Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

KECIL
MAWAR WANITA
ANEMIA GRAVIS
PEMBIMBING : DR.TIARA PARAMITA POERNOMO, SP.PD
DISUSUN OLEH : OKE HERAWATI (1610221093)
ARGO DWI REZA (1610221118)
MUH.FAISHAL HIDAYAT (G4A016020)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN

2017
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 71 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Sikampuh 44/04 Kroya
No.CM : 00-95-57-00
DPJP : dr.Yunanto Dwi Nugroho, Sp.PD
Tanggal masuk RS : 28 Februari 2017
Tanggal periksa : 2 Maret 2017
Ruang rawat : Mawar wanita
ANAMNESIS

Keluhan utama : Lemas


Keluhan tambahan : Letih, lesu, mudah lelah, perut sakit, mual.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama lemas. Keluhan dirasakan
sejak 1 minggu sebelum masuk RSMS. Lemas dirasakan tidak
kunjung membaik dengan istirahat. Selain itu pasien juga merasa
perut terasa sakit dan mual yang mengakibatkan nafsu makan
menurun. Pasien juga merasa letih, lesu, dan mudah lelah apabila
melakukan aktivitas.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama : diakui 2 tahun yang lalu


Riwayat badan kuning atau penyakit hati : disangkal
Riwayat alergi: disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat transfusi darah : diakui
Riwayat penyakit tifus : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama : disangkal


Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit saluran cerna dan hepar : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
Riwayat alergi disangkal : disangkal
Riwayat Sosial-Ekonomi

Community
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Rumah satu dengan yang
lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat
baik. Pasien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

Home
Rumah pasien berdesain minimalis dengan ukuran 6 meter x 12 meter,
berdinding beton, jendela dibuka setiap pagi, terdapat ventilasi dengan lantai
dari keramik. Pasien sekarang tinggal satu rumah bersama dengan anak,
menantu dan 2 cucu pasien sehingga jumlah anggota keluarga yang tinggal
dirumah ada lima orang.
Riwayat Sosial-Ekonomi

Occupational
Pasien merupakan ibu rumah tangga

Personal habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, pasien tidak minum
minuman beralkohol. Pasien setiap harinya makan secara teratur 3 kali
sehari dengan mengkonsumsi sayuran, buah-buahan, daging, telur,
ikan dan susu.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak lemas


Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 140/70 mmHg
Nadi : 73x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,60 C
Status Generalis

Kepala : Simetris, mesocephal, rambut warna hitam dan putih merata, venektasi
temporal (-)
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), NCH (-/-), deformitas (-/-)
Telinga : Simetris kanan kiri, otore (-/-), nyeri tekan (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), hiperemis (-), bibir kering (+),
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe (-)
Kulit : Ikterus (-), kering (+)
Status Generalis
Toraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris,ketinggalan gerak -,retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar SIC V linea midclavicularis dextra
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Rbh (+/+), Rbk (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat angkat (+)
Perkusi : Batas kanan atas SIC II linea parasternal dekstra
Batas kanan bawah SIC IV linea parasternal dekstra
Batas kiri atas SIC II linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah SIC V, 2 jari linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Murmur (-), gallop (-)
Status generalis
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di region epigastrium, Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)

Anggota Gerak
Refleks Fisiologis : (+) normal
Refleks Patologis : (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Apusan darah tepi tanggal 01/03/2017

Anemia mikrositik hipokrom


DD : Anemia defisiensi besi, Anemia karena penyakit kronik
Tampak tanda infeksi pada leukosit
Trombositosis
DD : Trombositosis reaktif (ec defisiensi besi? ec infeksi?),
Esensial trombositopenia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Fisis Sedimen
Warna Kuning Eritrosit Negatif
Kejernihan Jernih Leukosit Negatif
BauKhas Epitel 0-2
Kimia Silinder hialin Negatif
Urobilinogen Normal PEMERIKSAAN URIN LENGKAP Silinder lilin Negatif
GlukosaNormal TANGGAL 1 MARET 2017 Silinder eritrositNegatif
Bilirubin Negatif Silinder leukositNegatif
Keton Negatif Granuler kasar Negatif
Berat jenis 1.015 Granuler halus Negatif
Eritrosit Negatif Kristal Negatif
PH 7,5 Bakteri Negatif
Protein Negatif Trikomonas Negatif
Nitrit Negatif Jamur Negatif
Leukosit Negatif
DIAGNOSIS KERJA

Anemia gravis
Anemia mikrositik hipokrom
Dispepsia
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Bed rest
Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit dan cara pencegahan
perburukan penyakit.

Medikamentosa
O2 3 lpm nk
IVFD RL 500 cc 20 tpm
Inj. Ranitidin 2 x 1 Ampul
PO Sukralfat syr 3 x C1
PO Sulfas Ferosus 3 x 1
Transfusi PRC 3 kolf hingga HB 8 mg/dl

Monitoring
Hemodinamik pasien
Cek darah lengkap post transfusi
PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia ad bonam


Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA GRAVIS
DEFINISI

Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan


volume packed red blood cells (hematokrit) hingga nilai di bawah normal
(Price, 2006).

Secara fungsional anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa


eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (Bakta, 2006).
DEFINISI

Anemia gravis adalah anemia apabila konsentrasi Hb 7 g/dL selama 3 bulan


berturut-turut atau lebih. Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel darah merah
yang cepat dan hebat. Anemia gravis lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak.
Anemia gravis dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh
anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis,
anemia aplastik dan leukemia.

Anemia gravis kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis
(TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya. Anemia
gravis sering memberikan gejala serebral seperti tampak bingung, kesadaran
menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-paru (Tramuz & Jereb,
2003).
EPIDEMIOLOGI

Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), tahun 2005 didapati 1.62


milyar penderita anemia di seluruh dunia. Angka prevalensi anemia di
Indonesia menurut Husaini dkk (2008) terdapat dalam tabel berikut.
ETIOLOGI

A. Kehilangan sel darah merah


Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya adalah trauma, ulkus, keganasan, hemoroid,
perdarahan pervaginam, dan lain-lain.
Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada sel darah
merah itu sendiri memperpendek siklus hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan
penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Sel darah merah mengalami kelainan pada keadaan :
Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, contohnya adalah pada penderita penyakit sel sabit
(sickle cell anemia)
Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita thalasemia
Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada sferositosis herediter dan eliptositosis
Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi piruvat kinase (Price, 2006).

B. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.
PATOFISIOLOGI

Segera setelah kehilangan darah akut yang sangat banyak, dehidrasi, atau hiperhidrasi, mula-mula
volume darah harus kembali normal dahulu sebelum anemia dapat didiagnosis. Dengan
menggunakan parameter eritrosit volume korpuskular rata-rata (MCV) dan hemoglobin korpuskular
rata-rata, anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan konsentrasi Hb dengan jumlah
eritrosit (Silbernagl, 2007).

Gangguan eritropoiesis dapat terjadi karena


(1) kurangnya atau hilangnya diferensiasi sel induk pluripoten, hemopoietik,
(2) pengurangan sementara atau kronis hanya pada sel prekusor eritrosit akibat autoantibody terhadap
eritropoietin atau terhadap protein membrane sel prekusor,
(3) kekurangan eritropoietin pada gagal ginjal,
(4) peradangan kronis atau tumor yang diantaranya dapat merangsang interleukin penghambat eritropoiesis,
(5) gangguan diferensiasi sel (eritropoiesis yang tidak efektif) yang selain disebabkan oleh kelainan gen,
terutama dapat juga karena defisiensi asam folat atau vitamin B12,
(6) gangguan sintesis hemoglobin (Silbernagl, 2007).
PATOFISIOLOGI

Proliferasi dan diferensiasi sel prekusor eritroid sampai menjadi eritrosit yang matang
membutuhkan waktu satu minggu. Waktu ini dapat diperpendek menjadi beberapa hari jika
eritropoiesis terangsang, misalnya karena jumlah sel yang hilang meningkat (hemolisis atau
perdarahan). Karena masa hidup rata-rata sel darah merah di pembuluh darah perifer 100 hari,
gangguan pembentukan sel yang singkat tidak akan terdeteksi, tetapi bila jumlahnya
meningkat dapat segera menimbulkan anemia. Dengan leukosit neutrodil yang memiliki waktu
diferensiasi yang kurang lebih sama, keadaannya menjadi terbalik karena masa hidupnya di
pembuluh darah perifer hanya selama 10 jam, neutropenia terjadi pada gangguan
pembentukan sel yang akut, tetapi tidak terjadi setelah kehilangan sel (Silbernagl, 2007).

Dengan masa hidup rata-rata sekitar 107 detik dan jumlah total sel darah merah sekitar
1,6x1013 di dalam darah, kecepatan pembentukannya adalah 1,6 juta eritrosit per detik. Jika
dibutuhkan, kecepatan pembentukan ini dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat tanpa
menimbulkan kelelahan pada sumsum tulang. Contohnya, keadaan anemia hemolitik yang
berlangsung lama dapat tetap terkompensasi (Silbernagl, 2007).
GEJALA

Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas


pendek, khususnya pada saat olahraga, kelemahan, letargi, palpitasi
dan sakit kepala.

Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung,


angina pektoris, kaludikasio intermiten, atau kebingungan (konfusi).
Gangguan penglihatan akibat pendarahan retina dapat mempersulit
anemia yang sangat berat, khususnya yang awitannya cepat. (McPhee,
2006)
TANDA

Tanda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum dan khusus.


Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar
hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sebaliknya, warna kulit bukan tanda yang dapat
diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia, nadi kuat,
kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khususnya pada apeks. Gambaran
gagal jantung kongesti mungkin ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan
retina jarang ditemukan.

Tanda spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan
defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai
dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik lainnya, deformitas tulang dengan
talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital lain yang berat (Lissaeur, 2007).
PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

. Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia, timbul karena iskemia organ
target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul pada anemia dengan kadar Hb <7g/dl. Pada
anamnesis dapat ditanyakan sindrom anemia ini yang terdiri dari lemah, lesu, cepat
lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
dan sesak nafas (Sudoyo Aru, 2006).
PENEGAKAN DIAGNOSIS

2. Pemeriksaan Fisik

. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien tampak pucat, yang mudah
dilihat pada konjungtiva yaitu anemis, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan
dibawah kuku untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda anemia yang menyebabkan
kurangnya oksigenasi ke bagian tubuh perifer (Sudoyo Aru, 2006).
PENEGAKAN DIAGNOSIS

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Penyaring
. Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit dan apusan darah tepi. Dari pemeriksaan ini dapat
dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat
berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut
PENEGAKAN DIAGNOSIS

b. Pemeriksaan Darah Seri Anemia

. Pemeriksaan ini meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah.

c. Pemeriksaan Sumsum Tulang

. Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan
sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitf pada beberapa jenis
anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastic,
anemia megaloblastik, serta pada keadaan hematologic yang dapat mensupresi sistem eritroid.
PENEGAKAN DIAGNOSIS

d. Pemeriksaan Khusus

1) Anemia defisiensi besi : Serum iron (Total Iron Binding Capacity),


saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum,

2) Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum

3) Anemia hemolitik : bilirubin serum

4) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang


PENEGAKAN DIAGNOSIS

4. Pendekatan Diagnosis

Anemia merupakan suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, anemia dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit dasar. Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia, dan harus
secepat mungkin menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Tahap-tahap dalam
diagnosis adalah :
Menentukan adanya anemia
Menentukan jenis anemia
Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan
PENATALAKSANAAN

Farmakologi
Erythropoetin-Stimulating Agents (ESAs)
Epoetin Alfa
Obat untuk Mengatasi Pendarahan
FRESH FROZEN PLASMA (FFP)
CRYOPRECIPITATE
Garam Besi
Fereous Sulfate
Carbonyl Iron
Iron Dextran Complex
Ferric Carboxymaltose
PENATALAKSANAAN

Transfusi

Transplantasi Sumsum Tulang dan Stem Sel

Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Pola Makanan (Protein,


Vitamin A, Vitamin C, Zat besi, Asam folat dan Vitamin
B12)

Pembatasan Aktivitas
KOMPLIKASI

Gangguan perkembangan fisik dan mental


Penyakit kardiovaskular
Hipoksia anemic
PROGNOSIS

Biasanya, prognosis tergantung pada faktor penyebab anemia.


Bagaimanapun, keparahan anemia, etiologi, dan kecepatannya
menjadi parah memainkan peranan penting dalam menentukan
prognosis. Demikian pula, umur pasien dan faktor penyerta lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, Endang L., 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Adebisi OY, Strayhorn G. Anemia in pregnancy and race in the United States: blacks at risk. Fam Med. Oct 2005;37(9):655-62.
Agus ZAN. Pengaruh Vitamin C Terhadap Absorpsi Zat Besi pada Ibu Hamil Penderita Anemia. In : MEDIKA Jurnal Kedokteran dan Farmasi. Vol.
XXX; 2004.p. 496 499.
Almatsier S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.p.75, 185-188, 249-254.
Anand I, McMurray JJV, Whitmore J, et al., 2004. Anemia and its relationship to clinical outcome in heart failure. Circulation, 110, pp.149154.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. EGC
Baliwati, Y.F., dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya: Jakarta.
Baradero M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Borgna-Pignatti C, Rugolotto S, De Stefano P, et al. Survival and complications in patients with thalassemia major treated with transfusion and
deferoxamine. Haematologica. Oct 2004;89(10):1187-93.
Bridges KR, Pearson HA., 2008. Anemias and other red cell disorders. New York: Mc Graw-Hill
Carmel R. 2006. Cobalamin (Vitamin B12). Di dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, editor. Modern Nutrition in Health and
Disease. Ed ke-10. Baltimore. Lippincott Williams and Wilkins.
Casale M, Perrotta S. Splenectomy for hereditary spherocytosis: complete, partial or not at all?. Expert Rev Hematol. Dec 2011;4(6):627-35.
Dhar R, Zazulia AR, Videen TO, et al. Red blood cell transfusion increases cerebral oxygen delivery in anemic patients with subarachnoid
hemorrhage. Stroke. Sep 2009;40(9):3039-44.
Fleischman G. 2006. Healthcare solution with acupuncture. Bloomington: iUniverse
Gallagher ML. 2008. The Nutrients and Their Metabolism. In : Mahan LK, Escott-Stump S. Krauses Food, Nutrition, and Diet Therapy. 12th
edition. Philadelphia: Saunders.
Lang, F. Silbernagl, S. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC
Liew L. 2009. Anemia> di akses pada tanggal 12 desember 2012. Di akses di : http://www.rightdiagnosis.com/sym/anemia.htm
Price, S A. Wilson, L M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta : EGC ; 622-628.

Anda mungkin juga menyukai