Oleh Kelompok 3
Anggota Kelompok:
Ernovia Rizky
Ni Putu Katarina
Rifka Uljannah
Suci Maulida R
Anatomi
Ginjal merupakan
suatu organ yang
terletak retroperitoneal
pada dinding abdomen
di kanan dan kiri
columna vertebralis
setinggi vertebra
Torakalis 12 hingga
Lumbalis 3 . Ginjal
kanan terletak lebih
rendah dari yang kiri
karena besarnya lobus
hepar (lobus hepatis
dextra)(Tortora, 2011).
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis
jaringan, yaitu :
1. Jaringan yang terdalam Kapsula
renalis
2. Jaringan pada lapisan kedua
Adiposa
3. Jaringan terluar Fascia renal.
Ketiga lapis jaringan ini berfungsi
sebagai pelindung dari trauma dan
memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).
Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari:
a) Fascia (fascia renalis)
b) Jaringan lemak perirenal
c) Kapsula yang sebenarnya (kapsula
fibrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar
ginjal.
Stuktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa. Ginjal memiliki korteks ginjal di
bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula
ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring
disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus
dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-
massa triangular (kerucut) disebut piramida ginjal
dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks
yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna
untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian
disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal
(Tortora, 2011).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk
konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga calices renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron
yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap
ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus
urinarius (Panahi, 2010).
Peredaran Darah Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis
yang mempunyai percabangan arteri renalis,
arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri
renalis bercabang menjadi arteri interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk
ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus
yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke
vena cava inferior (Barry, 2011).
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan
dari fleksus renalis (vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan
dengan pembuluh darah yang masuk
ke ginjal (Barry, 2011).
Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-
masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya 25-34
cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-
gerakan peristaltik yang mendorong
urin masuk ke dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
Deskripsi:
Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan
kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam
darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal,
kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan
meningkat pada penurunan fungsi ginjal.
Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet,
atau aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin
berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati
glomerular fi ltration rate (GFR).
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan
fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin
konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan
menurunkan ekskresi kreatinin.
Kadar Menurun Kadar Meningkat
2. Distribusi
3.
Metabolisme
Kebanyakan obat tidak
berubah mengalami
perubahan terlebih
dahulu menjadi metabolit
sebelum diekskresikan.
Gagal ginjal tidak hanya
memperlambat ekskresi
obat, tetapi juga
mengubah aktivitas
farmakologi obat.
Dampak dari disfungsi
ginjal dalam metabolisme
obat tergantung pada
jalur metabolismenya,
seperti ditunjukkan pada
tabel berikut
Di ginjal
Ginjal bertanggung jawab terhadap
tahap akhir aktivasi vitamin D
melalui hidroksilasi 25-
hidroksikolekalsiferol menjadi bentuk
yang lebih aktif, yaitu 1,25-
dihidroksikolekalsiferol. Proses ini
terganggu pada gagal ginjal.
Ginjal juga merupakan tempat utama
bagi metabolisme insulin dan
kebutuhan insulin. Pada penderita
diabetes yang mengalami gagal
ginjal akut sering berkurang.
4. Eksresi
Perubahan filtrasi, sekresi dan/atau
absorpsi bisa sangat berpengaruh pd
farmakokinetika obat tergantung
keparahan kondisi ginjal
Penurunan nilai Clearens total (CLE)
akan meningkatkan konsentrasi
steady-state (Css) dalam darah
Clearens total terdiri dari Clearens
renal dan clearens non renal
Secara kuantitatif, salah satunya
dapat diukur melalui kreatinin klirens
Disfungsi ginjal: klierens obat yang
tereliminasi berkurang dan waktu
paruh obat dalam plasma lebih
panjang
GAGAL GINJAL KRONIK
PATOFISIOLOGI
KDOQI 2002, DEFINITION
CKD didefinisikan sebagai kelainan struktur atau
fungsi ginjal, selama 3 bulan, dengan atau tanpa
penurunan GFR
Am J Kidney Dis
2002; 39:S1
FAKTOR RISIKO
Susceptibility Initiation
(peningkatan
(faktor atau
risiko)
keadaan yg
Bertambahnya
secara langsung
umur
Penurunan massa
dpt menyebabkan
ginjal & BB lahir kerusakan ginjal)
rendah Diabetes melitus
Riwayat keluarga Hipertensi
Edukasi & Penyakit
pendapatan yg autoimun
rendah Penyakit ginjal
Inflamasi sistemik polikistik
dyslipidemia Toksisitas obat
Progression
(faktor risiko yg menyebabkan kerusakan
ginjal semakin memburuk)
Glikemia
Peningkatan tekanan darah
Proteinuria
merokok
STAGING OF CKD AND
SYMPTOMS
DiPiro Edisi 9
KDIGO surveys and Controversy Conferences in 2004 and 2006
TREATMENT (DiPiro edisi 9)
Tujuan Pengobatan: Tujuannya adalah
untuk menunda perkembangan CKD,
meminimalkan perkembangan atau
tingkat keparahan komplikasi.
Gunakan panduan konsensus terkini dan
praktik klinis terbaik untuk manajemen
dari CKD
Terapi non Farmakologi
a. Batasi protein sampai 0,8 g / kg / hari jika GFR kurang dari 30
mL / min / 1,73 m2.
b. Hindari asupan protein tinggi (> 1,3 g / kg / hari) pada orang
dewasa dengan risiko mengalami perkembangan CKD.
c. Sebaiknya turunkan asupan garam menjadi <90 mmol (<2 g)
natrium per hari (sesuai dengan 5 g natrium klorida) pada
orang dewasa, kecuali kontraindikasi.
d. Penghentian merokok untuk memperlambat perkembangan
CKD dan kurangi risiko CVD.
e. Olahraga minimal 30 menit lima kali per minggu dan
pencapaian tubuh
f. Indeks massa (BMI) 20 sampai 25 kg / m2.
Terapi Farmakologi
Diabetes and Hypertension With CKD
a. Kontrol tekanan darah dapat mengurangi tingkat penurunan GFR dan
albuminuria pada pasien tanpa diabetes.
b. Pedoman KDIGO merekomendasikan Tekanan darah target 140/90 mmHg atau
kurang jika ekskresi albumin urin atau setara kurang dari 30 mg / 24 jam.
c. Jika ekskresi albumin urin lebih besar dari 30 mg / 24 jam atau setara, target
Tekanan darah adalah 130/80 mmHg atau kurang dan memulai terapi lini
pertama dengan angiotensinconverting Enzyme inhibitor (ACEI) atau
penghambat reseptor angiotensin II (ARB). Tambahkan diuretik thiazide dalam
kombinasi dengan ARB jika penurunan tambahan dari proteinuria dibutuhkan.
CCB nondihydropyridine umumnya digunakan sebagai antiproteinurik lini
kedua ketika ACEI atau ARB dikontraindikasikan atau tidak ditolerir.
d. Pembersihan ACEI berkurang di CKD; Oleh karena itu, pengobatan harus
dimulai dengan dosis yang terendah yang mungkin diikuti dengan titrasi
bertahap untuk mencapai target BP dan, kedua, untuk meminimalkan
proteinuria
TARGET TERAPI - KONTROL
GLIKEMIK
Kami merekomendasikan target hemoglobin A1c (HbA1c)
dari ~ 7,0% (53 mmol / mol) untuk mencegah atau
menunda perkembangan komplikasi mikrovaskular.
Diabetes, termasuk penyakit ginjal diabetes.
Sebaiknya jangan memperlakukan target HbA1c <7,0%
(<53 mmol / mol) pada pasien yang berisiko mengalami
hipoglikemia. (1B)
Kami menyarankan agar target HbA1c di atas 7,0% (53
mmol / mol) pada individu dengan risiko hipoglikemia.
Hiperlipidemia
a. Prevalensi hiperlipidemia meningkat saat fungsi ginjal
menurun.
b. Pedoman nasional berbeda mengenai seberapa agresif
dislipidemia harus ditangani
c. Pasien dengan CKD Pedoman KDIGO merekomendasikan
pengobatan dengan statin (misalnya atorvastatin 20 mg,
fluvastatin 80 mg, rosuvastatin 10 mg, simvastatin 20 mg)
pada orang dewasa berusia 50 dan lebih tua dengan
stadium CKD 1 sampai 5 bukan pada dialisis.
d. Pada pasien dengan ESRD, profil lipid harus ditinjau ulang
setidaknya setiap tahun dan 2 sampai 3 bulan setelah
mengganti pengobatan.
Strategi terapi utk mencegah
progresivitas GGK
Strategi Terapi utk mencegah
progresivitas GGK pd Pasien Nondiabetik
Anemia dan CKD
Definisi KDIGO tentang anemia: Hemoglobin (Hb) kurang dari
13 g / dL (130 g / L; 8.07 Mmol / L) untuk laki-laki dewasa dan
kurang dari 12 g / dL (120 g / L; 7,45 mmol / L) untuk
Perempuan dewasa.
Mengidentifikasi anemia pada orang dengan CKD mengukur
kadar Hb:
a. Bila ditunjukkan secara klinis pada orang dengan GFR 60
ml / menit / 1,73 m2 (kategori GFR G1-G2);
b. Setidaknya setiap tahun pada orang dengan GFR 30-59 ml /
menit / 1,73 m2 (kategori GFR G3a-G3b);
c. Setidaknya dua kali per tahun pada penderita GFR <30 ml /
menit / 1,73 m2 (kategori GFR G4-G5).
Terapi:
a. Memulai terapi stimulasi eritropoietis (ESA) pada semua pasien CKD dengan
Hb antara 9 dan 10 g / dL (90 dan 100 g / L; 5,59 dan 6,21 mmol / L). Target
Hb masih kontroversial.
b. Kekurangan zat besi adalah penyebab utama resistensi terhadap pengobatan
anemia dengan ESAs. Suplementasi zat besi dibutuhkan oleh sebagian besar
pasien CKD untuk melengkapi besi yang habis oleh kehilangan darah yang
terus berlanjut dan meningkatnya kebutuhan zat besi.
c. Terapi besi parenteral meningkatkan respons terhadap terapi ESA dan
mengurangi dosis yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan
indeks target. Sebaliknya, terapi oral terbatas penyerapan nya dan
ketidakpatuhan yang buruk terutama karena efek samping
d. Preparat IV zat besi memiliki profil farmakokinetik yang berbeda, yang tidak
berkorelasi dengan efek farmakodinamik.
e. Efek samping IV zat besi meliputi reaksi alergi, hipotensi, pusing,
dyspnea, Sakit kepala, sakit punggung bagian bawah, artralgia, sinkop,
dan artritis. Beberapa reaksi ini Dapat diminimalkan dengan
menurunkan dosis atau laju infus. Sodium ferric Glukonat, sukrosa besi,
dan ferumoxytol memiliki catatan keamanan yang lebih baik daripada
Produk dekstran besi.
f. Pemberian epoetin alfa subkutan (SC) lebih disukai karena akses IV
tidak diperlukan, dan dosis SC yang mempertahankan indeks target
adalah 15% sampai 30% lebih rendah dari Dosis IV.
g. Darbepoetin alfa memiliki waktu paruh lebih lama daripada epoetin alfa
dan memperpanjang aktivitas biologis. Dosis diberikan lebih jarang,
mulai seminggu sekali bila diberikan IV atau SC.
h. ESA dapat ditolerir dengan baik. Hipertensi adalah efek samping yang
paling umum.
Evaluasi Outcome dari Terapi Anemia
5. PEMILIHAN DOSIS
AWAL
Biasanya sama dengan dosis
pasien normal, terutama untuk
obat-obatan yang baru.
6. PEMILIHAN MAINTENANCE REGIMEN (METODE
PENJAGAAN)
Sesuaikan dosis dengan ClCr pasien
jika perlu, apakah perlu dikurangi
dosisnya atau diperpanjang
intervalnya.
7. MONITOR KADAR
OBAT
8. LAKUKAN PENILAIAN
KEMBALI
Tinjau kembali pasien untuk mengevaluasi efektivitas
obat dan perlunya terapi berkelanjutan. Jika obat
nefrotoksik digunakan, ingatkan untuk melakukan
pengecekan kembali creatinine serum dan creatinine
clearance (CrCl) pasien.
PENILAIAN
TERHADAP
FUNGSI GINJAL
Rentang nilai normal dan penurunan Creatinine
Clearance (unit SI)
Fungsi Ginjal
Normal 95 - 145 ml/menit (1,58 - 2,42
Pria 75 - 115 ml/menit mL/detik)
Wanita (1,25 - 1,92
mL/detik)
Gangguan Fungsi 50 - 70 ml/menit (0,83 - 1,17
Ginjal Ringan mL/detik)
Gangguan Fungsi 25 - 50 mL/menit (0,42 - 0,83
Ginjal Sedang mL/detik)
Gangguan Fungsi < 25 mL/menit (< 0,42 mL/detik)
Ginjal Berat
KLIRENS
KREATININ
Pengumpulan urin selama 24
jam
Rumus Cockroft dan
PENGUKURAN Gault
Menggunakan Rumus Salazar &
Corcoran
Rumus Jellife
3. RUMUS
JELLIFE
Metode ini memperhitungkan umur penderita dan pada
umumnya dapat dipakai untuk penderita dewasa yang berumur
20-80 tahun.
Untuk penderita wanita hendaknya menggunakan 90% dari Ccr
yang diperoleh untuk pria
Dengan metode ini makin tua penderita makin kecil klirens
kreatinin untuk konsentrasi kreatinin yang sama.
Pasien yang memiliki konsentrasi kreatininserum yang tidak
stabil, bersihan kreatininnya dihitung dengan persamaan Jeliffe
& Jeliffe, sebagai berikut :
Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)] atau
Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur)]
Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah bobot badan ideal
dalam kg dan umur dalam tahun.
Setelah didapatkan nilai Ess, dilakukan perhitungan terhadap
nilai koreksi produksi kreatinin dengan rumus :
Esscorrected = Ess[1,035 (0,0337 x Scrave)]
RUMUS
RUMUS
RUMUS
Jawaban:
- Tentukan nilai % Ku/KN untuk pasien dengan ClCr = 10 ml/menit.
Dalam kasus ini ditemukan bahwa % Ku/KN= 0,48, dimana nilai KN =
0,15 jam.
- Sehingga dapat dihitung nilai Ku
Ku = % Ku/KNx KN
Ku = 0,48 x 0,15 = 0,072 jam-1
- Hitung penyesuaian dosis:
Dosis = x Dosis normal
Dosis = x 500 mg = 240 mg setiap 6 jam
2. METODE WAGNER
Seorang penderita secara normal meminum 500 mg ampisilin
setiap 6 jam. Berapakah dosis untuk seorang penderita
dengan ClCr 80 mL/menit.
Jawaban:
- Dari tabel diperoleh a= 11; b = 0,59 dan K% normal= 70
K% = a+b Clcr
K = 11 + 0,59 x 80
K = 58,2%
Dosis untuk penyesuaian dosis:
Dosis = Dosis normal x
Dosis = 500 x
3. METODE GIUSTI-HAYTON
Daftar Pustaka
Burton, Michael E. 2006. Applied Pharmacokinetics & Pharmacodynamics:
Principles of Therapeutic Drug Monitoring. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Dipiro, et.all. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh
Edition. Mc Graw Hill Medical. New York.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kemenkes RI
National Kidney Foundation. 2016. A to Z Health Guide: Tests to Measure
Kidney Function, Damage and Detect Abnormalities. New York: National
Kidney Foundation, Inc.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sweet, Burgunda. 2016. Handbook of Applied Therapeutics. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia.
Tambayong, Jan.1999. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.