Anda di halaman 1dari 28

SYNDROME

STEVEN
JOHNSON
Lutfi Aulia Supriyadi
Definisi

Sindroma(kumpulan gejala) yang mengenai


kulit,selaput lendIr di orificium dan mata
dengan keadaan umum yang bervariasi dari
ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan
pada bentuk yang berat dapat menyebabkan
kenmatian, Oleh karena itu penyakit ini merupakan
salah satu kegawat daruratan penyakit kulit.
Sindrom ini dianggap sebagai jenis dari Eritema
Multiforme.
ETIOLOGI
1. Infeksi
a.Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada
stadium permulaan dari infeksi salauran nafas
atas oleh virus pneumonia. Hal ini dapat terjadi
pada Asian flu ,Lympho Granuloma Venerium,
Measles, Mumps dan vaksinasi Smallpox
virus. Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan
Poliomyelitis juga dapat menyebabkan
Sindroma Stevens-Johnson.
b.Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan
Sindroma Stevens- Johnson ialah Brucellosis,Dyptheria,
Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Psittacosis,
Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous Leprosy atau
Typhoid Fever.
c. Jamur
Coccidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan
Eritema Multiforme Bulosa, yang pada keadaan berat juga
dikatakan sebagai Sindroma Stevens-Johnson. d.Parasit
Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen
2. Alergi Sistemik terhadap:
a.Obat
Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-
Johnson antara lain: Penisilin dan derivatnya, Streptomysin,
Sulfonamide, Tetrasiklin, Analgesik/antipiretik (misalnya
Derivat Salisilat ,Pirazolon, Metamizol, Metampiron dan
Paracetamol), Digitalis, Hidralazin,
Barbiturat(Fenobarbital), Kinin Antipirin ,Chlorpromazin
,Karbamazepin dan jamu-jamuan.
b.Zat tambahan pada makanan(Food Additive) dan zat
warna
c.Kontaktan: Bromofluorene, Fire sponge(Tedania Ignis) dan
rhus(3- Pentadecylcatechol).
d.Faktor Fisik: Sinar X, sinar matahari, cuaca dan lainlain
3. Penyakit penyakit Kolagen Vaskuler.
4. Pasca vaksinasi : BCG, Smallpox dan Poliomyelitis.
5. Penyakit-penyakit keganasan : Karsinoma penyakit Hodgkins,
Limfoma, Myeloma, dan Polisitemia.
6. Kehamilan dan Menstruasi.
7. Neoplasma.
8. Radioterapi. Pada sebagian penderita tidak diketahui
penyebabnya. Yang diduga sebagai penyebab tersering ialah alergi
Sistematik terhadap obat dan infeksi.
PATOGENESIS
Patogenesanya belum jelas, mungkin disebabkan
oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III
terjadi akibat terbentuknya kompleks Antigen
Antibodi yang membentuk Mikropresipitasi
sehingga terjadi aktivasi sistim komplemen.
Akibatnya terjasi Akumulasi Neutrofil yang
kemudian melepaskan Lisosim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran ( Target
Organ ) .
Reaksi tipe I V terjadi akibat Limposit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen
yang sama, kemudian Limfokin dilepaskan
sehingga terjadi reaksi radang
HISTOPATOLOGI

