Anda di halaman 1dari 36

Referat

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA


(OSA) PADA TONSILITIS KRONIS

Oleh:
Alfariza sofia putri
Amellia
Naomi
Latar belakang
Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik
pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari
infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.

Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)


adalah suatu sindrom obstruksi total atau parsial
jalan nafas yang menyebabkan gangguan fisiologis
yang bermakna dengan dampak klinis yang
bervariasi
Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3%
dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun
Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah
hipertrofi tonsil dan adenoid
BATASAN MASALAH

Makalah ini membahas tentang Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Tonsilitis

Kronis.

TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui tentang Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Tonsilitis Kronis.

METODE PENULISAN

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk pada berbagai

literatur.

MANFAAT PENULISAN

Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan

informasi dan pengetahuan tentang Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Tonsilitis

Kronis.
Anatomi Tonsil
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :

Tonsilla lingualis, terletak pada radix

linguae.

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada

isthmus faucium antara arcus glossopalatinus

dan arcus glossopharingicus.

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak

pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral

nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva.

Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak

pada ileum.
Adapun struktur yang terdapat
disekitar tonsila palatina adalah :
Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m.


constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis
interna terletan 2,5 cm dibelakang
dan lateral tonsila.
Vaskularisasi Tonsil
cabang-cabang a. karotis eksterna
:

a. maksilaris eksterna (a. fasialis)

a. maksilaris interna

a. lingualis

a. tonsilaris

a. palatina desenden atau a.


palatina posterior

vena-vena dari tonsil membentuk


pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring.
Inervasi Tonsil
n. IX (glossopharyngeus)

n. Palatina minor (cabang ganglion


sphenopalatina)
Pemotongan pada n. IX menyebabkan
anestesia pada semua bagian tonsil
Fungsi Tonsil
Membentuk zat zat anti yang terbentuk di
dalam sel plasma saat reaksi seluler
Menangkap dan menghancurkan benda-
benda asing maupun mikroorganisme yang
masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan
mulut
Tonsilitis
kronik Tonsilitis Kronis merupakan
peradangan kronik biasanya
merupakan kelanjutan dari
infeksi akut berulang atau infeksi
subklinis dari tonsil
Terutama terjadi pada anak-anak

Streptokokus beta hemolitikus


grup A, Pneumokokus,
Streptokokus viridian dan
Streptokokus piogenes,
Stafilokokus, Hemophilus
influenza
Faktor predisposisi
Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Higiene mulut yang buruk

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu


yang berubah-ubah)
Alergi (iritasi kronis dari alergen)

Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat


Patofisiologi
Peradangan dimulai dari:

Kripta tonsil jar.limfoid diganti jar.parut kripta


melebar dan diisi oleh detritus menembus
kapsul perlekatan dengan jar. Sekitar fossa
tonsilaris
Pada anak-anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula
Manifestasi klinis
rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan

Nyeri menelan atau ada sesuatu yang mengganjal

terasa kering dan pernafasan berbau

Pada pemeriksaan:
Tampak pembesaran tonsil, kripte yang melebar, tonsil
ditutupi oleh eksudat yang purulen
Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput,
kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed
dengan tepi yang hiperemis
Ukuran tonsil dibagi menjadi : Garis Garis
median paramedian

T0 : Post tonsilektomi

T1 : Tonsil masih terbatas


dalam fossa tonsilaris

T2 : Sudah melewati pilar


anterior, tapi belum melewati
garis paramedian (pilar
posterior) T T
1 4 T
T3 : Sudah melewati garis 3 T
paramedian, belum melewati 2

garis median

T4 : Sudah melewati garis


median
Diagnosis
Anamnesis
keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,
sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise,
kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher

Pemeriksaan fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut
Sebagian kripta mengalami stenosis, ada eksudat
(purulen)
Kripta membesar dan suatu bahan seperti keju atau
dempul pada kripta
Pemeriksaan penunjang
kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman
dari sediaan apus tonsil
Biakan swab sering menghasilkan beberapa
macam kuman dengan berbagai derajat
keganasan, seperti Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Streptokokus viridans,
Stafilokokus, atau Pneumokokus
Diagnosis Banding
1. Tonsilitis Difteri

Corynebacterium diphteriae

Gejala umum demam subfebris, nyeri kepala,


tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan
keluhan nyeri menelan
Gejala lokal tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor, membentuk pseudomembran, mudah
berdarah
Gejala akibat eksotoksin kerusakan jaringan
tubuh, misalnya pada jantung (miokarditis)
sampai dekompensasi kordis
2. Angina Plaut Vincent (Stomatitis
Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C),
nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok,
badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi
Pada pemeriksaan tampak membran putih
keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan
prosesus alveolaris.
Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut
berbau (foetor ex ore) dan kelenjar
submandibula membesar.
3. Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa


bilateral
Membran semu yang menutup ulkus mudah
diangkat tanpa timbul perdarahan
Gambaran darah khas, yaitu terdapat
leukosit mononukleosis dalam jumlah besar
4. Penyakit kronik faring granulomatus

Faringitis Tuberkulosa: proses sekunder dari TBC paru,


nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan
pembesaran kelenjar limfa leher
Faringitis Luetika: ulserasi superfisial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat
Lepra (Lues): nodul atau ulserasi pada faring
menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan
yang luas dan timbulnya jaringan ikat
Aktinomikosis Faring: pembengkakan mukosa yang
tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses
supuratif
Komplikasi
1. Komplikasi sekitar 2. Komplikasi ke organ jauh
tonsil
Demam rematik dan

. Peritonsilitis penyakit jantung rematik


Glomerulonefritis
. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Episkleritis, konjungtivitis
. Abses Parafaringeal
berulang dan koroiditis
. Abses retrofaring
Psoriasis, eritema
. Krista Tonsil multiforme, kronik urtikaria
. Tonsilolith (kalkulus dari dan purpura
tonsil) Artritis dan fibrositis
Penatalaksanaan
Indikasi
Tonsilektomi
Indikasi
Obstruksi tonsilektomi
Infeksi menurut The
Neoplasia atau American
suspek neoplasia Academy of
Indikasi absolut
benigna / maligna Otolaryngology,
Head and Neck
Surgery
Indikasi relatif
Kontraindikasi
relatif
Kontraindikasi
Palatoschizis absolut
Radang akut, Diskariasis darah,
termasuk tonsilitis leukemia, purpura,
Poliomyelitis anemia aplastik,
hemofilia
epidemica
Penyakit sistemis
Umur kurang dari 3
yang tidak
tahun
terkontrol : DM,
penyakit jantung,
dan sebagainya.
a.Guillotine

Teknik operasi
Guillotine: Teknik Diseksi:

Tonsil dijepit kemudian Tonsil digenggam


pisau guillotine dengan menggunakan
digunakan untuk klem tonsil dan ditarik
melepas tonsil beserta kearah medial,
kapsul tonsil dari fosa sehingga menyebabkan
tonsil tonsil menjadi tegang.

Radiofrekuensi :
Teknik elektrokauter:
disisipkan langsung
memakai metode kejaringan, daerah
membakar seluruh jaringan yang rusak
jaringan tonsil disertai mengecil dan total
kauterisasi untuk volume jaringan
mengontrol perdarahan berkurang
Skapel harmonik:
Teknik Coblation:
menggunakan teknologi
ultrasonik untuk memanfaatkan plasma
memotong dan atau molekul sodium
mengkoagulasi jaringan yang terionisasi untuk
dengan kerusakan mengikis jaringan
jaringan minimal

Intracapsular partial
tonsillectomy : Laser (CO2-KTP):

tonsilektomi parsial menguapkan dan


yang dilakukan dengan mengangkat jaringan
menggunakan tonsil
microdebrider endoskopi
Komplikasi Tonsilektomi
1. Komplikasi anestesi
Laringospasme
Gelisah pasca operasi
Mual muntah
Kematian saat induksi pada pasien dengan
hipovolemi
Induksi intravena dengan pentotal bisa
menyebabkan hipotensi dan henti jantung
Hipersensitif terhadap obat anestesi
2. Komplikasi bedah
- perdarahan
- nyeri
- komplikasi lain( demam, sulit napas, ggn
suara, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula,
insufisiensi velopharingeal, stenosis faring,
lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia)
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) PADA
TONSILITIS KRONIS
Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom
dengan ditemukannya episode apnea atau
hipopnea pada saat tidur
Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran
udara pada hidung dan mulut walaupun
dengan usaha nafas
central apnea adalah penghentian pernafasan
yang tidak disertai dengan usaha bernafas
akibat tidak adanya rangsangan nafas
Faktor Risiko

Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan


keadaan yang paling sering menyebabkan
OSAS pada anak
Sebagian kecil akan menetap setelah dioperasi

Tingginya insidensi OSA pada anak dengan


hipertrofi tonsil disebabkan volume jaringan
limfoid yang meningkat pada usia 6 bulan
sampai dengan masa pubertas, dan mencapai
maksimum pada usia anak sekolah.
Manifestasi klinis
mendengkur merupakan gejala yang mulamula
timbul
kesulitan bernafas pada saat tidur yang biasanya
berlangsung perlahan-lahan
Diagnosis
Polisomnografi (pemeriksaan baku emas)

Uji tapis Skor OSAS = 1,42D + 1,41A + 0,71S 3,83 ,

D: kesulitan bernafas (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2:


sering, 3: selalu)
A: apnea (0: tidak ada, 1: ada)

S: snoring (mendengkur) (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2:


sering, 3: selalu)

Observasi selama tidur menggunakan pulse oximetry


Pemeriksaan laboratorium polisitemia atau peningkatan
ekskresi metabolit ATP
Penatalaksanaan
1 . Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi

2. Continuous positive airway pressure (CPAP)

4. Obat-obatan

5. Trakeostomi
Komplikasi

terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal, asidosis,


sleep fragmentation

1. Komplikasi neurobehavioral terjadi akibat


hipoksia kronis nokturnal dan sleep fragmentation

2. Gagal tumbuh Penyebab sekunder akibat


hipertrofi adenoid dan tonsil, peningkatan upaya
untuk bernafas, dan hipoksia

3. Komplikasi kardiovaskular hiperkapnia dan


asidosis respiratorik dapat mengakibatkan
terjadinya hipertensi pulmonal
4. Enuresis akibat kelainan dalam regulasi
hormon yang mempengaruhi cairan tubuh

5. Penyakit respiratorik aspirasi pneumonia

6. Gagal nafas dan kematian


Kesimpulan
OSAS merupakan penyebab kesakitan yang
cukup sering ditemukan pada anak Tonsilitis
kronis dengan hipertrofi tonsil dapat
menyebabkan mendengkur sampai dengan
terjadinya apnea obstruktif sewaktu tidur
(Obstructive Sleep apnea)
Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku
emas untuk menentukan diagnosis OSAS
Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi merupakan
tatalaksana bedah yang dianjurkan pada OSAS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai