersedia atau sedikit
sekali data observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau
parameter daerah pengalirannya, misalnya waktu untuk mencapai puncak
hidrograf, lebar dasar, luas, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan
sebagainya.
Hidrograf satuan sintetik dipergunakan apabila tidak tersedia atau sedikit sekali
data suatu daerah pengaliran sungai. Data yang dimaksud adalah data
pengukuran debit, data hujan jam-jaman, data AWLR, dan sebagainya.
HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

HSS SOIL CONSERVATION SERVICE


(SCS-USA)
HSS SNYDERS
HSS NAKAYASU
KETERSEDIAAN AIR DI SUNGAI
Model debit/keseimbangan air sudah banyak
dikembangkan oleh para ahli diantaranya:
- Model tangki, Tank model (1956),
- Model SMAR, Soil Moisture Accounting Rainfall
(1970),
- Model SimHyd (1972),
- Model FJ. Mock (1973),
- Model Sacramento (1973),
- Model Nreca, National Rural Electric Cooperative
Association (1985),
- Model AWBM, Australian Water Balance Model
(1993) ,
- Model Nugroho (2006),
- MODEL MOCKWYN-UB (2013).I Wayan Sutapa
44

Anda mungkin juga menyukai