Anda di halaman 1dari 34

ARGUMENTASI HUKUM

Dr. Hufron, SH.,MH.

MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNTAG SURABAYA
2014
Pengertian dan Hakekat
Argumentasi Hukum

Penalaran (reasoning) Argumentasi (argument)


memiliki pengertian sebagai
dalam arti luas menunjuk rangkaian nalar (trains of
proses psikologi (terdiri atas reasoning);
ide, keyakinan, dugaan,
syakwasangka, rasa dan
emosi) menunjuk pada interaksi
manusia (human interaction)
dalam arti sempit menunjuk
pada argumen. Argumen yang berkaitan dengan forum
terdiri atas alasan-alasan argumentasi (mis;
(reasons) dan alasan tersebut pengadilan, temu ilmiah,
dimaksudkan sebagai kongres, dll)
justifikasi keputusan
Penalaran hukum ATAU Argumentasi Hukum?

Penalaran (reasoning) dalam arti sempit, bermakna "giving


reasons" (pemberian alasan-alasan), sama maknanya
dengan "argument"/"argumentation";
Dalam pengertian demikian, penalaran hukum (legal
reasoning) sama maknanya dengan argumentasi hukum
(legal argument);
Namun dalam pengertian Logika, argumentasi merupakan
hasil dari proses penalaran ( dari proses penalaran, baru
dihasilkan argumentasi).
Dengan demikian, argumentasi hukum diperoleh dari hasil
proses penalaran hukum.
MACAM LOGIKA ATAU PENALARAN HUKUM

Logika Deduksi
Penalaran bertolak dari aturan hukum yang bersifat
umum- abstrak untuk kemudian ditarik kesimpulan
bersifat khusus konkret.

Penarikan kesimpulan secara deduktif, lazimnya


menggunakan pola berfikir yang dinamakan
SILOGISME atau silogismus.

Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang


berusaha menghubungkan dua proposisi yang
berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan yang
merupakan proposisi ketiga.
Logika dan Argumentasi Hukum
Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran (R.G. Soekadijo).
Bentuk pemikiran yg paling sederhana :

pengertian (concept), dilambangkan dengan KATA.


proposisi (statement), dilambangkan dengan KALIMAT.
- penalaran (reasoning), dilambangkan dengan ARGUMENTASI.
Dari pengertian (concept) membentuk proposisi (statement), dari
proposisi terbentuk penalaran (reasoning). Tidak ada proposisi
tanpa pengertian, dan tidak ada penalaran tanpa proposisi.
Penalaran Hukum bertumpu pada aturan berpikir yang dikenal
dengan "LOGIKA".
SILOGISME tersusun dari tiga
proposisi

Propisisi pertama, disebut Premis Mayor - Aturan Hukum


Proposisi kedua, disebut premis minor - Fakta (yuridis)
Proposisi ketiga, disebut konklusi - Putusan Hukum
Contoh :
Premis Mayor : Semua Koruptor dihukum - Aturan hukum
Premis Minor : Suharto Koruptor- Fakta Yuridis
Konklusi : Suharto dihukum Putusan hukum

Contoh Salah :
Premis Mayor : Semua malaikat benda fisik
Premis Minor : Batu itu malaikat
Konklusi : Batu itu benda fisik.
2. Logika Induksi

Kalau pada logika deduksi, suatu


kesimpulan ditarik dari pernyataan yang
bersifat umum abstrak menuju
pernyataan yang bersifat khusus
konkret (individual)

Pada logika induksi berlaku sebaliknya; suatu


kesimpulan (Putusan) ditarik dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat
khusus/individual atau kasus-kasus
menuju pernyataan yang bersifat umum
abstrak (aturan Hukum)
Contoh :

Premis 1 : Suto mencuri dihukum


Premis 2 : Badu mencuri dihukum
Premis 3 : Dadap mencuri dihukum
Konklusi : Barang siapa mencuri dihukum
MACAM
MACAM BERPIKIR
BERPIKIR INDUKTIF
INDUKTIF

1. Generalisasi : Proses Penalaran Yang Bertitik Tolak Dari


Beberapa Peristiwa Individual Menjadi Kesimpulan
Bersifat Umum Yang Mengikat Seluruh Peristiwa Sejenis
Yang Sedang Diteliti.

2. Analogi :Proses Penalaran Dari Satu Peristiwa Menuju


Peristiwa Lain Yang Sejenis (Sama Pada Prinsipnya).
Kemudian Disimpulkan Bahwa Apa Yang Terjadi Pada
Peristiwa Yang Pertama, Terjadi Pula Pada Peristiwa
Yang Lain.

3. Kausalitas : Proses Penalaran Yang Bertitik-Tolak Dari


Suatu Peristiwa Yang Dianggap Sebab , Menuju Kepada
Kesimpulan Sebagai Akibat. Hubungan Sebab-Akibat.
Arti penting LOGIKA INDUKSI
Dalam Praktek Hukum
Pananganan perkara sejak penyidikan, penuntutan,
maupun pemeriksaan perkara di pengadilan selalu
berawal dari proses berfikir induksi berupa generalisasi.
Langkah/proses pertama adalah merumuskan fakta,
kemudian identifikasi hukum, mencari hubungan sebab-
akibat, mereka-reka probabilitas, baru melakukan
penerapan hukum.
Salah satu model penalaran induksi adalah kausalitas
(sebab-akibat). Hubungan kausalitas memainkan
peranan penting dalam penanganan perkara atau
penyelesaian masalah hukum. Kausalitas mempunyai
makna penting dalam bidang hukum, baik dalam
hukum bidang pidana, perdata, atau hukum
administrasi
Kausalitas Memainkan Peranan Penting dalam
penanganan perkara hukum.

Salah satu model penalaran induksi adalah kausalitas (sebab-


akibat). Hubungan kausalitas memainkan peranan penting
dalam penanganan perkara atau penyelesaian masalah hukum.
Kausalitas mempunyai makna penting dalam bidang hukum,
baik dalam hukum bidang pidana, perdata, atau hukum
administrasi.
Akan tetapi, penalaran kausalitas dalam kaitan dengan bidang
hukum berbeda antara jenis/macam/aspek hukum yang satu
dengan hukum yang lain.
Hubungan kausalitas dalam hukum pidana belum tentu
cocok/sesuai untuk hukum perdata atau hukum administrasi
untuk sengketa Tata Usaha negara
Kausalitas Memiliki makna penting dalam bidang
Pidana, Perdata Dan Hukum Administrasi
A. DALAM BIDANG HUKUM PIDANA

Dalam bidang hukum pidana ajaran tentang kausalitas /atau sebab-akibat,


berkaitan dengan tiga hal, yaitu delik materiil (delik yang dikualifisir
berdasarkan akibatnya), pertanggungjawabab pidana, dan delik dengan
pemberatan.
Contoh : Perbuatan --------------------------------------Mati
Sebab Akibat
Teori hubungan kausalitas dalam hukum pidana secara garis besar, dapat
dibagi dua, yaitu teori mutlak dari Von Buri dan teori dari Traeger.
Menurut teori Mutlak dari Von Buri, (1)setiap perbuatan adalah merupakan sebab
daripada akibat yang timbul, (2) Setiap sebab adalah sama nilainya. Teori Von Buri
lebih dikenal dengan sebutan : TEORI CONDITIO SINE QUA-NON .
Kritik terhadap teori ini, hubungan kausal membentang ke belakang tanpa akhir,
karena tiap-tiap sebab sebenarnya merupakan akibat dari sebab yang terjadi
sebelumnya. Misalnya, ada seorang mati ditembak oleh orang lain. Menurut teori ini
kematian orang tersebut bukan hanya ditembak, akan tetapi juga oleh orang yang
menjual senjata api dan perusahaan senjata api.
Teori Ini oleh Van Hammel dilengkapi, bahwa setiap perbuatan adalah sebab dari
akibat yang timbul, dengan keharusan adanya unsur kesalahan (schuld). Hal ini sesuai
asas dalam hukum pidana, Geen Straft Zonder Schuld (tiada hukuman tanpa
kesalahan).
Kalau menurut teori Traeger, dari banyak sebab yang
menimbulkan suatu akibat, hanya dicari satu sebab saja, yaitu
perbuatan manakah yang menimbulkan akibat yang dilarang
dan diancam dengan hukum oleh UU. Berkaitan dengan hal ini
dikenal dua teori, yaiti teori Individualisasi dan teori generalisasi

Menurut Teori Individualisasi, sebab dilihat in concreto, yaknii


secara konkret diukur menurut pandangan individual. Salah
satu penganut aliran ini,Birckmayer, sebab adalah faktor yang
paling menentukan untuk timbulnya akibat.

Sedangkan menurut teori Generalisasi, sebab dilihat in


abstracto. Menurut perhitungan yang layak/pandangan secara
umum, dari sekian sebab, diambil satu sebab yang kiranya
menimbulkan akibat. salah satu penganut teori ini, Von Kries
dengan teori Adequatnya, mengatakan bahwa sebab harus
seimbang dengan akibat yang timbul.
Teori Kausalitas Dalam Praktek Peradilan
Dari berbagai macam teori, tersebut, dalam praktek
ternyata, teori yang digunakan oleh hakim (Hoge Raad/MA
negeri Bld) berbeda-beda dari waktu ke waktu, sehingga
tidak dapat dikatakan bahwa MA menganut satu
teori/ajaran saja.
Misalnya, pada tahun 1911, HR/MA menyerahkan kepada
kebjaksanaan Hakim, pada tahun 1929, HR/MA menganut
teori Von Buri, sedangkan pada tahun 1935 HR/MA
menganut teori Adequat.
Dalam dalam praktek berikutnya, ternyata yurisprudensi
menganut teori : (a) akibat langsung dan (b) teori adequat
(sebab yang secara wajar dapat diduga menimbulkan suatu
akibat).
B. DALAM BIDANG HUKUM PERDATA

Teori kausalitas dalam bidang Hukum Perdata mempunyai makna


penting dalam penentuan kerugian akibat wanprestasi (pasal 1243
BW) atau perbuatan melawan hukum (pasal 1365 BW).

Contoh : Wanprestasi/PMH------------------------------------Kerugian
Sebab Akibat

Dalam Hukum perdata dikenal beberapa teori hubungan kausalitas, sebagai


berikut :
(1) Teori Conditio Sine Qua Non;
(2) Teori Causa Proxima, menurut teori ini yang dipandang sebagai
causa /sebab dari atau akibat hanya kejadian terakhir dalam
rangkaian causa;
(3) Teori Individualisasi;
(4) Teori adequate
C. DALAM BIDANG HUKUM ADMINISTRASI

Teori Kausalitas dalam bidang Hukum Administrasi mempunyai


makna penting dalam menentukan kerugian akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha negara. Teori yang digunakan adalah teori
akibat langsung.

Contoh :
keputusan TUN --------------------------------- Kerugian
Sebab
Akibat
Pasal 1 ayat (9) Undang Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, disebutkan : "Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata";
ANALOGI DALAM HUKUM

Kadang-kadang UU terlalu sempit ruang


lingkup yang diaturnya, sedang peristiwanya
demikian pesat dan beragam.
Ketika UU secara eksplisit tidak mengatur
suatu peristiwa khusus yang terjadi, maka
boleh jadi hakim akan menggunakan pola
pikir analogi untuk menemukan hukumnya.
Dengan analogi, maka peristiwa yang
sejenis, mirip, serupa dengan yang diatur
dalam UU diberlakukan sama dengan yang
dimaksudkan dalam UU.
Analogi
Analogi Doktrin
Doktrin Hukum
Hukum dan
dan Analogi
Analogi Preseden
Preseden

Analogi DOKTRIN HUKUM adalah membandingkan kasus yang


sedang dihadapi dengan kasus yang secara eksplisit diatur dalam sebuah
atauran hukum/UU.
Berdasarkan titik perbedaan atau persamaan antara kedua kasus tersebut
ditentukan apakah kasus yang tengah dihadapi termasuk dalam
jangkauan keberlakuan atau wilayah penerapan aturan hukum tersebut
atau tidak .
Menurut pasal 1576 KUH Perdata bahwa jual beli tidak menghapuskan
sewa menyewa. Bagaimana kalau dalam praktek dijumpai peristiwa
hukumnya bukan jual beli, akan tetapi hibah? Apakah hibah tidak
menghapuskan sewa menyewa?. Antara hibah dan jual beli memiliki
persamaan esensial, yaitu peralihan hak. Dgn demikian , secara analogis
hibah juga tidak menghapuskan sewa menyewa.
ANALOGI PRESEDEN adalah membandingkan fakta-
fakta dari kasus yang dihadapi dengan fakta-fakta dari
kasus-kasus yang sudah diputus terdahulu, apakah
kasus yang tengah dihadapi memliki kesamaan
essensial dengan kasus terdahulu (analog), sehingga
untuk hal yang sama juga diputus sama.Misalnya,
perbedaan harga/kurs tahun yang silam dengan yang
sekarang dipergunakan standar harga emas.Analogi
ini sudah menjadi yurisprudesi.
MENEMUKAN HUKUMNYA

