Anda di halaman 1dari 141

MASALAH-MASALAH

OTONOMI DAERAH

KOMARUDIN SHI., M.HUM


CIKARANG
2011
OVERVIEW
Apa Bedanya:
Desentralisasi dengan Dekonsentrasi?
Daerah Otonom dengan Wilayah Administratif?
Otonomi Daerah dengan Daerah Otonom?
Pemerintah Daerah dengan Pemerintahan Daerah?
Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan di
Daerah?
Desentralisasi vs Dekonsentrasi

Desentralisasi:
Desentralisasi penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI.
Dekonsentrasi:
Dekonsentrasi pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
Otonomi Daerah vs Daerah Otonom
Otonomi Daerah:
Daerah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Daerah Otonom:
Otonom kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem NKRI.
Daerah Otonom vs Wil. Administratif

Daerah Otonom:
Otonom implikasi asas Desentralisasi
hak / wewenang mengatur dan mengurus
sendiri urusan RT-nya.
Wilayah Administratif:
Administratif implikasi asas
Dekonsentrasi hak / wewenang mengatur dan
mengurus urusan Pemerintah Pusat di daerah;
oleh aparat Pusat di daerah; dengan sumber
daya Pusat di daerah.
Pemerintah Daerah vs
Pemerintahan Daerah
Pemerintah Daerah:
Daerah unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang terdiri dari Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.
Pemerintahan Daerah:
Daerah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip NKRI.
Pemerintahan Daerah vs
Pemerintahan di Daerah
Pemerintahan Daerah:
Daerah UU No. 22 / 1999 dan UU
No. 32 / 2004
Propinsi Daerah Otonom dan Wakil Pemerintah
Kab/Kota Daerah Otonom saja.
Kecamatan & Kelurahan adalah perangkat Daerah.

Pemerintahan di Daerah:
Daerah UU No. 5 / 1974
Propinsi dan Kab/Kodya memiliki 2 (dua) kedudukan
sebagai Daerah Otonom sekaligus Wilayah Administratif.
Kecamatan & Kelurahan adalah instansi vertikal /
perangkat Pusat di daerah.
Sumber: Data diolah dari berbagai media massa (2005 2007)
MASALAH 2 OTDA
Pemekaran Wilayah
Kelembagaan Perangkat Daerah
SDM (pegawai)
Keuangan (kapasitas fiskal)
Akselerasi Pembangunan Daerah
(pendidikan, kesehatan, pengentasan
kemiskinan, pelayanan publik, dll)
(Sumber : Karhi Nisjar, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis XIX
Universitas Dr. Soetomo, Surabaya)
UNDP (2000: 60-61)
Decentralized governance, when carefully planned, effectively
implemented, and appropriately managed, can lead to significant
improvement in the welfare of people at the local level, the
cumulative effect of which can lead to enhanced human
development. In addition, if decentralization involves real
devolution of power to local levels, the enabling environment for
poverty reduction is likely to be stronger. On the contrary,
badly planned decentralization can worsen regional
inequalities. Left to their own devices, richer regions are likely
to develop faster than poor ones. And a system of matching
grants, intended by central government to motivate local
government to raise funds, typically exacerbates regional
disparities.
Postulat:

Otonomi Daerah memiliki korelasi POSITIF terhadap


peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.

Jika pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat


tidak semakin baik, berarti ada kesalahan dalam
menafsirkan dan menjalankan Otonomi Daerah.

Otonomi Daerah perlu dikawal oleh seluruh pihak untuk


menjamin tercapainya pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Manfaat Desentralisasi (1)
1. Decentralization can be a means of overcoming the severe limitations of
centrally controlled national planning.
2. Decentralization can cut through the enormous amounts of red tape and the
highly structured procedures.
3. Officials knowledge of and sensitivity to local problems and needs can be
increased.
4. Decentralization can allow better political and administrative penetration of
national government policies into areas remote from the national capital.
5. Decentralization might allow greater representation for various political,
religious, ethnic, and tribal groups in development decision making that lead
to greater equity in the allocation of resources.
6. Decentralization could expand local governments and private institutions
capacity to take over functions that are not usually performed well by central
ministries.
7. The efficiency of the central government could be increased.
Manfaat Desentralisasi (2)
8. Decentralization can provide a structure through which activities of various
central government ministries and agencies could be coordinated more
effectively.
9. Decentralization is needed to institutionalize participation of citizens in
development planning and management.
10. Decentralization might offset the influence or control over development
activities by entrenched local elites.
11. Decentralization can lead to more flexible, innovative, and creative
administration.
12. Decentralization allows local leaders to locate services and facilities more
effectively within communities.
13. Decentralization can increase political stability and national unity by giving
groups the ability to participate more directly in development decision-making.
14. Decentralization can increase the number of public goods and services and
the efficiency with which they are delivered at lower cost.
Manfaat Desentralisasi (3)

Hadiz (2003: 16)


Desentralisasi meningkatkan level transparansi dan
akuntabilitas serta berkembangnya praktek good
governance.
Kebutuhan daerah akan terpenuhi secara lebih baik
sebagai akibat diberikannya otonomi.
Para penguasa akan dapat diawasi secara langsung oleh
masyarakat setempat.
Inisiatif penduduk lokal dan kreativitas publik akan
berkembang bebas karena mengendornya pengawasan
Pusat yang terlalu kuat pada berbagai aspek kehidupan
masyarakat
Bahaya Desentralisasi
(PrudHomme, 1985)

1. Makin tingginya disparitas antar daerah


Potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama
dalam pemilikan sumber daya, sementara desentralisasi berarti
memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam
mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Daerah bebas
dalam mengolah sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal.
Karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka
disparitas antar daerah akan semakin tinggi. Daerah yang kaya dan
memiliki struktur ekonomi yang lebih seimbang akan melaju cepat,
sementara itu Daerah yang miskin akan ketinggalan.
Bahaya Desentralisasi .. cont.

2. Inefisiensi produksi dan alokasi.


Daerah akan memaksakan diri dalam melakukan produksi
suatu komoditas tertentu meskipun secara ekonomis tidak
terlalu menguntungkan, sehingga secara nasional dapat
dinilai sebagai inefisiensi dalam alokasi sumber daya.
Sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk
komoditas lain, karena motivasi kemandirian, akhirnya
dialokasikan kepada komoditas tertentu yang kurang
efisien.
Bahaya Desentralisasi .. cont.

3. Instabilitas yg berpangkal dari luasnya


kewenangan daerah dalam kebijakan fiskal.
Meskipun desentralisasi fiskal memberikan manfaat di
beberapa negara seperti China, India, negara-negara
Amerika Latin, serta negara-negara lain di belahan di dunia
ini, namun di sisi lain memunculkan 3 masalah utama, yaitu:
meningkatnya ketidakadilan (kesenjangan), instabilitas
makroekonomi, dan adanya resiko kewenangan lokal yang
dapat menyebabkan kesalahan dalam alokasi sumber daya
(World Development Report: The State in a Changing World, 1997).
Cross-country experiences

McLean dan King (1999: 55)


El Salvador: meningkatnya kemandirian masyarakat /
aktor sekolah dan kualitas pembelajaran. Dengan
meningkatnya partisipasi orang tua, setiap sekolah yang
dikelola masyarakat (community-managed school)
menunjukkan tingkat absensi (meninggalkan kewajiban)
yang semakin rendah.
Nikaragua: dengan melakukan pengawasan terhadap
latar belakang keluarga, murid-murid sekolah diberi hak
membuat sendiri keputusan yang berhubungan dengan
sekolah mereka. Hal ini ternyata berdampak pada raihan
nilai yang lebih baik dalam setiap tes atau ujian.
Cross-country experiences

Anne Mills (dalam Kolehmainen-Aitken, 1999: 57)


Manfaat di bidang kesehatan:
More rational and unified health service that caters to local preferences.
Improvement of health programs implementation.
Lessened duplication of services as the target of populations is defined
more specifically.
Reduction of inequalities between rural and urban areas.
Cost containment from moving to streamlined, targeted programs.
Greater community financing and involvement of local communities.
Greater integration of activities of different public and private agencies.
Improvement of inter-sectoral coordination, particularly in local
government and rural development activities.
Dampak negatif terjadi di Pilipina, Zambia, dan Papua Nugini.
Cross-country experiences

Work (2002)
Peningkatan layanan kesehatan di Belo Horizonte, Brazil;
Peningkatan layanan perkotaan di Sinuapa, Honduras;
Keberhasilan pelaksanaan berbagai proyek di Jamunia Tank
Gram Panchayat, India;
Peningkatan layanan pendidikan di Man dan Irbid, Jordan;
Perbaikan kualitas pemukiman di Pakistan;
Peningkatan layanan kesehatan dii 3 kota di Philipina;
Menggerakkan pembangunan ekonomi lokal di 3 kota Polish;
Peningkatan pendapatan rumah tangga di Ivory Park, South
Africa;
Peningkatan jasa-jasa pasar melalui kemitraan dengan sektor
swasta di Jinja, Uganda.
Cross-country experiences

Indonesia (IRDA, 2002: 10)


Meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap
partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat
lokal.
Perangkat Pemda memiliki komitmen yang makin kuat
dalam pemberian layanan serta merasakan adanya
tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Pemerintah Kab/Kota dan antara Kab/Kota dengan
Propinsi saling bekerjasama dan berbagi informasi
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Cross-country experiences

Indonesia (Hadiz, 2003: 16)


Korupsi yang terdesentralisasi dan tersebar,
Aturan yang dijalankan oleh pejabat yang berjiwa
maling (predatory local officials),
Merebaknya money politics dan konsolidasi politik
gangster.

Para predator itu


Uni Soviet Thailand
Philipina Indonesia
Indikator Keberhasilan OTDA

EKONOMI
pendapatan nasional perkapita.
pengurangan jumlah penduduk miskin.
tingkat pengangguran.
gini ratio, luas daerah di bawah kurva lorenz, dll.
SOSIAL
rasio guru terhadap murid.
rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk, dll.
PRASARANA DASAR
prasarana perhubungan.
prasarana penerangan, dll.
PEMEKARAN
WILAYAH
ISSU KRUSIAL
PEMEKARAN
Alasan pemekaran: meningkatkan pelayanan
publik dan mendekatkan Pemda.

Implikasi Pemekaran:
Sumber daya keuangan makin terbatas.
Meningkatkan overhead-cost.
Memperbanyak aktor (institusi) Pemda.
Mendorong pembentukan lembaga vertikal:
polisi, militer, kejaksaan, PN, dll.
APA YANG TERJADI ???
Pemekaran tanpa analisis komprehensif terhadap
kelayakan teknis, administratif, politik dan potensi
daerah.
Fakta kesenjangan pembangunan dijawab dengan
pemekaran tanpa menyelesaikan masalah
pokoknya.
Pemekaran justru melemahkan kemampuan fiskal
daerah karena adanya pembagian sumber daya.
Ilustrasi pemekaran: sakit kepala diobati dengan
obat sakit perut.
Siapa KALAH Siapa MENANG ?

Yang Menang & Senang :

Penduduk setempat, karena pembangunan di


sekelilingnya: jalan, gedung-gedung baru, dll.
Daerah yg sepi menjadi lebih ramai.
PNS, karena mendapat promosi di daerah yang
baru.
Parpol, karena kadernya memiliki peluang untuk
menjadi anggota DPRD atau Kepala Daerah.
Siapa KALAH Siapa MENANG ?
Yang Kalah :
Sumber penerimaan tergantung pada Pusat (94%), dan harus dibagi
menjadi dua. Akibatnya, kapasitas fiskal semakin melemah.
Menurunnya kapasitas fiskal akan berdampak menurunnya
kemampuan pembiayaan pelayanan publik secara keseluruhan
(secara parsial mungkin menguntungkan daerah baru).
Daerah yg lemah secara ekonomi akan sulit membangun daerahnya
pada jangka panjang.
Menciptakan kendala baru berupa kebutuhan pembiayaan birokrasi
(overhead-cost).
Masyarakat secara umum yg mendapat dampaknya. Kasus: Kaltim
sbg Provinsi terbesar APBD-nya, namun jumlah penduduk miskinnya
terbanyak se Kalimantan (2007).
Jumlah Daerah
Otonom
Sebelum 1999 27 Prov; 292 Kab/Kota

1999 2007 7 Prov; 173 Kab/Kota

TOTAL 33 Prov; 465 Kab/Kota


Sumber : Mendagri (Suara Pembaruan, 23 Okt 2007)
PEMBENTUKAN DAERAH

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


DIBAGI ATAS DAERAH-DAERAH:

PROVINSI

MASING-MASING
DAERAH PROVINSI DIBAGI ATAS: MEMPUNYAI
PEMERINTAHAN
DAERAH.
PASAL 2 AYAT (1)

KABUPATEN DAN
KOTA
PEMBENTUKAN DAERAH:
DITETAPKAN DGN
UU {Pasal 4 NAMA
(1)} CAKUPAN WILAYAH
BATAS
SUBSTANSI UNDANG-
IBUKOTA
KEWENANGAN
UNDANG DIMAKSUD
MENCAKUP Psl {4 (2)} : PENJABAT KEPALA DAERAH
PENGISIAN DPRD
PENGALIHAN KEPEGAWAIAN
PENDANAAN
PERALATAN DAN DOKUMEN
PERANGKAT DAERAH

PENGGABUNGAN BEBERAPA
DAERAH
PEMBENTUKAN PENGGABUNGAN SEBAGIAN
DAERAH DAPAT DAERAH YANG
BERUPA {Psl 4 (3)}: BERSANDINGAN
PEMEKARAN DARI SATU DAERAH
MENJADI DUA DAERAH ATAU
LEBIH

PEMEKARAN SETELAH PROVINSI: 10 TAHUN


MENCAPAI BATAS MINIMAL
USIA PENYELENGGARAAN KABUPATEN/KOTA: 7 THN
PEMERINTAHAN {Psl 4 (4)} KECAMATAN: 5 TAHUN
ADMINISTRATIF

.
SYARAT-SYARAT
PEMBENTUKAN
DAERAH TEKNIS
Pasal 5 Ayat (1)

FISIK
KEWILAYAHAN
SYARAT ADMINISTRATIF
A. PEMBENTUKAN PROVINSI
Pasal 5 Ayat (2)

1. Aspirasi masyarakat.
2. Kep. DPRD Kab / Kota & persetujuan Bupati /
Walikota masing2 yg akan menjadi cakupan Prov.
3. Kep. DPRD Prov. induk.
4. Rekomendasi Gubernur.
5. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri

B. PEMBENTUKAN KABUPATEN/KOTA
Pasal 5 Ayat (3)

1. ASPIRASI MASYARAKAT.
2. KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN/KOTA.
3. PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA.
4. KEPUTUSAN DPRD PROVINSI/INDUK.
5. REKOMENDASI GUBERNUR/INDUK.
6. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI
SYARAT TEKNIS
Pasal 5 Ayat (4)

FAKTOR DASAR
PEMBENTUKAN DAERAH

1. KEMAMPUAN EKONOMI
2. POTENSI DAERAH
3. SOSIAL BUDAYA
4. SOSIAL POLITIK
5. KEPENDUDUKAN
6. LUAS DAERAH
7. PERTAHANAN
8. KEAMANAN dan
9. FAKTOR LAIN YANG MEMUNGKINKAN
TERSELENGGARANYA OTDA (KEMAMPUAN KEUANGAN,
TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, RENTANG KENDALI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH)
SYARAT FISIK
Pasal 5 Ayat (5)
PALING SEDIKIT 5 KABUPATEN/KOTA
PROVINSI LOKASI CALON IBUKOTA
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 5 KECAMATAN


KABUPATEN LOKASI CALON IBUKOTA
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 4 KECAMATAN


KOTA
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN
Tentang JUMLAH
PENDUDUK
semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami
(menetap) di wilayah daerah atau negara tertentu

Raymond G. Gettel:
No definite limit can be fixed for the number of persons
necessary to form a state.
Gilchrist:
It is impossible to fix a definite number of men for a state.

RRC : 1,1 milyar


India : 800 juta
Tuvalu dan Nauru : 10 ribu.
Tentang LUAS WILAYAH

daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan


suatu daerah atau negara, dalam mana kekuasaan
daerah atau negara berlaku atas seluruh penduduk
yang bertempat tinggal menetap didalam daerah
teritorial tersebut

RRC : 9.561.000 km2


India : 3.275.198 km2
Tuvalu dan Nauru : 26 km2 dan 21 km2
Size and Democracy: Case for Decentralization
(Larry Diamond & Svetlana Tsalik, 1999):

1998 hampir 75% negara berpenduduk dibawah 1 juta jiwa


merupakan negara demokratis; kurang dari 60% negara dengan
populasi > 1 juta jiwa diikategorikan demokratis.
5 dari 6 negara berpenduduk < setengah juta (microstate)
adalah demokratis, dan lebih dari tiga perempatnya menerapkan
demokrasi liberal.
Kesimpulan: jika menginginkan suatu negara / daerah
demokratis, maka harus diupayakan agar jumlah penduduk tidak
berkembang secara dramatis.

Pemekaran Pemerintahan
Microstate
Wilayah Demokratis
Benarkah LOGIKA Diatas?
BENAR, dengan argumen:

Jepang memiliki 47 propinsi (prefecture) dan 3.232


daerah otonom setingkat kabupaten / kota ( Shi Cho
Son).
Di Thailand terdapat 75 propinsi dengan 1.130
daerah otonom setingkat kabupaten / kota.
INDONESIA ??
Benarkah LOGIKA Diatas? (2)
SALAH, dengan argumen:
Demokrasi tidak hanya dilakukan dengan pemekaran, tapi bisa juga
dengan devolusi kekuasaan (baik dengan sistem federalisme
maupun otonomi luas).
Kasus Indonesia kesenjangan antar wilayah: Jawa saja yg layak
dimekarkan dan menjadi demokratis, sedang luar Jawa sulit
dimekarkan karena sedikitnya jumlah penduduk.
Pemekaran membuat rentang kendali semakin panjang, shg
mempersulit mekanisme koordinasi, pengawasan & pembinaan oleh
Pusat terhadap Daerah.
Pemekaran berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah dan
kemampuan anggaran (fiscal capacity) baik bagi daerah baru hasil
pemekaran maupun daerah induknya.
Pemekaran memicu orientasi menggali PAD melalui penetapan
Perda retribusi yang menjadikan iklim usaha kurang kondusif.
Itulah Sebabnya
Pemekaran tidak lagi menjadi opsi yg
disukai:
Di Jepang, 47 propinsi yang ada saat ini secara administratif
dikelompokkan menjadi 12 wilayah saja. Sedang pada level
kedua, amalgamasi dilakukan dengan target pengurangan
municipalities dari 3.232 menjadi hanya 257 (Masahisa Hayashi,
2002).
Thailand menciutkan jumlah daerah otonom tingkat III yg disebut
TAO (Tambol Administrative Organization, di Indonesia setingkat
Kecamatan) dari 7.498 menjadi hanya 5.000 (Bangkok Post,
3/11/02).
Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada 1960-an
menjadi 284 pada 1980-an. Pada periode yang sama, Belgia
berkurang dari 2.663 menjadi 589; Denmark dari 1.387 menjadi
275; Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; & Inggris dari 1.288
menjadi 457 (Hubert Allen, 1990).
Presiden ttg Pemekaran
(Pidato di depan DPD-RI tg 23 Agustus 2007)

Jika pemekaran daerah tidak berangkat dari tujuan yang benar,


serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan
beban kepada keuangan negara, serta memberikan dampak
penurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerah
lain, karena akan menurunkan alokasi DAU secara proporsional
bagi daerah lain di seluruh tanah air.
Pemekaran juga mempengaruhi penyediaan DAK Bidang
Prasarana Pemerintahan (sarana dan prasarana gedung
kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja
operasional lainnya), serta untuk mendanai urusan-urusan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Kita harus tegas dan berani menolak tuntutan pemekaran,
yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan
manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu.
Ironisnya
Ada sebuah dagelan politik tingkat tinggi,
dimana imbauan Presiden pada sidang
paripurna DPD RI 23 Agustus 2007 untuk
moratorium pemekaran justru dibalas politisi
DPR dengan menetapkan 8 UU pemekaran
yang baru.
Ada apa dengan hubungan Eksekutif
Legislatif di Indonesia?
MASALAH PEMEKARAN WIL.
2

76 % daerah hasil pemekaran mengalami kemunduran dari


sebelumnya, dengan indikator jumlah masyarakat miskin
meningkat (Priyo Budi Santoso, Suara Pembaruan: 10-4-2007).
Laporan Depdagri 2006: dari 148 daerah otonom baru yang
dievaluasi, sekitar 80 % masuk kategori bermasalah dan gagal.
Data Dep. Keuangan 2007: mayoritas daerah pemekaran
tergolong berkemampuan keuangan rendah. BPK juga
menyebutkan, pemekaran berdampak negatif pada perekonomian,
sebab membebani keuangan negara (Kompas, 31-5-2007 ).
Pemekaran yang tidak terencana menyulitkan penentuan daerah
pemilihan untuk Pemilu 2009 (Mendagri, Kompas, 9-3-2007).
Daerah otonom baru belum mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara signifikan (Mendagri, Kompas, 23-10-2007).
"Bukan rahasia lagi, lebih dari 90 % APBD daerah otonom baru
disubsidi dari APBN (Ryaas Rasyid, Kompas, 23-10-2007).
MASALAH PEMEKARAN WIL.
2

Letak daerah yang jauh dari pusat pemerintah bukanlah


masalah yang harus diatasi dengan pemekaran. Akibatnya,
banyak daerah baru hasil pemekaran justru menjadi beban
pemerintah (Taliziduhu Ndraha, Kompas, 13-3-2007).
Pemekaran belum menyentuh kesejahteraan publik terutama
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan layanan umum.
Pemekaran lebih banyak memberikan keuntungan bagi
segelintir elite dan kelompok birokrasi maupun pengusaha saja
(Suara Karya, 21-5-2007).
Pemekaran menimbulkan ketidakefisienan secara ekonomi. Ini
terlihat dari munculnya banyak perda yang berbeda di tiap
daerah (Kompas, 24-4-2007).
Syarat kewilayahan yang diatur PP No. 129/2000 berbeda
dengan yang diatur UU No. 32/2004. Bagaimana dengan
daerah yang terlanjur terbentuk? Digabung lagi?
Pilihan Solusi
Moratorium, sambil lakukan evaluasi.
Percepat PP pengganti PP No. 129/2000, dengan memperketat
usulan-usulan pemekaran daerah, yang benar-benar sesuai
kebutuhan (bukan karena desakan / motif politik).
Insentif bagi daerah yg mau menggabungkan diri.
Pengetatan pembentukan Perda yg tidak ramah pasar (pro-
investment).
Pembentukan daerah baru harus seiring dengan kebijakan di
bidang lain, misalnya tentang Pemilu (misal: pembentukan
KPUD).
Treatment khusus bagi daerah yang sudah terlanjur dimekarkan,
misalnya dengan mengembangkan kecamatan (bagi kab/kota),
atau kab/kota (bagi provinsi).
Susun Grand Design (RIP) Pemekaran Wilayah.
Pemberdayaan Kec & Kelurahan (Desentralisasi Tahap II).
Pengetatan
Persyaratan
Syarat wilayah bagi provinsi sedikitnya terdiri atas 5
kabupaten/kota. Syarat wilayah kabupaten minimal
terdiri atas 5 kecamatan dan kota minimal terdiri atas 4
kecamatan.
Soal batas usia, daerah otonom baru bisa dimekarkan
kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi dan
7 tahun untuk kabupaten/kota.
Penambahan kriteria pengukuran kelayakan
pemekaran wilayah dari 7 kriteria (PP 129/2000)
menjadi 11 kriteria pada RPP terbaru.
KERJASAMA
ANTAR DAERAH
Landasan Hukum
Kerjasama Antar Daerah
Policy Level Operational Level
UU No. 25 Tahun 2004 tentang PP No. 38/2007 tentang Pembagian
Sistem Perencanaan Urusan Pemerintahan.
Pembangunan Nasional (SPPN). PP No. 25 tahun 2000 tentang
UU No. 32 tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom.
UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Daerah. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan
UU No. 17 tahun 2007 tentang Jangka Menengah Tahun 2004-2009.
RPJP Nasional 2005 2025.
SE Menteri Dalam Negeri No.
120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005.
Pasal-pasal Kerjasama Antar Daerah
dalam UU No. 32 /2004
Pasal Isi
Pasal 195 (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan
kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk
badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.
(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerjasama dengan pihak
ketiga.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani
masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Pasal 196 (1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah
dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara
bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.
(3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
daerah membentuk adan kerjasama.
(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh
Pemerintah.
Urgensi Kerjasama
Antara Daerah
Keterkaitan Antar Daerah (Inter-regional-linkages): ekonomi,
geografis, pemerintahan, sosial
Meningkatkan Efisiensi Dalam Skala Ekonomi (economies
of Scale), Berpotensi Menekan Cost & Optimalisasi Sumber
Daya: pengelolaan air bersih, pemadam kebakaran,
persampahan.
Meningkatkan Efektifitas & Kualitas Pelayanan Publik:
Pendidikan dan Kesehatan.
Ketersediaan Sumber Daya di Masing-Masing Daerah
Bervariasi (plus vs minus).
Menghindarkan Duplikasi Pelayanan Publik di
Kabupaten/Kota Berdekatan.
Prinsip-Prinsip KAD
Spesifik: isu yang dibahas atau dikerjasamakan lebih baik
spesifik, agar kerjasama yang dilakukan bisa fokus dan
kelembagaan yang dibentuk bisa efisien.
Penting bagi daerah lokal: isu yang dikerjasamakan memang
penting bagi daerah-daerah yang terkait, atau bisa membawa
keuntungan bagi daerah.
Saling menguntungkan bagi semua pihak.
Skema harus partisipatif: mengingat kerjasama adalah untuk
kepentingan umum, skema harus partisipatif.
Ada kepastian hukum.
Mengikuti kaidah good governance: transparansi &
akuntabilitas terjaga.
Prinsip-Prinsip KAD
Politically feasible: kerjasama itu harus menarik secara
politis. Pada akhirnya keputusan & komitmen untuk
melakukan kerjasama itu ada di level pimpinan (leadership),
yang merupakan dunia politis.
Economically feasible: kerjasama itu secara ekonomi atau
keuangan daerah mampu dilakukan, dan membawa
keuntungan secara ekonomi juga.
Geographically feasible: secara geografis memungkinkan,
termasuk apabila diputuskan akan dibentuk semacam
sekretariat bersama yang mudah diakses oleh pihak-pihak
terkait
Linkage antar aktor: adanya jaringan komunikasi yang
cukup kuat di semua stakeholders yang terlibat.
Model-Model KAD
KETERBATASAN KOMITMEN
DAERAH NASIONAL
GLOBAL

