Anda di halaman 1dari 34

IAS 2 diterbitkan untuk mengatur

perlakuan akuntansi untuk persediaan. IAS


2 memberikan pedoman untuk
menentukan biaya persediaan dan untuk
selanjutnya mengakui beban, termasuk
setiap penurunan menjadi nilai realisasi
bersih. IAS 2 juga memberikan panduan
rumus biaya yang digunakan untuk
menentukan biaya persediaan.
Persediaan termasuk:
aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal (barang jadi),
aset dalam proses produksi untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal (barang dalam proses), dan
bahan-bahan dan perlengkapan yang dikonsumsi
dalam produksi (bahan baku).

Pengertian Umum Persediaan


meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada
saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi
dalam siklus operasi normal perusahaan.
Persediaan pada perusahaan dagang yaitu barang-barang
yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali
tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat
dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai
dijual kembali oleh perusahaan.
Persediaan pada perusahaan manufaktur yaitu barang dan
atau bahan yang dibeli perusahaan dengan tujuan untuk
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau
mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, tergantung
pada jenis dan proses usaha utama perusahaan tersebut.
Tiga jenis persediaan dalam perusahaan manufaktur:
Bahan Baku (Direct Materials)
Barang dalam proses (Work In Process)
Barang jadi (Finished Goods)
Pengklasifikasian Persediaan berdasar
Kepemilikan
Persediaan dalam perjalanan

1. F.O.B Shipping Point

2. F.O.B Destination

Barang yang dipisahkan (Segregated Goods)

Barang konsinyasi (Consignment Goods)

Penjualan Cicilan (Installment Sales)


IAS 2 tidak termasuk persediaan tertentu dari
ruang lingkup:
Barang dalam proses yang timbul dalam kontrak konstruksi
Instrumen keuangan
Aset biologis yang berkaitan dengan kegiatan pertanian dan
hasil pertanian pada titik panen.

Selain itu, IAS 2 juga tidak dapat diaplikasikan


pada hal-hal berikut ini meskipun termasuk
dalam lingkup Persediaan menurut IAS 2
Produsen pertanian dan hutan, hasil pertanian setelah panen,
dan mineral dan produk mineral, sejauh bahwa mereka
diukur sebesar nilai realisasi bersih sesuai dengan praktek
mapan dalam industri tersebut .
Broker komoditas dan dealer yang mengukur persediaan
mereka pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
Aliran biaya persediaan bagi perusahaan adalah
sebagai berikut:
Persediaan awal ditambah biaya barang yang dibeli adalah biaya
barang yang tersedia dijual. Pada saat terjual, mereka
dimasukkan ke dalam harga pokok penjualan. Sedangkan
barang yang tidak terjual pada akhir periode akuntansi disajikan
kembali sebagai persediaan akhir.

Perusahaan menggunakan salah satu dari dua cara


untuk mencatat persediaan akhir yaitu menggunakan
sistem perpetual atau sistem periodik.
SISTEM
PERPETUAL
Sistem persediaan perpetual terus melacak perubahan dalam akun
persediaan. Artinya, perusahaan mencatat semua pembelian dan penjualan
barang langsung dalam akun persediaan pada saat transaksi terjadi.

SISTEM
PERIODIK
Dengan sistem persediaan periodik, perusahaan menentukan kuantitas
persediaan di tangan hanya secara berkala, seperti namanya. Di bawah
sistem persediaan periodik, biaya pokok penjualan adalah jumlah sisa yang
tergantung pada perhitungan fisik persediaan akhir. Proses ini disebut
sebagai "mengambil persediaan fisik." Perusahaan yang menggunakan
sistem periodik mengambil persediaan fisik setidaknya sekali setahun.
SISTEM SISTEM
Transaksi Perpetual
PERPETUAL
Periodik
PERIODIK
Pada saat Persediaan xxx Pembelian xxx
pembelian Kas/hutang xxx Kas/hutang xxx
barang dagangan
Kas/piutang xxx Kas/piutang xxx
Penjualan xxx Penjualan xxx
Pada saat HPP xxx
penjualan barang Persediaan xxx
dagangan
Persediaan menurut IAS 2 harus diukur menggunakan nilai
terendah antara biaya dan nilai realisasi bersih.
Menurut IAS 2, dasar utama akuntansi untuk persediaan
ialah biaya (cost). Biaya didefinisikan sebagai jumlah dari
seluruh biaya pembelian (cost of purchase), biaya konversi
(cost of conversion) dan biaya-biaya lain yang terjadi saat
mengangkut persedian ke tempatnya berada dan
mengakibatkan persediaan ke kondisi saat itu.
Biaya persediaan tidak termasuk:
Limbah yang abnormal
Biaya penyimpanan
Overhead administrasi yang tidak terkait dengan produksi
Biaya penjualan
Selisih kurs yang timbul langsung pada akuisisi baru-baru
persediaan tagihan dalam mata uang asing
Biaya bunga ketika persediaan yang dibeli dengan
persyaratan penyelesaian tangguhan.
1. Identifikasi Khusus
Metode identifikasi khusus dari pengukuran persediaan digunakan
bilamana barang yang dibeli tidak biasanya dipertukarkan dan
secara khusus seluruhnya atas suatu proyek tertentu. Dalam
hal barang atau jasa, keduanya diproduksi dan dipisahkan
untuk proyek tertentu.

PT Sinar Surya selama bulan Juli 2014 mempunyai data tentang


persediaan sebagai berikut:
1 Juli, Persediaan 1750 unit @ Rp 6.000,00/unit
5 Juli, Pembelian 1000 unit @ Rp 6.200,00/unit
10 Juli, Pembelian 2000 unit @ Rp 6.250,00/unit
15 Juli, Pembelian 1500 unit @ Rp 6.400,00/unit
20 Juli, Pembelian 3000 unit @ Rp 6.250,00/unit
25 Juli, Pembelian 2500 unit @ Rp 6.500,00/unit
Berdasarkan inventarisasi secara fisik, ternyata
jumlah persediaan pada tanggal 31 Juli 2014
sebanyak 3000 unit terdiri dari : Pembelian tanggal
30 Juli 50%, pembelian tanggal 25 Juli 25%, dan
selebihnya pembelian tanggal 5 Juli 2014.

Nilai persediaan per 31 Juli 2014 adalah sebagai


berikut:

50% x 3000 x Rp 6.400,00 = Rp 9.600.000,00


25% x 3000 x Rp 6.500,00 = Rp 4.875.000,00
25% x 3000 x Rp 6.200,00 = Rp 4.650.000,00
3000 unit Rp19.125.000,00
2. FIFO
FIFO mengasumsikan bahwa persediaan yang dibeli atau
diproduksi pertama dijual pertama dengan demikian barang
yang tersisa pada akhir periode pelaporan adalah
persediaan barang yang paling baru dibeli atau diproduksi.

Data diberikan:
Tanggal Pembelian Biaya
12 Mei 100 unit @ $10 $1.000
14 Aug 200 unit @ $11 $2.200
18 Sep 120 unit @ $15 $1.800
420 unit $5.000
Terjual : 400 unit
Harga Pokok Penjualan: $4.700
Persediaan Akhir: 20 unit @ $15 =
$300
Persediaan dihitung dengan metode
FIFO:

Terjual 400 dengan rincian HPP (FIFO)


$1.000 (100 terjual)
$2.200 (200 terjual) Harga Pokok Penjualan: $4.700
$1.500 (100 terjual; 20 sisa) Persediaan Akhir: 20 unit @ $15 =
$4.700 $300
3. Metode rata-rata
tertimbang
Metode Biaya Rata-rata tertimbang, biaya perolehan setiap barang
ditentukan dengan rata-rata tertimbang dari biaya perolehan dari
barang yang sejenis pada awal suatu periode dan biaya perolehan
barang tersebut dibeli atau diproduksi selama periode yang
bersangkutan. Persediaan dihitung dengan
metode rata-rata tertimbang:
Data diberikan:
Tanggal Pembelian Biaya Biaya rata-rata per unit:
$5.000 / 420 unit = $11,905

12 Mei 100 unit @ $10 $1.000 Harga pokok penjualan:

14 Aug 200 unit @ $11 $2.200 400 unit @ $11,905 = $4.762

18 Sep 120 unit @ $15 $1.800 Persediaan akhir:

420 unit $5.000 20 unit @ $11,905 = $238


IFRS tidak mengizinkan untuk meggunakan LIFO untuk tujuan pelaporan
keuangan. Namun di US LIFO diperbolehkan untuk tujuan pelaporan
keuangan Nonetheless,diperbolehkan di untuk pelaporan pajak di beberapa
negar bagian. Penggunaan LIFO memberikan tax saving yang signifikan.

Mengapa LIFO Dilarang?


1.Metode LIFO mengurangi kualitas laporan posisi keuangan. Metode LIFO
menyebabkan nilai persediaan yang disajikan dalam laporan posisi
keuangan tidak merepresentasikanrecent cost level of inventory.
2.Metode LIFOmenghasilkan perbedaan laba yang cukup signifikan
(berbeda jauh) dibandingkan antara FIFO dan Average. Hal ini
mempengaruhi dasar pengenaan pajak penghasilan.
UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
1.Metode LIFO mengurangi kualitas laporan posisi keuangan. Metode LIFO menyebabkan
nilai inventory yang disajikan dalam laporan posisi keuangan (balance sheet) tidak
merepresentasikanrecent cost level of inventory (IAS 2.BC13).Inventory disajikan pada
kos yang tidak merefleksikan kos inventory terkini, atau yang paling up-to-date, tetapi
pada kos yang sudah tidak merefleksikan kos inventory kini , atau sudah tidak up-to-date.
Hal ini mengurangi kualitas posisi keuangan entitas.
Bayangkan, kita sebagai investor ingin mengetahui berapa harga beli inventory sekarang.
Kalau perusahaan menggunakan LIFO, maka nilai inventory yang ada di laporan posisi
keuangan adalah inventoryyang sudah lama, bukan terkini (ingat: Last in first out,
inventoryyang dibeli terakhir dianggap terjuallebih dulu). Informasi ini kurang relevan
karena kita sebagai investor ingin tahu berapa harga beli inventory kini, bukan harga beli
inventorypada periode lalu.
Tetapi, metode LIFO memiliki kelebihan dibandingkan metode FIFO, yaitu menghasilkan
laporan laba rugi yang lebih baik karena pendapatan penjualan yang dinilai berdasarkan
harga jual kini ditandingkan dengan biaya produk terjual (COGS) yang merepresentasikan
nilai inventory kini (karena bds metode LIFO inventory yang dibeli terakhir dijual lebih dulu
sehingga yang masuk COGS adalah inventory yang dibeli terakhir). IASB, selaku badan
penyusun IFRS, memilih untuk menciptakan standar yang menghasilkan laporan posisi
keuangan yang lebih baik.
2.Signifikansi perbedaan laba menurut metode FIFO dan average dengan metode LIFO
Metode FIFO dan metode LIFOmenghasilkan perbedaan laba yang cukup signifikan
(berbeda jauh) dibandingkan antara FIFO dan Average. Lihat kembali tabel ikhtisar
perbandingan ketiga metode di atas. Selisih antara metode FIFO dan LIFO adalah $100,
sedangkan selisih antara metode FIFO dan average ($62) dan metode LIFO dan average
($38) tidak sesignifikan antara FIFO dan LIFO. Untuk mengurangi kecenderungan
perusahaan memanipulasi laba karena perbedaan antara FIFO dan LIFO yang signifikan,
penyusun standar perlu mengeliminasi antara FIFO atau LIFO. Karena metode LIFO memiliki
kekurangan (menghasilkan nilai inventory yang kurang relevan), maka dieliminasilah
metode LIFO.
Selain menggunakan tiga metode penilaian yang telah dijelaskan di atas
(Identifikasi Khusus, FIFO, dan Rata-rata Tertimbang), persediaan dapat
juga dinilai menggunakan:

1.Lower Cost or Market (LOCOM) Yaitu metode harga terendah antara


harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi
persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa.
2.Gross Profit Method Dasar penilaian persediaannya adalah pada
persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama
beberapa tahun.
3.Retail Method Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara
Barang Tersedia untuk dijual menurut harga pokok
Persediaan Akhir Persediaan
menghitung terlebih= dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan x eceran.
menurut harga pokok Akhir
Barang Tersedia untuk dijual menurut harga eceran
4. Lower-of-Cost-or-Net Realizable Value (LCNRV) Pencatatan
persediaan dicatat berdasarkan biaya yang digunakan untuk
persediaan tersebut. Akan tetapi, biasanya persediaan mengalami
penurunan nilai karena kerusakan, keusangan, penurunan harga, dan
lain-lain yang menyebabkan nilai persediaan juga diturunkan. Oleh
karenaMakanan
itu, persediaanBiaya Nilai Realisasi
dilaporkan pada biaya/nilai Nilai Persediaan
terendah atau nilai
Bersih Akhir
realisasi bersih.
Bayam $80.000 $100.000 $80.000
Wortel $100.000 $110.000 $100.000
Buncis $50.000 $40.000 $40.000
kacang polong $90.000 $72.000 $72.000
sayur campuran $95.000 $92.000 $92.000
$384.000
Metode Pengaplikasian LCNRV, pada contoh sebelumnya di atas, LCNRV diaplikasikan pada setiap
jenis makanan. Akan tetapi, LCNRV juga bisa diaplikasikan pada setiap barang, setiap kategori atau
total persediaan.
Pada umumnya, LCNRV diaplikasikan atas dasar barang per barang. Itu dikarenakan aturan pajak
banyak negara mewajibkan penilaian persediaan barang per barang yang digunakan.
Selain itu, pendekatan tiap item memberikan nilai terendah pada penyajian neraca. Akan tetapi apapun
yang digunakan perusahaan, metode tersebut harus diaplikasikan secara konsisten dari satu periode
ke periode lainnya.
Pencatatan Nilai Realisasi Bersih Termasuk Biaya, ada dua metode yang
biasanya digunakan untuk mencatat efek pendapatan dari penilaian pada
nilai realisasi bersih. Metode pertama yaitu metode harga pokok penjualan
(COGS Method), dimana HPP didebitkan untuk penghapusan persediaan.
Metode kedua, yaitu metode kerugian (Loss Method), dimana kerugian
didebitkan untuk menghapus persediaan. Contoh, diketahui sebagai berikut:

COGS (sebelum penyesuaian ke NRV) $108,000


Ending inventory (cost) $82,000
Ending inventory (NRV) $70,000
Maka pencatatannya sebagai berikut:

1.COGS Method

COGS $12,000
Inventory $12,000

2.Loss Method

Loss due to decline of inventory to NRV $12,000


Inventory $12,000
Alternatif metode pencatatan lainnya adalah dengan
menggunakan estimasi, yaitu dengan mengkredit akun allowance
to reduce inventory to NRV, sehingga jurnal yang terjadi adalah:
Loss due to decline of inventory to NRV $12,000
Allowance to reduce inventory to NRV $12,000

Apabila dalam tahun berikutnya NRV menjadi $74,000 maka


entitas dapat mencatatnya sebagai recovery of inventory loss
dengan jurnal sebagai berikut:
Allowance to reduce inventory to NRV $12,000
Recovery of inventory loss $12,000
Nilai realisasi bersih (Net Realization Value/NRV) menunjukkan
estimasi harga jual dalam rangkaian bisnis yang normal, dikurang
dengan estimasi biaya perolehan penyelesaian dan estimasi biaya
perolehan yang diperlukan untuk mencapai penjualan.

Nilai realisasi bersih untuk digunakan di dalam produksi barang


jadi diestimasi dengan cara:
Apabila produk jadi di mana bahan baku dan perlengkapan yang
digunakan dijual pada harga perolehan atau di atas harga perolehan,
kemudian estimasi nilai realisasi bahan baku dan perlengkapan dianggap
menjadi lebih besar dibandingkan harga perolehannya.
Apabila bahan baku dan perlengkapan yang digunakan dijual di bawah
harga perolehan, kemudian harga pengganti (replacement price) bahan
baku atau perlengkapan mungkin menjadi ukuran terbaik yang ada
mengenai nilai realisasi neto.
Ilustrasi penghitungan Net Realizable Value:

Inventory value unfinished Rp100.000,00


Estimated cost of completion Rp5.000,00
Estimated cost to sell Rp20.000,00 (Rp25.000,00)
Net Realizable Value Rp75.000,00

IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapan untuk setiap
jenis persediaan atau item demi item, kecuali terdapat sekelompok persediaan yang
sejenis dan dapat dinilai secara tepat per kelompok jenis persediaan. Hal ini diatur
demi untuk mencegah potensi pengakuan unrealized gain secara tidak langsung, di
sisi lain US GAAP tidak mengatur hingga sedetil ini.
IAS 18 Revenue menjelaskan pengakuan pendapatan
untuk penjualan barang. Ketika persediaan yang dijual dan
pendapatan diakui, nilai tercatat persediaan tersebut diakui
sebagai beban (sering disebut harga pokok penjualan).
Setiap write-down untuk NRV dan kerugian persediaan juga
diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
Pengungkapan yang diperlukan antara lain:

kebijakan akuntansi untuk persediaan,


nilai tercatat umumnya diklasifikasikan sebagai barang
dagangan, persediaan, bahan, barang dalam proses, dan
barang jadi. Klasifikasi tergantung pada apa yang sesuai
untuk entitas
nilai tercatat setiap persediaan yang dicatat sebesar nilai
wajar dikurangi biaya untuk menjual
jumlah setiap penurunan nilai persediaan diakui sebagai
beban dalam jumlah periode
setiap pembalikan write-down untuk NRV dan keadaan
yang menyebabkan pembalikan tersebut
nilai tercatat persediaan dijadikan jaminan untuk biaya
kewajiban
IAS 2 mengakui bahwa beberapa perusahaan mengklasifikasikan biaya
laporan laba rugi berdasarkan sifat dasar (bahan, tenaga kerja, dan
sebagainya) dan bukan berdasarkan fungsi (harga pokok penjualan,
beban penjualan, dan sebagainya). Oleh karena itu, sebagai alternatif
untuk mengungkapkan beban pokok penjualan beban, IAS 2
memungkinkan entitas untuk mengungkapkan biaya operasi yang
diakui selama periode oleh sifat dasar dari biaya (bahan baku dan
bahan habis pakai, biaya tenaga kerja, biaya operasi lainnya) dan
jumlah bersih perubahan persediaan untuk periode). Hal ini konsisten
dengan IAS 1- Penyajian Laporan Keuangan, yang memungkinkan
penyajian beban berdasar fungsi atau sifat dasar.

Anda mungkin juga menyukai