Kelompok 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Seorang ahli ginekologi Amerika, James Marion Sims untuk
pertama kali menciptakan istilah vaginismus pada tahun 1862,
pada saat dirinya melakukan pemeriksaan VT (Vaginal Tousse)
pada seorang wanita di sebuah klinik bersalin. Dia menjelaskan
bahwa pada saat jari telunjuknya dimasukkan ke dalam vagina
untuk melakukan VT, terjadi kontraksi otot-otot vagina yang
berlebihan sehingga terjadi penolakan dengan adanya sensasi
yang sangat nyeri dan menyakitkan (Crowley et al, 2006).
Vaginismus merupakan istilah yang menggambarkan kesulitan
penetrasi vagina (Reissing et al, 2003).
Vaginismus merupakan suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan otot involunter dari sepertiga bagian luar vagina
yang menganggu penetrasi penis.
Diagnosis tidak dibuat ketika disfungsi ini
disebabkan oleh faktor organik atau bila gejala
gangguan mental axis I lain. Berdasarkan DMS IV
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders), vaginismus merupakan kontraksi sepertiga
luar lapisan otot vagina involunter secara terus-
menerus yang mengganggu coitus dan menyebabkan
kesulitan interpersonal untuk melanjutkan coitus
sehingga menyebabkan distress (Sadock, 2008).
Vaginismus dianggap merupakan salah satu masalah
disfungsi psikoseksual pada wanita yang sering terjadi.
Namun, prevalensi secara umum masih belum diketahui
(Crowley et al, 2006). Diperkirakan angka kejadian
dari populasi klinik bervariasi dari 5%-17%. Vaginismus
tidak hanya merupakan masalah sebagian wanita saja,
tetapi sudah merupakan disfungsi psikoseksual yang
sering dijumpai di seluruh dunia.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
CETAD (Sexual Education Treatment and Research
Association), angka kejadian vaginismus di Turki
sebanyak 10%. Jadi, 1 dari 10 wanita akan mengalami
vaginismus atau tidak dapat berhubungan seksual
secara maksimal karena mengalami sakit yang luar
biasa saat penetrasi (cbnnews,2010). Di Inggris angka
kejadian vaginismus sebanyak 25% (Goldmeier, 1997).
Sebuah penelitian klinis di Iran menemukan bahwa
angka kejadian vaginismus di negara tersebut
sebanyak 4% (Mehrabi, 1999).
Dr. Laura Breman, seorang ahli ginekologi Amerika
mengungkapkan bahwa vaginismus mungkin akibat dari
nyeri genital yang cukup lama setelah berhubungan
seksual atau terjadi disfungsi pada otot dasar panggul.
Selain itu, mungkin terjadi trauma masa lalu dimana
saat melakukan hubungan seksual terjadi kenangan
yang menyakitkan atau takut kehilangan kontrol
(Crowley et al, 2006). Ada juga faktor fisik yang
mungkin menjadi penyebab terjadinya vaginismus
dengan gejala utama nyeri, antara lain infeksi saluran
genital, vestibulitis, penurunan kadar estrogen pasca
menopause dan trauma pasca operasi genital (Basson,
2005). Cairan pelumas yang kurang saat penetrasi bisa
mejadi salah satu penyebab nyeri (Crowley et al,
2006).
Sebuah teori mengenai penyebab vaginismus
menduga bahwa seorang wanita yang mengalami
vaginismus mungkin dengan sadar mengingkari dirinya
dan pasangannya untuk melakukan hubungan seksual.
Adanya trauma psikoseksual seperti pengalaman
seksual yang traumatik, misalnya wanita
yang mengalami perkosaan baik pada masa anak-anak,
remaja maupun dewasa bisa menjadi pemicu terjadinya
vaginismus (Reissing et al, 2003).
Adanya sikap negatif atau pemikiran-pemikiran
negatif seperti takut hamil, kecemasan dan kekerasan
seksual bisa juga menyebabkan vaginismus
(Nurtikasari, 2010). Selain itu, informasi yang tidak
memadai mengenai masalah seksual baik dalam
keluarga atau budaya setempat yang mengatakan
bahwa hubungan seksual tabu ternyata juga menjadi
pemicu terjadinya vaginismus (Crowley et al, 2006).
Peran agama ternyata juga berpengaruh, bila
terjadi kekolotan beragama dimana pendidikan agama
yang konservatif akan memandang rasa curiga pada
kegiatan seksual. Sehingga akan menanamkan rasa
khawatir dan takut saat melakukan hubungan seksual
(Nurtikasari, 2010).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vaginismus
2.1.1 Definisi
o Sadock, 2008 Konstriksi involunter dari otot
2.1.3 Etiologi
Faktor fisik :
Infeksi traktus genitalis
Penyakit sistem vaskular
Penyakit yang mempengaruhi sistem saraf
Penurunan kadar testosteron
Penurunan kadar estrogen
Obat-obatan dan alkohol >>>.
Faktor psikologis
Trauma psikoseksual
Informasi seksual yang tidak adekuat dari
keluarga.
Religius tabu.
Pemeriksaan ginekologi yang traumatik
Permasalahan dalam suatu hubungan