Anda di halaman 1dari 29

Pasien dengan

Diagnosis
Tetanus Sedang
Supervisor Pembimbing:
dr. Angelica Wagiu, SpB
Pendahuluan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat ..
Pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian
dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob
yang mengandung bakteri.
Secara keseluruhan, tingkat kematian penderita tetanus sekitar 45%.
Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau tidaknya seseorang
mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup
mereka
Tetanus disebabkan oleh toksin bakteri Clostridium tetani yang memiliki
dua bentuk, yaitu bentuk vegetatif dan spora. Bentuk vegetatif C. tetani
adalah basil, Gram positif, tidak berkapsul, motil, dan bersifat obligat
anaerob. Bentuk vegetatif rentan terhadap efek bakterisidal dari proses
pemanasan, desinfektan kimiawi, dan antibiotik.
Bentuk vegetatif C. tetani menghasilkan dua macam toksin, yaitu tetanolisin
dan tetanospasmin. Tetanolisin merupakan enzim hemolisin yang
menyebabkan potensiasi infeksi tetapi perannya dalam patogenesis tetanus
belum jelas. Tetanospasmin berperan penting dalam patogenesis tetanus.
Tetanospasmin atau toksin tetanus merupakan neurotoksin poten yang
dilepaskan seiring pertumbuhan C. tetani pada tempat infeksi.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram
positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2
minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang
mengalami cedera atau luka
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril
Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap
susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol atau eksitasi terus
menerus dan spasme.
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun
dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin
pendek masa inkubasi makin buruk prognosis.
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh
merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi
kekakuan otot
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot
pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa
kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat,
dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali.
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka
terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam
setelah adanya kekakuan otot.
Diagnosis tetanus lebih sering ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
dibandingkan berdasarkan penemuan bakteriologis.
Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot-otot, refleks
tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam derajat
rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal.
Pemeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya
sekitar sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. Pemeriksaan cairan
serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Pada
kasus tertentu apabila terdapat keterlibatan jantung elektrokardiografi dapat
menunjukkan inversi gelombang T. Sinus takikardia juga sering ditemukan.
Tabel1.Skor Phillips untuk menilai derajat tetanus

Parameter Nilai

< 48 jam 5
2-5 hari 4
Masainkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
1
> 14 hari

Internal dan umbilikal 4

Leher, kepala, dinding tubuh 3


Lokasiinfeksi
Ekstremitas atas 2
1
Ekstremitas bawah

Tidak diketahui
10
8
Tidak ada
4
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus)
Statusimunisasi 2
> 10 tahun yang lalu
0
< 10 tahun yang lalu

Imunisasi lengkap 10

8
Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 4

Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 2


Faktorpemberat
Keadaan yang tidak mengancam nyawa 1
Trauma atau penyakit ringan
ASA derajat I
Penatalaksanaan
Prioritas awal dalam manajemen penderita tetanus adalah
kontrol jalan napas dan mempertahankan ventilasi yang
adekuat.
Penatalaksanaan berikutnya memiliki tiga tujuan utama,
yaitu:
1. menetralisir toksin dalam sirkulasi;
2. menghilangkan sumber tetanospasmin; dan
3. memberikan terapi suportif sampai tetanospasmin yang terfiksir
pada neuron dimetabolisme
Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan
memberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG).
Apabila HTIG tidak tersedia dapat digunakan antitetanus serum
(ATS) yang berasal dari serum kuda dengan dosis 40.000 IU.
Eradikasi sumber toksin dilakukan dengan pemberian antibiotik
dan debridemen luka. Penggunaan antibiotik Penisilin G
(100.000-200.000 IU/kgBB per hari dibagi 2-4 dosis) dahulunya
merupakan terapi pilihan.
Pada perawatan luka dilakukan debridemen luka dengan
membuang benda asing, eksisi jaringan nekrotik, serta irigasi
luka.
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama : JL
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 64 tahun
Alamat : Kecamatan Wulauan
Pekerjaan : Supir
Tanggal masuk RS : 25 November 2016
Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri saat membuka mulut

Riwayat penyakit sekarang


Seorang laki-laki berusia 64 tahun, masuk rumah sakit dengan
keluhan sulit membuka mulut sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien mengalami luka di tungkai bawah
kanan akibat terkena batang bambu saat sedang berkebun sejak
2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat luka tidak terawat
dan pasien tidak berobat ke dokter. Riwayat imunisasi disangkal,
riwayat kejang (-), sulit menelan (+), demam (-), sesak (-), kedua
tungkai kaki lemah. Pasien lalu dibawa ke RS Gunung Maria
Tomohon, kemudian dirujuk ke RSUP Prof Kandou Malalayang.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, ginjal, diabetes melitus, dan
hipertensi disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang
serupa dengan pasien.

Riwayat kebiasaan
Pasien sering berkebun tanpa menggunakan alas kaki.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,5oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 168 cm
Status Generalis
Kepala
Mata : Konj. Anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
Hidun : Epistaksis -/-, deviasi septum
Gigi dan mulut : trismus (+)
Leher : deviasi trakea (-)
Thoraks
Inspeksi : Hemitorak simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua hemitorak
Auskultasi : Kanan = Kiri normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, tumpul
Palpasi : lemas
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : BU (+) normal

Ekstremitas
Akral hangat, sianosis -/-
Berkekuatan otot
Status Lokalis
Kepala : CA -/-, pupil bulat isokor, RC +/+, Trismus (+) < 2 cm

Abdomen
Inspeksi : datar, tumpul
Palpasi : lemas
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Motorik : kekuatan otot 2/2
Pemeriksaan penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tgl 25-11-2016

Hematologi
Leukosit : 10920 /L
Eritrosit : 4,19
Hb : 12,7 g/dL
Ht : 37,5 %
Trombosit : 258 10^3L
MCH : 30,3 pg
MCHC : 33,8 g/dL
MCV : 89,5

Kimia Klinik
SGOT : 53 U/L
SGPT : 23 U/L
Ureum darah : 28 mg/dL
Creatinin darah : 1,9 mg/dL
Gula darah sewaktu : 83 mg/dL
Chlorida darah : 105 mEq/L
Kalium darah : 3,10 mEq/L
Natrium darah : 137 mEq/L
Diagnosis Kerja

Tetanus Sedang
Penatalaksanaan

IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Tetagam 3000 IM
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet
Edukasi keluarga tentang penyakit
Prognosis

Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia
Follow up Harian

Tgl 26 November 2016


S : Sulit membuka mulut
O : Kepala : Trismus (+) 2 cm
A : Tetanus sedang
P : - netralisir toksin dan mencegah komplikasi
IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Tetagam 3000 IM
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet

Tgl 27 November 2016


S : kejang
O : Kepala : Trismus (+) 2 cm
Ekstremitas : kekakuan otot
A : Tetanus sedang
P : - mengatasi kejang
IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet
Tgl 28 November 2016
S:-
O : Kepala : Trismus (+) 2 cm
Ekstremitas : kekakuan otot
A : Tetanus sedang
P:
IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet
Tgl 29 November 2016

S:-
O : Kepala : Trismus (+) 2 cm
Ekstremitas : kekakuan otot
A : Tetanus sedang
P : - IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet

Tgl 30 November 2016
S:-
O : Kepala : Trismus (-)
Ekstremitas : kekakuan otot (-)
A : Tetanus sedang
P : - IVFD RL 20 gtt/mnt
Metronidazole 3x 1000 mg IV
Penisilin 3x1,5 juta Unit
Diazepam 0,3 mg/kgBB
Diet
Pembahasan

Pada anamnesis didapatkan keluhan sulit membuka mulut sejak 1


minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengalami luka di
tungkai bawah kanan akibat terkena batang bambu saat sedang
berkebun sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat luka
tidak terawat dan pasien tidak berobat ke dokter. Riwayat imunisasi
disangkal, demam (+), dan sulit menelan (+). Pasien juga memiliki
riwayat kebiasaan berkebun tanpa alas kaki. Riwayat kebiasaan dan
imunisasi pasien merupakan faktor yang memicu terjadinya gejala dan
penyakit yang dialami oleh pasien. Karena tidak menggunakan alas kaki
saat berkebun sehingga pasien terkena batang bambu. Luka pasien
yang tidak terawat tersebut dapat memicu invasi bakteri. Salah satunya
yaitu Clostridium tetani yang memiliki dua bentuk, yaitu bentuk
vegetatif dan spora.
Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot
masseter (trismus), pada saat toxin masuk kesumsum tulang
belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot
bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis. Gejala yang
dialami oleh pasien menunjukkan diagnosis mengarah pada
tetanus.
Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya
adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring
tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari,
IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis
50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari
C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
Toksin bebas dalam darah
Toksin bergabung dengan jaringan saraf
Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah.
Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak
dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum pemberian antitoksin
harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit
dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena
antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog
sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan
alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian
TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

Obat yang lazim digunakan ialah :


Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka
diberikan dosis 0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis
optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti
pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan dosis
0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam
240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus
dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik,
dengan atau tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan
penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.
Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg
i.m. Dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi
dalam 3 dosis.
Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6
dosis.
KESIMPULAN

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman


clostridium tetani, yang masuk melalui luka bermanifestasi
sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan (spasme). Bentuk vegetatif C. tetani adalah basil, Gram
positif, tidak berkapsul, motil, dan bersifat obligat anaerob.
Bentuk vegetatif rentan terhadap efek bakterisidal dari proses
pemanasan, desinfektan kimiawi, dan antibiotik. Bentuk ini
merupakan bentuk yang dapat menimbulkan tetanus. Gejala
dari tetanus yaitu nyeri menelan, trismus, spasme otot hingga
ophistotonus, risus sardonicus dan kejang. Beberapa prinsip
penatalaksanaan dari tetanus yaitu eradikasi kuman,
menetralisir toksin, mengatasi kejang dan mencegah
komplikasi.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai