Hiperbilirubinemia pada neonatus merupakan salah satu permasalahan tersering pada bayi baru lahir, 60% terjadi pada bayi cukup bulan dan 80% terjadi pada bayi kurang bulan atau prematur. Fototerapi merupakan terapi yang digunakan pada kejadian hiperbilirubinemia neonatus. Efektivitas fototerapi tergantung pada sumber sinar, intensitas, jarak antara sinar fototerapi dan neonatus, dan paparan sinar dengan luas permukaan tubuh. Selain pantulan tirai putih, alumunium foil dapat memantulkan sekitar 92-98% sinar dan panjang gelombang, maka bisa digunakan sebagai reflektor pada fototerapi. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan durasi fototerapi pada neonatus cukup bulan dengan Hiperbilirubinemia Neonatus, baik yang menggunakan fototerapi maupun yang tanpa reflektor alumunium foil. Neonatus yang memenuhi kriteria inklusi mencapai 35. Metode Penelitian dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung pada Juli- Agustus 2013. Kriteria inklusi: Semua neonatus cukup bulan dengan HN tanpa komplikasi dan menggunakan fototerapi berdasarkan panduan dari AAP. Kriteria eksklusi: Semua neonatus yang terdiagnosis HN <24 jam awal kehidupan, kongenial anomali, asfiksia berat, defisiensi G6PD, atau tidak diketahui berat lahirnya. Minimum jumlah sampel dihitung menggunakan dua formula yang berbeda, 95% dengan confidence interval dan 80% dengan power test, hasilnya didapatkan 35 sampel pada masing-masing formula. Alur: 1. Subjek yang dipilih adalah neonatus yang terdiagnosis HN 2. Dibagi dalam dua kelompok, yaitu fototerapi dengan reflektor alumunium (kelompok intervensi) dan fototerapi tanpa reflektor (kelompok kontrol) 3. Bilirubin serum diambil pada 12 jam, 24 jam, 48 jam, selanjutnya setiap 24 jam bila dibutuhkan. Pemeriksaan bilirubin serum dapat dihentikan sesuai dengan panduan AAP. 4. Subjek tetap dalam kelompok masing-masing hingga fototerapi dihentikan atau neonatus tereksklusi dari penelitian. 5. Reflektor alumunium diletakkan pada empat sisi neonatus. Penelitian ini menggunakan fototerapi sinar biru dengan panjang gelombang rata-rata 460-490 nm. Bola lampu baru bersinar biru digunakan kedalam penelitian ini. Jarak antara alat fototerapi dengan neonatus sekitar 30 cm, hal ini berdasarkan panduan AAP agar hantaran spektrumnya optimal dalam menurunkan bilirubin serum. Vital sign dan hidrasi subjek dipantau setiap jam. Asupan cairan meningkat sebesar 10 % dari kebutuhan harian neonatus. Analisis subjek menggunakan Chi-square untuk data kategori dan Annova untuk data numerik. Durasi fototerapi dengan atau tanpa reflektor alumunium foil dianalisis menggunakan metode analisis survival dan Gehan test, signifikan koefisien sebesar p<0.05 Hasil Penelitian Dari 70 neonatus yang menjadi kriteria inklusi, terdapat 35 neonatus sebagai kelompok kontrol dan 35 lainnya sebagai kelompok intevensi. Hubungan antara neonatus dan kadar bilirubin serum berhubungan dengan asupan yang diberikan (ASI contohnya), perbedaan berat badan lahir dan berat badan sebelum dilakukan fototerapi, usia onset mendapat paparan fototerapi dan initial kadar bilirubin serum pada masing-masing kelompok. Bilirubin serum dipantau pada 12 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam setelah paparan fototerapi. Pada penelitian ini dibandingkan hasilnya antara paparan 72 jam dengan 96 jam terhadap kadar bilirubin serum pada kelompok intervensi (pada tabel). Analisis antara fototerapi dengan atau tanpa reflektor alumunium foil, yaitu kelompok intervensi membutuhkan waktu 72 jam untuk menghentikan fototerapi sedangkan kelompok kontrol 96 jam, maka p= 0.01 Diskusi Hasil penelitian membuktikan bahwa durasi fototerapi dengan reflektor alumunium foil lebih singkat daripada fototerapi tanpa reflektor. Hubungan antara neonatus dan kadar bilirubin serum berhubungan dengan asupan yang diberikan (ASI contohnya), perbedaan berat badan lahir dan berat badan sebelum dilakukan fototerapi, usia onset mendapat paparan fototerapi dan initial kadar bilirubin serum. Namun faktor-faktor ini tidak memiliki dampak pada hasil penelitian. Efektivitas fototerapi tergantung pada sumber sinar, intensitas sinar, jarak antara alat fototerapi dengan neonatus dan paparan sinar yang optimal pada permukaan tubuh. Satu atau dua dari faktor ini mempengaruhi pengurangan durasi fototerapi dengan reflektor. Penelitian ini menggunakan fototerapi sinar biru dengan panjang gelombang rata-rata 460-490 nm sangat efektif untuk mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini mengoptimalkan penetrasi kedalam jaringan, lalu mengubah bilirubin serum menjadi bilirubin terkonjugasi agar lebih mudah diekskresi. Selama perlakuan ini, subjek hanya memggunakan popok dan penutup mata. Posisi neonatus berganti setiap 2-3 jam untuk memaksimalkan paparan terhadap seluruh permukaan kulit.