Gambaran Histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari


perubahan Dermal yang ringan sampai Nekrolisis Epidermal yang menyeluruh.
Kelainan berupa :
1. Infiltrat Sel Mononuklear disekitar pembuluh pembuluh darah Dermis
Superfisial.
2. Edema dan Ekstravasasi sel darah merah di Dermis Papular.
3. Degenerasi Hidrofik lapisan Basalis sampai terbentuk Vesikel Subepidermal.
4. Nekrosis sel Epidermal dan kadang kadang di Adnexa.
5. Spongiosis dan Edema Interasel di Epidermis. Pemeriksaan histopatologi tidak
penting untuk diagnosis, karena kelainannya sesuai dengan Eritema Multiforme
TRIAS SYNDROME STEVEN
JOHNSON
1. a. Kelainan kulit.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium.
3. Kelainan mata.
Kelainan pada kulit dapat berupa Eritema,
vesikal, dan bulla. Eritema berbentuk cincin
(pinggir Eritema tengahnya relative
hiperpigmentasi ) yang berkembang menjadi
urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan
pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil.
Vesikel kecil dan Bulla kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping
tiu dapat juga terjadi Erupsi Hemorrhagis
berupa Ptechiae atau Purpura. Bila disertai
Purpura - prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada
Kelainan selaput lendir di orifisium yang
tersering ialah pada mukosa mulut / bibir
(100%), kemudian disusul dengan kelainan
dilubang alat genetalia (50%), sedangkan di
lubang hidung dan anus jarang (masing
masing 8%-4%). Kelainan yang terjadi berupa
Stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah,
mukosa mulut bagian Buccal Stomatitis
merupakan gejala yang dini dan menyolok.
Stomatitis ini kemudian menjadi lebih berat
dengan pecahnya vesikel dan Bulla sehingga
terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi dan
Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta
berwarna hitam yang tebal. Adanya stomatitis
ini dapat menyebabkan penderitaan sukar menelan.
Kelainan Dimukosa dapat juga terjadi di
Faring, Traktus Respiratorius bagian atas dan
Esophagus. Terbentuknya Pseudo membrane di
Faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas
dan penderita tidak dapat makan dan minum
Kelainan pada mata merupakan 80% diantar semua kasus,
yang sering terjadi ialah Conjunctivitis Kataralis. Selain itu
dapat terjadi Conjunctivitis Purulen, pendarahan, Simblefaron ,
Ulcus Cornea, Iritis/Iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi
kebutaan sehingga dikenal trias yaitu Stomatitis, Conjuntivitis,
Balanitis, Uretritis. Pernah dilaporkan pada beberapa kasus dapat
tanpa disertai kelainan kulit, penderita ini hanya menunjukan
Stomatitis, Rhinitis dengan Epistaxis, Conjunctivitis dan kadang
kadang Uretritis.
Hampir semua kasus diikuti kelainan kulit berupa Vesiko Bulosa atau
Erupsi Hemorrhagis, khususnya pada wajah, tangan dan kuku. Selain
trias kelainan diatas organ organ dalm juga dapat di serang,
misalnya paru, Gastrointestinal, Ginjal (Nefritis) dan Onikolisis.
DIAGNOSA

Gambaran Klinis khas berupa adanya trias


kelainan yaitu kelainan pada kulit, selaput
lendir orifisium dan mata. Keadaan Umum
penderita bervariasi dari ringan sampai berat.
Pemeriksaan laboratorium darah dapat membantu
memperkirakan kemungkinan penyebab
meskipun tidak khas. Jika terdapat lekositosis
menunjukkan penyebabnya kemungkinan
karena infeksi. Bila terdapat Eosinofilia
kemungkinan karena alergi. Jika disangka
penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan
DIAGNOSA BANDING
Beberapa penyakit yang dapat merupakan diagnosa banding
Sindrom Stevens-Johnson ialah:
1. Nekrolisisi Epidermal Toksik (NET) Penyakit ini sangat
mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada NET
terdapat Epidemolisis(Epidermis terlepas dari dasarnya)
yang menyeluruh dan keadaan umum penderita biasanya
lebih buruk/berat.
2. Pemfigus Vulgaris Sering dijumpai pada orang dewasa,
keadaan umum buruk, tidak gatal, bula berdinding kendor
dan biasanya generalisata.
3. Pemfigoid Bulosa Pada penyakit ini keadaan umumnya
baik, dinding bula tegang, letaknya subepidermal.
4. Dermatitis Herpertiformis Didapatkan keadaan umum
yang baik, keluhan dengan gatal dan dinding vesikel/bula
TATALAKSANA
1. Kortikosteroid
Penggunaan obat Kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada
Sindrom Stevens Johnson yang ringan cukup diobati dengan Prednison
dengan dosis 30-40mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan
kesadaran yang menurun dan kelainan yang menyeluruh, digunakan
Dexametason intravena dengan dosis awal 4-6x5 mg/hari. Setelah
beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis
telah teratasi),ditandai dengan keadaan umum yang membaik,lesi kulit
yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami Involusi.
Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap
hari diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg
sehari lalu diganti dengan tablet Prednison yang diberikan pada
keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya
dosis diturunkan menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi
lama pengobatan kira-kira 10 hari.
2.Antibiotika
Penggunaan Antibiotika dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya infeksi akibat efek Imunosupresif Kortikosteroid
yang dipakai pada dosis tinggi. Antibiotika yang dipilih
hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum
luas dan bersifat bakterisidal. Di RS Cipto mangunkusumo
dahulu biasa digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-
80 mg/hari. Sekarang dipakai Netilmisin Sulfat dengan
dosis 6 mg/kg BB/hari,dosis dibagi dua. Alasan
menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai
resisten terhadap Gentamisin, selain itu efek sampingnya
lebih kecil dibandingkan Gentamisin.
3. Menjaga Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan
Nutrisi.
Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami
kesukaran atau bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di
mulut dan di tenggorokan serta kesadaran yang menurun.
Untuk ini dapat diberikan infuse berupa Glukosa 5%
atau larutan Darrow. Pada pemberian Kortikosteroid
terjadi retensi Natrium, kehilangan Kalium dan efek
Katabolik. Untuk mengurangi efek samping ini perlu
diberikan diet tinggi protein dan rendah garam, KCl 3
x 500mg/ hari dan obat- obat Anabolik. Untuk
mencegah penekanan korteks kelenjar Adrenal
diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis 1 mg/
hari setiap minggu dimulai setelah pemberian
4. Transfusi Darah
Bila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfuse
darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari
berturut-turut. Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki
keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah pada kasus
dengan purpura yang luas. Pada kasus Purpura yang luas
dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg
sehari intravena dan obat-obat Hemostatik.
5.Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosive dapat diberikan Sofratulle
yang bersifat sebagai protektif dan antiseptic atau
Krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan untuk lesi
dimulut/bibir dapat diolesi dengan Kenalog in Orabase.
Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada
beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk mengetahui
apakah ada kelainan di Faring,karena kadang-kadang
terbentuk pseudomembran yang dapat menyulitkan penderita
bernafas dan sebagaian penyakit dalam. Pemeriksaan sinar X
Thoraks perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada
kelainan pada paru, misalnya tuberculosis atau
Bronchopneumonia Aspesifik.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang tersering ialah


Bronchopneumonia (16%) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain
ialah kehilangan cairan atau darah ,gangguan
keseimbangan elektrolit sehingga dapat
menyebabkan shock .Pada mata dapat terjadi
kebutaan karena gangguan Lakrimasi
PROGNOSIS

Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka


prognosis Sindrom Stevens-Johnson sangat baik.
Dalam kepustakaan angka kematian berkisar
antara 5-15%. Dibagian kulit dan kelamin RS
Ciptomangunkusumo angka kematian hanya
sekitar 3,5%. Kematian biasanya terjadi
akibat sekunder infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1.Djuanda A.:Sindroma Stevens-Johnson ,MDK,vol.9 no.4, Mei


1990,halaman 50.
2.Domonkos AN, Arnold HL, Odom RB.:Eritema Multiforme
Exudativum,Stevens Johnson Syndrome,Andrews Disease of the
Skin Clicical Dermatology,Igaku Shoin/Saunders,Tokyo,Seventh
Edition,1982,page 147-150,150-151.
3.Hamzah M.:Sindroma Stevens-Johnson ,Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,edisi kedua, 1993,halaman 127-
129.
4.Sularsito SA,Soebaryo RW,Kuswadji: Sindroma Stevens-Johnson
,Dermatologi Praktis, Perkumpulan ahli Dermato- Venereologi
Indonesia, Edisi Pertama,1986,halaman 121.

Anda mungkin juga menyukai