Arin Soca Ratnasari (041411323024) Winda Tri Wahyuni (041411323035) Bunga Rizki Ananda (041411323037) Siti Nuraliyah (041411323054) kasus Pada Desember 2009 melibatkan TUE (Sekda kota Bekasi), HS (Kepala Bidang Aset Pemkot Bekasi), dan HL (Kepala Inspektorat Kota Bekasi), sedangkan pihak penerima suap adalah S (Kepala Sub Auditor BPK Jawa Barat III) dan EH (Kepala Seksi Wilayah BPK Jawa Barat III). Kronologi peyuapan bermula ketika TUE mengikuti forum rapat rutin di ruang rapat yang dipimpin oleh Walikota Bekasi. Ketika itu, Walikota Bekasi mengatakan jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian, maka insentif yang diperoleh Pemkot Bekasi sebesar Rp 18 miliar. Namun, jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian, maka Pemkot Bekasi akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp 40 miliar. TUE bersama-sama HL dan HS selama rentang waktu tanggal 10 Januari sampai 10 Juni 2010 telah melakukan suap kepada S dan EH, agar laporan keuangan Pemkot Bekasi mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Total uang suap senilai Rp 400 juta diberikan dalam dua tahap, masing-masing Rp 200 juta. Pertama, sebesar Rp 200 juta di lapangan parkir sebuah rumah makan di Bandung yang dilakukan HS kepada S. Dari jumlah tersebut S mendapat Rp150 juta, sedangkan EH mendapat jatah Rp50 juta. Tahap kedua, diberikan oleh HL dan HS di rumah dinas S sebesar Rp200 juta. Dua Auditor BPK Jabar yang terbukti menerima suap tersebut akhirnya di vonis empat tahun penjara oleh hakim pengadilan Tipikor Jakarta karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sedangkan KPK menjerat HS dan HL dengan pasal 5 ayat (1)a atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, TUE dijatuhi hukuman penjara tiga tahun karena dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Analisis pelanggaran Prinsip Etika dalam kasus ini dijelaskan sebagai berikut. 1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesional, seorang akuntan harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Dari kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jabar, S dan EH tidak mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Sebagai seorang auditor pemerintah, S dan EH mengabaikan pertimbangan moral dengan menerima uang suap dari Pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa keduanya tidak melakukan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab sebagaimana prinsip etika profesi akuntansi yang semestinya. 2. Kepentingan Publik Anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dengan menerima suap dari oknum pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP, auditor BPK Jabar (S dan EH) sudah melanggar prinsip kepentingan publik. Apabila opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan pada LKPD Bekasi tahun 2009 tidak sesuai dengan yang hasil audit yang sebenarnya, maka hal itu merupakan tindak penipuan kepada publik (masyarakat) atau dengan kata lain keduanya menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah diberikan. Sejatinya, semua anggota IAI mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi 3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Tindakan menerima suap merupakan salah satu indikasi bahwa S dan EH sebagai auditor pemerintah tidak bisa menjaga integritasnya. S dan EH cenderung mementingkan keuntungan pribadi dibandingkan profesionalitasnya sebagai auditor. Padahal, Integritas mengharuskan seorang anggota IAI untuk bersikap jujur dan berterus terang sehingga pelayanan dan kepercayaan publik tidak dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota IAI untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional. 4. Objektivitas Setiap anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Pemberian uang suap oleh pemkot Bekasi kepada auditor BPK Jabar mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan lain, yaitu agar LKPD Bekasi tahun 2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian sehingga insentif yang diterima pemkot Bekasi kala itu menjadi lebih besar. Sebagai Auditor BPK Jabar, semestinya S dan EH bisa bersikap lebih objektif dan tidak tergiur dengan imbalan yang diberikan karena prinsip objektivitas mengharuskan anggota IAI bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Anggota IAI tidak boleh menerima hadiah atau entertainment yang dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. 5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Artinya, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik- baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Contohnya, Auditor tidak bisa sembarangan memberikan opini terhadap laporan keuangan yang diauditnya, mereka harus terlebih dahulu melakukan audit dengan teliti dan penuh kehati-hatian untuk memberi opini sesuai hasil audit yang diperoleh. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota IAI untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya. 6. Kerahasiaan
Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kerahasiaan bukan semata-mata masalah pengungkapan informasi. Seorang Auditor harus bisa menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama menjalankan tugas dan tidak boleh menggunakan informasi tersebut atau menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi atau pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. Dalam kasus suap yang berhubungan dengan LKPD Bekasi tahun 2009, apabila pengungkapan informasi diharuskan oleh hukum sebagai bukti adanya pelanggaran, maka hal tersebut diperbolehkan. 7. Perilaku Profesional
Setiap anggota IAI harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Tindakan menerima suap seperti yang dilakukan S dan EH sebagai seorang auditor BPK Jabar adalah salah satu contoh perilaku yang dapat merusak reputasi auditor BPK lainnya secara umum. S dan EH dinilai melanggar prinsip perilaku profesional akuntan atas tindakan yang telah dilakukannya, karena salah satu kewajiban anggota IAI adalah menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. 8. Standar Teknis
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. S dan EH semestinya dapat melakukan tugasnya sebagai auditor sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh dengan iming- iming suap atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan. TERIMA KASIH