Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

PENATALAKSANAAN ANESTESI
REGIONAL PADA WANITA 36 TAHUN
DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT
KETUBAN PECAH DINI 8 JAM PADA
MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM
DALAM PERSALINAN RIWAYAT
SECTIO CAESAR
Pembimbing: Oleh :
dr. RTh. Supraptomo, Maya Diyaswari
Sp.An G99112094
Pendahuluan
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi
regional. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin
akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan
anestesi spinal salah satunya adalah tindakan pada bedah
obstetri dan ginekologi
Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi uterus,
dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan seperti
ekstraksi cunam, vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah
caesar juga menimbulkan nyeri sehingga membutuhkan
anestesi.
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia,
sindroma HELLP (hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan
platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal,
koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan
hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan
kortikal.
Tinjauan Pustaka
PERSIAPAN PRA ANESTESI
Tujuan pra anestesi adalah:
Mempersiapkan mental dan fisik secara
optimal.
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-
obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan
kehendak pasien
Status Fisik : Klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa disertai kelainan
faali,biokimiawi,dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
ASA III :Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV :Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
ASA V :Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada
harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
Angka mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak,
jantung, paru, ibu dan anak.
PREMEDIKASI ANESTESI

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum


anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain : 1
Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
Memberikan analgesia, misal pethidin
Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
Memperlancar induksi, misal : pethidin
Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas
atropin.
Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas
atropin dan hiosin
Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat
digunakan sebagai obat premedikasi dapat digolongkan
seperti di bawah ini:
Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
Transquillizer yaitu dari golongan benzodiazepin, misal
diazepam dan midazolam
Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital,
sekobarbital.
Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
Antihistamin, misal prometazine.
Antasida, misal gelusil
H2 reseptor antagonis, misal cimetidine
ANESTESI SPINAL

Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang


menggunakan obat analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu
bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita
tetap sadar.

Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid)


dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 / L3-L4
(obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih
cenderung berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir
semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk
seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini
memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi
didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila
digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain,
atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang
sampai 2-3 jam.

Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia


berat, penyakit jantung, kelainan pembekuan darah,
septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.
Tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai
berikut:

Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah


daerah lumbal bawah dan segmen sakrum.
Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah
daerah umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks
bawah, lumbal dan sakral.
Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di
sini termasuk thoraks bawah, lumbal dan sakral.
Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini
termasuk daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal
dan sakral.
Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan
vasomotor yang lebih tinggi.
Teknik anestesi

a. Mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan


motorik dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya
sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat
menginjeksi obat anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk
mengambil lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk
akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus membantu
memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista
iliaka kanan kiri akan memotong garis tengah punggung
setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra
lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan
memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan
dengan penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23,
25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat
terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar
vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan
menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir
ditembus adalah duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar.
Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka dengan kasa
steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama,
jika terjadi hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5
mg, infus 500-1000 ml NaCl atau hemacel cukup untuk
memperbaiki tekanan darah.
Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :

Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat
dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk
anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan
adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya terhadap otot tergantung
terhadap kadarnya. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam. Untuk kehamilan, sama
dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar
2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang
paling sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-
1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS
disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik.
Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang
diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.
Fentanyl adalah obat dengan masa kerja
pendek namun mula kerja cepat, sekitar 2
menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan
amnesia, hipnosis dan analgesi yang
memuaskan. Curah jantung semenit menurun
dan resistensi pembuluh darah sistemik
meningkat pada permulaan yang akan kembali
normal bila anestesi diteruskan.
Apneu dapat terjadi karena depresi SSP,
namun dapat diatasi dengan mengontrol dan
memimpin pernafasan. Kadang-kadang dapat
timbul mual muntah dan menggigil pasca
bedah, juga dapat timbul gejala ekstrapiramidal.
Ondansentron merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang
sangat efektif yang dapat menekan mual dan muntah karena
sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan
pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna
memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansentron dieliminasi dengan cepat dari tubuh.
Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati.
Ondansentron digunakan pada kondisi mual muntah karena
kemoterapi, radioterapi ataupun pasc operasi. Dosis untuk
pengobatan atau pencegahan mual muntah pre/pasca
operasi yaitu 4-8 mg/IM sebagai dosis tunggal atau IV
perlahan-lahan.
Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :

Keuntungan
Respirasi spontan
Lebih murah
Ideal untuk pasien kondisi fit
Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru
pada pasien dengan perut penuh
Tidak memerlukan intubasi
Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
Fungsi usus cepat kembali
Tidak ada bahaya ledakan
Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
Kerugian
Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
Menyebabkan post operatif headache.
Komplikasi tindakan anestesi spinal

a. Hipotensi :
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
b. Blokade Spinal total :
Penyebab tersering, oleh karena pemberian dosis agen analgesia jauh melebihi
toleransi oleh wanita hamil. Hipotensi dan apneu cepat timbul dan harus segera
diatasi untuk mencegah henti jantung.
c. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi) :
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap merupakan
faktor utama timbulnya sakit kepala.
d. Disfungsi kandung kencing
Dengan anelgesi spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dan
pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan.
Akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas.
e. Bradikardi.
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-
2Hipoventilasi
f. Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
g. Trauma pembuluh darah dan trauma saraf
h. Arakhnoiditis dan meningitis
Penatalaksanaan
Hidrasi akut
Pemberian Vasopressor
Pemberian efedrin, seringkali dipakai untuk pencegahan maupun
terapi hipotensi pada pasien kebidanan.
Pemberian oksigen
Apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obat obat narkotik, anestesi
umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang
berat..
Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan
untuk :
Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif,
perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian
plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
PEMULIHAN

Pasca anestesi dilakukan Kriteria Skor


pemulihan dan perawatan pasca
operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih Gerakan penuh dari 0
sadar atau recovery room yaitu tungkai
ruangan untuk observasi pasien
pasca operasi atau anestesi. Tak mampu ekstensi 1
Untuk memindahkan pasien dari tungkai
ruang pulih sadar ke ruang
perawatan perlu dilakukan skoring Tak mampu fleksi 2
tentang keadaan pasien setelah lutut
anestesi dan pembedahan. Untuk
regional anestesi digunakan skor Tak mampu fleksi 3
Bromage. pergelangan kaki
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. N. H.
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 986088
Diagnosis pre operatif : Preeklampsia berat ketuban pecah dini 8
jam pada multigravida hamil aterm belum
dalam persalinan riwayat Sectio Caesar dengan anemia
Hb: 7,4
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 12 September 2013 jam 18.30
Tanggal Operasi : 13 September 2013 jam 01.30
Anamnesa
Keluhan utama : ingin
melahirkan RPD
Riwayat asma ()
RPS: Riwayat alergi ()
Datang seorang G6P4A1, 36 Riwayat hipertensi atau penyakit jantung ()
tahun, datang kiriman dari Riwayat DM ()
puskesmas kabupaten Sukoharjo Riwayat gigi goyah ()
dengan preeklamsia berat, protein Riwayat gigi palsu (-)
urin positif 2. Pasien merasa hamil Riwayat operasi sebelumnya (+) : SC 2
9 bulan, namun kenceng-kenceng tahun yang lalu
belum dirasakan, gerakan janin Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok ()
masih dirasakan, airkawah sudah Riwayat minum alkohol ()
dirasakan keluar sejak 8 jam Makan terakhir : jam 18.00, 12 September
sebelum masuk rumah sakit, 2013
lendir darah belum keluar. Minum terakhir : jam 18.00, 12 September
2013
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik, CM, gizi Status Generalis :
kesan cukup, GCS E4V5M6 Mata : konjungtiva anemis (-/-),
Keadaan umum : baik, CM, gizi sklera ikterik (-/-), pupil isokor
kesan cukup, GCS E4V5M6 Mulut : malampati I
Vital sign : Jalan nafas:tersumbat(-),oompong (-),
gigi palsu (-), oedem (-),
T : 170/90 mmHg
kekakuan sendi rahang (-), kaku leher
N : 88 x/menit (-)
Rr : 20 x/menit Thorax : retraksi (-)
t : 36,50C Cor : BJ I II intensitas normal,
BB : 70 kg reguler bising (-)
TB : 158 cm Pulmo : Suara dasar vesikuler :
kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing
kanan/kiri = -/-
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem(-) akral dingin(-)
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi :tampak membuncit, dinding perut lebih tinggi dari
dinding dada, striae alba (+), linea fuscha (+)
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,
memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala
masuk panggul < 1/3 bagian, TFU : 37 cm ~ TBJ :
3700 gram, his (-)
Auskultasi: DJJ 12 13 12/12 12 13/12 13 12/reguler

Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas


normal, portio lunak, mencucu dibelakang, kepala di
Hodge II, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai, air ketuban (-), STLD (-)
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium

Hemoglobin : 7,4 g/dl GDS : 106 mg/dl


Hct : 25 % Ureum : 18 mg/dl
Eritrosit : 3,7.106 ul Creatinin : 0,7 mg/dl
Lekosit : 7,1.103 ul Albumin : 4,1 g/dl
Trombosit : 337.103 ul Natrium : 137 mmol/L
Gol darah : O Kalium : 3,9 mmol/L
PT : 10 detik Clorida : 110 mmol/L
APTT 22 detik HbsAg Non reaktif

SGOT : 16 g/dl SGPT : 5 g/dl


USG :
Janin tunggal, intra uterin, memanjang,punggung kiri,
presentasi kepala, DJJ ( + ) reguler
Fetal biometri : BPD 9,02; AC 34,7; FL 88 ; EFBW 3526 gr
Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II, air ketuban
kesan cukup, tidak tampak jelas kelainan kelainan congenital
mayor. Kesan janin saat ini dalam keadaan baik.

Kesimpulan :
Kelainan sistemik :()
Kegawatan :(+)
Status fisik ASA : II E
RENCANA ANESTESI

Persiapan Operasi
Persetujuan operasi tertulis (+)
Puasa > 6 jam
Infus RL 30 tetes /menit
Tranfusi 1 kolf PRC
Jenis Anestesi : Regional Anestesi
Teknik Anestesi: Sub arachnoid spinal anestesi
Premedikasi : Ondancentron 4 mg
Analgesi spinal: bupivakain 10 mg, fentanyl 25 g
Maintenance : O2 3 lt/menit
Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit,kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
TATALAKSANA ANESTESI

Di ruang persiapan Di ruang operasi


Jam 01.50 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi
Cek persetujuan operasi
telentang, dilakukan pemasangan, manset, monitor,
Periksa tanda vital infus RL 500 cc.
dan keadaan Jam 02.00 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten,
umum diberikan suntikan bupivakain 10 mg dan fentanyl 25 g
Lama puasa > 6 secara subarachnoid.
jam. Jam 02.05 : operasi dimulai, selama operasi dimonitor tanda
vital dan saturasi O2 tiap 5 menit.
Cek obat-obat dan
Jam 02.20 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin
alat anestesi.
perempuan, berat badan 3000 gram, panjang badan 48 cm,
Infus RL 30 APGAR 8-9-10, anus
tetes/menit. Jam 02.25 : plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan
Posisi terlentang. insersio parasentral. (+). Diberikan methergin 200 g IV,
Pakaian pasien oxytosin 10 IU per drip.
diganti pakaian Jam 02.25 : infus RL 500 cc
operasi. Jam 02.55 : Infus RL 500 cc
Jam 03.00 operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan
Jam Tensi Nadi Sa02
01.50 170/90 100 100
01.55 170/90 105 100

Monitoring Selama Anestesi 02.00 165/80 90 100


02.05 165/80 95 100
02.10 155/85 95 100
02.15 150/70 95 100
02.20 150/70 90 100
02.25 150/75 85 100
02.30 150/70 84 100
02.35 145/75 80 100
02.40 145/75 80 100
02.45 145/70 85 100
02.50 145/70 90 100
02.55 145/70 92 100
03.00 150/80 90 100
Di ruang pemulihan
Jam 03.00 :pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
dalam keadaan sadar, posisi terlentang,
diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda vital
dimonitoring tiap 5 menit.
Jam 04.15 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal
Mawar 1.

Monitoring Post Operasi


TD : 130/80
Sp02 : 100%
HR : 89

Instruksi Pasca Anestesi


Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol
tanda vital. Bila tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan
loading kristaloid 250 cc / efedrin 5-10 mg. Bila muntah berikan
injeksi ondansetron 4 mg IV. Bila kesakitan berikan injeksi
Ketorolac 30 mg IV.
Lain-lain
Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb> 10 g/dl.
Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
PEMBAHASAN

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan


anestesi pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan.
Karena dalam melakukan tindakan anestesi harus memperhatikan
teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga keselamatan ibu,
bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita
hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis
wanita hamil serta efek masing-masing obat anestesi.

Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki


keuntungan yaitu:
Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam
keadaan sadar.
Relaksasi otot yang lebih baik.
Analgesi yang cukup kuat.
PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
Emergensi
Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak

PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH


Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses
persalinan dan mengancam jiwa janin dan ibu.
Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
Resiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena
pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada
pervaginam, untuk meminimalkan bahaya perdarahan pasca persalinan
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu
dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.
PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
a. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian ondansentron
4 mg untuk mencegah mual muntah pasien selama dan sesudah operasi.
b. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 10 mg, karena mula kerjanya cepat,
lebih kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman untuk kehamilan
karena paling minimal melintasi plasenta. Pada kasus ini ditambahkan
fentanil 25 g (golongan opioid) yang dapat meningkatkan kualitas
intraoperatif analgesia, memperpanjang durasi analgesik, tanpa
mempengaruhi status klinis bayi baru lahir. Tidak ada aksi pada
onset blok sensorik atau motor.
c. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam.
2 cc x 70 x 6 = 840cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi sedang 1 jam
Maintenance + stress operasi
(2cc x 70kgx 1jam) + (6 cc x 70 kg x 1 jam) =140 cc + 420 cc = 560cc
c. Pendarahan yang terjadi = 200 cc
EBV = 60 cc x 70 kg = 4200 cc
Jadi kehilangan darah = 200/4200 x 100% = 4,76 %
Karena kehilangan darah < 10 % jadi diganti dengan cairan kristaloid
3 x 200 = 600 cc
d. Kebutuhan cairan total
Deficit cairan kebutuhan selama operasi + cairan resusitasi perdarahan =
840 + 560 + 600 =2000cc
e. Cairan yang sudah diberikan :
Pra anestesi : 500 cc
Saat anestesi : 1500 cc
Penutup
Pada laporan ini : kasus penatalaksanaan anestesi regional
dengan menggunakan teknik anestesi spinal pada pre
eklampsia berat ketuban pecah dini 8 jam pada multigravida
hamil aterm belum dalam persalinan riwayat sectio caesar
dengan ASA II E dengan menggunakan induksi Bupivakain 10
mg dan Fentanyl 25 g, maintenance O2 3 lt/menit.

Operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik


dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama
di ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan
penanganan serius. Secara umum pelaksanaan operasi dan
penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai