SU PAP URATIVA
LUTFI AULIA
012116437
SGD 10 IMUN KULIT
1
INFEKSI
KUKU
EKRIN :
TRAUMA Miliaria
KERINGAT APOKRIN :
EPIDERMIS Hidradenitis
supurativa
Adneksa KELENJAR
KONGENITAL
KULIT DERMIS
INFLAMASI :
SEBASEA
Akne, rosasea
Anatomi
dermatitis perioral
Fisiologis
ALOPESIA :
Histologis
Areata
NEOPLASMA
SUB KUTIS Androgenik
TRIKOTILOMANIA
Kelenjar apokrin adalah kelenjar adneksa yang terdistribusi di area
axilla, regio anogenital, kelenjar Moll pada kelopak mata, kelenjar
serominous dari meatus auditorius, dan kelenjar mammae.
Kelenjar apokrin juga dapat ditemukan pada area fasialis dan abdomen.
Kelenjar apokrin terdiri dari 3 komponen: duktus intra epithelial, duktus
intradermal, dan porsio sekretoris. Kelenjar ini tidak berkembang sampai
waktu pubertas, kelenjar ini terdiri dari kelenjar sekretori melingkar yang
terletak di dalam dermis atau lemak subkutan dan saluran yang
biasanya bermuara pada folikel rambut.
3
4
5
7
Bolognia J. L., Jorrizo J. L., Schaffer J. V.;2012;Bolognia Dermatology Ed 3;Pg
540-541
DEFINISI
ETIOLOGI
Staphylococcus aureus
10
GEJALA KLINIS
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin
Terdapat pada usia sesudah akil balik dewasa muda.
Sering didahului oleh trauma/mikotrauma : banyak
keringat, pemakaian deodoran dan rambut ketiak di
gunting.
Disertai gejala konstitusi : demam, malaise.
11
GEJALA KLINIS
12
Terdapat tiga stadium dalam perkembangan penyakit ini.
Stadium primer berupa abses yang berbatas tegas, tanpa
bekas luka dan tanpa adanya saluran sinus.
Stadium sekunder berupa terbentuknya saluran sinus dengan
bekas luka akibat bekas garukan serta abses yang berulang.
Stadium tersier menunjukkan lesi yang menyatu,
terbentuknya skar, serta adanya inflamasi dan discharge
saluran sinus
13
KRITERIA DIAGNOSTIK HIDRADENITIS SUPURATIVA MENURUT THE 2 N D
INTERNATIONAL CONFERENCE ON HIDRADENITIS SUPURATIVA,
21
22
PATOGENESIS
23
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium
Pada pasien dengan lesi yang akut pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis, peningkatan sedimentasi
eritrosit dan peningkatan C-Reaktif Protein (CRP). Jika tanda infeksi cukup jelas, dapat dilakukan kultur bakteri dengan
sampel yang diambil pada lesi 1,4,10.
Radiologi
Ultrasonography dapat dilakukan pada dermis dan folikel untuk melihat formasi abses dan kelainan bagian profunda
dari folikel namun tidak terlalu dianjurkan. Telah berkembang pula pemeriksaan dengan menggunakan magneting
resonance imaging (MRI) untuk menilai kulit dan jaringan subkutaneus 1.
Histopatologi
Lesi awal ditandai dengan sumbatan keratinosa dalam duktus apokrin atau orifisium folikel rambut dan distensi kistik
folikel. Proses ini umumnya meluas ke kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan hiperkeratosis, folikulitis aktif atau
abses, pembentukan traktus sinus, fibrosis dan granuloma. Pemeriksaan histologis struktur adneksa dengan tanda-
tanda peradangan kelenjar apokrin hanya ditemukan pada 1/3 kasus. Pada lapisan subkutis dapat ditemukan fibsosis,
nekrosis lemak dan inflamasi
27
DIAGNOSIS BANDING
Skrofuloderma
(Pada skrofuloderma tidak terdapat tanda-tanda radang akut
dan tidak ada leukositosis).
apocrinitis,
hidradenitis axillaris
abses kelenjar apokrin
acne inversa
30
SKROFULODERMA
Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel. Perbedaannya, pada
hidradenitis supurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut
dan terdapat gejala konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat
tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis
31
FURUNKEL DAN KARBUNKEL
Nodul dan abses yang nyeri pada hidradenitis
supurativa sering membuat salah diagnosis
dengan furunkel atau karbunkel. HS ditandai
dengan abses steril dan sering berulang. Selain
itu, daerah predileksinya berbeda dengan
furunkel atau karbunkel yaitu pada aksila,
lipat paha, pantat atau dibawah payudara.
Walaupun karbunkel juga terdapat pada area yang
banyak friksi seperti aksila dan bokong. Adanya
jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus
serta kultur bakteri yang negatif memastikan
diagnosis penyakit HS dan juga membedakannya
dengan furunkel atau karbunkel
32
LIMFOGRANULOMA VENEREUM
(LGV).
Hidradenitis supurativa yang terdapat di lipatan paha
kadang kadang mirip dengan limfadenitis pada LGV.
Perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat riwayat
kontak seksual. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala
bubo bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di
inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes Frei positif1
33
KOMPLIKASI
34
35
ABSES
36
Walaupun jarang, hidradenitis jelas dapat menyebabkan sepsis
yang berulang-ulang, kronis dan sangat tidak nyaman pada
kelenjar apokrin di aksila dan lipat paha.
Komplikasi yang jarang: fistula ke uretra, kandung kemih, dan /
atau rektum, anemia, dan amyloidosis.
Komplikasi yang paling berat dari hidradenitis supurativa pada
daerah anogenital (daerah yang berhubungan anus dan genital)
adalah perkembangan karsinoma sel squamos pada dasar
peradangan kronis
37
PENATALAKSANAAN
38
LESI AKUT
Antibiotik oral :
Erythromycin (250-500 mg qid)
Tetracycline (250-500 mg qid)
Minocycline (100 mg 2x sehari) hingga lesi kering atau kombinasi
dengan clindamycin 300 mg 2x sehari atau rifampin 300 mg 2x sehari.
Zinc salt, dosis tinggi (90mg), telah terbukti efektif dalam penelitian
singkat.
Metronidazol pada kasus dengan discharge berbau dapat membantu
Dapson telah digunakan dan memberi hasil yang baik
40
Kortikosteroid:
Prednisone dapat diberikan jika nyeri dan terdapat tanda
inflamasi yang berat. Dengan dosis 70 mg perhari untuk 2-3 hari
dan tapering off selama 2 minggu.
Isotretionin oral:
Tidak digunakan pada infeksi berat tapi baik digunakan pada
stadium akut untuk mencegah sumbatan folikular dan kemudian
kombinasi dengan eksisi bedah. Isotreinoin tidak dapat diberikan
pada ibu hamil.
41
Radioterapi
Beberapa kasus dilaporkan memberi hasil yang baik.
Manajemen operatif
Insisi dan drainase abses akut
Eksisi kronika rekuren, nodul fibrotik atau sinus tract. Pengobatan defenitif
membutuhkan eksisi komplit yang melibatkan daerah yang terkena.
Manajemen psikologis
Pasien dapat saja membutuhkan terapi reassurance sebagai akibat dari
depresi karena rasa nyeri, pus yang mengotori pakaian, bau busuk, dan
bekas lesi yang membekas terutama area anogenital.
42
PROGNOSIS
43
Juanda, A. 2010. Pyoderma: Hidradenitis. Dalam Adhi Djuanda (Ed). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5. Jakarta : FKUI.
Marina, Jovanovic. Hidradenitis Suppurativa. (online) diakses tanggal 21 Maret
2013. http://emedicine.medscape.com/article/1073117-overview
Jansen I, Altmeyer P, Piewig G. Acne invers. Department of Dermatology, Ruhr-
University Bochum, Germany. (online) diakses tanggal 21 Maret 2013
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11843212
Behman, Klegman, Arvin. 2009. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Schwartz, Shires-Spencer. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
TERIMAKASIH
45
45