? Pasal 1576 BW jual-beli


APA tidak memutuskan
Analogi sewa menyewa
HUKUMNYA
(diperluas)

A, penyewa rumah
Suto, penyewa rumah diusir oleh B yang
diusir oleh Noyo yang membeli rumah yang
mendapat hibah disewa A tersebut
rumah tersebut dari
Dadap Peristiwa abstrak
Peristiwa konkrit yang ada
yang belum ada pengaturannya
pengaturannya
KUALIFIKASI

?
Pasal 362 KUHP
Diterjemahkan Barang siapa
dalam Bahasa Mengambil
Hukum
Barang
APA Milik orang lain
KUALIFIKASINY Dengan melawan
A
Kualifikasi : Pencurian
Peraturan hukum das
Suto Nggantol Sollen
Aliran listrik
Milik PLN
Suto mencuri aliran
listrik PLN dengan
Dengan melawan
hukum melawan hukum

Peristiwa konkrit das


sein
Logika dan Argumentasi
Hukum
LOGIKA adalah metode untuk menilai ketepatan
penalaran yang digunakan untuk menyampaikan
sebuah argumentasi.
Teori argumentasi adalah cara untuk mengkaji
bagaimana menganalisis dan merumuskan suatu
argumentasi scr jelas dan rasional dengan cara
mengembangkan kriteria universal dan kriteria
yuridis untuk digunakan sebagai landasan
rasionalitas argumentasi hukum
Kesalahpahaman Terhadap Peran
Logika
Di antara para penulis terdapat perbedaan
pendapat mengenai peran logika formal dalam
argumentasi hukum;
Contoh Mac Cormick, Perelmen dan Toulmin:
menyatakan bahwa peran logika formal dalam
argumentasi hukum tidak dominan dan sangat
terbatas, bahkan tidak penting dalam
pengambilan kesimpulan dan keputusan.
Kesalahpahaman (Lanjutan)
Menurut Mac Cormick, Perelmen dan Toulmin
beberapa kesalahpahaman terhadap peran logika
formal dalam argumentasi hukum adalah :

1. Pendekatan tradisional dalam argumentasi hukum


mengandalkan model silogisme.
2. Peran logika dalam proses pengambilan putusan
oleh hakim tidak selalu logis.
3. Alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan;
4. Logika tidak berkaitan dengan aspek substansi
dalam argumentasi hukum
5. Tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang
hakekat rasionalitas nilai di dalam hukum
Kesesatan Dalam Penalaran (Fallacy)

Penalaran dapat sesat karena terbentuknya


tidak sahih (tidak valid) , hal itu terjadi karena
pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.

Penalaran juga dapat sesat, karena tidak ada


hubungan yang logis antara premis dengan
konklusi.
Beberapa Kesesatan Bernalar
Ada beberapa jenis kekeliruan dalam penalaran,
tetapi jika diterapkan dlm bidang hukum secara
benar, bukan merupakan sebuah kesesatan,
yaitu:
1. Argumentum ad ignorantiam (AAI) : Kesesatan terjadi
bila orang berargumen: bahwa proposisi sebagai benar,
karena tidak terbukti salah.
Dalam bidang hukum, argumen ini dapat dilakukan, jika
dimungkinkan oleh hukum acara.
Asas pembuktian hkm Perdata (psl 1865 KUHPerdata):
penggugat hrs membuktikan kebenaran dalilnya, shg
jika tdk dpt membuktikan gugatan dpt ditolak.
Lanjutan
2. Argumentum ad Verecundiam (AAV): Menolak
atau menerima argumentasi tidak didasarkan pd
nilai penalarannya, melainkan lebih didasarkan
pada kebesaran nama dan kewibawaan, kekuasaan
dari siapa yang mengajukan argumentasi tersebut
Hal ini bertentangan dgn pepatah: Tantum valet
auctooritas , quantum valet argumentatio (nilai
wibawa hanya setinggi & senilai argumentasinya).
Dalam bidang hukum, argumen ini tidak sesat, jika
suatu yurisprudensi menjadi yurisprudensi tetap.
Lanjutan
3. Argumentum ad Hominem (AAH): menolak / menerima
argumen tidak didasarkan pd buruknya penalaran, tapi
lebih disebabkan keadaan pribadi yg menyampaikan
argumentasi.
Dalam bidang hukum rrgumen ini bukan kesesatan, jika
digunakan menolak saksi palsu / tidak mengetahui
kejadiannya.
4. Argumentum ad Misericordiam (AAM) : argumentasi yg
bertujuan menimbulkan empati dan belas kasihan.
Dalam bidang hukum argumentasi ini tidak sesat jika
digunakan / meminta keringanan hukuman (dlm Pledooi),
tetapi jika digunakan u/ pembuktian tdk bersalah, hal ini
merupakan kesesatan
5. Argumentum ad baculum (AAB) : menerima/menolak
argumentasi hanya krn ancaman dan menimbulkan
perasaan takut.
KEKHUSUSAN LOGIKA
HUKUM
Satu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar
logika (A. Soeteman dan P.W. Brouwer);
Merupakan suatu "conditio sine qua non" (syarat mutlak),
suatu keputusan dapat diterima apabila didasarkan pada
proses nalar, suatu sistem logika formal yang merupakan
syarat mutlak dalam berargumentasi.
Kekhususan Logika hukum :
1. Tidak ada hakim atau advokat, yg memulai berargumentasi
dari suatu keadaan hampa. Argumentasi Hukum selalu
dimulai dari hukum positif, yg tdk statis, tetapi merupakan
suatu perkembangan berlanjut. Dari sini yurisprudensi akan
menentukan norma-norma baru.
2. Argumentasi Hukum berkaitan dengan kerangka prosedural
(hukum acara), yang di dalamnya berlangsung argumentasi
rasional dan diskusi rasional.
Tiga Lapisan dalam Argumenasi Hukum:
1. Lapisan Logika:
Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi
harus logis.
Penalaran yg digunakan bisa berupa penalaran deduksi atau
induksi
2. Lapisan Dialektika:
Lapisan ini membandingkan, baik yang pro maupun yang
kontra (Pro-kontra) .
Agar argumentasi tidak monoton, maka hrs diberikan
sentuhan dialektika dan di dalam dialektika itu suatu
argumentasi diuji, terutama pada argumentasi pro-kontra
( Wanprestasi atau Onrechtmatigdaad?
3. Lapisan Prosedural:
Dalam pemeriksaan di pengadilan diatur oleh hukum formal
yg sekaligus merupakan aturan main dalam proses
penyelesaian sengketa.
Langkah Analisis Hukum
Menggunakan Formula "IRAC" :
(I) IDENTIFY (INDENTIFIKASI MASALAH)
(R) RULE (ATURAN HUKUM/DASAR HUKUM)
(A) ANALYSIS (ANALISIS MASALAH MASALAH
(C) CONCLUSI (KESIMPULAN )
MENERAPKAN, MENEMUKAN DAN
MENCIPTAKAN HUKUM

TAHAPAN BERFIKIR SANG HAKIM

Dalam hal memeriksa perkara, yang undang undang atau hukumnya


sudah ada dan jelas (eksplisit), hakim akan melakukan penerapan hukum
(rechtstoepassing);
Dalam hal memeriksa perkara, undang-undang atau hukumnya tidak
jelas (norma samar), maka hakim akan melakukan penemuan hukum
(rechtsvinding), baik melalui penafsiran hukum maupun konstruksi hukum;
Dalam hal memeriksa perkara, undang undangnya belum ada (terdapat
kekosongan norma), maka hakim akan menciptakan hukum
(rechtschepping) dengan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Daftar Rujukan
B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika (Alih-bahasa), Alumni, Bandung,
1982.
Francisco O Javines, Legal Writing : Logic and Language in Law, Rex
BooStore, Manila, 1989.
Hufron, Penalaran Hukum, Pusderankum, Surabaya, 2009.
Neil MacCormick, Legal Reasoning and Legal Theory, Clarendon Press,
Oxford, 1978.
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, Cetakan Keempat,2009.
R.G. Soekadijo, Logika Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Cetakan Kelima, 1994.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberti,
Yogyakarta, 1996.

Anda mungkin juga menyukai