Anda di halaman 1dari 16

ERYTEMA NODOSUM

LEPROSUM (TYPE 2
REACTION)
ANTHONY BRYCESON- ROY E
PFALTZGRAFF
THIRD EDITION
P.121-125
Reaksi ini dicirikan dengan eritema nodosum leprosum
(ENL),dengan gambaran di kulit berupa nodul merah
yang sangat nyeri, yang mana dapat superfisial atau
dalam sampai ke dermis
Reaksi tipe 2, yang mana menyulitkan lepra LL dan BL,
dapat terjadi secara spontan tetapi paling sering pada
pasien yang telah mendapatkan pengobatan yang cukup
untuk mengurangi indeks morfologi sampai di bawah 5%.
Lebih dari setengah jumlah pasien di bawah pengobatan
LL menderita reaksi tipe 2 pada suatu waktu dan sekitar
seperempat dari mereka dengan BL.
Reaksi khususnya sering terjadi selama kehamilan dan
laktasi. Serangan seringkali memanjang atau rekuren.
Lesi-lesi ini berbentuk kubah dengan
batas yang tidak tegas, mengkilat dan
lunak. Dapat berulserasi, mengeluarkan
pus kental warna kuning yang
mengandung basil polimorf dan basil
tahan asam yang memburuk, tetapi steril
dalam kultur.
Lesi paling sering ditemukan di wajah dan
permukaan ekstensor tungkai, tetapi
dapat ditemukan di mana saja
Lesi dapat menghilang dalam beberapa
hari dan dapat digantikan dengan
munculnya lesi baru. Ketika lesi tersebut
hilang, warnanya menjadi keunguan, sulit
dilihat pada kulit yang gelap, dan kulit di
sekitarnya terasa menebal.
ENL kronik menunjukkan indurasi
kecoklatan paling sering di permukaan
ekstensor paha, betis dan lengan bawah.
Sebagai tambahan, salah satu atau beberapa
dari manifestasi berikut ini dapat muncul:
iridosiklitis,orkitis, daktilitis, pembesaran
semua saraf perifer yang lunak dan nyeri dan
limfadenopati yang nyeri. Yang lebih jarang,
otot menjadi sakit dan sendi menjadi nyeri
bahkan dapat membengkak, dan mungkin
terjadi epistaksis dan proteinuria.
Demam, sakit kepala, insomnia karena nyeri
dan depresi juga dapat menyulitkan
Reaksi tipe 2 jarang seserius reaksi tipe 1,
karena reaksi tipe 2 sering terbatas pada
kulit dan kerusakan saraf jarang secepat
reaksi tipe 1, tetapi seringkali lebih lama.
Adanya neuritis atau iridosiklitis,
bagaimanapun, membutuhkan
pengobatan anti inflamasi yang adekuat.
Pada kasus yang berat keluhan sistemik
yang menyertai dapat sangat
melemahkan pasien.
Pengobatan reaksi

Lepra yang tidak mendapatkan


pengobatan akan semakin berbahaya
dan saraf akan rusak selama lebih dari
berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
tetapi reaksi neuritis akut dapat
membuat pincang dalam semalam dan
iridosiklitis akut secara cepat dapat
mengarah pada kebutaan. Lesi kulit dan
saraf yang meradang dapat sangat nyeri.
Empat penatalaksanaan reaksi adalah
sebagi berikut:
1. Mengontrol neuritis akut dengan tujuan
untuk mencegah anesthesia, paralisis, dan
kontraktur.
2. Menghentikan kerusakan mata dan
mencegah kebutaan.
3. Mengontrol nyeri.
4. Membunuh basil dan mencegah
perluasan penyakit.
Reaksi, khususnya tipe 2, dapat dipresipitsi oleh
vaksinasi, penyakit yang sedang diderita (intercurrent
illness),gangguan hormonal seperti yang terjadi
selama kehamilan, atau bahkan faktor psikososial. Jika
hal-hal ini tidak dapat diantisipasi dan dicegah,
mereka harus dijaga dan diterapi. Ketika pasien
memulai pengobatan, dia harus diperingatkan bahwa
reaksi mungkin dapat terjadi. Pasien harus diyakinkan
bahwa gejalanya tidak mengindikasikan memburuknya
penyakit, mungkin bahkan kebalikannya, dan
keadaannya yang buruk tersebut dapat diperbaiki, jika
ia segera mencari pertolongan yang tepat
Terapi anti inflamasi

Reaksi ringan :
Aspirin masih menjadi obat terbaik dan paling
murah untuk mengontrol derajat nyeri dan
inflamasi ringan: 600 mg sampai 1200 mg
diberikan tiap 4 jam, 4 sampai 6 kali sehari.
Klorokuin. Aksi anti inflamsi dari obat
antimalaria, yang mana klorokuin merupakan
obat terbaik dan paling mudah didapatkan,
efektif dalam mengontrol reaksi ringan: 50 mg
klorokuin basa diberikan sampai 3 kali sehari
Thalidomid. Efek anti inflamasi dari obat ini
digunakan hanya untuk mengontrol
manifestasi dari reaksi tipe 2, termasuk
neuritis dan iridosiklitis. Obat ini dapat
digunakan untuk semua tetapi kasus yang
paling berat, dan seringkali sangat berarti
dalam memberhentikan pasien dari
kortikosteroid. Obat ini diberikan dengan
dosis 400 mg perhari sampai reaksi
terkontrol, dan dikurangi secara bertahap
sampai 50 mg setiap hari
Reaksi berat :
Kortikosteroid. Dalam kasus neuritis, kontrol yang
cepat adalah hal yang sangat mendasar/penting.
Pada reaksi tipe 1 prednison atau prednisolon
dimulai dalam dosis tunggal setiap hari 40 -80 mg
tergantung dari tingkat keparahannya. Dosis yang
lebih tinggi harus dikurangi sampai 40 mg setelah
beberapa hari. Setelah itu dosisnya dikurangi 5-10
mg setiap 2-4 minggu, tergantung dari responnya,
diakhiri dengan 10 mg dengan berselang hari
(alternating day) paling kurang selama dua minggu
Pada reaksi tipe 2, kerusakan saraf
tidak mengancam secepat pada
reaksi tipe 1 dan thalidomida
merupakan obat pilihan. Jika
thalidomida tidak tersedia atau
kontraindikasi, prednison harus
dimulai dengan dosis 20-40 mg
setiap hari dan dosisnya diatur
sesuai respon pengobatan.
Klofazimin. Penggunaan klofazimin
diindikasikan untuk reaksi pada pasien yang
tidak dapat dihentikan dari penggunaan
korikosteroid atau mereka yang mengalami
kesulitan akibat ENL yang berkelanjutan dan
thalidomida tidak dapat digunakan. Terapi
standar dengan dapson dan rifampisin secara
normal dilanjutkan.
Awalnya 300 mg diberikan setiap hari selama
1 atau 2 bulan kemudian 100 mgsetiap hari
sesuai dengan respon
Terapi Analgetik

Obat-obat
Injeksi intraneural
Pembedahan
Terapi antibakterial :
Pada reaksi tipe 2 ketika ulserasi
mukosa dari traktus respiratorius
bagian atas terjadi, streptomisin
diindikasikan sebagai tambahan
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai