Lapkas Tetanus

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 100

Tetanus

Oleh dr. Aznan Arrazi


Pendahuluan
Tetanus adalah gangguan neurologis yang
ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh
tetanospasmin, suatu toksin protein yang
kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
Angka insidensi kematian tetanus pada saat
bencana sangat tinggi dikarenakan
terjadinya hipoksia dan spasme otot yang
berkelanjutan.
Tinjauan Pustaka
definisi
Tetanus adalah gangguan neurologis yang
ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh
tetanospasmin, suatu toksin protein yang
kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
etiologi
Tetanus disebabkan oleh basil gram positif,
Clostridium tetani. Bakteri ini terdapat di
mana-mana , dengan habitat alamnya di
tanah, Clostridium tetani adalah bakteri
berbentuk batang gram-positif, dan
merupakan jenis bakteri anaerob obligat
yang menghasilkan spora.
Clostridium tetani berkembang cepat pada
jaringan yang rusak (luka) dan dalam
suasana anaerob

Clostridium tetani biasanya memasuki


tubuh melalui luka. Dalam suasana anaerob
maka spora akan berkembang dan hidup.
Clostridium tetani menghasilkan dua
exotoxins yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin.Fungsi tetanolysin tidak
diketahui dengan kepastian. Tetanospasmin
merupakan neuro toksin yang
menyebabkan manifestasi klinis tetanus,
dan merupakan racun yang paling kuat.
Toksin yang diproduksi akan disebarkan
melalui saluran darah dan limfatik. Toksin
dapat masuk ke sistem saraf, sumsum
tulang belakang, otak, dan maupun sistem
saraf simpatis.
Manifestasi klinis khas tetanus disebabkan
oleh toksin tetanospasmin yang
mengganggu pelepasan neurotransmitter
dan memblokir impuls inhibitor sehingga
menyebabkan kontraksi otot dan terjadi
kejang.
patofisio
Kekakuan otot (spasme otot) yang timbul
oleh karena infeksi tetanus disebabkan oleh
bentuk toksin tetanus, yaitu tetanospasmin
yang dihasilkan Clostridium tetani, bakteri
basil anaerob yang hidup di tanah dan
mengakibatkan infeksi akibat kontaminasi
luka.
Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai
pada jaringan nekrotik yang terinfeksi,
sebenarnya basil tetani bukan hanya
menghasilkan tetanospasmin, melainkan
juga tetanolisin yang mampu secara lokal
merusak jaringan
Tetanospasmin yang dilepaskan akan
menyebar ke jaringan di bawahnya dan
kemudian berikatan dengan gangliosida pada
membran ujung saraf lokal. Jika toksin yang
dihasilkan banyak, maka toksin dapat
memasuki aliran darah dan kemudian berikatan
dengan neuron lainnya di seluruh tubuh.
Toksin ini mempunyai efek dominan pada
neuron inhibitori, di mana setelah toksin
mencapai presinaps, maka toksin akan
menginhibisi pelepasan neurotransmitter
GABA dan glisin.
Terikatnya toksin pada neuron bersifat
irreversibel. Pada tetanus lokal, hanya saraf-
saraf yang menginervasi otot-otot yang
bersangkutan yang terlibat. Tetanus
generalisata terjadi apabila toksin yang
dilepaskan di dalam luka memasuki aliran limfa
dan darah yang kemudian menyebar luas
mencapai ujung saraf terminal.
Manifestasi klinis
Bentuk yang paling umum dari tetanus
adalah tetanus generalisata. Tetanus
generalisata ditandai oleh meningkatnya
tonus otot secara generalisata. Terdapat
trias klinis berupa rigiditas, spasme otot,
dan apabila berat dapat disertai dengan
disfungsi otonomik.
Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan
untuk membuka mulut (trismus) merupakan
gejala awal tetanus. Spasme secara progresif
meluas ke otot- otot wajah yang menyebabkan
ekspresi wajah yang khas, berupa risus
sardonichus, dan meluas ke otot-otot untuk
menelan, sehingga menimbulkan disfagia.
Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus
dan gangguan respirasi dengan
menurunnya kelenturan dinding dada.
Pasien dapat demam, sedangkan kesadaran
tidak terpengaruh.
Di samping peningkatan tonus otot,
terdapat spasme otot yang bersifat
episodic. Kontraksi ini dapat bersifat
spontan atau dipicu oleh stimulus eksternal,
berupa sentuhan, visual, ataupun auditori,
dan emosional.
Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus.
Skala yang diusulkan Ablett adalah yang
paling banyak digunakan
Selain skoring Ablett, terdapat sistem
skoringuntuk menilai prognosis tetanus
seperti Phillips score dan Dakar score.
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Riwayat pasien ditanyakan dengan tujuan,
digunakan untuk1:
Mengetahui riwayat demam sebelumnya, demam
seperti apa, disertai menggigil atau tidak. Biasanya
demam muncul setelah terkena bahan kontaminan
dari bakteri tetanus ini. Dengan juga menghitung
masa inkubasi dari tetanus itu juga (7 10 hari)
Riwayat terkena bahan kontaminan seperti
paku berkarat, besi atau tertusuk benda
lainnya. Pada neonatal tetanus juga
ditanyakan riwayat ibu untuk terkena benda
kontaminan, riwayat ibu vaksin tetanus dan
riwayat alat yang digunakan untuk
memotong tali pusar.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
manifestasi klinis yang dapat ditemukan
pada pasien-pasien tetanus, antara lain5 :
Adanya peningkatan tonus otot di otot
maseter ( trismus atau lockjaw ). Yang
dapat mengakibatkan disfagia, sulit makan
karena mulut sulit untuk dibuka.
Kekakuan otot pada leher, bahu, dan
punggung muncul setelah munculnya
trismus.
Ada juga terdapat spasme pada otot perut,
juga pada ekstremitas.
Kekakuan pada otot wajah ( risus sardonikus
) seperti muka orang tua, karena spasme
diseluruh otot wajah.
Kekakuan pada otot punggung,
mengakibatkan posisi opistotonus. Yaitu
posisi kepala dan tumit hanya menyentuh
lantai disaat pasien dalam kondisi
berbaring.
Beberapa pasien akan juga mengeluhkan
nyeri yang paroksismal pada otot-otot yang
mengalami spasme dan juga akan
mengakibatkan spasme pada saluran napas
sehingga muncul sianosis dan obstruksi
jalan napas.
Pembagian derajat keparah dari tetanus
berdasarkan spasme ototnya adalah :
Ringan : kekakuan otot dan beberapa atau

sedikit spasme pada otot


Sedang : trismus, disfagia, kekakuan otot,
dan spasme.
Berat : opistotonus, mudah terangsang

spasme meskipun tidak ada rangsangan.


Peningkatan refleks tendon pada
pemeriksaan neurologis.
Gangguan autonomik seperti labil ataupun

hipertensi yang berubah-ubah, takikardia,


disritmia, hiperpireksia, keringat berlebihan
Pemeriksaan Lab
Kultur pada luka dapat ditemukan bakteri
clostridium tetani, meskipun begitu dapat
juga terisolasi pada luka. Peningkatan pada
leukosit melalui pemeriksaan darah
lengkap.
Pemeriksaan EMG ( elektromiografi ) akan
terlihat peningkatan yang terus menerus
dari unit motorik.

Secara pemeriksaan urinalisa dapat


ditemukan mioglobinuria, tetapi bisa juga
tidak ditemukan pada pemeriksaan urin.
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya
dengan berdasarkan anamnesis serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur
c.tetani pada luka, hanya merupakan
penunjang diagnosis.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi adalah untuk
eradikasi sumber dari toksin,
menetralisirkan toksin yang belum
berikatan pada reseptor GABA, dan
pencegahan terhadap spasme otot yang
terjadi dan memberikan terapi suportif,
terutama terapi suportif untuk pernapasan
sampai kondisi pasien stabil.
Pasien harus dirawat didalam ruangan yang
tenang seperti ICU ( Intensive Care Unit ),
dimana pengawasan baik dalam hal
kardiopulmoner dapat terjaga secara terus
menerus dengan stimulasi terhadap kejang
yang berulang dapat juga diminimalisir.
Pemantauan terhadap jalan napas
merupakan hal yang vital. Luka juga harus
dibersihkan dan di debridement secara
keseluruhan
antibiotik
Penggunaan penisilin (10 20 juta unit IV
( Intravena ), diberikan setiap hari sampai 10
hari ) direkomendasikan, tetapi metronidazole
( 500 mg per 6 jam atau 1 g per 12 jam ) lebih
sering dipakai oleh beberapa ekspertise
berdasarkan bukti aktifitas antimikrobial yang
baik dan tidak ditemukannya aktifitas dari
GABA-antagonis pada pensilin.
Pilihan antibiotik untuk metronidazole 500 mg
setiap 6 jam baik secara IV maupun secara
oral) selama 7 hari. Alternaif lain adalah
pesilin G 100.000 200.000 IU/KgBB/hari
secara intravena, terbagi 2-4 dosis.
Tetrasikiln, makrolid, klindamisin, sefalosporin
serta kotrimoksazole juga cukup efektif.
Antitoksin
Tetanus imunoglobulin manusia ( TIG )
merupakan salah satu antitoksin yang
efektif. Dosisnya 3000 6000 unit IM ( Intra
Muskular ), biasanya dosis dibagi dalam
beberapa bagian karena jumlah volume
antitoksin yang terlalu banyak bila
ditransmisikan hanya satu kali.
Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang
pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang
berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Petunjuk pencegahan tetanus
terhadap luka
Riwayat Luka bersih, kecil Luka lainnya
imunisasi

(Dosis) TT Antitoksin TT Antitoksin

Tidak diketahui Ya Tidak Ya Ya

0-1 Ya Tidak Ya Ya

2 Ya Tidak Ya Tidak*

3 atau lebih Tidak ** Tidak Tidak** Tidak


Kontrol spasme
Diazepam, benzodiazepin dan GABA agonist
banyak digunakan. Dengan dosis yang
dititrasi ( 250 mg/hari). Lorazepam, dengan
durasi efek terapi yang lebih lama, dan
midazolam dengan waktu paruh yang cepat,
adalah pilihan obat lain untuk spasme
ototnya. Barbiturat dan klorpromazine adalah
obat line kedua untuk terapi spasme ototnya.
Magnesium sulfat bersama benzodiazepin
dapat digunakan untuk mengontrol spasme
dan gangguan autonomik dengan dosis
loading 5 gram ( 75 mg/KgBB ) secara
intravena, dilanjutkan dengan dosis 2-3
gram/jam sampai spasme terkontrol.
Untuk mencegah overdosis diperlukan
monitor refleks patelar. Jika refleks patelar
menghilang maka dosis obat diturunkan.
Pada tetanus, kita harus benar-benar
memonitor pernapasan, karena obat-obatan
yang digunakan dapat menyebabkan
depresi naas, serta kemungkianan spasme
laring tidak dapat disingkirkan.
Kontrol pernapasan
Penggunaan ventilator mekank dapat
dipertimbngkan, khususnya bila terjadi
spasme, dan trakeostomi juga dapat
dilakukan bila terjadi spasme karena
ditakutkan terjadi spasme laring saat
pemasangan pipa endotrakea.
Tetanus dicegah dengan penanganan luk
yang baik dan imunisasi. Rekomendasi WHO
tentang imunisasi tetanus adlah 3 dosis
awal saat infant, booster pertama saat
umur 4-7 serta 12-15 tahun dan booster
terakhir saat dewasa.
CDC merekomendasikan booster tambahan
saat umur 14-16 bulan disertai boostertiap
10 tahun. Pada orang dewasa yang
menerima imunisasi saat masih anak-anak,
namun tidak mendapat booster
direkomendasikan menerima dosis
imunisasi 2 kali dengan selang 4 minggu.
Rekomendasi WHO menganjurkan
pemberian imunisasi pada wanita hamil
yang sebelumnya belum pernah
diimunisasi, 2 dosis dengan selang 4
minggu tiap dosisnya. Hal tersebut untuk
mencegah tetanus maternal dan neonatal.
Diagnosis banding
prognosis
Perjalan penyakit tetanus yang cepat,
menandakan prognosa yang jelek.
komplikasi
Komplikasi yang bebahaya dari tetanus adalah
hambatan pada jalan napas, sehingga pada
tetanus yang berat, terkadang memerlukan
bantuan ventilator. Kejang yang berlangsung
terus menerus dapat mengakibatkan fraktur
dari tulang spinal dan tulang panjang, serta
rhabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal
ginjal akut.
Salah satu komplikasi yang agak sulit
ditangani adalah gangguan otonom, karena
pelepasan katekolamin yang tidak
terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardia yang kadang
berubah menjadi hipotensi dan bradikardia.
Status orang sakit
Nomor RM : 087227
Tanggal Masuk : 28 Februari 2017


ANAMNESIS PRIBADI

NAMA : L

Umur : 50tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Perkawinan: Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Kel. Lengkong lor Kec. Ngeluyu Kab. Nganjuk



ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama : Perut kaku
Telaah :
Hal ini dirasakan pasien sudah 1 hari

sebelum masuk rumah sakit terutama saat


bernafas. Ampeg (+), mual (-), muntah (-).
Bicara pelo sejak kemarin. Untuk membuka
mulut kaku (+).
Riwayat penyakit gula dan darah tinggi
disangkal. Riwayat alergi obat (-), riwayat
luka terkena benda berkarat (-) riwayat
karies gigi (-).
RPT : Tidak ada
RPO : Tidak ada.
ANAMNESIS ORGAN
Jantung Sesak Napas :-
Angina Pektoris :-
Edema :-
Palpitasi :-
Lain-lain :-
Saluran Pernapasan
Batuk-batuk :-
Dahak :-
Asma, bronkitis :-
Lain-lain :-
Pencernaan
Nafsu Makan :-
Keluhan Menelan : sulitmakan
Keluhan Perut :-
Penurunan BB :-
Keluhan Defekasi :-
Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil :-
Mengandung Batu :-
Haid :-
Buang Air Kecil Tersendat : -
Keadaan Urin : dalam batas
normal
Sendi dan Tulang
Sakit Pinggang :-
Keluhan Persendian :-
Keterbatasan Gerak : sulit membuka
mulut
Lain-lain : perut kaku
Endokrin
Haus/Polidipsi :-
Poliuri :-
Polifagi :-
Gugup :-
Perubahan Suara :-
Saraf Pusat
Sakit Kepala :-
Hoyong :-
Lain-lain :-
Darah dan Pembuluh Darah
Pucat :-
Petechiae :-
Perdarahan :-
Purpura :-
Lain-lain :-
Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Dispnu (-),
Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit: Baik
Mulut :
Lidah : dalam batas normal
Gigi geligi : merapat ( selebar 2 jari )
Tonsil/faring : dalam batas normal
Jantung
Suara jantung S1 S2 regular, desah
sistolik (-), tingkat: (-)
Desah diastolik (-), lain-lain: (-)
HR: 70 x/menit, regular, intensitas: cukup
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : simetris
Gerakan Lambung/Usus: (-)
Vena Kolateral : (-)
Caput Medusae : (-)
Palpasi
Dinding Abdomen : nyeri tekan (-),
defans muskular (+)
HATI
Pembesaran : (-)
Permukaan : tidak teraba
Pinggir : tidak teraba
Nyeri Tekan : tidak teraba

LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner: (-) ,
Haecket: (-)
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum : tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter ani : tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Feses/Lendir/Darah (tidak

dilakukan pemeriksaan)
EKG : : Normal sinus rhythm
: Normal Axis
Kesimpulan : Normal EKG
Follow up
Tanggal 28/2/2017
S : kejang
O :
Sens : Compos Mentis
TD : 130/80 mmHg
HR : 70 x/i
RR : 22 x/i
Temp : 36,50C
Pemeriksaan fisik :
Mulutsulit di buka ( Trismus )
Perut papan (+)
A : Tetanus Moderate
P : Inf. Futrolit : NS 1:2
Drip Diazepam 2 amp dalam NS 500 cc/ 24 Jam
Inj metronidazole 3x500 mg
Injranitidin 2 x50 mg
Inj. Ketorolac 3x 10mg
Tetagram 12 amp
6 amp boka IM
6 amp boki IM
Diet Cair
Tanggal 1/3/2017
S : Kejang

O :

Sens : Compos Mentis

TD : 120/80 mmHg

HR : 80 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 36,50C

Pemeriksaan fisik :

Mulutsulit di buka ( Trismus )


A : Tetanus Moderate
P : Inf. Futrolit : NS 1:2
Drip Diazepam 2 amp dalam NS 500 cc/ 24

Jam
Inj metronidazole 3x500 mg
Injranitidin 2 x50 mg
Inj. Ketorolac 3x 10mg
Diet BK
Tanggal 2/3/2017
S : Kejang

O : Sens : Compos Mentis

TD : 150/100 mmHg

HR : 100 x/i

RR : 22 x/i

Temp : 370C

Pemeriksaan fisik :

Mulutsulit di buka ( Trismus )

Perut papan (+)


A : Tetanus Moderate
P : Inf. Futrolit : NS 1:2
Drip Diazepam 2 amp dalam NS 500 cc/ 24

Jam
Inj metronidazole 3x500 mg
Injranitidin 2 x50 mg
Inj. Ketorolac 3x 10mg
Diet cair
Tanggal 3/3/2017
S : Kejang

O : Sens : Compos Mentis

TD : 110/70 mmHg

HR : 100 x/i

RR : 22 x/i

Temp : 380C

Pemeriksaan fisik :

Mulutsulit di buka ( Trismus )

Perut papan (+)


A : Tetanus Moderate
P : Inf. Futrolit : NS 1:2
Drip Diazepam 2 amp dalam NS 500 cc/ 24
Jam
Inj metronidazole 3x500 mg
Injranitidin 2 x50 mg
Inj. Ketorolac 3x 10mg
Diet Bebas
KIE keluarga jaga ketenangan ruangan
Inj sanmol 3x1 kp
Tanggal 4/3/2017
S : Kejang

O : Sens : Compos Mentis

TD : 146/89 mmHg

HR : 169 x/i

RR : 26 x/i

Temp : 400C

Pemeriksaan fisik :

Mulutsulit di buka ( Trismus )

Perut papan (+)


A : Tetanus Moderate
P : O2 sungkup 8-18 l/ml
Inf. Futrolit : NS 1:2
Drip Diazepam 2 amp dalam NS 500 cc/ 24 Jam
Inj metronidazole 3x500 mg
Injranitidin 2 x50 mg
Inj. Ketorolac 3x 10mg
Diet Bebas
KIE keluarga jaga ketenangan ruangan
Bila masih kejang Inj Diazepam IV pelan 1 amp
Bila panas Inj sanmol 3x1 fl
Tanggal 5/3/2017
S : -
O : TD : -/-
T : 390C
RR : -
Pupil midriasis diameter 4 mm / 4mm
A : Tetanus Moderate
P : Pasien dinyatakan meninggal
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai