DI SUSUN OLEH :
Kelompok 5
1. YULIAN AGENG PRASETYO
2. DEDI WICAKSONO
3. DWI APRI KRISTANTO
4. NUR ROCHIM
Apa otonomi
daerah?
DESENTRALISASI
OTONOMI DAERAH
UU 18/1965
UU I/1957
UU 22/1948
UU I/1945
UU
Bestuurshervormings
wet
Decentralisatie wet
atau UU desentralisasi.
Ketika Otonomi daerah (Otda) diberlakukan di Indonesia, pelaksanaan
otonomi daerah sudah ada sejak lama di Nusantara. Masyarakat Batak
Toba zaman silam sudah menggunakan konsep otda yang disebut bius,
yakni tingkatan wilayah yang lebih tinggi dari wilayah huta atau horja
(Simanjuntak,2006).
Pendelegasian wewenang atau desentralisasi pertama yang dilakukan
secara menyeluruh dalam wilayah Nusantara, baru tercatat dalam
sebuah regulasi taun 1903 ketika pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan Decentralisatie wet atau UU desentralisasi.
Belanda membagi Hindia Belanda dalam dua sistem pemerintahan.
1. Daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang dikenal
dengan sebutan gewesten, afdeelingen, dan onderafdeelingen
2. Pemerintahan tradisional-feodalistik, dikenal dengan sebutan regent
atau kabupaten yang dipimpin bupati dan daerahnya disebut swapraja
(Figur, Februari 2008).
Pada waktu regulasi desentralisasi dijalankan, wilayah Hindia Belanda
terbagi dalam 8 gewesten (daerah). Wewenang urus diri diberikan
kepada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah tanpa
otonomi ialah kasultanan Yogyakarta, kasunanan Surakarta, Sumatra,
Kalimantan dan De Grote Oost yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan
Sunda Kecil, Maluku, dan Nieuw Guinea atau Irian (tempo,22 Oktober
2001).
PRINSIP-PRINSIP OTONOMI DAERAH
Dari perspektif tersebut dapat dilihat bahwa kebijakan-kebijakan otonomi daerah yang baru
adalah karena adanya gejolak politik dan ekonomi. Sidang MPR tahun 1998 memperlihatkan
hal ini persis beberapa hari setalah pengunduran diri Suharto. Beberapa penasehat, termasuk
lembaga-lembaga donor internasional, mendesak pemerintah untuk mengakhiri kebijakan
yang tersentralisir dengan menegaskan bahwa ketergantungan pemerintah daerah yang
terccipta sebagai akibat dari sentralisasi dan penyeragaman (uniformalism) telah
menghasilkan layanan jasa publik yang buruk kepada masyarakat dan mengabaikan daerah.
Berikut merupakan kebijakan-kebijakan otonomi daerah menurut Undang-Undang:
1. UU No. 1 tahun 1945
2. UU No. 22 tahun 1948
3. UU No 1 tahun 1957
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
5. UU No. 18 tahun 1965
6. UU No.5 tahun 1974
7. UU No. 22 tahun 1999
8. UU No. 32 tahun 2004
pembentukan daerah
otonomi baru
Alasan diperlukannya pemekaran
daerah