Anda di halaman 1dari 37

F.45.

2
GANGGUAN HIPOKONDRIK
Pembimbing:
dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, M.M

DISUSUN OLEH:
AHMAD AMANAN [I4A011105]
AMALIA YUSAIRAH ARHAM [I4A013247]
ADELAIDE SHARFINA [I4A013249]

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
JUNI, 2017
IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny. S
TTL : Cilacap, 10 Juli 1978
Usia : 39 tahun
JK : Perempuan
Alamat : Desa Pinang Habang RT. 005, RW. 001, Kec. Wanaraya,
Kab. Barito Kuala, Prov. Kal-Teng.
Pendidikan: Tamat SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Status Perkawinan : Sudah menikah
RIWAYAT PSIKIATRIK
Diperoleh dari autoanamnesa pada hari Selasa, 30 Mei 2017 di
RSUD ULIN dan heteroanamnesa pada hari Rabu, 31 Mei 2017 di
rumah pasien dengan Tn. Solihin (Suami, 40 tahun, dekat).

KELUHAN UTAMA
Keyakinan ada pacet di dalam kepala

KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri kepala, sulit menelan, mual muntah, diare
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke poli Jiwa di RSUD Ulin Banjarmasin berdasarkan rujukan
dari Poli THT RSUD Ulin bersama anak dan keponakan, tetapi hanya
ditemani oleh keponakannya saat berkonsultasi. Pasien mengeluhkan ada
hewan pacet yang masuk ke telinga dan kemudian merayap ke hidung serta
tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu sampai sekarang. Pacet dirasakan masuk
ke telinga kiri pasien saat menemani suami bekerja di sawah. Pergerakkan
pacet mulai dirasakan 3 hari setelah pasien merasa ada pacet yang masuk ke
dalam telinganya dan terasa hilang timbul tapi sering. Saat pacet sedang
merayap, pasien merasa daerah yang dilalui pacet terasa sakit dan dingin.
Dalam 2 bulan terakhir pasien mengeluhkan adanya mual muntah dan diare
karena memikirkan pacet yang mengganggunya. Pasien sangat khawatir
karena sebelumnya pernah menonton acara televisi On the Spot di
rumahnya bahwa pacet dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan memakan
organ tubuh disekitarnya, dalam keluhan ini adalah otak pasien.
RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA

Tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, yakni kemasukan binatang


(pacet)
Tidak pernah masuk rumah sakit karena penyakit medis
Berpikir untuk mengakihiri hidup dengan cara meminum obat sebanyak-
banyaknya
RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

Riwayat prenatal dan perinatal: lahir normal dirumah ditolong bidan, pasien tidak
mengetahui riwayat kehaliman ibu pasien
Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun): pasien tidak ingat lagi
Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun): banyak memiliki teman, sering
mencari kayu bakar yang hanyut disungai dan dijual kembali. Pasien tidak pernah
berkelahi
Riwayat masa kanak akhir dan remaja: pasien bersam teman-temannya mencari
kerja untuk mendapatkan uang
Riwayat Pendidikan: Pasien tamatan SDN Terusan Kapuas.
Riwayat Perkerjaan: Pasien mulai bekerja sejak SD dengan mengumpulkan kayu
bakar yang hanyut di sungai.
Saat usia 1216 tahun, pasien bekerja di pabrik dekat rumah sebagai pemotong
kayu bulat.
Setelah menikah, pasien hanya bekerja di rumah dan sesekali membantu suami
di sawah.
Riwayat Perkawinan: Pasien menikah dengan suami (sebelumnya pacar) pada
usia 19 tahun tanpa ada paksaan dan memiliki tiga orang anak.
Riwayat Keagamaan: Pasien rajin shalat dan ngaji, untuk terawih pasien sering
diurmah karena jauh, tetapi pasien tidak puasa saat dikunjungi.
Riwayat Psikoseksual: Pasien sudah haid ketika usia 12 tahun dan menyukai
lawan jenis.
Riwayat Aktivitas Sosial: Pasien rajin mengikuti kegiatan arisan maupun
kegiatan PKK di wilayah RT dan berhubungan baik dengan semuanya.
Riwayat Hukum: Pasien tidak pernah bermasalah dengan hukum.
Riwayat penggunaan waktu luang: Membersihkan rumah, ikut turun ke
sawah, mengobrol dengan tetangga.
Riwayat Kehidupan Sekarang
Pasien merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Sekarang pasien
tinggal bersama suami dan ketiga anaknya. Anak pertama baru saja lulus SMK
jurusan mesin, anak kedua sedang menempuh pendidikan SMP dan anak terakhir
sedang bersekola di SD. Hubungan pasien dengan suami kurang harmonis tetapi
dengan anak-anak dan saudara-saudaranya baik-baik saja.
Rumah pasien terbuat dari kayu beratapkan seng dan tampak kecil untuk dihuni
lima orang dengan tempat tidur digabung dalam satu kamar. Listrik sudah tersedia
24 jam tetapi air masih didapatkan dari menyedot sumur bor. Jarak rumah pasien
ke kota dapat ditempuh dalam satu jam lebih menggunakan kendaraan roda dua
atau roda empat dan pasien memiliki dua kendaraan roda dua untuk mobilitas
bersama.
Genogram

: Pasien

: Sudah meninggal dunia

: Sudah meninggal dunia

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.


Persepsi Pasien Tentang Kehidupannya:
Pasien merasa kehidupannya biasa-biasa saja, bahkan terlalu biasa dengan keadaan
ekonomi seperti ini. Pasien merasa sedang mengalami sakit medis bukan mental dan
juga merasa jengkel dengan dokter-dokter THT yang telah dikunjungi pasien karena
merasa tidak dipercaya dan ditertawakan. Pasien mencoba mengatasi dengan
membantu suami ke sawah maupun menternakkan kambing dan untuk keluhan
tentang pacet, pasien terus mencari dokter lain yang dapat memahami keluhannya.
Impian, Fantasi dan nilai-nilai: Pasien ingin memperbaiki dapur dan sudah
mulai mengumpulkan batang kayu.
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

Status Interna :
Tekanan darah : 105/70 mmHg
Nadi : 60x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,2oC
SpO2 : 99%
Status Neurologis
Nervus I XII : Dalam batas normal
Rangsang Meningeal : Tidak ditemukan
Gejala peningkatan TIK : Tidak ditemukan
Refleks Fisiologis : Dalam batas normal
Refleks patologis : Tidak ditemukan
STATUS MENTAL
Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien datang mengunakan kerudung merah muda, baju kaos lengan panjang merah
muda, celana kain coklat tua, dan sendal karet ungu-putih. Saat dirumah, pasien
mengenakan baju kaos merah lengan pendek celana kaos pendek warna abu-abu dan
berambut lurus sebahu. Pasien berperawakan tinggi kurus dan tampak terawat.
2. Kesadaran : Jernih
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Normoaktif
4. Pembicaraan : Spontan, relevan, lancar dan prosodi
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
6. Kontak psikis : Ada, wajar, dapat dipertahankan
Keadaan
Mood : Hipotimik
Afek : Luas
Keserasian : Serasi
Hidup Emosi
Stabilitas : Stabil
Pengendalian : Pasien dapat mengendalikan emosinya secara wajar
Sungguh-sungguh/tdk : Sungguh-sungguh
Dalam/dangkal : Dalam
Skala diferensiasi : Luas
Empati : Dapat diraba/rasakan
. Fungsi Kognitif
Kesadaran : Jernih
Orientasi
Waktu/ Tempat / Orang / Situasi :+ / + / +/+
Daya ingat
Segera : Baik
Jangka pendek : Baik
Jangka menengah : Baik
Jangka panjang : Baik
Konsentrasi : Baik
Perhatian : Dapat dipertahankan
Kemampuan membaca dan menulis : Baik
Kemampuan visuospasial : Baik
Pikiran abstrak : Baik
Kapasitas intelegenesia : Sesuai tingkat pendidikan
Bakat kreatif : Membuat kerajinan tangan
Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup
Gangguan persepsi
Halusinasi (A/V/T/O/S) : / / / /
Ilusi A / V / G / T / O : / / / /
Depersonalisasi : Tidak
Derealisasi : Tidak
Pikiran :
Proses pikir
a. Bentuk pikiran : Realistik
b. Arus pikiran : Koheren
Isi pikiran : Preokupasi adanya pacet yang merayap dari telinga ke hidung
dan tenggorokan.
Pegendalian impuls : Baik
Daya Nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realita : Baik
Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungan: Pasien menyadari dirinya sakit
dan butuh bantuan tetapi pasien tidak memahami penyebab sakitnya.
Tilikan :4
Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Maret 2017: Pasien pertama kali merasakan ada pacet masuk dan bergerak di
dalam telinga, kemudian berjalan ke dalam hidung dan ke tenggorokan. Pasien
memeriksakan ke Puskesmas Sidomulyo 3 hari setelahnya dan dirujuk ke RS
Marabahan. Selama 1 bulan ini pasien berobat ke RS Marabahan hingga 3x karena
tidak ada perbaikan keluhan.
April 2017: Pasien mulai mencari terapi di faskes lain seperti praktik dokter
pribadi dan pengobatan tradisional tetapi tidak pula mengurangi keluhan pasien.
Pasien mulai berpikir untuk mengakhiri hidup dengan cara meminum obat yang
banyak supaya tidur selamanya, namun terpikir nasib keluarga (anak-anak). Pasien
jadi menyendiri karena tidak dipercaya oleh suami. Pasien kemudian melanjutkan
terapi ke RS Marabahan sebanyak 5x tetapi hasilnya tetap sama bahwa tidak
ditemukan adanya kelainan.
Mei 2017: Pasien tidak puas dengan pengobatan di RS sebelumnya sehingga pasien
minta dirujuk ke RS Moh. Ansari Saleh dan hasilnya pun tidak ditemukan adanya
kelainan fisik sesuai keluhan pasien. Pasien kemudian minta dirujuk kembali ke
RSUD Ulin Banjarmasin dan oleh dokter THT disitu, pasien dirujuk ke Poli Jiwa
RSUD Ulin Banjarmasin.
Kesadaran : Jernih
Psikomotor : Normoaktif
Afek/mood : Hipotim
Ekspresi Emosi
Stabilitas : Stabil
Pengendalian : Pasien dapat mengendalikan emosinya
secara wajar
Sungguh-sungguh/tidak : Sungguh-sungguh
Dalam/dangkal : Dalam
Skala diferensiasi : Luas
Empati : Dapat diraba/rasakan
Stressor keluarga diduga karena: suami pasien sering berkata-kata kasar karena
merasa pasien melakukan pengobatan yang sia-sia dengan keluhan yang dirasa
suami pasien tidak benar adanya.
EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : F.45.2 Gangguan Hipokondrik


DD : F.42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
F.40.0 Gangguan Anxietas Fobik
Aksis II : Belum dapat dievaluasi
Aksis III : Tidak ditemukan
Aksis IV : Masalah dengan keluarga
Aksis V : GAF Scale 51 60, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
DAFTAR MASALAH

Masalah terkait fisik: Pasien tidak memiliki masalah terkait fisik


Masalah terkait psikologis: Psikomotor perilaku dan aktivitas psikomotor
normoaktif, pembicaraan verbal koheren, afek hipothym, arus pikir cepat,
halusinasi tidak ada, penilaian realita baik dan tilikan derajat 4.
PROGNOSIS
Diagnosis penyakit : dubia ad malam
Fase prodormal : dubia ad bonam
Diagnosis stressor : dubia ad malam
Gangguan sistemik : dubia ad bonam
Perjalan penyakit : dubia ad bonam
Usia saat menderita : dubia ad malam
Pendidikan : dubia ad malam
Lingkungan sosial : dubia ad bonam
Pengobatan psikiatri : dubia ad malam
Ekonomi : dubia ad malam
Kesimpulan : dubia ad malam
RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Klobazam 10mg 2x1


Fluoxetin 20mg 1x1
Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga tentang pengelolaan
rasa cemas dengan dukungan sosial dan interaksi sosial dari anggota keluarga
terdekat yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas, serta memberikan anjuran
agar pasien tetap rajin shalat dan dapat sesering mungkin mengikuti kegiatan
keagamaan yang ada di lingkungan pasien.
DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa (alloanamnesa dan autoanamnesa) serta pemeriksaan


status mental, didapatkan gejala psikiatrik sebagai berikut:
Preokupasi bahwa terdapat pacet di dalam kepala pasien dan merayap ke hidung
hingga tenggorokan;
Pasien sangat memikirkan akankah otak pasien dimakan oleh pacet tersebut;
Terjadi pada usia pasien 39 tahun dan keluhan sudah berlangsung selama 3 bulan;
Pasien telah memeriksakan keluhannya ke banyak fasilitas kesehatan (Puskesmas
Sidomulyo 1x, RS Marabahan 8x, RS. Moh. Ansari Saleh 2x, RSUD Ulin 1x, dan
praktik pribadi dokter 1x) serta pengobatan tradisional (ke orang pintar);
Dari seluruh hasil pemeriksaan, tidak ditemukannya kelainan fisik dan pasien tidak
menerima penjelasan dokter-dokter yang memeriksa.
Dari gejala psikiatrik, pasien memenuhi mengalami gangguan somatoform yang
mana ciri utamanya adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai permintaan pemeriksaan medik meskipun berkali-kali hasilnya negatif.
Pasien juga menyangkal adanya kaitan antara keluhan fisiknya dengan konflik
kehidupan yang dialami. Namun, berhubung keluhan pasien baru berlangsung
selama 3 bulan sejak onset, maka diagnosis Gangguan Somatisasi (F.45.0)
menurut PPDGJ III telah gugur karena minimal keluhan telah berlangsung
sedikitnya 2 tahun. Pasien juga tidak memenuhi kriteria diagnosis Gangguan
Somatisasi Tak Terinci (F.45.1) dimana keluhan-keluhan fisik yang dirasakan
bervariasi, tetapi hanya satu keluhan yang dikeluhkan pasien yaitu pacet yang
merayap.
F.45.2 Gangguan Hipokondrik
Pedoman Diagnostik
Untuk keyakinan pasti, kedua hal ini harus ada:
(a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang
berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun
adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan
bentuk penampakan fisiknya (bukan waham);
(b) tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi
keluhan-keluhannya.
Secara spesifik, pasien didiagnosis mengalami gangguan hipokondrik dikarenakan
adanya satu keyakinan yang menetap bahwa telah masuk pacet ke telinga yang
kemudian bersemayam di kepala lalu terasa merayap ke hidung dan tenggorokan
pasien, sehingga muncul keluhan lain seperti nyeri kepala dan sulit menelan. Selain itu,
pasien juga menolak semua hasil pemeriksaan dan penjelasan dokter yang
menyatakan tidak adanya kelainan fisik pada telinga, hidung dan tenggorokan pasien.
Keyakinan yang menetap pada pasien belum bisa diklasifikasikan menjadi waham
karena belum memenuhi semua syarat waham, antara lain:
Buah pikiran ini selalu mengenai diri sendiri (egosentris).
Selalu bertentangan dengan realitas.
Selalu bertentangan dengan logika (pikiran sehat).
Penderita percaya 100% pada kebenaran pikirannya.
Tidak dapat dirubah oleh orang lain, sekalipun dengan jalan yang logis dan
rasional.
Pasien masih ragu-ragu apakah benar adanya pacet di dalam kepalanya walaupun
pasien juga tidak percaya dengan keterangan dokter yang berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya pacet. Karenanya, pasien masih
didiagnosis menjadi gangguan hipokondrik bukan gangguan waham menetap
sesuai kriteria diagnosis PPDGJ III.
Hipokondriasis sering kali muncul bersama dengan gangguan anxietas dan mood,
yang mengarahkan beberapa peneliti untuk berpikir bahwa hipokondriasis bukan
merupakan gangguan tersendiri, tapi suatu simptom berbagai gangguan lain.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah Predominan Pikiran Obsesif atau
Pengulangan (F.42.0)
Diagnosis banding lain dari kasus ini adalah anxietas fobik, dimana muncul
ketakutan atau kegelisahan yang bersifat irasional terhadap objek yang jelas yang
sebenarnya tidak membahayakan pada saat itu.
Prognosis untuk pasien ini adalah dubia ad malam, karena dilihat dari diagnosisnya
yang buruk, perjalanan penyakit yang buruk, stressor psikososial yang buruk, usia
saat menderita yang buruk, dan pola keluarga yang buruk.
Penderita ini dianjurkan untuk mendapat terapi psikofarmaka dengan Klobazam 2 x
10mg/hari yang merupakan obat anti anxietas yang berguna untuk mengatasi
sindrom cemas yang meliputi:
Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistis terhadap dua atau lebih
hal yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan seseorang tidak mampu
istirahat dengan tenang;
Terdapat paling sedikit 6 dari gejala- gejala yang termasuk ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonomik, kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang;
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, yang ditandai dengan penurunan
kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.
Pasien ini juga diberikan obat antidepresan berupa Fluoxetin 1x20mg/hari yang
bertujuan untuk mengatasi defisiensi relatif salah satu atau beberapa
neurotransmitter aminergik pada celah sinaps neuron di sistem saraf pusat
khususnya pada sistem limbik.
Usulan terapi selanjutnya yang dapat dilakukan bersamaan dengan terapi
psikofarmaka adalah psikoterapi seperti manajemen stress, terapi perilaku, dan
terapi kognitif. Psikoterapi pada gangguan hipokondrik meliputi pengelolaan rasa
cemas dengan dukungan sosial dan interaksi sosial dari anggota keluarga terdekat
yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas
DOKUMENTASI
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai