Anda di halaman 1dari 31

Literatur Pokok :

1. Prinsip-prinsip Legal Drafting & Desain Naskah Akademik ( B.


Hestu Cipto Handoyo )
2. Legisltive Drafting ( Sitayudin, dkk )
3. Ilmu Perundang-undangan buku 1 dan 2 ( Maria Farida Indrati S)
4. Modul 1, 2, 3, 4, 5, 6 Diklat teknis Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan ( Legal Drafting ) : Departemen Dalam
Negiri/Lembaga Administrasi Negara 2007
5. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
LEGESLATIF DRAFTING

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H

Fakultas Hukum Unmas Denpasar


2017
Materi Kuliah
I. Pendahuluan
1. Pengertian
1.1. Negera Hukum
1.2. Legal Drafting
1.3. Pembentukan Peraturan-perundang-
undangan
1.4. Ilmu Perundang-undangan
1.5. Hubungan Legislatif Drafting dengan
Konsep Negara Hukum
II. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2.1. Lembaga Pembentuk UU
2.3. Lembaga Pembentuk Perpu
2.4. Lembaga Pembentuk PP
2.5. Lembaga Pembentuk Perpres
2.6. Lembaga Pembentuk Perda
2.7. Lembaga Pembentuk Perundang-
undangan di luar Hirarki
III. Jenis dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undanan
3.1. TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 yo. TAP
MPR No. V/MPR 1973
3.2. TAP MPR No. III/MPR 2000 Tg. Sumer
Hk. Dan Tata Urutan Pert Per-UU-an
3.3. UU. No. 10 Th. 2004 Tg. Pembentukan
Pert. Per-UU-an
3.4. UU. No. 12 Th. 2011 Tg. Pembentukan Pert
Per-UU-an
IV. Materi Muatan Peraturan Per-UU-an
4.1. Materi Muatan UUD. (Konstitusi)
4.2. Materi Muatan Peraturan yang
dikeluarkan oleh MPR
4.3. Materi Muatan UU/Perpu
4.4. Materi Muatan PP
4.5. Materi Muatan Perpres
4.6. Materi Muatan Perma
4.7. Materi Muatan MK
4.8. Materi Muatan BPK
4.9. Materi Muatan KPU
4.10.Materi Muatan KY
4.11. Materi Muatan BI
4.12. Materi Muatan Permen
4.13. Materi Muatan Perda
4.14. Materi Muatan Pergub, Perbup,
Perwali, Perdes
V. Bahasa Peraturan Per-UU-an
5.1. Rasa Bahasa Per-UU-an
5.2. Pilihan Bahasa atau Istilah
5.3. Kegiatan Berkomposisi
VI. Contoh Naskah Akademis Per-UU-an
6.1. Naskah Akademis UU
6.2. Naskah Akademis Perda
NEGARA HUKUM ( Hartono Mardjono) = seluruh WN, Alp dan Aprt Neg dalam segala aktifitasnya
tunduk pd hukum (equity dan non-discrimination )

LEGISLATIF DRAFTING

Konsep dasar penyusunan


per-uu-an yg berisi UU No. 12 Th 2011
naskah akademik dan
naskah awal
Neg Hkp
1. Jaminan HAM
Ps 1 (3),ps27(1), 2. Pembagian
Penyelenggara Neg. Pembukaan kekuasaan
UUD 1945 3. Badan peradilan
yg bebas dan
mandiriu

rakyat
Pembentukan Peraturan Per-uu-an adalah proses pembuatan
pert. Per-uu-an yg pd dasarnya dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyususnan, perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan (lihat UU.
No. 12 Th 2011 )
Dasar hukum Pembentukan Pert. Per- uu-an :
lihat ps. 1 (3) UUD 1945, ps. 20 (1), ps. 5 (1), ps. 5 (2), ps. 18 (6),
UU 12 Th. 2011.
Ilmu Per-uu-an adalah suatu ilmu yg mengkaji segala seluk-
beluk proses dan tata cara pembentukan, substansi pert. Per-
uu-an yg dikeluarkan oleh pejabat berwewenang dan mengikat
publik.
Teknik perundang-undangan adalah suatu cara untuk
mengkaji hal-hal yang berkait dengan teks suatu per-
uu-an meliputi bentuk luar, bentuk dalam, dan ragam
bahasa dari pert. Per-uu-an.
Kegunaan ilmu per-uu-an ;
1. Law as tool of social enginering
2. Memudahkan praktek hukum
3. Memudahkan klasifikasi dan dokumentasi
4.mendorong munculnya pert.per-uu-an yang baik.
Legal Drafter ; adalah perancang pert. Per-uu-an yg
menguasai ilmu per-uu-an meliputi seluk-beluk proses,
tata cara, isi atau substansi pert. Per-uu-an.

TUGAS ( PR )
Buatlah tugas tertulis dalam bentuk presentasi
Mengenai hubungan antara Konstitusi ( UUD 1945 ),
UU, dan peraturan perundang-undangan lainnya
dengan menyebut dan menguraikan persamaan,
perbedaan dan ciri-cirinya masing-masing!
Pembentuk peraturan perundang-undangan
Pra Amandemen UUD 1945 :
Pembentuk UU (ps 5 yo ps 20) Presiden bersama-sama dengan DPR
Pembentuk Perpu, PP,Perpres (ps 4 ayat 1,ps 21, ps 22) adalah Presiden

Pasca Amandemen UUD 1945:


Pembentuk UU kekuasaannya ada di tangan DPR (ps 20 ayat 1 )
DPR berkewajiban menyusun legislasi nasional ( prolegnas ), menyusun
perencanaan , analisis, evaluasi yang didukung oleh penelitian dan pengkajian
(naskah akademik )
Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (ps 5 ayat 1 )
DPD diberikan kewenangan legislasi terbatas khususnya berkaitan dengan
substansi otonomi daerah, dan hubungan pusat dan daerah
Ketetapan MPR kewenangannya ada di tangan MPR
Lembaga pembentuk Perpu, PP, Perpres/Keppres yang bersifat
pengaturan (regeling) adalah Presiden
Peraturan Mentri kewengannya ada ditangan Mentri
Perda kewengannya ada ditangan DPRD dan Kepala Daerah
Perdes kewenanganya ada ditangan Kepala Desa dan BPD

Pembentuk Peraturan Perundang-undangan di luar hierarki seperti :


BPK, MA, KY, MK, KPU, yang bersifat pengaturan menjadi
kewenangan masing-masing lembaga yang bersangkutan.
Jenis dan Tata urutan Peraturan Perundang-
undangan
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 yo. TAP MPR No. III/1973 adalah :
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU/PERPU
4. PP
5. KEPRES
6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti :
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
- dan lain-lainnya
Pasal 2 TAP MPR N0. III/MPR/2000
1. UUD RI 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU
4. Perpu
5. PP
6. Keppres
7. Perda
UU P3 N0. 10 Th 2004
1. UUD RI 1945
2. UU/Perpu
3. PP
4. Perpres
5. Perda

UU P3 N0. 12 Th 2011
1. UUD RI 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU/Perpu
4. PP
5. Perpres
6. Perda Provinsi
7. Perda Kabupaten/Kota
MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Konsitusi :
1. Bentuk negara dan bentuk
pemerintahan;
2. Pembentukan lembaga negara;
3. Pembagian kekuasaan;
4. Pengaturan hubungan kewenangan
antar lembaga negara;
5. Perlindungan dan penghormatan
terhadap HAM

Perubahan dan
Peraturan MPR :
penetapan UUD 1945
1. Tatib MPR;
mrpk bentuk tersendiri
2. Pelantikan Presiden dan Wakil
yg bukan Ketetapan,
Presiden;
bukan Keputusan, dan
3. Pemberhentian Presiden/Wakil
bukan Peraturan
Presiden pada masa jabatannya
Materi Muatan UU/Perpu
Menurut A. Hamid, SA. Bahwa ada 18 butir yang secara tegas diperintahkan oleh UUD 1945 (asli), namun sesudah
amandemen menjadi 40 pasal dan ayat yang harus diatur dengan UU, yaitu : pasal 2 ayat (1), ps 6 ayat (2), ps 6A ayat (5), ps 11
ayat (3), ps 12, ps 15, ps 16, ps 17 ayat (4), ps 18 ayat (1), ps 18 ayat (7), ps 18A ayat (1) dan ayat (2), ps 18B ayat (1) dan ayat (2), ps
19 ayat (2), ps 20A ayat (4), ps 22A, ps 22B, ps 22C ayat (4), ps 22D ayat (4), ps 22E ayat (6), ps 23A, ps 23B, ps 23C, ps 23D, ps
23E ayat (3), ps 23G ayat (2), ps 24 ayat (3), ps 24A ayat (1), ps 24A ayat (5), ps 24B ayat (4), ps 24C ayat (6), ps 25, ps 25A, ps 26
ayat (3), ps 28I ayat (5), ps 30 ayat (5), ps 31 ayat (3), ps 33 ayat (5), ps 34 ayat (4), dan ps 36C
Hal-hal lain yang harus diatur dengan UU adalah hal-hal yang berkaitan dengan asas konstitusionalisme dan asas negara
hukum (rechtsstaat)

Jadi ke-40 hal seperti tersebut di atas dapat dirinci seperti berikut :
1. Yang secara tegas diperintahkan oleh UUD untuk diatur dengan UU
2. Yang mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan UUD
3. Yang mengatur HAM penduduk, terlepas dari kedudukannya sebagai warga negara atau bukan
4. Yang mengatur hak kewajiban warga negara
5. Yang mengatur pembagian kekuasaan negara, termasuk kekuasaan peradilan dan hakim yang bebas
6. Yang mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga negara
7. Yang mengatur pembagian daerah negara atas daerah besar dan kecil
8. Yang mengatur siapa warga negara, cara memperoleh atau kehilangan kewarganegaraannya
9. Hal-hal lain yang oleh ketentuan suatu UU ditetapkan untuk diatur lebih lanjut dengan UU
10. Yang mengatur lebih lanjut tentang tata cara pembentukan UU
1. HAM
2. Hak dan kewajiban warga negara
3. Pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara
4. Wilayah negara dan pembagian daerah
5. Kewarganegaraan dan kependudukan
6. Keuangan negara

Materi Muatan UU
sesuai dengan perkembangan dan perubahan :
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945
2. Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU
3. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
4. Tindak lanjut atas putusan MK
5. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masysrakat
Materi Muatan PP
Dalam pasal 5 UUD RI 1945, disebutkan bahwa : Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan UU.
Dalam TAP MPR No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa : Peraturan
Pemerintah dibuat oleh Presiden untuk melaksanakan perintah
UU.
UU P3 : (1) Peraturan Pemerintah ditetapkan untuk melaksanakan UU
(2) Setiap UU wajib mencantumkan batas waktu penetapan
PP dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan UU tersebut
(3) Penetapan PP dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara tidak atas perintah secara
tegas dari suatu UU dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ini
(4) Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik dari pada UU menurut
hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang
Materi Muatan Perpres :
1. Materi yang diperintahkan oleh UU
2. Materi untuk melaksanakan PP
3. Materi untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan

Materi Muatan Perda Provinsi dan Perda


Kabupaten/Kota
1. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,
serta menampung kondisi khusus daerah;
2. Penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi
Materi Muatan Peraturan MA
1. Hal-hal yang berkaitan dengan lembaga peradilan
2. Hukum acara yang belum diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, seperti misalnya mengenai hak uji
materiil. Dasar hukumnya adalah pasal 79 UU N0. 14/1985
tentang MA sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5/2004

Materi Muatan Peraturan MK


Hal-hal yang berkaitang dengan tugas dan wewenang serta hukum
acara yang belum diatur dalam UU No. 24/2003 tentang MK. Seperti
Peraturan MK N0. 04/PMK/2004 tentang pedoman beracara dalam
Perselisihan Pemilihan Umum.
Materi Muatan Peraturan BPK
Materi muatan peraturan BPK adalah sebagaimana ketentuan UU BPK yang
merupakan perintah dari pasal 23 E UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa :
Hasil pemeriksaan keungan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD.

Materi Muatan Peraturan KPU


Pasal 22 E ayat (5) UUD RI 1945 memberikan kewenangan kepada KPU sebagai
penyelenggara Pemilu> Kewenangan lebih lanjut dijabarkan dalam UU No.
12/2003 tentang pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Kemudian pasal-pasal yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu didelegasikan kepada KPU untuk
diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPU.
Materi Muatan Peraturan KY
Kewenangan KY sebagai lembaga negara diatur dalam UUD RI 1945
pasal 24B yang menyebutkan bahwa :
(1) KY bersifat mandiri dan berwewenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku
hakim.
(2) Anggota KY harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum serta
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
(3) Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan KY diatur dengan UU
Dari ketentuan tersebut di atas maka kewenangan KY harus diatur lebih lanjut dalam UU,
kemudian UU ini mendelegasikan kewenangan kepada KY untuk membuat Peraturan KY
sebagai pelaksanaan lebih lanjut ketentuan UU seperti : mekanisme rekrutmen dan syarat-
syarat hakim agung, pengawasan terhadap para hakim.
Materi Muatan BI
Sebagaimana diatur dalam pasal 23D UUD RI 1945 disebutkan Bank Sentral ini
dimaksudkan adalah Bank Indonesia. Materi muatan BI adalah hal-hal yang perlu diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia yang merupakan peraturan pelaksanaan UU
N0. 23/1999 tentang BI yang berkaitang dengan tujuan dan tugas BI mengenai kestabilan
rupiah, kebijakan moneter, kelancaran sistem pembayaran, serta pengawasan perbankan

Materi Muatan Peraturan Menteri


Membuat peraturan yang disebut Peraturan Menteri (Permen) adalah kewenangan
derivatif/delegatif yang berasal dari Presiden. Dengan demikian menteri dapat
mengeluarkan peraturan yang didasarkan atas perintah Perpres atau PP, atau bahkan
peritah UU apabila substansi yang didelegasikan dari suatu UU memang tidak layak diatur
oleh Perpres atau PP, seperti contoh jenis-jenis narkotika cukup diatur dalam Permenkes.
Materi Muatan Peraturan Gubernur
1. Hal-hal lebih lanjut yang diperintahkan oleh Perda Provinsi
2. Atas kuasa peraturan lebih tinggi untuk diatur lebih lanjut sesuai dengan lingkup
kewenangan Gubernur baik sebagai Kepala Daerah (otonomi khusus), maupun sebagai
Kepala Wilayah administrasi (desentralisasi), yang merupakan wakil Pemerintah Pusat di
Daerah Provinsi. Materi muatan ini juga harus disesuaikan dengan UU Pemerintah
Daerah yang baru.

Materi Muatan Peraturan Bupati/Wali Kota


1. Hal-hal lebih lanjut yang diperintahkan oleh Perda Kabupaten/Kota
2.. Atas Kuasa Peraturan lebih tinggi untuk diatur lebih lanjut sesuai dengan lingkup
kewenangan Bupati/Wali Kota baik sebagai Kepala Daerah otonom, maupun sebagai
Tugas Pembantuan materi muatan sisa (teori residu) yang tidak merupakan materi
muatan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah Daerah provinsi.
Materi Muatan Peraturan Desa
Materi muatan peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan
urusan desa dan hal yang berkaitan dengan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Desa serta penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi (lihat UU No 12 Tahun 2011).
BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rasa Bahasa Perundang-undangan
1. Perancang dituntut mampu memilih kata-kata yang tepat, sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi, seperti dalam penggunaan kata kepentingan
umum
2. Perancang mampu menguasai corak atau gaya khas yang bercirikan kejernihan
pengertian, kelugasan, kebakuan, dan keserasian, seperti dalam penggunaan kata :
dapat dan boleh, kata wajib dan harus, kata di daerah dan lain-lain.

Pilihan Kata atau Istilah


1. Perancang mempunyai atau menguasai perbendaharaan kata-kata (vocabulary) dalam
ungkapan-ungkapan, dan penyusunan kalimat serta ejaannya.
2. Perancang harus berhati-hati dalam hal ada kata serapan (dari bahasa asing), seperti
misalnya kata maksimum sanksi pidana., jika serapan tersebut sudah ada kata
padanannya yang berasal dari bahasa Indonesia, sebaiknya dipergunakan bahasa kita
sendiri menjadi dipidana penjara paling lama.
3. perancang harus mampu menggunakan kata-kata yang tepat, dan menghindari penempatan
kata-kata yang salah dalam suatu kalimat norma, seperti kecuali, selain, di samping.
Contoh : Kecuali menjalani hukuman, terpidana diwajibkan. Seharusnya kalimat norma
di atas berbunyi: Selain menjalani hukuman, terpidana diwajibkan..
Contoh lain : Kecuali putusan hakim menentukan.. Sebaiknya kalimat tersebut langsung
saja menyatakan : Dalam hal putusan hakim.., maka
Kata Kecuali pada dasarnya merupakan penyimpangan dari prinsip umum atau norma umum,
seperti contoh: Kecuali pegawai gol IV, seluruh pegawai negeri harus hadir dalam mengikuti
upacara bendera.
Kata kecuali bisa ditempatkan dibelakang kalimat tertentu jika yang dibatasi hanya kata yang
bersangkutan, seperti yang dimaksud anak buah kapal adalah mualim, juru mudi, koki,
kecuali koki magang, dan pelaut.
4. Perancang harus cakap menggunakan kalimat norma pengandaian seperti : dalam hal, jika,
apabila, dan pada saat
Penggunaan kata-kata tersebut harus dipilah-pilah sesuai dengan rasa bahasa yang dikaitkan
dengan penalarannya.
Kata-kata (frase) dalam hal digunakan untuk satu keadaan kemungkinan kondisi yang mungkin

terjadi ataupun tidak mungkin terjadi. Contoh : Dalam hal Presiden berhalangan tetap,
maka... Kata Jika digunakan untuk kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari
sekali, contoh: Jika perusahaan itu melanggar kewajiban yang dimaksud dalam
pasalberturut-turut, maka.. Prase Pada saat digunakan untuk kemungkinan atau
keadaan yang pasti akan terjadi pada suatu saat pada masa yang akan datang, misalnya pada saat
seseorang mencapai umur 18 tahun, maka Kata apabila digunakan untuk pengandaian yang
berhubungan dengan waktu, misalnya : Apabila dalam waktu tiga bulan, penggugat tidak
mengajukan gugatannya ke pengadilan, maka..
5. Perancang harus mampu memilih dan menggunakan kata-kata yang tepat dan tegas dalam
kalimat norma, seperti kata kumulatif dan alternatif yaitu kata dan dan atau, seperti contoh :
Jika ada seseorang yang dituduh korupsi dengan pidana penjara 10 tahun dan denda 500 juta,
maka kalimat ini akan membingungkan bagi hakim yang memutus perkara apakah yang
dimaksud kumulatif atau alternatif. Sebaiknya digunakan perumusan keduanya alternatif dan
kumulatif dengan menggunakan kata-kata dan/atau.

Anda mungkin juga menyukai