PERMASALAHAN
KERJASAMA
DAERAH

PELAKSANAAN
KERJASAMA
DAERAH
KESEJANGAN KURANGNYA
ANTAR DAERAH YAN DASAR

BLM OPTIMALNYA LEMAHNYA STRUKTUR


PENGELOLAAN SDA PEREKON DAERAH

BLM OPTIMALNYA BANYAKNYA


LAKS OTDA DUK MISKIN
MASALAH
POKOK

KESEMPATAN KERJA
RENDAHNYA YAN BLIK
TDK SEBANDING
SUPREMASI HUKUM
PENGANGGUR
Penyelesaian
Perselisihan KAD
1. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerja sama akan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila dengan musyawarah untuk mencapai mufakat tidak
terselesaikan, maka penyelesaian perselisihan difasilitasi oleh
Mendagri sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Keputusan Mendagri dalam upaya penyelesaian perselisihan
bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang bekerja sama.
4. Apabila penyelesaian perselisihan melalui Mendagri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak tidak
dapat menerima, maka dapat mengajukan penyelesaian melalui
MA.
Penyelesaian Perselisihan
Apabila terjadi perselisihan dlm
penyeleng fung pemerintahan
antar Kab/Kota dlm satu Prov,
Gub menyelesaikan
perselisihan dimaksud
{Ps. 198(1)}
Kept Gub dan
Mendagri bersifat
Apabila terjadi perselisihan Final. {Ps. 198(3)}
antar Prov, antara Prov dan
Kab/Kota diwilayahnya serta
antara Prov dan Kab/Kota diluar
wilayahnya, Mendagri
menyelesaikan perselisihan
{Ps. 198(2)}
KASUS KAD
Pemprov DKI membangun tanggul di Kali
Mokervart.
Belum ada komunikasi dengan wilayah
penyangga (Bodetabekjur).
Pemkot Tangerang menganggap tanggul
tsb berada di wilayahnya, kemudian
membatalkan proyek tsb.
Pokok masalah: lemahnya koordinasi, tidak
jelasnya batas kewenangan, ketiadaan visi
yg sama, lembaga pengelola kerjasama
tidak optimal, dll.
SUMBER DAYA
APARATUR
KELEMBAGAAN
Sumber Daya Manusia
KEUANGAN
KONDISI LEMBAGA PEMERINTAH
SEBELUM OTONOMI
PUSAT : DAERAH :

800 jabatan eselon 27 jabatan eselon


I I
2.392 eselon II 788 eselon II
11.245 eselon III 7.964 eselon III
70.787 eselon IV 44.372 eselon IV
208.850 es. V 79.791 eselon V

(Mustopadidjaja, 1999)
SETELAH OTONOMI
Pusat Inflasi Komisi / Dewan Negara:
Komisi Yudisial UU No. 22/2004
Komisi Pemilihan Umum UU No. 12/2003
Komnas HAM UU No. 39/1999
Komisi Pengawas Persaingan Usaha UU No. 5/1999
Komisi Penyiaran Indonesia UU No. 32/2002
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / KPK UU No 30/2002
Komisi Perlindungan Anak UU No. 23/2002
Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi UU No. 27/2004
Komnas Anti Kekerasan Thd Perempuan Keppres No. 181/1998
Komisi Ombudsman Nasional Keppres No. 44/2000
Komisi Kepolisian UU No. 2/2002
Komisi Kejaksaan UU No. 16/2004
Komisi Hukum Nasional Keppres No. 15/2000
Inflasi Komisi / Dewan Negara (lanjutan):
Dewan Pers UU No. 40/1999
Dewan Pendidikan UU No. 20/2003
Dewan Pembina Industri Strategis Keppres No. 40/1999
Dewan Riset Nasional Keppres No. 94/1999
Dewan Buku Nasional Keppres No. 110/1999
Dewan Maritim Indonesia Keppres No. 161/1999
Dewan Ekonomi Nasional Keppres No. 144/1999
Dewan Pengembangan Usaha Nasional Keppres No. 165/1999
Dewan Gula Nasional Keppres No. 23/2003
Dewan Ketahanan Pangan Keppres No. 132/2001
Dewan Pengembangan Kws Tmr Indonesia Keppres No. 44/2002
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Keppres No. 151/2000
Dewan Pertahanan Nasional Keppres No. 3/2003
Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Keppres No. 132/1998
Komite Nasional Keselamatan Transportasi UU No. 41/1999
Komite Antar Dept. Bidang Kehutanan Keppres No. 80/2000
Komite Akreditasi Nasional Keppres No. 78/2001
Komite Penilaian Independen Keppres No. 99/1999
Komite Olahraga Nasional Indonesia Keppres No. 72/2001
Komite Kebijakan Sektor Keuangan Keppres No. 89/1999
Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran PP No. 102/2000
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
(Dari UU 22/1999 ke UU 32/2004)

UU 22/1999 UU 32/2004

Psl. 60 s.d Psl. 68, Psl. 66 serta Psl. 120 s.d Psl. 128:
Psl 120: PERANGKAT DAERAH PROV:
Sekretariat Daerah;
Sekretariat Daerah; Sekretariat DPRD;
Dinas Daerah; Dinas Daerah;
Lembaga Teknis Daerah; Lembaga Teknis Daerah;
Camat;
Satuan Polisi Pamong Praja PERANGKAT DAERAH KAB/KOTA:
Sekretariat Daerah;
Sekretariat DPRD;
Dinas Daerah;
Lembaga Teknis Daerah;
PP NO. 8/2003 Kecamatan;
Kelurahan.
PP 41/2007
PENATAAN KELEMBAGAAN
ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH

UU Keolahragaan UU Keuangan

UU KPI UU BNN

Penataan
Organisa UU Ketahanan
UU Penyuluhan
si Pemda Pangan

UU Kepegawaian PP Pengawasan

PP Satpol PP PP 38 dan 41 Tahun


2007
KRITERIA PENATAAN ORGANISASI
Semakin tinggi tingkat pembagian kerja, semakin besar ukuran organisasi.
Semakin tinggi tingkat kompleksitas urusan, maka makin besar organisasi diperlukan.
Semakin tinggi tinggi tingkat rutinitas pekerjaan, maka makin tinggi tingkat sentralistis
sebuah organisasi.
Semakin tinggi tingkat pekerjaan non rutinitas, maka makin tinggi tingkat
desentralisasinya.
Semakin besar suatu organisasi maka makin besar jumlah personilnya.
Semakin besar suatu organisasi maka makin diperlukan banyak sumber daya yang
diperlukan.
Semakin luas wilayah kerja, makin besar ukuran organisasinya.
Semakin tinggi tingkatan teknologi, semakin kecil ukuran organisasinya.
Semakin tinggi variasi budaya, makin besar variasi sebuah organisasi.
Semakin tinggi tingkat kemitraan, makin tinggi tingkat efisiensi kerja.
Semakin banyak hubungan kerja, semakin besar ukuran sebuah organisasi.
Semakin rendah tingkat disiplin pegawai, semakin besar ukuran organisasi
pengawasan / pembinaan.
Makin rendah tingkat stabilitas / keamanan, makin besar ukuran organisasi.
Makin tinggi kompleksitas, makin tinggi tuntutan akan kualitas kepemimpinan.
SDM APARATUR
Birokrasi Parkinsonian (Parkinsons Law)
proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran
struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali.
Pemekaran terjadi bukan karena tuntutan fungsi,
tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan
struktur.
Birokrasi Orwellian proses pertumbuhan
kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga
kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh
birokrasi.

Big bureaucracy
Jumlah PNS & Rasio Penduduk
Jumlah PNS: 4,4 juta (2 % dari total
penduduk)
Komparasi AS : 2,7 % (1991)
Jerman Barat : 7,1 % (1980)
Malaysia : 4 % (1980)
Philipina : 2,6 (1990)
Singapura : 2,5 (1990)
Problem kualitas,
Problem ketimpangan distribusi tugas
+ Problem mutasi, promosi, penempatan
Profil Kualitas SDM (1991)
Sarjana (S1 keatas) : 7 %
Sarjana Muda : 9,8 %
SLTA : 58,6 %
Sisanya berpendidikan SLTP & SD
: 24,6 %.
Downsizing,
Cross-posting,
Contracting-out,
Continuous improvement.
MANAJEMEN PNSD
Pemerintah
Pemerintah laks
laks Pembinaan
Pembinaan Manaj
Manaj
PNSD
PNSD satu
satu kesatuan
kesatuan penyeleng
penyeleng Manaj
Manaj
PNS
PNS scr
scr Nas.
Nas. {Ps.129(1)}
{Ps.129(1)}

Manaj
Manaj PNSD
PNSD meliputi
meliputi penetapan
penetapan formasi,
formasi,
pengadaan,
pengadaan, pengangkatan,
pengangkatan, pemindahan,
pemindahan,
pemberhentian,
pemberhentian, penetapan
penetapan pensiun,
pensiun, gaji,
gaji,
tunjangan,
tunjangan, kesejahteraan,
kesejahteraan, hak
hak &
& kewajiban
kewajiban
kedudukan
kedudukan hkm,
hkm, pengemb
pengemb kapasitas
kapasitas &
&
pengendalian
pengendalian jml.
jml. {Ps.129(2)}
{Ps.129(2)}
PENGANGKATAN, PEMINDAHAN &
PEMBERHENTIAN DLM JABATAN ES. II

Pem Pengangkatan,
Pengangkatan, pemindahan
pemindahan dan dan
Prov pemberhentian
pemberhentian Es.
Es. IIII Prov
Prov
ditetapkan
ditetapkan Gub.{Ps.130(1)}
Gub.{Ps.130(1)}

Konsultasi
Konsultasi

Pengangkatan,
Pengangkatan, pemindahan
pemindahan dan dan
Pem pemberhentian
pemberhentian Es.
Es. IIII Kab/Kota
Kab/Kota
Kab/Kota ditetapkan
ditetapkan Bup/Walikota
Bup/Walikota setelah
setelah
konsultasi
konsultasi kpd
kpd Gub.
Gub. {Ps.130(2)}
{Ps.130(2)}
PERPINDAHAN PNSD
antar
antar Kab/Kota
Kab/Kota dlm
dlm satu
satu Prov
Prov ditetapkan
ditetapkan Gub
Gub
setelah
setelah peroleh
peroleh pertimbangan
pertimbangan Ka.BKN
Ka.BKN
{Ps.131(1)}
{Ps.131(1)}

antar
antar Kab/Kota
Kab/Kota antar
antar Prov,
Prov, dan
dan antar
antar Prov
Prov
ditetapkan
ditetapkan Mendagri
Mendagri setelah
setelah peroleh
peroleh
pertimbangan
pertimbangan Ka.BKN
Ka.BKN {Ps.131(2)}
{Ps.131(2)}

Prov,
Prov, Kab/Kota
Kab/Kota ke
ke Dep/LPND
Dep/LPND dan
dan sebaliknya
sebaliknya
ditetapkan
ditetapkan Mendagri
Mendagri setelah
setelah peroleh
peroleh
pertimbangan
pertimbangan Ka.BKN
Ka.BKN {Ps.131(3)}
{Ps.131(3)}
KEUANGAN DAERAH
Dari 229 Kab / Kota:
71,23 % memiliki PAD kurang dari 20%;

22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %;


5,83 % memiliki PAD lebih dari 40 % (Sulistyo, 1995).

Kajian serupa oleh Kano (1995):


Penerimaan kotor seluruh Kab / Kota di Indonesia,
sebesar 70 % merupakan grant dan subsidi Pusat dan
Propinsi.
40 % dari pengeluaran tahunannya diperuntukkan
sebagai belanja pegawai.
AKUNTABILITAS
dan KORUPSI
AKUNTABILITAS
Prof. Dr. Miriam Budiardjo:
Pertanggungjawaban pihak yang diberi
mandat untuk memerintah kepada mereka
yang memberi mandat itu.
Menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi
penumpukan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi
(checks & balances system).

Hubungan MANDAN MANDATARIS


AKUNTABILITAS KINERJA
Akuntabilitas:
Kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau
untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan
seseorang / badan hukum / pimpinan kolektif atau organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk
meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Kinerja:
Perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem
pertanggungjawaban secara periodik.
AKUNTABILITAS KINERJA

Instansi
Pemerintah
Lingkup eksekutif
AKIN

Penyelenggara
Negara
Lihat rincian
PENYELENGGARA NEGARA
Pejabat Negara,
Pimpinan dan pegawai Bank Indonesia,
Pegawai Negeri,
Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah,
Pejabat dan pegawai pada komisi, badan
atau lembaga negara lainnya,
Pejabat atau Pegawai pada BUMN / BUMD
/ BHMN.
PEJABAT NEGARA
Presiden, Wakil Presiden;
Ketua, Wakil Ketua & anggota MPR, DPR, DPD;
Menteri / pejabat yang setingkat, Jaksa Agung,
Panglima TNI, Kapolri, dan wakilnya;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung
serta Ketua, Wakil Ketua & Hakim pada semua Badan
Peradilan;
Ketua, Wakil Ketua & anggota BPK;
Duta Besar;
Gubernur / Wakil Gubernur, Bupati / Wakil Bupati dan
Walikota / Wakil Walikota.
JENIS AKUNTABILITAS:
2

Prof. Bintoro Tjokroamidjojo:


Akuntabilitas politik dari pemerintah melalui lembaga
perwakilan.
Akuntabilitas keuangan melalui pelembagaan budget
dan pengawasan BPK.
Akuntabilitas hukum, dalam bentuk aturan hukum,
reformasi hukum dan pengembangan perangkat
hukum.
Akuntabilitas ekonomi (efisiensi), dalam bentuk
likuiditas dan (tidak) kepailitan dalam suatu
pemerintahan yang demokratis, tanggung gugat rakyat
melalui sistem perwakilan.
JENIS AKUNTABILITAS:
2

B. Guy Peters:
Akuntabilitas keuangan (financial
accountability).
Akuntabilitas administrative
(administrative accountability).
Akuntabilitas kebijakan public (policy
decision accountability).
JENIS AKUNTABILITAS:
2

Dadang Solihin
Akuntabilitas Eksplisit.
Pertanggungjawaban pejabat negara manakala
diharuskan untuk menjawab / memikul konsekuensi
atas cara-caranya dalam melaksanakan tugas
kedinasan.
Akuntabilitas Implisit
Segenap aparatur negara secara implisit
bertanggung jawab atas setiap pengaruh yang tak
terduga dari akibat-akibat keputusan yang dibuat.
SCOPE AKUNTABILITAS

Lembaga2
Negara
Akuntabilitas Obyek
Penyelenggaraan
Negara
Fungsi2
Negara
Substantif
ESENSI AKUNTABILITAS
Jaminan pemenuhan & penghormatan
HAK2 Masyarakat:
Hak memperoleh pelayanan & perlakuan yang layak.
Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
mengenai penyelenggaraan negara;
Hak diikutsertakan dalam merencanakan kinerja
program / kegiatan pemerintah / Penyelenggara Negara.
Hak menilai pencapaian kinerja pelayanan publik.
Hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara
Negara; dan
Hak memperoleh perlindungan hukum.
ESENSI AKUNTABILITAS
Jaminan pelaksanaan KEWAJIBAN
Penyelenggara Negara:
Menyusun Rencana Kinerja dan menyampaikan pada
masyarakat diawal setiap tahun anggaran.
Melakukan pengukuran pencapaian kinerja dan
menyampaikan hasilnya pada masyarakat diakhir tahun.
Melakukan pengukuran kepuasan masyarakat dan
menyampaikan hasilnya atas program yang dijalankan.
Memberikan tanggapan thd pengaduan & kebutuhan
masyarakat.
Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai
kesepakatan komitmen (kontrak sosial) baru.
Model Akuntabilitas di New Zealand
Accountability should be associated
to & combined with ..
Accountability should also be
associated to & combined with ..

INFORMATION DISCLOSURE
DELIVERING PEOPLES RIGHT TO KNOW
AND TO CONTROL
Open Government
INFORMASI KONTROL
Official information act Thailand: wajib
menginformasikan akses informasi pasif atas
permintaan masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
RUU Kebebasan Memperoleh Informasi, RUU
Kerahasiaan Negara, dan RUU Intelejen Negara
UU No. 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan.
PP No. 68/1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.
PP No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
ESENSI LAIN AKUNTABILITAS
Jaminan pemenuhan & penghormatan HAK2
Publik:
Hak publik untuk membaca dan mendapatkan dokumen
resmi (official document).
Hak aparatur penyelenggara negara, termasuk aparatur
pemerintah daerah untuk menyampaikan informasi tentang
apa yang ia ketahui kepada siapapun (freedom of expression
of civil servant)
Hak aparatur penyelenggara negara untuk menyampaikan
informasi / dokumen kepada media massa.
Hak publik dan media massa untuk menghadiri persidangan
(access to court hearings)
Hak publik dan media massa untuk hadir pada pertemuan-
pertemuan resmi parlemen (Swedish Parliament), Municipal
Assembly, dan Country Council.
Tantangan RUU Akuntabilitas
Menjadi Umbrella Act konsep & kebijakan ttg
akuntabilitas merujuk pada RUU, termasuk
Inpres No. 7/1999.
Hindari area abu-abu yg mengakibatkan
persoalan multi tafsir dan tidak terukur.
Pengaturan ttg Sanksi: moral, administratif,
atau pidana?
Hindari kemungkinan tumpang tindih dengan
RUU Adm. Pemerintahan, dan overlap dalam
penerapan RUU Akuntabilitas, misalnya antara
KON / KOD, Badan Peradilan, atau Instansi
Pemerintah (upaya administratif).
Perangkat Pendukung Indikator
Akuntabilitas
SOP penyelenggaraan urusan
pemerintahan SPM.
Mekanisme pertanggungjawaban.
Laporan berkala (triwulan, semester,
tahun, 5 tahun, akhir jabatan).
Sistem pemantauan & pengawasan
kinerja.
Mekanisme reward and punishment.
MENGAPA IMPLEMENTASI
AKUNTABILITAS SULIT?
Tidak jelasnya tupoksi lembaga dalam menjabarkan visi,
tujuan dan indikator kinerja organisasi.
Lemahnya komitmen aparat dalam membuat laporan
akuntabilitas.
Belum terbangunnya etika pemerintahan thd
pertanggungjawaban dan hak publik.
Sistem pelaporan akuntabilitas belum mengandung
penghargaan dan sanksi.
Belum memadainya kesadaran masyarakat untuk sebagai
pressure group dalam mendorong implementasi
akuntabilitas oleh penyelenggara negara.

( Dadang Solihin )
Accountability should also be
associated to & combined with ..

CORRUPTION
Equation for Corruption

C=D+MA

C = corruption
D = discretion
M = monopoly
A = accountability
Corruption Perception Index (CPI)
CPI SCORE
COUNTRY
2003 2004 2005 2006
Singapore 9.4 9.3 9.4 9.4
Hongkong 8.0 8.0 8.3 8.3
Japan 7.0 6.9 7.3 7.6
Taiwan 5.7 5.6 5.9 5.9
South Korea 4.3 4.5 5.0 5.1
Malaysia 5.2 5.0 5.1 5.0
Thailand 3.3 3.6 3.8 3.6
China 3.4 3.4 3.2 3.3
India 2.8 2.8 2.9 3.3
Sri Lanka 3.4 3.5 3.2 3.1
Philipines 2.5 2.6 2.5 2.5
Indonesia 1.9 2.0 2.2 2.4
Papua New Guines 2.1 2.6 2.3 2.4
Pakistan 2.5 2.1 2.1 2.2
Kamboja --- --- --- ---
Bangladesh 1.3 1.5 1.7 2.0
Myanmar 1.6 1.7 1.8 1.9
CAUSES OF CORRUPTION
Weak commitment to, and consistency of, law enforcement
and the law system itself;
Lack of role models & leadership from the national elite;
Weak managing of the government;
Civil servants wages that are too low;
Lack of integrity and professionalism;
Internal monitoring mechanisms at banking and financial
institutions and bureaucracies are not yet adequate;
Work environment conditions, official duties & public
permissiveness that increase incentives for corruption;
Lack of faith, honesty, and a sense of shame;
Lack of ethics & national morals in support of corruption
eradication.
IMPACTS OF CORRUPTION
Low quality public services;
Low quality government-produced facilities;
Rising public burden from inefficiencies and
ineffectiveness in the management of public
institutions that regulate public needs such as
telecommunication, fossil fuels, electricity, etc;
Rising poverty and public misery;
Rising inequality;
Rising crime and other social problems;
National unity is threatened;
Democracy is forestalled.
IMPACTS OF CORRUPTION
Impact of corruption on investment, economic
growth, and social programs.
low per capita income, government intervention in markets, low civil
service pay, and ethnic fragmentation of the society.
Impact of corruption on infrastructure in
developing countries.
high cost in develop project, little investor will come.
Impact of corruption on the human rights based
approach to development.
unemployment rate increase, poor people increase.
Impact of corruption in the health services.
low quality in healthy services
Impact of corruption on educations program.
many students dont have representative school facilities.
KASUS KORUPSI TAHUN 2004
(MENURUT ICW 2005)

1. Anggota DPRD = 125 orang


2. Kepala Daerah = 84 orang
3. Aparat Pemda = 57 orang
4. Direksi BUMN/BUMD = 36 orang
5. Kep. Dinas/Lembaga = 25 orang
6. Aparat Depertemen = 15 orang
7. Aparat Kejaksaan = 13 orang
8. Sekretaris Daerah = 7 orang
9. Aparat kepolisian = 5 orang
10. Pengelola pendidikan = 5 orang
11. Pimpinan proyek = 36 orang
12. Pengusaha = 12 orang
PERINGKAT TERTINGGI KORUPSI
DI INDONESIA BERDASARKAN PROPINSI

Peringkat I : DKI Jakarta


Peringkat II : Jatim
Peringkat III : Jateng
Peringkat IV : Jabar
Peringkat V : Sumsel
Peringkat VI : Aceh
Peringkat VII : Sumut

( ICW 2004 )
PERINGKAT KABUPATEN / KOTA
TERKORUP DI KALTIM

Kutai Kertanegara = 25, 8 %


Samarinda = 17, 6 %
Bontang = 10, 1 %
Kutai Timur = 9, 3 %
Balikpapan = 6, 8 %
Kab. Lainnya = 6, 9 %
Tidak tahu = 23, 5 %

(Kaltim Post, hal. 1 tgl 12-8-2006)


Public Participation &
Control
Better society
be accountable
change system
Policy & Institutional
Building
K E S I M P U L A N

Penyelenggara Negara
AKUNTABEL, jika (minimal):

Memperhatikan Etika.
Terbuka.
Bebas dan bersih dari Korupsi.
PILKADA dan
DEMOKRASI
LOKAL
OTONOMI DAERAH &
DEMOKRASI

OTDA mendorong tumbuhnya demokrasi lokal


(grassroots democracy)

Dapatkan Otda mendorong Demokrasi?


Benarkah keduanya memiliki hubungan konvergen,
atau justru divergen?
Mampukah Pilkada Langsung menjadi instrumen
demokratisasi di tingkat terbawah?
Mengapa banyak konflik terjadi di era demokrasi,
keterbukaan, reformasi, dan otda?
2 mainstreams ttg kaitan
DEMOKRASI & PEMBANGUNAN

democracy as outcome of democracy as prerequisite


development for development
Demokrasi baru dapat Jika ada trade-off berupa
berjalan jika beberapa sedikit penurunan laju
kondisi terpenuhi (tingkat pertumbuhan, hal itu dapat
pendidikan & melek huruf, terima (acceptable) sebagai
kelas menengah yg mapan, harga yang harus dibayar
masyarakat sipil yg dinamis, untuk membangun tatanan
rendahnya kesenjangan politik yang demokratis,
sosial, serta adanya ideologi
sekuler). kebebasan warga, dan
perlindungan thd HAM.
Demokrasi & Pembangunan,
Bisakah berjalan seiring?

Masa PRA Demokratisasi Masa PASCA Demokratisasi


PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN:
LPE > 4% (1966-1990an) LPE 13,7%, 0,31%, 4,8%, dan 3%
Kemiskinan menurun menjadi 12% (1998-2001)
(1996) Kemiskinan melonjak menjadi >20%
Swasembada beras (1984) HDI / IPM merosot terus
Bank Dunia: Indonesia sbg miracle
(1993) DEMOKRASI:
Konstitusi di Amandemen
DEMOKRASI: Sistem Multi Partai diperkenalkan
Pengekangan kebebasan Pers, Kebebasan Pers dan Mimbar
Tekanan thd serikat buruh, Pembentukan Komnas HAM
Pembatasan jumlah Parpol, dll. Otonomi luas, Pilkada Langsung, dll.

Demokrasi sebagai Demokrasi sebagai


HASIL PEMBANGUNAN PRASYARAT PEMBANGUNAN
Demokratisasi sbg Demokrasi adalah peredam konflik secara
penyebab utama damai
terjadinya konflik
Demokrasi memang bukan jaminan tidak
Terbukanya ruang adanya konflik, namun bangsa yang
demokrasi melahirkan demokratis akan mampu mambangun
banyak kelompok dengan pranata sosial, sumber daya & fleksibilitas
berbagai aliran dan sistem yang lebih baik, sehingga akan lebih
tuntutan yang berbeda mampu mengelola setiap perbedaan &
banyaknya politik aliran ini sengketa.
berimplikasi pada sulitnya Demokrasi menyediakan metode
mengorganisasikan pengambilan keputusan yang anti
berbagai kepentingan kekerasan, forum perwakilan untuk
secara negotiable. mempertemukan berbagai perbedaan, serta
kesempatan berpartisipasi secara inklusif.
Demokratisasi sbg penyebab Demokrasi adalah peredam konflik
utama terjadinya konflik secara damai
Rejim Nyerere (Tanzania), International Institute for Democracy
Soekarno, dan Boigny (Ivory Coast) and Electoral Assistance.
di masa lampau; serta Mahathir
Demokrasi dapat difungsikan sebagai
(Malaysia) & Museveni (Uganda)
alat untuk mengelola konflik melalui
pada masa sekarang.
tiga teknik analisa konflik yaitu
Hanya sistem 1 partai / demokrasi adversarial (melihat konflik sebagai
terpimpin yg dibutuhkan untuk kita melawan mereka), reflektif
meredam ketegangan & konflik (introspeksi & mempertimbangkan
sosial. Kompetisi multi-partai yg jalan keluar terbaik), serta integratif
berlebihan hanya akan menjadikan (memahami pandangan &
demokrasi menjadi tidak stabil. kepentingan kedua pihak).
Demokrasi & Konflik
di Indonesia
Masa PASCA Demokratisasi PRA Demokratisasi

Konflik klasik menjadi Konflik klasik seperti


internationalized. GAM, GPK, RMS.
Muncul konflik horizontal baru: Poso, Konflik klasik lain:
Ambon, Sampit, Sambas, dll. PILKADES.
Konflik kewenangan Eksekutif
Legislatif.
Konflik antar lembaga publik / antar
daerah.
Konflik vertikal antara kelompok
masyarakat dengan aparat.

Demokrasi memicu Konflik Sedikit demokrasi


sedikit Konflik
Pilkadasung sbg instrumen
Demokrasi: Sebuah Tantangan

Apakah Pilkadasung hanya mrpk hasil dari


proses pembangunan selama ini.

Apakah Pilkadasung mrpk titik awal untuk


menjalankan pembangunan.

Apakah Pilkadasung hanya menghasilkan


konflik yang sebelumnya tidak terjadi.

Apakah Pilkadasung dapat menjadi menjadi


media rekonsiliasi antar elit lokal.
Indikasi Awal Pilkadasung
76 daerah dari 226 daerah yang akan menyelenggarakan
Pilkada sangat berpotensi terjadi konflik karena berbagai
sebab (Depdagri).
Gejala munculnya polarisasi dan fragmentasi di tingkat
grassroot akibat dari adanya kecenderungan preferensi
emosional dan primordial.
Kondisi tadi dapat mempengaruhi stabilitas di daerah dan
pada gilirannya dapat pula mengancam keberlangsungan
pembangunan sosial ekonomi daerah.

Gagal memperkuat demokrasi lokal?


Gagal mengakselerasi pembangunan daerah?
Ada yang salah dengan Pilkadasung?
PILKADA & KORUPSI
Unanswered question: Dapatkan Pilkada menekan money
politics?
Calon Independen baru sebatas putusan judicial review MK, shg
rakyat hanya memiliki hak pilih dari calon-calon yg telah
ditentukan oleh partai politik.
Parpol masih tetap menjadi mesin politik utama menuju
kekuasaan. Peran inilah yang akan menjadi medan magnet
terjadinya money politics.
Pusaran korupsi diperkirakan tidak sekuat 5 tahun y.l. Ada
kecenderungan money politics ini lebih menyebar dan
menjangkau langsung kepada masyarakat.
Logikanya, money politics akan mengikuti dimana suara
berada.
Jadi, Pilkada dan Korupsi sementara masih akan tetap menjadi 2
sisi dari 1 mata uang yang sama.
Implikasi Lintas Dimensi
Sistem Politik secara makro. Artinya, desain Pilkada sangat
tergantung dengan Paket UU Politik (UU Pemilu, UU Parpol, UU
Susduk) yg biasanya selalu diperbaharui setiap 5 tahun. Artinya, untuk
menghasilkan Pilkada yg benar-benar berbobot, maka sistem politik
makronya juga harus disesuaikan. Tidak mungkin hanya Pilkada-nya
yg dioprek-oprek sementara supra struktur politiknya tidak berubah.
Pengembangan karis PNS di Daerah. Pilkada memberi legitimasi
yang besar sekali kepada KDH terpilih untuk merombak birokrasi karir
sesuai "keinginannya". Sayangnya, seringkali KDH terpilih kurang
menguasai ilmu kepemerintahan, sehingga cenderung berlaku
subyektif. Kondisi ini diperparah dengan "keterjeratan" atau
terperangkapnya KDH kedalam jaring-jaring kroni (cronyism trap)
sehingga banyak pertimbangan politis dalam setiap kebijakan
administratif yg menjadi kewenangannya. Bukti-bukti awal sudah
cukup banyak, misalnya melonjaknya calon peserta Diklatpim II pasca
Pilkada.
Implikasi Lintas Dimensi

Netralitas Birokrasi baik pada kadar netralitasnya, maupun


definisi dan kriterianya. Selama ini tidak jelas, apakah mengikuti
(baca: mendengarkan) kampanye seseorang termasuk kampanye.
Atau, jika seorang ajudan masih melaksanakan tugas-tugas rutin
KDH yg kebetulan adalah Calon KDH pada Pilkada, apakah juga
bisa dikategorikan tidak netral. Selama ini tafsir netralitas lebih
banyak melekat pada KDH terpilih, sehingga banyak PNS jadi
korban karena dianggap "tiarap". Kasus di Kutai Kartanegara
sangat unique mengenai hal satu ini.
Pilkada yg tidak dibatasi oleh nilai-nilai yg tegas juga dapat
berdampak pada rendahnya mutu kebijakan publik di daerah. Dan
jika hal ini berlangsung terus, maka masyarakatlah yang menjadi
korban dari sebuah sistem demokrasi bernama Pilkada.
PRASYARAT
PILKADA YANG DEMOKRATIS &
BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE

RULE OF LAW & ENFORCEMENT


(KEJELASAN & KETEGASAN ATURAN HUKUM)
VOTERS & CIVIC EDUCATION
(SOSIALISASI ATURAN PILKADA)
STATESMANSHIP

(KENEGARAWANAN KANDIDAT)
Kesimpulan & Rekomendasi
Hubungan antara demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi
dan resolusi konflik tidak perlu dipahami secara hitam putih.
Divergensi atau konvergensi antar kedua variabel diatas sangat
tergantung pada para pelaku politik dan mapannya sistem yang
digunakan.
Desentralisasi harus diperkuat untuk membangun good local governance
kinerja pembangunan akan meningkat dengan sendirinya sementara
rezim demokratis juga dapat ikut terbangun.
Perlu pengembangan kapasitas birokrasi untuk menjalankan program
pembangunan secara efektif tanpa intervensi politis secara berlebihan;
sekaligus meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pemerintahan daerah.
Perlu dibangun proses dan kelembagaan politik yang hati-hati (prudent
politics), serta menyiapkan infrastruktur ekonomi, sosial dan politik untuk
berjalannya demokrasi secara wajar.
Perlu diberi peran kepada otoritas lokal untuk membangun kerangka
penyaluran aspirasi dan kepentingan rakyat.
KEPEMERINTAHAN
YANG BAIK
(Good Governance)
Kerangka Pikir Perlunya Etika /
AAUPB
Masyarak
Birokrasi
(Fungsi Yan & Kesejahteraan) at
(Salus Populi Suprema Lex)

Discretionary
(KewenanganPower
Bertindak Secara Bebas)

Kemungkinan
Penyimpangan
(perbuatan melanggar hkm /onrechmatige overheidsdaad ; perbuatan
menyalahgunakan wewenang / detournement de pouvoir ; perbuatan sewenang-wenang
/ abus de droit)

Upaya Perlindungan
Hukum Positif
Etika / Asas atau Prinsip Pemerintahan Yang Baik
Pendapat Ahli ttg Kegagalan Pemerintah

1. Peter F. Drucker (1968) dalam The Age of Discontinuity


kemungkinan bangkrutnya birokrasi.
2. Barzelay (1982) dalam Breaking Through Bureaucracy masyarakat
bosan dan muak pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban.
3. Osborne & Gaebler (1992) dalam Reinventing Government =>
kegagalan utama pemerintah saat ini adalah karena kelemahan
manajemennya, bukan pada apa yang dikerjakan pemerintah,
melainkan bagaimana caranya pemerintah mengerjakannya.
4. Osborne & Plastrik (1996) dalam Banishing Bureucracy => agar
birokrasi lebih efektif, perlu dipangkas agar ramping, the least
government is the best government.
5. E. S. Savas (1987) => perlunya privatisasi, ramping struktur kaya
fungsi, pemilahan dan pemilihan fungsi publik.
Mc Leod (1998) krisis multidimensional di Indonesia sebagian
besar disebabkan oleh adanya salah urus (mismanagement)
pada semua sektor, baik swasta dan terutama pemerintah.
Diantara komponen bangsa, setelah terjadinya reformasi,
ternyata birokrasi merupakan sektor yang paling lamban
berubahnya.

Diperlukan pembaruan manajemen pemerintahan pada semua


tahapan, mulai dari tahapan perencanaan, implementasi sampai
evaluasi.
Paradigma good governance pada dasarnya adalah upaya
membangun filosofi, strategi & teknik mengelola urusan-urusan
publik secara lebih transparan dengan melibatkan pihak yang
terlibat (stakeholder & shareholder).
KONSEP GOOD GOVERNANCE
Berdasarkan praktek pemerintahan di berbagai negara
ditengarai adanya bad government, yang ditandai
dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme, yang
membuat negara mengarah ke kebangkrutan. Oleh
karena itu, diperlukan konsep baru mengenai cara
berpemerintahan yang baik (good government).

Bad Good
Government Government
KONSEP GOOD GOVERNANCE
World Bank Governance diartikan sebagai the way state
power is used in managing economic and social resources for
development society. Dengan demikian, governance adalah
cara, yaitu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan
untuk mengelola sumber daya ekonomi dan sosial guna
pembangunan masyarakat.
UNDP, mengartikan governance sebagai the exercise of
political,economic, and administrative authority to manage a
nations affair at all levels. Kata governance, diartikan sbg
penggunaan / pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan
politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah
nasional pada semua tingkatan.
Perbandingan Ciri-ciri Bad Government
dengan Good Government
Bad Government Good Government
1. Lamban & reaktif 1. Proaktif
2. Arogan 2. Ramah & Persuasif
3. Korup 3. Transparan
4. Birokratisme 4. Mengutamakan proses & produk
5. Boros 5. Proporsional & profesional
6. Bekerja secara 6. Bekerja secara sistemik
naluriah
7. Pembelajaran sepanjang hayat
7. Enggan berubah
8. Menempatkan stakeholder &
8. Kurang berorientasi shareholder ditempat utama
pada kepentingan
publik
3 Domain Governance

1. Negara/pemerintahan sbg pembuat


kebijakan, pengendali & pengawas.

2. Swasta/Dunia usaha sbg penggerak


aktivitas bidang ekonomi.

3. Masyarakat sbg subyek dan obyek dari


sektor pemerintah dan swasta.
Posisi 3 Domain dalam konsep good
governance yg bersifat heterarkhis, BUKAN
hierarkhis

Pemerintah Swasta

Masyarakat
3 Elemen Good Governance
Economic Governance
Proses pembuatan keputusan utk
memfasilitasi aktivitas ekonomi di
dalam negeri & interaksi diantara
penyelenggara ekonomi.
Political Governance Proses Economic Political
pembuatan keputusan utk Gov Gov
formulasi kebijakan publik, yang
dilakukan oleh birokrasi bersama
politisi
Administrative Governance
Implementasi proses kebijakan Administrative
yang telah diputuskan oleh Gov
institusi politik
OPERASIONALISASI KONSEP
GOOD GOVERNANCE

PEMERINTAH

Ec
ce

o
an

no
rn

m
ve

ic
Go

Go
ve
l
ca

rn
iti

an
l
Po

ce
Administrative Governance

SWASTA MASYARAKAT
IMPLEMENTASI PARADIGMA GOOD GOVERNANCE
DALAM OTONOMI DAERAH

Kab. Sleman tahun 2004 membuat neraca


yang diaudit oleh Akuntan Publik Independen
dan memuatnya di Harian Kompas.
Kab. Jembrana efisiensi pemerintahan (5
Dinas, regrouping sekolah, penghapusan
kendaraan & rumah dinas, dll).
Kota Palangkaraya mekanisme untuk
mengetahui pandangan masyarakat terhadap
kinerja pemberian pelayanan publik oleh
pemerintah daerah
Kota Bandung pelayanan kebutuhan air bersih dikelola
secara swakelola. Caranya, RW membangun sumur artesis
(sekitar 60m) dan menjualnya kepada warga sekitar dengan
harga yang lebih murah dibanding harga PDAM. Dalam hal ini,
implementasi good local governance terlihat dari posisi
masyarakat bertindak selaku penyedia jasa layanan (service
provider), pengguna (service user), sekaligus kelompok
kepentingan (concern groups).
Penyedia / Produsen Jasa Layanan

Pengguna Jasa Layanan Kelompok Kepentingan


PENUGASAN
Bentuklah kelas menjadi 4 kelompok.
Setiap kelompok diminta mencari salah satu
masalah yang timbul dari pelaksanaan Otda,
kemudian dianalisis (cari faktor penyebab dan
temukan solusinya).
Setiap kelompok wajib mempresentasikan
makalah di depan kelompok lain.
Pembagian peran dan penguasaan materi
menjadi pertimbangan penilaian.
Terima
kasih

Semoga
Bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai