Anda di halaman 1dari 24

PERTUSIS

OLEH
MARLINA TRI HASTUTI
(1010070100175)
Defenisi
Pertusis (batuk rejan) disebut
juga whooping cough, tussis
quinta, violent cough, dan di Cina
disebut batuk seratus hari.
Pertusis adalah penyakit saluran
nafas yang disebabkan oleh
Bordetella pertussis yang di tandai
oleh suatu sindrom yang terdiri
dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal
disertai dengan nada yang
meninggi.
Etiologi
Penyebab pertusis adalah
Bordetella Pertussis . Genus
Bordetella mempunyai empat
spesies yaitu B. Pertusis,
B.Parapertussis, B. Bronkiseptika,
dan B. Avium. Bordetella pertusis
termasuk kokobasillus, gram
negatif, kecil, ovoid, ukuran
panjang 0,5-I m dan diameter
0,2-0,3 m, tidak bergerak, tidak
berspora dengan pewarnaan
toloidin biru, dapat terlihat granula
bipoler metakromatik dan
Untuk melakukan biakan B.Pertussis,
diperlukan suatu media pembenihan
yang disebut bordet gengou (Potato-
blood-glicerol agar) yang ditambah
penisilin G 0,5 g/ml untuk
menghambat pertumbuhan
organisme lain.
B. Pertussis dapat mati dengan
pemanasan pada suhu 500C selama
setengah jam, tetapi bertahan pada
suhu rendah (0-100C).2.3
Epidemiologi
Pertusis merupakan salah satu
penyakit yang paling menular.
Sampai saat ini manusia manusia
satu-satunya tuan rumah. Pertusis
dapat ditularkan melalui udara
secara kontak langsung yang
berasal dari droplet penderita
selama batuk.
Pertusis adalah penyakit
endemik. Di Amerika Serikat antara
tahun 1932-1989 telah terjadi
1.188 kali puncak epidemi pertusis.
Penyebaran penyakit ini terdapat
diseluruh udara, dapat menyerang
semua golongan umur, yang
terbanyak adalah anak-anak
dibawah 1 tahun. Makin muda
usianya makin berbahaya
penyakitnya.
Patogenesis
Bordetella pertussis setelah ditularkan
melalui sekresi udara pernafasan
kemudian melekat pada silia epitel
saluran pernafasan. Mekanisme
patogenesis infeksi oleh B. pertussis
terjadi melalui 4 tingkatan yaitu
1. Perlekatan,
2. Perlawanan terhadap mekanisme
pertahanan pejamu
3. Kerusakan lokal
4. Akhirnya timbul penyakit sistemik.
Gejala Klinis
Masa inkubasi pertusis 6-20 hari,
rata-rata 7 hari sedangkan
perjalanan penyakit ini dapat
berlangsung sampai 6-8 minggu
atau lebih dan terbagi dalam tiga
stadium utama yaitu:
1. Stadium kataralis
Lamanya 1-2 minggu. Pada permulaan
hanya berupa batuk-batuk ringan,
terutama pada malam hari. Batuk-batuk
ini makin lama makin bertambah berat
dan terjadi siang dan malam. Gejala
lainnya ialah pilek, sesak, dan anoreksia.
Stadium ini menyerupai influenza.
Selama stadium ini, sejumlah besar
organisme tersebar dalam inti droplet
dan anak sangat infeksius, pada tahap
ini kuman paling mudah diisolasi.
2. Stadium spasmodik
Lamanya 2-4 minggu. Pada akhir minggu
batuk makin bertambah berat dan terjadi
paroksismal berupa batuk-batuk khas.
Penderita tampak berkeringat, pembuluh
darah leher dan muka melebar. Batuk
sedemikian beratnya hingga penderita tampak
gelisah dengan muka merah dan sianotik.
Serangan batuk panjang, tidak ada inspirium
diantaranya dan di akhiri dengan whoop
(tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi
melengking.).sering disertai dengan muntah
dan banyak sputum yang kental. Anak dapat
terberak-berak dan terkencing-kening.
Kadang-kadang pada penyakit
yang berat tampak pula
perdarahan subkonjungtiva dan
epistaksis oleh karena
meningkatnya tekanan pada waktu
serangan batuk. Aktivitas seperti
tertawa-tawa dan menangis dapat
menimbulkan serangan batuk.
Dalam bentuk ringan tidak
terdapat whoop muntah atau batuk
spasmodik
3. Stadium konvalesensi
Lamanya kira-kira 1-2 minggu
sampai sembuh, pada minggu
keempat berat dan ringannya
serangan batuk berkurang, juga
muntah berkurang, nafsu makan
pun timbul kembali. Ronki difus
yang terdapat pada stadium
spasmodik mulai menghilang.
Infeksi semacam common cold
dapat menimbulkan serangan
batuk lagi
Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan serologi untuk
B.Pertussis
ELISA
Laboratorium rutin
Apusan nasofaring (media bordet
gengou)
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Foto thoraks
Pengobatan
1. Pemberian antibiotik, Eritromisin
(50 mg/kgBB/hari) atau ampisilin
(100 mg/kgBB/hari) dapat
mengeliminasi organisme dari
nasofaring selama 3-4 hari. Terapi
suportif terutama untuk menghindari
faktor yang menimbulkan serangan
batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi.
Oksigen hendaknya diberikan pada
distress pernafasan yang akut dan
khronik. Perlu penghisapan lendir
terutama pada bayi dengan
2.Pemberian betamasol atau
salbutamol, tetapi menurut
penelitian krantz setelah
pemberian salbutamol efeknya
tidak bermakna di bandingkan
dengan placebo.
3.Immunoglobulin pertusis telah
diberikan pada anak dibawah umur
2 tahun (1,25 ml/24 jam dalam 3-5
dosis), penelitian menunjukkan
tidak ditemukan adanya
kegunaannya dan hal ini tidak
Pencegahan

1. Imunisasi pasif
Dalam imunisasi pasif dapat
diberikan human hyperimmune
globulin, ternyata berdasarkan
beberapa penelitian di klinik
terbukti tidak efektif sehingga
akhir-akhir inu human
hyperimmune globulin tidak lagi
diberikan untuk pencegahan
2. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin pertusis dari kuman B.
Pertussis yang telah dimatikan untuk
mendapatkan kekebalan aktif.
Imunisasi pertusis diberikan bersama-
sama dengan vaksin difteria dan
tetanus. Dosis imunisasi dasar
dianjurkan 12 IU dan diberikan 3 kali
sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8
minggu. Jika prevalensi pertusis
didalam masyarakat tinggi, imunisasi
dapat dimulai pada umur 2 minggu
dengan jarak 4 minggu. Anak >7 tahun
Komplikasi
1. Pada saluran pernafasan
Bronkopneumonia
Otitis media
Bronkhitis
Atelektasis
Emfisema pulmonum
Bronkiektasis
Kolaps alveoli
2. Pada saluran pencernaan
Emasiasi dikarenakan muntah-
muntah berat
Prolaps rektum atau hernia
dikarenakan tingginya tekanan
intra abdominal
Ulkus pada ujung lidah karena
tergosok pada gigi atau tergigit
pada saat batuk
3. Pada sistem saraf pusat
Hipoksia dan anoksia akibat
apneu yang lama
Perdarahan sub araknoid yang
massif
Ensefalopati
Gangguan elektrolit karena
muntah
Prognosis

Prognosis tergantung usia, anak


yang lebih tua mempunyai prognosis
lebih baik. Pada bayi resiko
kemaatian 0,5-1% disebabkan
ensefalopati. Pada observasi jangka
panjang, apnea atau kejang akan
menyebabkan gangguan intelektual
di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
Poorwo,Sumarmo soedarmo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta
Bechrman, Kliegman .2002. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Ed.15. EGC: Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2007. Ilmu
Kesehatan Anak jilid 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI :
Jakarta.
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu
Kesehatan Anak jilid 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI:
Jakarta.
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1997. Buku Kuliah
Kesehatan Anak jilid 2: Jakarta
http://www.health.stste.ny.us/diseases/communicable/pertussi
s/factsheet.htm
http://www.news-medical.net/health/treatment-of-whooping-
cough-%28Indonesia

http://drakeiron.wordpress.com/
http://texbookofbacteriology.net/pertussis.html
http://id.m.wikipedia.org/wiki/batuk_rejan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai