Anda di halaman 1dari 22

Perusahan ini diatur dalam :

1. BW (KUH Perdata);
2. KUHD;
3. Undang-Undang.
Bila dilihat dari Permodalan, bentuk Perusahaan
terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Dan bila dilihat
dari Kepemilikannya ada juga Badan Usaha
Perseorangan yang dimiliki oleh perorangan, dan
ada juga Badan Usaha yang dimiliki oleh beberapa
orang yang mengikat kerja sama yang sering
disebut dengan Persekutuan.
Bila dilihat dari status hukumnya, ada Perusahaan
yang berstatus Badan Hukum dan ada pula
Perusahaan yang tidak berstatus Badan Hukum.
Bentuk-bentuk Perusahaan yang kita kenal
menurut sistem hukum Indonesia, merupakan
warisan kolonial Belanda dan ada pula karena
situasi dan kondisi yang sesuai dengan
perkembangan dalam dunia usaha yang terus
tumbuh dan berkembang berdasarkan kemajuan
jaman.
Seseorang atau beberapa orang dikatakan
menjalankan sebuah Perusahaan, bila :
1. Melakukan kegiatan usaha secara terus
menerus;
2. Terbuka;
3. Menghasilakan sesuatu dengan kualitas
tertentu (Produksi);
4. Menerima Keuntungan;
5. Melakukan Pembukuan Usaha;
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1997,
tentang Dokumen Perusahaan, yang
dimaksud dengan Perusahaan adalah :
Setiap bentuk badan usaha yang
melakukan kegiatan secara terus menerus
dengan tujuan memperoleh keuntungan
atau laba, baik yang diselenggarakan oleh
perorangan maupun badan usaha (baik yang
berbentuk Badan Hukum maupun yang
tidak), yang didirikan dan berkedudukan di
wilayah Negara Republik Indonesia.
Bentuk-Bentuk Badan Usaha (Perusahaan)
dimaksud, terdiri dari :
1. USAHA DAGANG (UD) :
Usaha Dagang adalah salah satu bentuk
perusahaan perseorangan, berarti perusahaan
yang dilakukan oleh satu orang pengusaha. Dalam
hal ini terdapat hubungan perburuhan dan
pemberian kuasa antara pengusaha dan
pekerjanya.
Permodalannya milik satu orang, karena modal
dari satu sumber saja, maka kelemahan yang ada
dalam Usaha Dagang ini adalah dari segi
Permodalan yang sangat lemah.
Prosedur pendiriannya pada umumnya adalah
dengan mengajukan permohonan izin usaha
kepada Kepala Kantor Wilayah Perdagangan dan
Perindustrian setempat, dan mengajukan
permohonan izin tempat usahanya kepada
Pemerintah Daerah setempat, serta didaftarkan di
Kantor Pengadilan Negeri Kota setempat.
Sedangkan Akte Pendiriannya dapat dibuat di
Kantor Notaris untuk memperkuat kedudukan
hukumnya. Mengingat prosedur pendirian UD ini
tidak rumit, maka seringkali UD ini dengan mudah
mengganti jenis usahanya dengan usaha jenis
yang lain oleh pemiliknya (tentunya yang tidak
bertentangan dengan UU, Kesusilaan & Ketertiban
Umum).

2. Perkumpulan :
Perkumpulan ini diatur dalam Bab (Titel) IX BW.
Tidak semua perkumpulan tersebut Ber Badan
Hukum. Perkumpulan baru menjadi Badan Hukum
kalau didirikan dengan Akte Notaris dan disahkan
oleh Gubernur Jenderal (Jaman Jajahan Belanda)
dan sekarang di Kantor Kementerian Hukum &
HAM Republik Indonesia.
Keistimewaan Perkumpulan adalah :
a. Mempunyai anggota;
b. Tujuan sepenuhnya untuk kepentingan
anggota;
c. Hasil usahanya dibagi-baikan kepada
seluruh anggota (tanpa terkecuali);
d. Jika usahanya dilikuidasi (pailit), maka
siswa harta usahanya dibagikan untuk para
anggota.
Pada prinsipnya (secara filosofi) Perkumpulan
ini sifatnya adalah tidak mencari keuntungan
(Nirlaba), Perkumpulan ini lebih pada
mencari kepuasan batin.
Unsur Terbentuknya Perkumpulan :
a. Ada beberapa orang yang sama-sama mempu-
nyai kepentingan terhadap sesuatu yang sama;
b. Adanya kata kesepakatan untuk mendirikan
perkumpulan;
c. Tujuannya untuk melakukan kegiatan secara
bersama-sama;
d. Kegiatan bersama tersebut harus dilakukan secara
bersama-sama dalam lingkungan perkumpulan.

3. Maatschaap (Persekutuan Perdata) :


adalah Bentuk kerjasama yang diatur dalam UU
yang hanya bersifat interen. Adanya kerjasama
didalam Maatschaap tidak berpengaruh terhadap
pihak ketiga. Maatschap umumnya dipakai oleh
orang-orang yang menjalankan Profesi, yang lebih
dikenal saat ini dengan istilah ASOSIASI.
Maatschaap ini secara umum diatur dalam
Pasal 1618 s.d. 1652 BW.
Dalam Pasal 1618 BW, telah dinyatakan
Pengertian Maatschaap adalah : Persekutuan
adalah suatu persetujuan dengan mana dua
orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu dalam persekutuan,
dengan maksud untuk membagi keuntungan
yang terjadi karenanya.
Ketentuan tersebut mengandung unsur-unsur
penting, antara lain :
a. Persekutuan Perdata merupakan
persetujuan atau perjanjian yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih;
b. Adanya uang pemasukan (inbreng);
c. Adanya pembagian keuntungan;
Persekutuan Perdata ini merupakan bentuk kerjasama
yang paling sederhana dibandingkan dengan bentuk-
bentuk badan usaha yang lain, karena untuk
mendirikan Persekutuan Perdata ini tidak diperlukan
formalitas (Prosedur) tertentu, bahkan pendiriannya
dinyatakan secara lisan pun dapat terjadi. Hal tersebut
tersurat dalam Pasal 1624 BW yang menyatakan
Persekutuan mulai berlaku sejak saat adanya
persetujuan, jika persetujuannya tidak telah ditetapkan
pada saat yang lain.
Prosedur Pendiriannya, didasarkan pada Pasal 1618 BW
yang menyatakan : Bahwa Maatschaap didirikan atas
dasar perjanjian, tetapi tidak diharuskan adanya syarat
tertulis, maka perjanjian yang dimaksud bersifat
konsensual, yaitu dianggap cukup dengan adanya
persetujuan kehendak atau kesepakatan (konsensus).
Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak saat
kesepakatan itu menjadi sempurna, atau sejak saat
yang ditentukan dalam perjanjiannya.
Selanjutnya untuk Pengurus Maatschap diatur dalam Pasal
1639 BW. Yang menyatakan bahwa Pengurus adalah semua
sekutu, kecuali diperjanjikan lain.
Sedangkan untuk Pemasukan (inbreng) atau Permodalan
Maatschap diatur dalam Pasal 1619 ayat (2) BW
menyatakan bahwa tiap-tiap sekutu DIWAJIBKAN
memasukkan dalam Kas Persekutuan Perdata yang
didirikannya, antara lain :
1. Sejumlah Uang;
2. Benda-benda lain yang layak bagi pemasukan;
3. Tenaga Kerja baik secara fisik maupun pemikiran.

Berikutnya soal Tanggung Jawab. Di dalam Maatschap ini


dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Tanggung Jawab secara Interen, artinya tanggung jawab
yang berlaku diantara para sekutu yang ada;
b. Tanggung Jawab secara Eksteren, artinya tanggung
jawab dari salah satu sekutu kepada Pihak Ketiga.
Karena Maatschap ini didirikan untuk keperluan
internal, maka tanggung jawab terhadap pihak ketiga
ditanggung oleh sekutu yang melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, artinya bahwa bila
seorang sekutu melakukan hubungan hukum dengan
pihak ketiga, maka hanya sekutu itulah yang harus
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan,
kecuali bila hubungan hukum yang dilakukan ternyata
membawa manfaat atau keuntungan bagi
Persekutuannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
1644 BW yang menyatakan : Bahwa janji suatu
perbuatan telah dilakukan atas tanggungan
persekutuan hanyalah mengikat sekutu yang
melakukan perbuatan itu saja, dan tidaklah mengikat
sekutu-sekutu lainnya, kecuali jika orang-orang yang
belakangan ini telah memberi kuasa kepadanya untuk
itu, atau urusannya telah memberikan manfaat bagi
Persekutuannya.
Berikutnya berdasarkan Pasal 1633 s.d. 1635 BW.
Diatur tentang Pembagian Keuntungan dan Kerugian
yang terjadi karena kegiatan usahanya dari
Maatschap, yaitu : Pembagian Keuntungan dibagi
menurut Besar-Kecilnya inbreng yang dimasukkan ke
dalam Persekutuan, sedangkan Kerugian bisa
ditanggung oleh salah seorang sekutu saja.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1646 BW. Disebutkan
alasan-alasan Pembubaran Maatscap, adalah :
1. Lewatnya waktu dari Persekutuan ini telah
ditiadakan;
2. Musnahnya barang-barang atau diselesaikan
perbuatan yang menjadi pokok Persekutuan;
3. Atas kehendak bersama dan/atau beberapa orang
dan/atau dari seorang sekutu;
4. Salah seorang sekutu ada yang meninggal dunia
atau seorang sekutu ditaruh dibawah
pengampuhan, serta Maatschapnya dinyatakan
Pailit.
Menurut Teori, bahwa Maatschap ini merupa-
kan bentuk Generalis (induk) dari CV dan Fa.
Dan bentuk khususnya adalah PT.
Tetapi dalam praktek bisnis saat ini, serta
bentuk usaha PT ini sangat berkembang pesat,
maka untuk saat ini PT tidak dapat disebut lagi
sebagai bentuk khusus dari Maatschap.

4. Persekutuan Firma (Fa) :


Persekutuan Firma, atau lebih dikenal
dengan sebutan Firma (Fa), diatur dalam
Pasal 16 s/d Pasal 35 KUHD. Dan Pasal
1618 s/d 1652 BW Karakteristik Firma
(Fa) bersifat Eksternal.
Pengertian Firma (Fa) adalah : Suatu persekutuan yang
didirikan untuk menjalankan suatu Perusahaan dibawah satu
nama bersama, dimana sekutu bertanggung jawab secara
tanggung menanggung atas segala perikatan Persekutuan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka Firma (Fa)
mengandung unsur-unsur :
1. Persekutuan Perdata;
2. Menjalankan Perusahaan;
3. Menggunakan Nama Bersama atau Firma (Fa);
4. Tanggung Jawab Sekutu secara keseluruhan sampai
bersifat Pribadi.
Berikutnya cara mendirikan Firma (Fa) ini dapat kita dilihat
pada Pasal 22 KUHD yang menyatakan bahwa tiap-tiap Firma
HARUS didirikan dengan AKTE OTENTEIK, akan tetapi
ketiadaan Akte Otentik yang demikian tidak dapat
dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga.
Ketentuan tersebut MENDUA, disatu sisi mengharuskan adanya
akte otentik, tetapi disisi lain tidak adanya akte otentikpun
tetap dibolehkan, asal tidak digunakan untuk tujuan merugikan
pihak ketiga, melanggar UU dan Ketertiban Umum.
Adapun Akte Pendirian Firma (Fa) tersebut minimal
berisi :
1. Nama Lengkap, Pekerjaan dan Tempat Tinggal dari
Para Sekutunya;
2. Penetapan Nama Bersama atau Firma (Fa) pada
Persekutuannya;
3. Firma bersifat umum atau terbatas dalam
menjalankan perusahaan di bidang tertentu;
4. Nama-Nama Sekutu yang tidak diberi kuasa untuk
menandatangani perjanjian bagi Firma;
5. Saat mulai berdiri dan berakhirnya Firma;
6. Ketentuan-ketentuan lain yang mengenai hak pihak
ketiga terhadap para sekutu.

Akte pendirian Firma selanjutnya harus didaftarkan


kepada Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Setempat, dimana daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Firma yang bersangkutan, selanjutnya
diumumkan dalam Lembaran Berita Negara di Kantor
Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia.
Dalam hal tanggung jawab, maka seluruh sekutu
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang sekutu
terhadap pihak ketiga.
Dengan demikian akte otentik dalam pendirian
Firma (Fa) bukanlah hal mutlak harus ada
dalam menjalankan usaha perusahaannya.
Akibat tidak adanya Akte Otentik Pendirian,
maka Firma (Fa) :
a. Dijalankan untuk segala urusan atau
dianggap Firma (Fa) yang bersifat umum;
b. Didirikan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas;
c. Semua sekutu dianggap mempunyai
kewenangan bertindak untuk dan atas nama
Firma (Fa).
Sedangkan bila Firma (Fa) didirikan dengan
Akte Otentik, maka ada kewajiban yang harus
dipenuhi sesuai dengan ketentuan Pasal 23
KUHD jo. Pasal 28 KUHD. Dan Pengurus Firma
berdasarkan Pasal 17 KUHD ditentukan bahwa
satu dengan yang lainnya telah memberikan
kuasa.
Dengan demikian Tanggung Jawab dalam Firma
(Fa) tersebut, sampai pada harta pribadi masing-
masing sekutu. Sehingga perbuatan seorang
sekutu sebagai pelaku usaha dengan pihak ketiga,
akan menimbulkan ikatan dengan sekutu non
pelaku. Besarnya tanggung jawab tergantung
pada inbreng (Pemasukan Modal) pada
persekutuannya.
Selanjutnya mengenai Pembubaran Firma (Fa),
berlaku Pasal 1646 s/d Pasal 1652 BW, ditambah
dengan Pasal 31 s/d Pasal 35 KUHD.

5. Persekutuan Komanditer (Commanditaire


Vennoschap/CV) :
Pada prinsipnya CV ini merupakan bentuk
khusus dari Firma (Fa).
CV ini diatur dalam Pasal 19 s/d Pasal 21
KUHD, selain itu juga berlaku Pasal-Pasal
yang mengatur tentang Firma (Fa) dan
Maatschap.
Dalam CV ini terdapat 2 (dua) macam Sekutu, yaitu :
a. Sekutu diam atau pasif atau sekutu komanditer
(silent partner);
b. Sekutu aktif atau sekutu komplementer
(complementary partner);
Dimana masing-masing sekutu tersebut mempunyai
tanggung jawab yang berbeda. Sekutu Diam yaitu
Sekutu yang hanya menyerahkan modalnya saja tetapi
tidak ikut secara aktif dalam menjalankan perusahaan,
sehingga tanggung jawabnya terbatas hanya pada
modal yang diserahkan saja.
Sedangkan untuk Sekutu Aktif, selain
berkewajiban menyerahkan modal, dia juga ikut
menjalankan Perusahaan secara aktif, sehingga
mempunyai tanggung jawab yang tidak terbatas.
Seorang sekutu pasif bisa berubah menjadi sekutu
aktif, bila mereka melakukan hal-hal yang telah
ditentukan di dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) KUHD
tentang Syarat-Syarat Pengurus CV.
Prosedur Pendirian CV :
Pada prinsipnya hampir sama dengan pendirian Firma (Fa),
maka CV didirikan dengan pembuatan Anggaran Dasar
yang dituangkan dalam Akte Pendirian yang dibuat
dihadapan Notaris. Untuk selanjutnya didaftarkan di Kantor
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Setempat, serta
diumumkan dalam Lembaran Berita Negara di Kantor
Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia.
Dari segi hubungan hukum dengan pihak ketiga,
maka CV dibedakan menjadi 3 (tiga), antara lain :
1. CV diam-diam, dimana pihak ketiga mengetahui
persekutuan ini sebgai Firma (Fa), tetapi mempunyai
sekutu komanditer. Hubungan ke luar menggunakan
nama Firma (Fa), sedangkan hubungan kedalam antar
sekutu berlaku hubungan sekutu komplementer dan
sekutu komanditer. CV diam-diam dapat disimpulkna
dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 s/d Pasal
21 KUHD.;
2. CV Terang-terangan, dimana pihak ketiga mengetahui
secara terang-terangan bahwa CV tersebut adalah
persekutuan komanditer. Hal ini dapat diketahui dari
penggunaan nama kantor/perusahaan;
3. CV atas Saham, dimana modal CV dibagi atas saham-
saham. Pembentukan modal dengan menerbitkan saham
dibolehkan, hal ini berdasarkan pada Pasal 1337 BW.
CV berakhir, karena :
a. Berakhirnya jangka waktu yang telah
ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan/atau
Akte Pendirian;
b. Sebelum berakhir jangka waktu yang
ditetapkan, akibat adanya Pengunduran Diri,
Pemberhentian, Meninggalnya salah seirang
sekutu;
c. Akibat adanya Perubahan Anggaran Dasar
atau Akte Pendirian.

Pembubaran CV HARUS dilakukan dengan Akte Otentik


yang dibuat di Kantor Notaris, yang untuk selanjutnya
di daftarkan di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
setempat, dan diumumkan dalam Lembaran Berita
Negara di Kantor Kementerian Hukum & HAM Republik
Indonesia. Dan setiap pembubaran CV, memerlukan
pemberesan (penyelesaian) baik mengenai
keuntungan maupun kerugian perusahaan.
Di dalam pembagian keuntungan dan
penyelesaian kerugian dilakukan menurut
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar CV,
apabila dalam AD tidak ditentukan, maka berlaku
ketentuan yang diatur dalam Pasal 1633 s/d Pasal
1635 BW.
Dan bila penyelesaian seluruhnya
(Keuntungan & Kerugian) telah dilakukan,
ternyata masih ada se-jumlah uang sisa,
maka sisa uang tersebut diba-gikan kepada
semua sekutu menurut perbandingan
inbreng (pemasukan modal) masing-masing
sekutu.

Anda mungkin juga menyukai