Anda di halaman 1dari 23

OTONOMI DAERAH

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 5
1. YULIAN AGENG PRASETYO
2. DEDI WICAKSONO
3. DWI APRI KRISTANTO
4. NUR ROCHIM
Apa otonomi
daerah?
DESENTRALISASI

OTONOMI DAERAH

Saat ini indonesia memiliki 530 daerah


otonom,
Terdiri atas 33 provinsii, 398 kabupaten, 93
kota, 5 kota administratif, dan 1 Kabupaten
administratif
PENGERTIAN

OTONOMI yunani AUTO = sendiri & NAMOUS =


hukum/aturan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) :
otonomi adalah hak,wewenang,dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan otonomi daerah muncul melalui UU No. 22 tahun 1999
Menurut UU No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, otonomi
daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi
daerahnya sesuai UU .
UU No.22 Tahun

1999 KEWENANGAN PEMERINTAH
DAERAH
Otonomi daerah UU No.32 Tahun
2004Tahun
UU No.25
1999
UU No.33 Tahun
DESENTRALISASI
2004
Kebijakan otonomi daerah muncul melalui UU No. 22 tahun 1999
kemudian dilanjutkan dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah
daerah. UU No. 25 yang dilanjutkan dalam UU No. 33 tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah , dimaksudkan
agar daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan berdasarkan
aspirasi dan kepentingan masyarakat.
UU 22/1999 dan UU
32/2004. SEJARAH
UU 5/1974

UU 18/1965

UU I/1957

UU 22/1948

UU I/1945
UU
Bestuurshervormings
wet
Decentralisatie wet
atau UU desentralisasi.
Ketika Otonomi daerah (Otda) diberlakukan di Indonesia, pelaksanaan
otonomi daerah sudah ada sejak lama di Nusantara. Masyarakat Batak
Toba zaman silam sudah menggunakan konsep otda yang disebut bius,
yakni tingkatan wilayah yang lebih tinggi dari wilayah huta atau horja
(Simanjuntak,2006).
Pendelegasian wewenang atau desentralisasi pertama yang dilakukan
secara menyeluruh dalam wilayah Nusantara, baru tercatat dalam
sebuah regulasi taun 1903 ketika pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan Decentralisatie wet atau UU desentralisasi.
Belanda membagi Hindia Belanda dalam dua sistem pemerintahan.
1. Daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang dikenal
dengan sebutan gewesten, afdeelingen, dan onderafdeelingen
2. Pemerintahan tradisional-feodalistik, dikenal dengan sebutan regent
atau kabupaten yang dipimpin bupati dan daerahnya disebut swapraja
(Figur, Februari 2008).
Pada waktu regulasi desentralisasi dijalankan, wilayah Hindia Belanda
terbagi dalam 8 gewesten (daerah). Wewenang urus diri diberikan
kepada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah tanpa
otonomi ialah kasultanan Yogyakarta, kasunanan Surakarta, Sumatra,
Kalimantan dan De Grote Oost yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan
Sunda Kecil, Maluku, dan Nieuw Guinea atau Irian (tempo,22 Oktober
2001).
PRINSIP-PRINSIP OTONOMI DAERAH

Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah berdasarkan asas


desentralisasi dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata, dan
bertanggungjawab.
Otonomi Daerah Dilaksanakan Secara Luas
Pengertian luas dalam penyelenggaraan otonomi daerah merupakan
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang
mencakup seluruh bidang pemerintahan yang dikecualikan pada bidang
politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, dan agama serta kewenangan bidang lain.
Otonomi Daerah Dilaksanakan Secara Nyata atau Transparan
Penyelenggaraan otonomi daerah yang transparan seharusnya menjadi prinsip yang
harus diterpkan di setiap pemerintahan daerah. Tingginya tingkat transparansi akan
meningkatkan pemerintahan yang bersih dari kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini
dikarenakan adanya kontrol masyarakat melalui prinsip transparansi.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah di era reformasi ini, rendahnya transparansi
sering kali disebabkan perbedaan persepsi dari aktor otonomi daerah. Sering kali
pemerintah daerah menganggap transparansi bukan ,erupakan kebutuhan yang perlu
dilaksanakan.
Suatu tata kelola pemerintahan yang baik tidak hanya membutuhkan pelaksanaan
pemerintahan secara transparan, tetapi juga partisipasi dari masyarakat. Partisipasi
masyarakat merupakan faktor yang penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dalam
pengertian lain, penyelenggaraan otonomi daerah akan meningkatkan kualitras otonomi
itu sendiri dengan partisipasi politik rakyat. Dengan demikian, efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintah daerah akan tercapai
Otonomi Daerah yang Bertanggung Jawab
Otonomi yang bertanggung jawab ialah otonomi yang penyelenggaraannyabenar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberianotonomi.
Sedangkan prinsip-prinsip otonomi daerah menurut UU No. 22 tahun 1999 adalah
sebagai berikut:
- Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap
terjaga hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom.
- Membentuk peraturan daerah yang membina kawasan pada aspek potensi daerah
untuk peningkatan pendapatan asli daerah.
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

Pada tahun 2000, pemerintah pusat menetapkan empat tahapan pengimplementasian


otonomi daerah, yaitu:
Tahap persiapan mulai tahun 1999-2001
Tahap pelaksanaan mulai tahun 2001-2003
Tahap konsolidasi mulai tahun 2003-2007
Tahap penerapan mulai tahun 2007-sampai seterusnya

Dari perspektif tersebut dapat dilihat bahwa kebijakan-kebijakan otonomi daerah yang baru
adalah karena adanya gejolak politik dan ekonomi. Sidang MPR tahun 1998 memperlihatkan
hal ini persis beberapa hari setalah pengunduran diri Suharto. Beberapa penasehat, termasuk
lembaga-lembaga donor internasional, mendesak pemerintah untuk mengakhiri kebijakan
yang tersentralisir dengan menegaskan bahwa ketergantungan pemerintah daerah yang
terccipta sebagai akibat dari sentralisasi dan penyeragaman (uniformalism) telah
menghasilkan layanan jasa publik yang buruk kepada masyarakat dan mengabaikan daerah.
Berikut merupakan kebijakan-kebijakan otonomi daerah menurut Undang-Undang:
1. UU No. 1 tahun 1945
2. UU No. 22 tahun 1948
3. UU No 1 tahun 1957
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
5. UU No. 18 tahun 1965
6. UU No.5 tahun 1974
7. UU No. 22 tahun 1999
8. UU No. 32 tahun 2004
pembentukan daerah
otonomi baru
Alasan diperlukannya pemekaran
daerah

1. Timpangnya pemerataan dan keadilan


2. kondisi geografis yang luas dan pelayanan masyarakat yang tidak
efektif dan efisien
3. Perbedaan civil society yang berkembang di masyarakat
4. Status kekuasaan
MANFAAT OTONOMI DAERAH

Perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat


di daerah.
Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat
terstruktur dari pemerintah pusat
Perumusn kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik
Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih
baik dari pemerintah pusat bagi daerah-daerah yang terpencil atau
sangat jauh dari pusat, dimana seringkali rencana pemerintah tidak
dipahami oleh masyarakat setempat, dan dukungan terhadap program
pemerintah sangat terbatas
DAMPAK PENAMBAHAN DAERAH
OTONOM BARU

Mengurangi kesempatan daerah lama untuk mendapat kenaikan dana


perimbangan
Kenaikan jumlah belanja gaji PNSD juga mengalami peningkatan scara
fluktuatif
Kenaikan anggaran instansi untuk kantor baru di daerah otonom baru
Menambah jumlah daerah tertinggal akibat semakin terbaginya sumber
pendapatan daerah, baik daerah induk maupun daerah otonom baru
Pada tahun 2000 : 77,80% daerah otonomi baru telah gagal dalam
upaya mensejahterakan rakyat. Kebijakan pemekaran daerah justru
memunculkan beragam persoalan baru antara lain pecahnya konflik
horizontal, meluasnya praktek korupsi hingga bertambahnya beban
keuangan negara. Kecenderungan semacam ini jika dibiarkan akan
kontraproduktif terhadp ide awal pemekaran
Hanya 22,80% daerah otonom baru yang mengalami perkembangan
yang baik. Sisanya 77,80% daerah pemekaran belum menunjukkan
ketidaksiapannya untuk menjadi daerah otonom dan mandiri
Hasil evaluasi terhadap 205 DOB yang meliputi 7 provinsi, 164
Kabupaten dan 34 kota dari faktor Good Governance , pelayanan
publik, daya saing daerah dan kesejahteraan masyarakat, secara
umum menunjukkan Pemda baru hasil pemekaran belum sepenuhnya
berjalan secara efektif. Bahkan kontribusinya terhadap peningkatan
kesejahteraan rakyat dimasing-masing daerah masih rendah
Masih banyak kendala bagi DOB unutk meningkatkan peningkatan
kesejahteraan rakyat, perbaikan kualitas pelayanan publik, perbaikan
tata pemerintahan, dan peningkatan daya saing
Pentingnya Evaluasi Pemekaran
Daerah

RPJMN 2004-2009 mengamanatkan adanya program


penataan daerah otonom baru (DOB). Program ini
ditujukan untuk menata dan melaksanakan kebijakan
pembentukan DOB sehingga pembentukan DOB tidak
memberikan beban bagi keuangan negara dalam
kerangka upaya meningkatkan pelayanan masyarakat
dan percepatan pembangunan wilayah. Kegiatan pokok
yang dilakukan antara lain adalah:
a) Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah-daerah otonom baru
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b) Pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah otonom baru dan atau
penggabungan daerah otonom, termasuk perumusan kebijakan dan
pelaksanaan upaya alternatif bagi peningkatan pelayanan masyarakat
dan percepatan pembangunan wilayah selain melalui pembentukan
daerah otonom baru
c) Penyelesaian status kepemilikan dan pemanfaatan aset daerah secara
optimal
d) Penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru.
Positif dan Negatifnya sistem
otonomi daerah
Dalam kultur masyarakat indonesia, kebijakan otonomi daerah itu tidak akan berhasil
apabila tidak diimbangi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan
kemandirian daerah sendiri. Beberapa keuntungan dalam menerapkan otonomi daerah
dapat dikemukakan sebagai berikut ini :
1.Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan
2.Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan
cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pemerintah pusat
3.Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat
4.Akan memperbaiki kualitas pelayanan karena dia lebih dekat dengan
masyarakat yang dilayani
Di samping kebaikan tersebut, otonomi daerah juga mengandung kelemahan sebagaimana
pendapat Josef Riwu kaho ( 1997 ) antara lain sebagai berikut :
1. Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah
kompleks, yang mempersulit koordinasi
2. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah
dapt lebih mudah terganggu
3. Dapat mendorong timbulnya apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme
4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan
perundingan yang bertele-tele
5. Diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman atau
uniformitas dan kesederhanaan.
ADA PERTANYAAN....?

Anda mungkin juga menyukai