Anda di halaman 1dari 14

PERANG KOREA DAN REVOLUSI KUBA 1.

Amila Rezky Mufidah


2. Erni Yanti
PERANG KOREA
Setelah berakhirnya Perang Dunia II muncul persaingan-persaingan baru
antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) yang lebih
dikenal dengan sebutan Perang Dingin. Adapun negara-negara yang telah
menjadi korban akibat dari Perang Dingin diantaranya:
1. Vietnam, yang terpecah menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan
2. Jerman, terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur
3. Korea, terpecah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara
Dalam perjanjian Yalta pada tahun 1945 disebutkan bahwa,
Uni Soviet akan mengumumkan perang kepada Jepang setelah
Perang di Eropa selesai. Dimana pasukan Uni Soviet akan
menyerang Jepang melalui Semenanjung Korea. Pada tanggal 8
Agustus 1945, Uni Soviet melancarkan serangannya terhadap
pasukan Jepang lewat Semenanjung Korea hingga mencapai garis
batas 38 LU. Selama enam hari peperangan Uni Soviet keluar
sebagai pemenang, tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1945
pasukan Jepang menyerah kepada sekutu dengan ketentuan
pasukan Jepang yang berada disebelah Utara garis 38 LU
menyerah kepada Uni Soviet, sedangkan pasukan Jepang yang
berada disebelah Selatan garis 38 LS menyerah kepada Amerika
Serikat. Hal inilah yang menjadi dasar pembagian Korea,
sehingga garis batas 38 Lintang Utara (LU), menjadi garis batas
demarkasi antara Korea Utara dan Korea selatan.
Perang Korea dari tanggal 25 Juni 195027 Juli 1953, adalah sebuah
konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Berbagai cara telah
diupayakan oleh Korea Utara hingga akhirnya mengambil keputusan dengan
cara kekerasan atau peperangan. Pengumuman perang disiarkan ke sluruh
kota melalui radio Pyongyang. Pada hari minggu pukul 4, 25 Juni 1950,
Korea Utara menyerang Korea Selatan.

Perang Korea tidak hanya sebatas perang antara Korea Utara dan Korea
Selatan. Namun, dibelakang negara tersebut ada sekutu masing-masing yang
membantu jalannya Perang. Amerika Serikat mengetahui jika di belakang
Korea Utara ada Uni Soviet, sehingga AS memutuskan untuk membantu Korea
Selatan. Dengan posisi Amerika dalam Dewan Keamanan PBB, Amerika
mengusulkan kepada DK PBB untuk bersidang membicarakan Korea.
PBB mengadakan sidang dan
menghasilkan resolusi PBB yang
antara lain berisi sebagai berikut.
1) Mendesak Korea Utara agar
segera menghentikan perang dan
menarik mundur pasukan-
pasukannya sampai garis batas
38 Lintang Utara.
2) Memberikan sanksi kepada
Korea Utara apabila pihak Korea
Utara tidak memperdulikan
desakan tersebut, maka PBB
dengan para anggotanya akan
membantu Korea Selatan.
Mulai september 1950, keunggulan menjadi milik
Korea Selatan dengan berhasil direbutnya Seoul
pada 26 September 1950 di bawah pimpinan
Jenderal MacArthur. Keberhasilan tersebut
menjadi dorongan moral bagi pihak Selatan
sehingga dapat melampaui garis batas 38
Lintang Utara. Kekalahan pihak Utara tersebut
juga merupakan kekalahan Uni Soviet dan
membuat RRC yang merupakan sekutu Uni Soviet
membantu pihak Utara sebagai tetangga
baiknya dari serangan imperialis. Setelah
memukul balik tentara Korea Utara dari garis
lintang 38 derajat, tentara koalisi Amerika di
bawah payung PBB mendekati Sungai Yalu yang
berbatasan dengan Tiongkok. Mac Arthur
menjanjikan kepada pasukan koalisi untuk
merayakan Natal dengan keluarga masing-
masing karena perang akan berakhir dan Korea
akan bersatu dan demokratis
Namun, bukan Natal yang mereka rayakan, tetapi
usungan peti jenazah mendatangi keluarga tentara
Amerika karena Korea Utara kembali melakukan
perlawanan. Dengan bantuan RRC, Korea Utara kembali
meraih kemenangan. RRC punya persiapan yang matang
karena telah terlebih dahulu mempelajari peta perang
korea sehingga dapat mengusir pasukan PBB dari
Pyongyang untuk kembali ke Selatan. Karena perang
Korea juga merupakan perang antara Amerika dan Uni
Soviet, maka Amerika pun tidak tinggal diam dengan ikut
campurnya RRC.
Maka selanjutnya diadakan sesbuah
perundingan untuk mencegah meluasnya
perang. Pada 23 Juni 1951 Jacob
Malik selaku wakil tetap Uni Soviet di
PBB, menyatakan bahwa bersedia
mengadakan perundingan serta akan
segera mengirimkan wakil wakilnya :
1. Perundingan Kaesong
2. Perundingan di Panmunyom
3. Gencatan Senjata
Revolusi Kuba adalah revolusi yang pertama di Amerika Latin yang
membebaskan bangsa itu dari imperialisme, sebuah paham yang lahir dari
rahim kapitalisme. Revolusi Kuba mampu berbuat sesuatu yang sangat
fundamental. Seperti pernah terjadi dalam Revolusi Rusia tahun 1917,
Revolusi Kuba menggunakan kekuatan revolusioner dari kaum proletar dan
massa rakyat menggulingkan pemimpinnya saat itu, yaitu Fulgencio Batista
yang diktator.
Revolusi ini terjadi ketika dunia dalam ketegangan perang dingin ideologi
Kapitalisme dengan Komunisme dan Sosialisme. Digerakkan oleh semangat
yang kuat, Revolusi Kuba dianggap oleh kaum kiri sebagai perjuangan paling
revolusioner. Ini yang pertamakalinya sejak meninggalnya Jose Marti (1895),
pemimpin gerakan pembebasan Kuba dari penjajahan Spanyol.
Bertentangan dengan pola Revolusi Rusia dan model Marxis,
revolusi di Kuba tidak berdasarkan perjuangan kelas, revolusi ini
juga tidak berniat meniadakan kepemilikan swasta.
Di masa pemerintahan Fulgencio Batista yang berpaham
kapitalis, Hubungan bilateral antara AS dan Kuba terjalin
dengan baik. Kuba mengembangkan hubungan diplomatik
dengan AS karena memiliki tujuan utama yaitu ingin
mendapatkan bantuan ekonomi dan militer dari Amerika Serikat
yang akan dimanfaatkan sebagai politik untuk mempertahankan
kekuasaanya. Fulgencio Batista dikenal oleh rakyat Kuba
sebagai pemimpin yang diktator.
Demi tujuan pengaruh politiknya di Amerika Latin, AS berusaha
memperkuat pengaruhnya dengan cara memberikan bantuan
militer bagi pemerintahan Kuba. Bantuan militer yang Pemerintah
Amerika Serikat kemudian dimanfaatkan oleh Fulgencio Batista
untuk mempertahankan kekuasaanya di Kuba. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan ketergantungan pemerintahan diktator
Fulgencio Batista terhadap Amerika Serikat.
Walaupun, ia menjabat sebagai pemimpin tertinggi Kuba secara de facto
namun, ia tidak dapat berkuasa sepenuhnya tanpa dukungan penuh dari
AS. Kondisi ini dimanfaatkan AS untuk mengendalikan Kuba, dengan
demikian Kuba dibawah pimpinan diktator Fulgencio Batista hanya
berperan sebagai boneka AS untuk menguasai pulau di Karibia tersebut.
Ketidakstabilan politik dan ekonomi Kuba yang disebabkan intervensi
politik dan dominasi kekuasaan AS di Kuba telah meningkatkan sikap anti-
Amerika, meningkatkan kesadaran nasional rakyat Kuba untuk menentang
intervensi bangsa asing dan meruntuhkan kekuasaan diktator Fulgencio
Batista. Rakyat Kuba kemudian menyampaikan aspirasi politik melalui
demonstrasi yang bertujuan untuk menuntut penghapusan dominasi pihak
asing di Kuba, pembaharuan politik, dan perbaikan sistem perekonomian
Negara Kuba. Tuntutan tersebut mendapat dukungan dari aktivis Havana
Kuba yang memiliki semangat nasionalisme dan menentang kapitalisme.
Pada 1 Januari 1959, Batista dan sekelompok
pendukungnya melarikan diri dari Kuba ke Republik
Dominika. Puluhan ribu warga negara kuba (dan ribuan
orang Amerika Kuba yang tinggal di AS) merayakan
berakhirnya rezim sang diktator. Para pendukung Castro
bergerak cepat untuk memantabkan kekuasaan mereka.
Hakim Manuel Urrutia diangkat sebagai pejabat
presiden. Castro dan kelompok pejuang gerilyanya masuk
Havana dengan penuh kemenangan pada 7 Januari.
Sikap AS terhadap pemerintah revolusioner yang baru
segera berubah dari berhati-hati menjadi curiga hingga
akhirnya menjadi frontal. Setelah castro menasionalisasi
properti-properti yang dimiliki oleh AS, bersekutu dengan
Partai Komunis dan bersahabat dengan Uni Soviet, musuh
bebuyutan AS dalam Perang Dingin, US memutuskan
hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Kuba dan
memberlakukan embargo perdagangan dan perjalanan
yang masih berlaku hingga kini.
Pada April 1961, AS melaksanakan Invasi
Teluk Babi, sebuah usaha yang gagal untuk
menyingkirkan Castro dari tampuk
kekuasaan. Operasi-operasi berikutnya
untuk memakzulkan Castro, yang lahir pada
13 Agustus 1926, gagal. Castro menjadi
salah satu pemimpin di dunia yang berkuasa
paling lama. Fulgencio Batista meninggal di
Spanyol pada usia 72 tahun pada 6 Agustus
1973. Pada akhir Juni 2006, Fidel Castro
yang bermasalah dengan kesehatannya
secara sementara mengalihkan
kekuasaannya kepada adiknya, Raul. Fidel
Castro secara resmi baru mundur dari
jabatannya pada Februari 2008.

Anda mungkin juga menyukai