Anda di halaman 1dari 113

1

REFERAT
ASPEK MEDIKOLEGAL : MALPRAKTEK

Disusun Oleh :
1. Yosep Budiman 406138013
2. Joice Gunawan Putri 406138049 Pembimbing :
3. Elvina Kustanto 406138101 dr. Hadi Sulistyanto, Sp.PD, MH.Kes, FINASIM
4. Jesly Charlies 406138116
5. Winty Septiani 406138123
6. Kevin 406138127

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


31 Agustus - 3 Oktober 2015
2

Tindakan Medik
Definisi: tindakan profesional oleh dokter terhadap pasien
dengan tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan
kesehatan, atau menghilangkan atau mengurangi penderitaan.
Keputusan etik dilakukan oleh manusia terhadap manusia lain
berdasarkan pertimbangan atas beberapa alternatif yang ada.
Keputusan etik harus memenuhi tiga syarat:
Harus benar sesuai ketentuan yang berlaku
Harus baik tujuan dan akibatnya
Harus tepat sesuai dengan konteks serta situasi dan kondisi saat itu
3

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. Nomor


1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran dan Dokter Gigi Pasal 1 ayat (1), menyebutkan
bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian tindakan yang
dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan
Pasal 35 ayat(1) dan (2) Undang-Undang No 29 Tahun 2004
mengatur tentang wewenang dan kompetensi dokter dan dokter
gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
4

Seorang dokter dalam melakukan tindakan medik haruslah


berdasarkan empat hal:
1. Adanya indikasi medik;
2. Bertindak secara hati-hati;
3. Bekerja berdasarkan standar profesi medis dan prosedur
operasional;
4. Ada persetujuan tindakan medik (informed consent)
5

Risiko Medik (Untoward Result)


Untuk setiap manfaat yang kita dapatkan selalu ada risiko yang
harus dihadapi.
Satu satunya jalan menghindari risiko adalah dengan tidak
berbuat sama sekali.
Untuk mencegah terjadinya risiko yang tidak diharapkan,
seorang professional harus selalu berpikir cermat dan bertindak
hati-hati agar dapat mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi.
6

Penyebab suatu hasil yang tidak diharapkan terjadi di


dalam praktik kedokteran:
Hasil dari suatu perjalanan atau komplikasi penyakit yang
tidak ada hubungannya dengan tindakan medik yang
dilakukan dokter.
Hasil dari suatu yang tak dapat dihindari:
Risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya. Cth: syok
anafilaktik.
Risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya tetapi
dianggap dapat diterima, dan telah diinformasikan kepada
pasien dan telah disetujui oleh pasien untuk dilakukan:
1. Derajat probabilitas dan keparahannya kecil. Cth: efek samping
obat, perdarahan, dan infeksi pada pembedahan.
2. Derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan
tertentu.
7

World Medical Association Statement on Medical Malpractice,


yang diadaptasi dari 44th World Medical Assembly Marbela
Spain, September 1992, menyebutkan risiko medic sebagai:
Suatu kejadian luka/ risiko yang terjadi sebagai akibat dari
tindakan medik yang oleh karena suatu hal yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya dan bukan akibat dari ketidakmampuan
atau ketidaktahuan, untuk hal ini secara hukum dokter tidak dapat
dimintai pertanggung-jawabannya
8

Legal Malpractice
Statute Law: undang undang yang merupakan produk dari
Lembaga Legislatif
Common Law: hukum kebiasaan yang berasal dari putusan
Pengadilan sebelumnya.
Malpraktek di negara negara yang menganut Common Law
System dikategorikan sebagai tort:
Suatu bentuk kesalahan yang bersifat kurang hati hati dalam
rangka melaksanakan kewajiban yang timbul dalam hubungan
kontraktual. (professional negligence)
9

Penegak hukum di Indonesia suka menggunakan Pasal 359


KUHP guna menjerat dokter dalam perkara pidana.
Pembagian legal malpractice sesuai bidang hukum yang
dilanggar:
1. Criminal malpractice (malpraktek pidana)
2. Civil malpractice (malpraktek perdata)
3. Administrative malpractice
10

Criminal Malpractice
Suatu perbuatan dapat dikategorikan criminal malpractice apabila:
1. Perbuatan tersebut (baik positive act ataupun negative act) harus
merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah, yaitu berupa:
Kesengajaan (intensional)
Kecerobohan (recklessness)
Kealpaan (negligence)
Tanggung jawabnya selalu bersifat individual dan personal (hanya
pada yang melakukan).
11

Contoh yang sifatnya intensional:


Melakukan aborsi tanpa indikasi medik.
Melakukan euthanasia.
Membocorkan rahasia kedokteran.
Tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang
dalam keadaan emergensi meskipun tahu bahwa tidak ada dokter
lain yang akan menolongnya (negative act).
Menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar.
Membuat visum et repertum yang tidak benar.
Memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan
dalam kapasitasnya sebagai ahli.
12

Contoh yang bersifat recklessness:


Melakukan tindakan medik yang tidak lege artis.
Melakukan tindakan medik tanpa informed consent.
Contoh yang bersifat negligence:
Kurang hati hati sehingga meninggalkan gunting dalam perut
pasien.
Kurang hati hati sehingga pasien menderita luka luka
(termasuk cacat) atau meninggal dunia.
13

Civil Malpractice
= Dokter tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu tidak
memberikan prestasinya sebagaimana telah disepakati.
Tindakan dokter yang dapat dikategorikan civil malpractice:
Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya
wajib dilakukan.
Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi terlambat.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Tanggung gugat (liability) dapat bersifat individual atau
korporasi.
14

Administratice Malpractice
= dokter melanggar hukum tata-usaha negara.
Pemerintah berhak mengeluarkan berbagai macam peraturan di
bidang kesehatan;
Cth: tentang persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk
menjalankan profesi medik, batas kewenangan serta
kewajibannya. Bila dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan.
Dapat dikenai sanksi administratif (misalnya pembekuan lisensi
untuk sementara waktu)
15

Contoh tindakan:
Menjalankan praktek kedokteran tanpa lisensi atau izin.
Melakukan tindakan medik yang tidak sesuai lisensi atau izin yang
dimiliki.
Melakukan praktek kedokteran dengan menggunakan lisensi atau
izin yang sudah kadaluwarsa.
Tidak membuat rekam medik
16

Pembuktian Malpraktek
Pada criminal malpractice pembuktiannya didasarkan atas dipenuhi
tidaknya unsur pidananya, tergantung dari jenis criminal
malpractice yang dituduhkan.
Tidak setiap hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan harapan
pasien merupakan bukti adanya criminal malpractice mengingat
kejadian semacam itu dapat merupakan bagian dari risiko tindakan
medik.
Kesalahan diagnosis juga tidak boleh secara otomatis dijadikan
ukuran adanya criminal malpractice sebab banyak faktor yang
mempengaruhi ketepatan diagnosis yang terkadang di luar kontrol
dokter.
17

Cara Langsung
Membuktikan ke empat unsurnya (4 D) secara langsung:
1. Kewajiban (duty)
2. Mentelantarkan kewajiban (dereliction of duty)
Melakukan tindakan medik yang kualitasnya dibawah standar
3. Rusaknya kesehatan (damage)
Jika pasien meninggal dunia perlu dilakukan otopsi dan bila masih
hidup perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter lain sebagai saksi ahli
4. Adanya hubungan langsung antara tindakan mentelantarkan
kewajiban dengan rusaknya kesehatan (direct causation)
18

Cara Tak Langsung


Paling mudah yaitu dengan mencari fakta-fakta yang berdasarkan
doktrin Res Ipsa Loquitur (the thing speaks for itself) dapat
membuktikan adanya kesalahan dipihak dokter. Kriterianya seperti:
Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter tidak lalai.
Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggung jawab dokter.
Pasien tidak ikut menyumbang timbulnya fakta itu atau dengan kata lain
tidak ada contributory negligence.
Cth: ada gunting atau tang yang tertinggal dalam perut pasien yang
menjalani operasi
19

Pembuktian Menurut Hukum Pidana


Criminal malpractice
Delik umum pembuktiannya pun tunduk pada hukum acara pidana
(KUHAP).
Perbuatan dikatakan terbukti sebagai perbuatan pidana apabila
berdasarkan minimal dua alat bukti hakim memperoleh keyakinan
bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana.
20

Wujud perbuatan dalam


Syarat sikap batin dokter melakukan tindakan
medik

Syarat dalam perlakuan Perlakuan medis yang


Syarat
medis menyimpang,

Timbulnya kerugian bagi


Syarat mengenai hal
kesehatan atau nyawa
akibat.
pasien.
21

Dasar Pemidanaan Malpraktik Medik


Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana

Undang-undang No 23
Dasar
tahun 1992 tentang
pemidanaan
kesehatan

Undang-undang No 29
tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
22

KUHP relevan dengan tanggung jawab pidana yang


berhubungan dengan malpraktek - Pasal
267 299
Memberikan harapan 322 344
Pemalsuan
keterangan dokter pengguguran Rahasia kedokteran Eutanasia
kandungan

346 347 348 349


Aborsi Aborsi Aborsi Aborsi

359
360 361
Kelalaian yang
Kelalaian yang Pemberatan pidana
menyebabkan
menyebabkan luka dan pidana tambahan
kematian
23

Pemalsuan Keterangan Dokter


Pasal 267 KUHP
Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun
Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukan seseorang ke dalam rumah
sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan
tahun enam bulan
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan
palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran
24

Contoh

Perawat tidak
Jika perawat Sanksi sebagai
Surat tahu tentang
tahu bahwa pelaku yang
keterangan Dokter tanda ketidakbenaran
surat tersebut turut serta
dokter diisi tangan isi surat
berisi (Pasal 55 ayat
perawat perawat tidak
ketidakbenaran (1) ke 1 KUHP)
bersalah
25

Hasil pemeriksaan yang dilakukan , dokter tidak menemukan kelainan pada tubuh
pasien, sehingga ia memberikan surat ketrangan sehat yang di minta oleh pasien.
Ternyata sebenarnya pasien menderita hemofilia yang tidak diketahui oleh dokter
tersebut tindakan dokter memberikan surat keterangan yang isinya tidak sesuai
dengan kebenaran tidak dapat dipersalahkan, karena ia tidak sengaja
melakukannya.
26

Memberikan Harapan Pengguguran Kehamilan

Pasal 299 KUHP menyebutkan bahwa:


1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahu atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah
27

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaaan atau jika dia seorang dokter,
bidan atau juru obat, pidananya dapat di tambah sepertiga
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam mejalankan pencariannya,
dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu
28

Contoh
Seorang pasien wanita tersebut hamil, dan meminta kepada dokter dengan
pernyataan bahwa wanita tersebut hamil dan meminta kepada dokter untuk
memberikan obat agar kehamilannya tidak berlanjut. Dokter kemudian
memberikan resep dengan keterangan bahwa setelah obat yang tertulis di dalam
resep tersebut habis, kehamilan wantia tersebut akan segera berakhir.
29

Walaupun resep tersebut belum dibelikan oleh pasien dan belum sempat
diminum, perbuatan dokter yang menimbulkan harapan pada pasien bahwa
karena obat tersebut hamilnya dapat digugurkan, akan dapat dituntut dengan
pasal 299 KUHP ini. Dengan demikian berdasar pasal 299 ayat (2) dan ayat
(3) KUHP, dokter yang bersangkutan dapat terkena ancaman pidana selama-
lamanya 4 (empat) tahun ditambah sepertiga sehingga menjadi 5 (lima
)tahun empat bulan dan dapat pula ditambah dengan pencabutan hak
melakukan pekerjaan sebagai dokter.
30

Rahasia kedokteran
Pasal 322 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam
ratus rupiah
Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu dipercayakan dalam
jabatannya atau pekerjaannya, termasuk juga rahasia di ketahui dengan cara lain
daripada yang dipercayakan.
31

Rahasia yang diketahui karena


jabatan atau kedudukan seseorang,

Jabatan

Pegawai negeri, dan Non pegawai


negeri, seperti rohaniwan, advokat,
dan dokter.

Rahasia

Rahasia yang diketahui karena


pekerjaan

Pekerjaan

Bidang kedokteran rahasia


kedokteran (rahasia medis)
32

Sesuatu yang diketahui berdasarkan


informasi yang disampaikan pasien
(termasuk oleh orang yang
Rahasia kedokteran
mendampingi pasien ketika berobat),
(rahasia medis) termasuk juga segala sesuatu yang
dilihat (diketahui) ketika memeriksa
pasien.
33

Eutanasia
Eu baik
Eutanasia
Kematian yang baik atau
kematian yang
menyebangkan.
Thanatos mati, mayat
34

Richard Lamerton pembunuhan atas dasar


belas kasihan (mercy killing), sebagai
Seutinius dalam buku Vitaceasarum
perbuatan membiarkan seseorang mati dengan
mati cepat tanpa derita.
sendirinya (mercy dead), atau tanpa berbuat
apa-apa membiarkan orang mati
35

Pindah ke dalam baka


dengan tenang dan aman,
tanpa penderitaan, untuk
yang beriman dengan
nama Allah di bibir.

Ketika hidup berakhir,


penderitaan si sakit
Kode Etik Kedokteran
diringankan dengan
Indonesia
memberikan obat
penenang,

Mengakhiri penderitaan
dan hidup seseorang yang
sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri
dan keluarganya.
36

Euthanasia aktif Secara sengaja

Batasan euthanasia Sengaja tidak(lagi)


Euthanasia pasif,
memberikan bantuan medis

Menolak secara tegas dengan


sadar untuk menerima perawatan
Auto-euthanasia, medis
37

Leenen, seperti dikutip oleh Chrisdiono pseudo-euthanasia atau euthanasia


semu, yang tidak dapat dimasukan pada larangan hukum pidana. 4 bentuk pseudo-
euthanasia :
Pengkhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak. Jantung masih
berdenyut, peredaran darah dan pernafasan masih berjalan tetapi tidak ada
kesadaran karena otak seratus persen tidak berfungsi misalnya akibat kecelakaan
berat
38

Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap dirinya. Dasar


pemikirannya, dokter tidak dapat melakukan sesuatu jika tidak dikehendaki
pasien
Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan
(force majeure). Dalam hal ini terjadi dua kepentingan hukum yang tidak bisa
memenuhi kedua-duanya.
Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medis yang diketahui tidak ada
gunanya.
39

Hukum Indonesia tidak mengenal dan tidak dapat


membenarkan alasan atau motivasi euthanasia seperti yang
dikemukakan Leenen tersebut.

UU Indonesia tidak memberikan tempat untuk


mentoleransi salah satu alasan pengakhiran hiudp manusia
dengan cara itu.
40

Pasal 344 KUHP


Melarang segala bentuk pengakhiran hidup manusia walaupun atas
permintaan sendiri dengan rumusan sebagai berikut:
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
41

Aborsi/ Penguguran Kandungan


Dari sudut hukum menggugurkan kandungan tidak sama
artinya dengan praktik aborsi karena dari sudut hukum (pidana)
pada praktik aborsi terdapat dua bentuk perbuatan.
Perbuatan menggugurkan (afdrijven) kandungan,
Perbuatan mematikan (dooddoen) kandungan.
42

346

347
Berhubungan dengan
keterlibatan orang lain, tanpa
persetujuan perempuan yang
mengandung
KUHP,
pasal: 348
Berhubungan dengan
keterlibatan orang lain, dengan
persetujuan perempuan yang
mengandung
Aturan hukum
yang mengatur 349
tentang aborsi Pemberatan dan pemberian
pidana tambahan (dokter,
bidan, apoteker)

UU no 23 tahun
1992 tentang Pasal 80 ayat (1)
kesehatan.
43

Pasal 346 KUHP menyatakan:


Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu maka diancam dengan pidana paling lama
enam tahun

Pasal 347 KUHP menyatakan:


Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama
duabelas tahun
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
44

Pasal 348 menyatakan:


Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuanya diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan
Jika perbuatan itu mengakibatakn matinya perempuan tersebut maka diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP menyatakan:


Jika serorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346 ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
45

Kelalaian yang menyebabkan kematian


Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kesalahnnya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun

Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan yang
mengakibatkan kematian dimana kematian bukanlah yang dituju atau dikehendaki.
46

Harus ada wujud


perbuatan

Adanya akibat berupa


3 unsur
kematian

Adanya causaal
verband antara wujud
perbuatan dengan
akibat kematian
47

Tiga unsur ini tidak berbeda dengan unsur perbuatan menghilangkan


nyawa dari pembunuhann (pasal 338 KUHP). Bedanya dengan
pembunuhan hanyalah terletak pada unsur kesalahannya, yakni pada
pasal 359 ini adalah kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa).3
48

Kelalaian yang menyebabkan luka


Pasal 360 KUHP :

1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lin

mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau pidana kurungan paling lama satu tahun


49

2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang


lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama
waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
50

Pasal 90 KUHP, luka berat berarti:


Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak Menderita sakit lumpuh
memberi harapan akan sembuh sama sekali Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu
atau menimbulkan bahaya maut lebih
Tidak mampu terus menerut untuk menjalani Gugurnya atau matinya kandungan seorang
tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian perempuan
Kehilangan salah satu panca indera
51

Pemberatan pidana dan pidana tambahan


Pasal 361 KUHP menyatakan:
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh ditambah sepertiganya, dan
dapat dijatuhkan pencabutan hak melakukan pekerjaan, yang dipergunakan untuk
menjalankan kejahatan itu, dan hakim dapat memerintahkan penumuman
putusannya.
52

Kelalaian yang menyebabkan kematian


Diatur dalam :
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun
53

Dalam hal ini harus ada tiga unsur, yaitu:


Harus ada wujud perbuatan
Adanya akibat berupa kematian
Adanya causaal verband antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian
54

Bedanya dengan pembunuhan hanyalah terletak pada unsur


kesalahannya, yakni pada pasal 359 ini adalah kesalahan dalam
bentuk kurang hati-hati (culpa)
55

Kelalaian yang menyebabkan luka


Diatur dalam :
Pasal 360 KUHP :
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun
56

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan


orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit
atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam
bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.
57

Dari rumusan ayat (1) dapat dirinci unsur-unsur yang ada,


yaitu:
Adanya kelalaian
Adanya wujud perbuatan
Adanya akibat luka berat
Adanya hubungan kausalitas antara luka berat dan wujud
perbuatan
58

Menurut pasal 90 KUHP, luka berat berarti:


Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu terus menerus untuk menjalani tugas jabatan
atau pekerjaan pencaharian
Kehilangan salah satu panca indera
Menderita sakit lumuh
Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu lebih
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
59

Pemberatan pidana dan pidana tambahan


Pasal 361 KUHP menyatakan:
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu
boleh ditambah sepertiganya, dan dapat dijatuhkan pencabutan
hak melakukan pekerjaan, yang dipergunakan untuk
menjalankan kejahatan itu, dan hakim dapat memerintahkan
penumuman putusannya
60

Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan


Pasal 80
Pasal 80 ayat (1):
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medik
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentun
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), di
pidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling bnyk Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah)
61

Dalam pasal 80 ayat (1) terdapat unsur-unsur tidak pidana


sebagai berikut:
Unsur objektif :
Melakukan tindakan medik tertentu
Pada ibu hamil
Tidak memenuhi ketntuan pasal 15 ayat (1) dan (2)
Unsur subjektif:
Dengan sengaja
62

Pasal 80 ayat (2):


Barangsiapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat
untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak
berbentuk badan hukum, dan tidak memiliki izin operasional,
serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15(limabelas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
63

Pasal 80 ayat (3):


Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan
tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ atau
jaringan tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 33 ayat (2) dipidanakan dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas )tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)
64

Pasal 81
Pasal 81 UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan terdiri dari 2 ayat, yaitu:

Pasal 81 ayat (1)


Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja :
Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 34 ayat (1)
Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1)
Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat
(1)

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda
paling banyak Rp. 140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah
65

Pasal 81 ayat (2)


Barang siapa dengan sengaja:
Mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan
donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (2)
Memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi
standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat
(2)
66

Mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar
sebagimana dimaksdu dalam pasal 41 ayat (10
Menyelenggarakan penelitian dan atau pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan pada manusia tanpa memperhatikan kesehatan
dan keselamatan yang bersangkutan serta norma yang berlaku dalam
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (2) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana penjaara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,-(seratus empat puluh juta
rupiah)
67

Pasal 82
Pasal 82 ayat (1)
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:

Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagimana dimaksud


dalam pasal 32 ayat (4)
Melakukan transfsi darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat
(1)
Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat
(1)
Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
pasal 63 ayat (1)
Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat
(2)

Dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
68

Pasal 82 ayat (2)


Barang siapa dengan sengaja:
Melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai
sebagimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 20
Memproduksi dan atau mengedarakan sediaan farmasi berupa obat
tradisional yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan
sebagaimana di maksud dalam pasal 40 ayat (2)
Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika
yang tidak memenuhi standar adan atau persyaratan sebagimana
dimaksdu dalam pasal 40 ayat (2)
69

Mengedarkan sedian farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak


memenuhi persyratan penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 41 ayat (2)
Memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif
yang tidak memenihi standar dan atau persyaratan yang di tentukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahund an atau pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah)
70

Pasal 83
Pasal 83 UU kesehatan menyebutkan bahwa ancaman pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 80, pasal 81, dan pasal 82
UU tentang kesehatan ditambah dengan seperempatnya
apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila
menimbulkan kematian.
71

2.13.3. Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang


Praktik Kedokteran
Dalam UU No 29 tahun 2004 praktik kedokteran merupakan
norma hukum administrasi. Namun juga tercantum ketentuan
pidana di dalam pasal 75 sampai dengan asal 80, fungsi hukum
pidana secara umum, yakni ultimum remudium.
Makna yang terkandung dari asas ultimatum remudium adalah
bahwa saksi pidana merupakan upaya (saksi) yang paling akhir
diancam kepada pelanggaran suatu noma hukum, manakala
sanksi hukum lainnya sudah dianggap tidak signifikan dengan
bobot norma hukum yang dilanggar.
72

Pasal 75

Tindak pidana praktik dokter tanpa surat tanda registrasi (STR)


dirumuskan dalam pasal 75
Surat tanda registrasi (pasal 29 ayat 1), baik sementara (pasal 31
ayat 1) maupun yang bersyarat (pasal 32 ayat 1) secara
administratif memberikan hak atau kewenangan pada dokter
atau dokter gigi untuk melakukan praktik kedokteran atau
praktik kedokteran gigi di Indonesia.
73

Apabila yang bersangkutan tidak Apabila praktik dokter tanpa STR


memiliki STR dari sudut hukum tersebut membawa akibat pernderitaan
administrasi kedokteran maka tidak pasien berupa luka-luka, rasa sakit fisik
wewenang untuk berpraktik kedokteran ataupun kematian, maka terjadi
atau kedokteran gigi di Indonesia. malpraktik kedokteran walaupun
Oleh karena itu perbuatan demikian itu telah mendapat infromed consent dan
diancam dengan sanksi pidana, sehingga tidak melanggar standar profesi atau
perbuatan tersebut standar prosedur. 6,7
menjadi/mengandung sifat melawan
hukum pidana.
74

Pasal 76
Tindak pidana praktik kedokteran Pasal 36 mewajibkan setiap dokter
tanpa surat ijin praktik (SIP) atau dokter gigi untuk terlebih dahulu
dirumuskan dalam pasal 76, yaitu: memiliki surat ijin praktik sebelum
Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
dengan sengaja melakukan praktik Indonesia. Kewajiban dokter semula
kedokteran tanpa memiliki surat ijin merupakan kewajiban hukum
praktik sebagaimana dimaksud dalam administrasi yang diangkat menjadi
pasal 36 dipidana dengan pidana kewajiban hukum pidana karna
penjara paling lama 3 (tiga) tahun pelanggaran terhadap kewajiban itu
atau denda paling banyak Rp diancam sanksi pidana. 6,7
100.000.000,- (seratus juta rupiah).
6,7
75

Ketentuan mengenai SIP adalah sebagai mana


diataur dalam pasal 37 dan 38:
SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang
dikabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi
akan dilaksanakan (pasal 37 ayat 1)
SIP diberikan paling abnyak untuk tiga tempat (pasal 37 ayat 1)
Satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik (pasal 37 ayat 3)
Untuk memiliki SIP haru memenuhi tiga syarat, yakni (1) memiliki
STR yang masih berlaku; (2) memiliki tempat praktik; (3) memiliki
rekomendasi dari organisasi profesi (pasal 38 ayat 1)
SIP tetap berlaku sepanjang (1) STR masih berlaku, dan (2) tempat
praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP (pasal 38
ayat 2) 6,7
76

Pasal 77
Tindak pidana menggunakan identitas-seperti gelar yang
menimbulkan kesan dokter yang memiliki STR dan SIP, diatur dalam
pasal 77.
Dibentuknya sanksi pidana pada pasal 77 ini dimaksudkan untuk tiga
tujuan.
Pertama, sebagai upaya preventif agar tidak terjadi penyalahgunaan
cara-cara praktik kedokteran oleh orang yang bukan ahli kedoktern.
Kedua, melindungi kepentingan hukum masyarakat umum, agar tidak
menjadi korban dari perbuatan-perbuatan yang meniru praktik
kedokteran oleh orang yang tidak berwenang. Menghindari akibat dari
praktik kedokteran oleh orang yang tidak berwenang.
Ketiga, melindungi martabat dan kehormatan profesi kedokteran oleh
orang yang tidak berwenang. 6,7
77

Pasal 78 Pasal 79
Tindak pidana dengan Tindak pidana dokter praktik
menggunakan alat, metode yang memasang papan nama,
pelayanan kesehatan yang tidak membuat rekam medik,
menimbulkan kesan seolah- dan tidak berdasakan standar
olah dokter mempunyai STR profesi diatur dalam pasal 79.
dan SIP, diatur dalam pasal
78.
78

Demikian juga pasal 51 huruf a-e yang menyebutkan adanya


kewajiban yang harus dilaksanakan dokter dalam melaksanakan
praktik kedokteran, yaitu:
1. Pelayanan medis yang harus sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur oprasional
2. Kewajiban merujuk pasien ke dokter lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik
3. Menjaga rahasia kedokteran, bahkan hingga pasien
yang telah meninggal
4. Melakukan pertolongan darurat pada saat ia wajib
melakukannya
5. Ketersediaan untuk selalu menambah pengetahuan
dan ketrampilan profesi6,7
79

Tanggung Gugat / Ganti Rugi


Tidak selamanya pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan memberikan hasil yang memuaskan. Kadangkala
dapat menimbulkan malapetaka, seperti misalnya cacat atau
mati.
Perlu dibedakan apakah kejadian itu merupakan bagian dari
risiko atau kesalahan dokter.
Kesalahan dokter undang-undang memberi peluang kepada
pihak pasien untuk menuntut ganti rugi.2
80

Namun dokter dan tidak perlu merasa khawatir sebab sepanjang


yang dilakukannya sudah sesuai prosedur dan standar yang
berlaku maka adverse events yang terjadi hanya bisa
dianggap sebagai bagian dari risiko medik atau sebagai
sesuatu yang tidak mungkin dihindari sehingga dokter atau
rumah sakit tidak seharusnya bertanggung gugat atas kerugian
yang dialami pasien, baik materiel maupun immateriel.
81

error
Lain halnya apabila adverse events terjadi karena
yang benar-benar dapat dikaitkan dengan malpraktik;
baik yang bersifat kesenjangan (intensional),
kecerobohan (recklessness) maupun
kealpaan (negligence).1
82

Ganti rugi oleh Undang-Undang Kesehatan memberikan


perlindungan bagi setiap orang atas sesuatu akibat yang timbul,
baik fisik maupun non fisik
Kerugian fisik kerugian non fisik

kerugian karena hilangnya kerugian yang berkaitan


atau tidak berfungsinya dengan martabat seseorang,
seluruh atau sebagian organ yang dalam bahasa
tubuh, yang dalam bahasa hukumnya disebut kerugian
hukum disebut sebagai immateriel.2
kerugian materiel.
83

Yang menjadi pertanyaan adalah,


siapakah yang harus bertanggung
jawab (bertanggung gugat) atas
kerugian tersebut mengingat banyaknya
tenaga kesehatan atau pihak yang ikut
teribat dalam pelayanan medik?
84

Untuk menjawab pertanyaan


tersebut maka perlu diketahui
macam-macam tanggung gugat yang
dikenal di dalam Hukum Perdata,
yaitu:
85

Contractual liability
Tanggung gugat jenis ini muncul karena ingkar janji, yaitu
tidak dilaksakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak
dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya
hubungan kontraktual.
Hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi oleh health care
provider adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result).
Karena itu dokter hanya bertanggung gugat atas upaya medik
yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya
medik yang dapat dikategorikan sebagai civil malpractice.1
86

Liability in tort
Tanggung gugat ini tidak didasarkan atas adanya contractual
obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum
(Onrechtmatige Daad).
Liability in Tort ini sejalan dengan pasal 1365 KUH
Perdata yang bunyi lengkapnya: Tiap perbuatan yang
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.1
87

Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa
kesalahan (liability without fault) karena seseorang harus
bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan.
Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku untuk product sold
atau article of commerce, dimana produsen harus membayar
ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk yang
dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan
akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut.1,2
88

Vicarious liability
Tanggung gugat jenis ini timbul karena kesalahan yang dibuat
oleh bawahannya (sub-ordinate).
Dalam kaitannya dengan tanggung gugat jenis ini maka rumah
sakit (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan (employee) yang
bekerja di rumah sakit tersebut.2
Lain halnya jika dokter bekerja sebagai mitra (attending
physician atau independent contractor) sehingga
kedudukannya setingkat dengan rumah sakit.1
89

Doktrin vicarious liability ini sejalan dengan Pasal 1367, yang


bunyinya: Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas
kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga
atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang
berada di bawah pengawasannya.1
90

Mengenai pola hubungan terapetik antara health care


provider dan health care receiver dapat dirinci sebagai
berikut:1
1. Hubungan pasien rumah sakit
2. Hubungan penanggung pasien rumah sakit
3. Hubungan pasien dokter
4. Hubungan penanggung pasien dokter
91

Sedangkan mengenai hubungan kerja antara dokter dan


rumah sakit terdapat beberapa pola, antara lain:1
1. Dokter sebagai employee
2. Dokter sebagai attending physician (mitra)
3. Dokter sebagai independent contractor1
Masing-masing dari pola-pola hubungan tersebut diatas akan
sangat menentukan apakah rumah sakit atau dokter yang harus
bertanggung gugat sendiri (direct liability) terhadap kerugian
yang disebabkan oleh kesalahannya dan sejauh mana pula
tanggung gugat dokter tersebut dapat dialihkan kepada pihak
rumah sakit berdasarkan doctrine of vicarious liability?1
92

Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum

Model saringan yang pertama adalah berupa screening panel,


suatu panel yang terdiri dari ahli hukum dan dokter yang tidak
memihak.
Tugas utamanya adalah meneliti adanya dugaan malpraktek.
Jika ditemukan alasan yang patut bagi suatu gugatan maka ikatan
dokter setempat wajib menyediakan saksi ahli (dokter) yang akan
membantu pasien dalam proses selanjutnya.
Tetapi jika panel tidak menemukan alasan yang kuat maka para
pengacara juga harus konsekuen untuk tidak meneruskan perkara.
Dengan penyaringan seperti itu maka berbagai macam kasus akibat
kesalahpahaman dapat diselesaikan.2
93

Model saringan yang kedua adalah arbitrase, yaitu suatu


minitrial yang akan menangani kasus yang lolos pada
penyairngan pertama.
Dengan cara ini banyak kasus dapat diselesaikan, kecuali
mungkin kasus-kasus yang sangat berat. Yang masih perlu
dipertimbangkan adalah sifat dari arbitrase tersebut sebab
ternyata ada 4 alternatif yang dapat dipilih.
1. Pertama adalah sukarela dan keputusannya meningkat,
2. kedua sukarela dan keputusannya tak mengikat,
3. ketiga merupakan keharusan tetapi keputusannya tak mengikat
dan
4. keempat juga merupakan keharusan tetapi keputusannya
mengikat.2
94

Model saringan yang ketiga adalah model jaminan (cost


bond), yaitu membayar sejumlah sebagai jaminan waktu
mendaftarkan perkara di pengadilan.
Cara seperti ini sudah diberlakukan di California dengan uang
jaminan 500 dollar.
Tujuan utamanya adalah agar pasien/keluarganya tidak
mengajukan gugatan yang bersifat coba-coba (untung-
untungan).
Dengan cara ini diharapkan agar kasus yang didaftarkan
hanyalah yang mempunyai peluang besar untuk menang.2
95
1. Jika dokter dilaporkan karena diduga telah melakukan
criminal malpractice maka yang dapat dilakukannya
adalah sebagai berikut:2
Melakukan informal defence, yaitu mengajukan bukti-
bukti untuk menyangkal tuduhan yang tidak berdasar
atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin tertentu.
Contohnya ialah mengajukan bukti mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
bahwa apa yang terjadi bukan disengaja mempunyai sikap batin (mens rea)
tetapi karena bagian dari risiko medik sebagaimana disyaratkan dalam
(defence of accident) atau perumusan delik yang dituduhkan.2
96

2. Melakukan formal/legal defence, yaitu


melakukan pembelaan yang menunjuk pada
legal doctrine.
Contohnya ialah melakukan pembelaan meakukan pebelaan untuk
yang berhubungan dengan membebaskan diri dari pertanggung
penyangkalan tuntutan dengan cara jawab yang terbukti (secondary
menolak unsur-unsur defence) seperti misanya mengajukan
pertanggungjawaban (primary defence) bukti bahwa yang dilakukannya itu
atau karena pengaruh daya paksa.2
97

Penyelesaian Kasus Malpraktik Medik


Pasal 66 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Idnonesia (MKDKI).
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
Identitas pengadu
Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan, dan
Alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan / atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
98

Alur Penanganan Ketidakpuasan Pasien


99

Undang-undang tentang Praktik Kedokteran

UU RI No 29 th 2004 tentang
Praktik Kedokteran (UUPK)

MKEK MKDKI
badan otonom IDI yang UUPK ps 55 :
bertanggung jawab 1. MKDKI dibentuk untuk menegakkan disiplin
dokter dan dokter gigi dalam
dalam pengembangan penyelenggaraan praktik kedokteran.
kebijakan, pembinaan 2. MKDKI merupakan lembaga otonom dari
pelaksanaan dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
pengawasan penerapan 3. MKDKI dalam menjalankan tugasnya bersifat
etika kedokteran. (ART independen.
IDI ps 41)
100

Tugas MKDKI

Menerima pengaduan, memeriksa & memutuskan kasus pelanggaran


disiplin dokter & dokter gigi yang diajukan
UUPK ps
64
Menyusun pedoman & tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin dokter & dokter gigi

MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap


UUPK ps
67
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi

UUPK ps
pelanggaran etika pengaduan pada organisasi profesi
68
101

Keputusan MKDKI & Sanksinya (ps 69)


Keputusan MKDKI mengikat dokter, Sanksi disiplin :
dokter gigi dan KKI. Pemberian peringatan tertulis
Keputusan sebagimana dimaksud pada Rekomendasi pencabutan surat tanda
ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak registrasi atau surat ijin praktik;
bersalah atau pemberian sanksi disiplin. dan/atau
Kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi
102

Alur Persidangan Praktik Dokter (MKDKI)


PENGADUAN SEKRETARIS KETUA MKDKI VERIFIKASI
Dengan kuasa Memberi no reg Menentukan Majelis Apakah kasus
Tanpa kuasa perkara & bukti Hakim & tgl verifikasi masuk lingkup
Buta huruf penerimaan kewenangan
Tidak buta huruf Lapor ketua MKDKI

Tidak diterima

Prosedur Pemanggilan

PUTUSAN PERSIDANGAN PEMERIKSAAN


PERSIAPAN
Pemeriksaan berkas
kasus oleh Majelis Hakim
Tidak Bersalah Sanksi Administratif Pengadu & Teradu hadir
bersalah
103

Tugas dan Wewenang MKEK (ART IDI ps 41)


Melakukan bimbingan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar
kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.
Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di
Indonesia
104

Alur Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Etik


PENGADUAN SEKRETARIS KETUA MKEK Bukan wewenang
Hasil saringan IDI Memberi no reg MKEK
Apa pengaduan :
perkara & bukti Masuk lingkup Pengaduan tidak
penerimaan kewenangan sah
Lapor ketua MKEK MKEK
Sah atau tidak
Pengaduan sah

PERSIDANGAN Persidangan Ekstern


Persidangan A,B,C,D,E,F
PUTUSAN

Bersalah Tidak bersalah

Banding Bina Sanksi Administratif


105

Penyelesaian Kasus
Aspek Perlindungan Pasien Aspek Disiplin Profesi
Bukan mencari siapa yang salah Bertujuan untuk menjaga
tetapi mebacari kemungkinan akuntabilitas profesi (guiding the
adanya kesalahan dan sebab dari doctors) melalui penjeraan pelaku.
kesalahan tersebut. Sifat peer review atau audit klinik
Meskipun sebab kesalahan selalu Sanksi : disiplin
multifactorial, tetapi diharapkan
akan ditemukan cara pencegahan
terulangnya kesalahan yang sama.
106

Mekanisme Peradilan Profesi Kedokteran Masa Kini


Majelis Kehormatan Etik Memproses dugaan pelanggaran
kedokteran (MKEK), dengan Kode Etik Kedokteran
landasan hukum UU IPTEK dan
UU No.29/2004
Majelis Disiplin Tenaga kesehatan Memproses dugaan pelanggran
(MDTK), landasan hukum UU No. disiplin tenaga kesehatan, termasuk
32/1992 tentang Kesehatan dan dokter.
KEPRES No.54/1995
Majelis Kehormatan Disiplin Memproses dugaan pelanggaran
kedokteran Indonesia (MKDKI) disiplin dokter/dokter gigi.
landasan hukum : UU No.29/2004
tentang Praktek Kedokteran.
107

Peran Badan Pembinaan & Pembelaan Anggota IDI


(BP2A)
Pembinaan anggota IDI dalam kesadaran Hukum Kesehatan.
BP2A segera mendampingi pengacara/advokad dalam
menyusun jawaban atas gugatan dan duplik, dengan
memperhatikan bukti-bukti tertulis otentik, pernyataan saksi-
saksi, bahan-bahan ilmiah kedokteran, bahan-bahan
kepustakaan kedokteran pernyataan para saksi ahli dan
penjelasan dari dokter tergugat itu sendiri.
108

Pencegahan Terjadinya Malpraktek


Defensive
medicine
Defensive medicine type I Defensive medicine type II
(overtreatment) : (undertreatment) :
Apabila dokter melakukan semua tes atau Tindakan menghindari tes-tes atau prosedur-
semua prosedur medik, termasuk tes dan prosedur medik yang menguntungkan
prosedur medik yang sebetulnya tidak karena takut timbulnya komplikasi dari
esensial dan tidak penting untuk tindakan tersebut.
menghindari tuntutan kalau-kalau Tindakan dokter seperti ini memang tidak
layanan dokter memberikan hasil yang meningkatkan biaya pengobatan menjadi
buruk. Sudah tentu tindakan medik lebih tinggi, tetapi masalahnya mungkin
seperti itu berkaitan erat dengan kualitas pengobatan.
109

Upaya Lain
Tidak memberikan garansi kesembuhan karena hal itu dapat diartikan bahwa
dokter telah memilih bentuk perikatan resultaat verbintenis, bukan inspanning
verbintenis.
Hati-hati menangani kasus yang berpotensi menimbulkan medicolegal trouble.
Tidak menggunakan metode pengobatan atau obat-obatan yang sudah
ketinggalan zaman.
Tidak menggunakan metode pengobatan atau obat-obatan yang masih bersifat
eksperimental, kecuali pasien diberitahu sebelumnya.
Semua proedur medik hendaknya dilakukan dengan informed consent.
Rekam medik harus dibuat lengkap dan akurat.
Bila terjadi keragu-raguan, segera berkonsultasi dengan dokter yang lebih ahli.
Perlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya
Jalin komunikasi yang baik dengan pasien maupun masyarakat sekitarnya
110

KESIMPULAN
Malpraktek : praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai
dengan standar profesi atau standar prosedur operasional.
Kelalaian dalam praktek medik jika memenuhi beberapa unsur :
duty atau kewajiban tenaga medis
dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut
damage atau kerugian
direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata.
Unsur pelanggaran displin yaitu pelanggaran meliputi
negligence, malfeasance, misfeasance, lack of skill.
111

Perlu dilakukan upaya upaya menghindari malpraktek seperti


semua tindakan sesuai indikasi medis,
bertindak secara hati-hati dan teliti,
bekerja sesuai standar profesi,
membuat informed consent,
mencatat semua tindakan yang dilakukan (rekam medik),
apabila ragu-ragu konsultasikan dengan senior,
memperlakukan pasien secara manusiawi,
menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitar.
diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
112

SARAN
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam
memahami tentang penjelasan mengenai malpraktek,
unsur unsur malpraktek,
aspek hukum malpraktek
contoh kasus yang membedakan antara malpraktek atau bukan,
pemahaman standar profesi secara keseluruhan angka kejadian
malpraktek yang dilakukan dokter dapat ditekan.
113

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan S, Malpraktik. Dalam: Pencegahan dan Penanganan Kasus Dugaan Malpraktik (Continuing Professional Development), Tarjoto
BH, Widyarto D, et al. 1st Ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006.p: 75-105.
2. Dahlan S, Malpraktek Medik. Dalam: Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter. 3rd Ed. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2001.p: 59-72.
3. Yunanto A, Helmi. Masalah Medikolegal Dalam Pelayanan Medik. Editor: Suyantoro S. 1st Ed. Yogyakarta: Penerbit ANDI.p: 27-46.
4. Budiningsih Y, Malpraktek. Dalam : Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. 3rd Ed. Jakarta : SAgung Seto,
2013. P:204-208
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005
6. Indonesia, Undang-undang No.29 th. 2004 Tentang Praktik Kedokteran
7. Yunanto A, Helmi. Pertanggungjawaban Pidana Malpraktik Medik. Editor: Suyantoro S. 1st Ed. Yogyakarta: Penerbit ANDI.p: 47-82.
8. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
9. Indonesia, Undang-undang No.23 th. 11992 Tentang Kesehatan
10. Dahlan S, Peran MKDKI dan MKEK dalam Penanganan Kasus Dugaan Malpraktik Kedokteran. Dalam: Pencegahan dan Penanganan
Kasus Dugaan Malpraktik (Continuing Professional Development), Tarjoto BH, Widyarto D, et al. 1st Ed. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2006.p: 107-120.
11. Darsono RS. Penanggulangan Konflik di luar Pengadilan. Dalam : Hukum Kedokteran, Penanggulangan Konflik & Perlindungan
Hukum bagi Dokter. Suharto G, Prasetyo A, ed. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2004 : 124-126
12. Darsono RS. Dilema Etis, Deteksi Dini dan Penyelesaian Kasus Tuduhan Pelanggaran, Etik Medik. Dalam : Etik, Hukum Kesehatan
Kedokteran, (Sudut Pandang Praktikus). Suharto G, Prasetyo A, ed. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2004 : 33-36
13. Yunanto A, Helmi. Penyelesaian Kasus Malpraktik Medik. Dalam Hukum Pidana Malpraktik Medik.Editor: Suyantoro S. 1st Ed.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.p: 83-88.

Anda mungkin juga menyukai