Anda di halaman 1dari 25

DEFINISI

Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII),


terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat
mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan fasialis
perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-
degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema
jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus
atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
EPIDEMIOLOGI
Data yang dikumpulkan di Indonesia didapatkan frekuensi
Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati
dan terbanyak pada usia 2130 tahun. Lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan
insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar
udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka,
tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bells
palsy.
ETIOLOGI
Teori iskemik vaskuler
Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi vasokontriksi arteriole yang
melayani N.VII sehingga terjadi iskemik,
Teori infeksi virus
Bells palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus, sehingga menurut
teori ini penyebab bells palsy adalah virus. Juga dikatakan bahwa perjalanan klinis bells
palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf perifer lainnya.
Teori herediter
Penderita bells palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bells palsy terjadi mungkin
karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.
Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang
timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini maka
penderita bells palsy diberikan pengobatan kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi
inflamasi dan edema di dalam kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
PATOFISIOLOGI
Nervus VII, VIII Intermedius melewati Maeatus akustikus
Internus kemudian pada Gangglion Genikuli bersilang
dengan N khorda tympani dan berlanjut ke Genu Eksternum
kemudian melewati foramen stilomastoidium.
1. Paralisis N fasialis perifer
2. 1+hemiageusi 2/3 lidah depan
3. 1+2+hiperakusis
4. Sindrom Ramsay Hunt
5. 1+2+3+Tuli persepsi+ vertigo+gangguan lakrimasi
GAMBARAN KLINIS
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya
kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi,
bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh
orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells
palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa
hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi
wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum
atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi
menghilang.
GAMBARAN KLINIS
Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang
lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang mempersyarafi m.orbikularis
okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra tidak dapat menutup dengan
sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma konjungtiva dan kornea karena mata
tetap terbuka sehingga konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi
ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar
ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola
mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin,
sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang
lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi
dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati
gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.
GAMBARAN KLINIS
Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi
gangguan pengecapan dari 2/3 depan lidah yang merupakan
kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan bila saraf yang
menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi
hiperakusis. Keadaan ini dapat diperiksa dengan
pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang lebih berat akan
terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan
atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan
terkenanya ganglion genikulatum dan dapat diperiksa
dengan pemeriksaan tes Schirmer.
DIAGNOSIS
Anamnesa : 4,5,8
Pemeriksaan Refleks. 4,5,8
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita
Bells Palsy adalah pemeriksaan reflek kornea baik
- Rasa nyeri. langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis
nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit
- Gangguan atau kehilangan pengecapan. kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks
nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari
pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,
sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat
seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain- kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman
mata pada sisi sakit).
lain.
a. Pemeriksaan motorik dan sensorik nervus fasialis. 4 Stethoscope Loudness Test
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus
stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian
dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka suara yang
keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius yang lumpuh
Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan
benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat
dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan antara sisi yang
lumpuh dan yang normal.
DIAGNOSIS BANDING
Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis
Disamping kemungkinan adanya paresis fasialis, maka ditemukan adanya rasa
nyeri di dalam atau di belakang telinga. Pada foto mastroid ditemukan
gambaran infeksi. Pada otitis media terjadi proses radang di dalam kavum
timpani sehingga dinding tulang kanalis fasialis ikut mengalami kerusakan
sehingga terjadi paresis fasialis.
Herpes Zoster Oticus
Terjadi infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum. Di samping adanya
paresis fasialis juga ditemukan adanya tuli persetif dan tampak vesikel-vesikel
yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya proses inflamasi maka
akan menimbulkan pembengkakan, timbunan metabolit di dalam kanalis
Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia dan paresis fasialis. Pada
pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap virus
DIAGNOSIS BANDING
Trauma kapitis
Paresis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya
fraktur os temporal, fraktur basis kranii atau trauma
lahir/forceps) atau karena operasi. Pada cedera kepala
sering terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang
selalu terlihat pada foto rontgen.
Sindroma Guillain Barre dan Miastenia Gravis
Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran
penyakitnya khas dan paresis hampir selalu bilateral.
DIAGNOSIS BANDING
Tumor Intrakranialis
Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat
menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor
sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya
ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-nasofaring
(biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan tumor kelenjar
parotis.
Leukimia
Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi
bilateral dan simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau telinga
dan tuli.
DIAGNOSIS BANDING
Tumor Intrakranialis
Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat
menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor
sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya
ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-nasofaring
(biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan tumor kelenjar
parotis.
Leukimia
Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi
bilateral dan simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau telinga
dan tuli.
TERAPI
1. Rehabilitasi Medik
Program Fisioterapi
Pemanasan
Pemanasan superfisial dengan infra red.
Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy.
Stimulasi listrik
Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Program Sosial Medik
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan
dengan tempat kerja dan biaya.
Program Ortotik Prostetik 4,5,9
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh.
Home Program: 4,5,9
Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat
Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
Perawatan mata :2,4,10
Tindakan yang dilakukan antara lain:
Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan tetes mata.
Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.
Kelopak mata diplaster agar tetap dalam keadaan tertutup.
KOMPLIKASI
Crocodile tear phenomenon
Keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya
akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar
lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum
Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya
yaitu:
Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau
berkerutnya dahi.
Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi sakit manjadi tertutup.
Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi.
Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut
otot yang salah/keliru.
Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm)
Timbul kedutan (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya
mengenai 1 sisi wajah saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya. Bila mengenai kedua sisi wajah,
maka tidak terjadi bersamaan pada kedua sisi wajah.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna,
yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kecuali sebagai komplikasi bells palsy, maka hemifacial spasm
dapat disebabkan oleh kompresi N.VII oleh tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo pontis atau lengkungan
arteri serebeler antero inferior yang berlebihan atau arteri auditorius internus.
KOMPLIKASI
Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding
pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat,
tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.
PEMBAHASAN
. Dari autonanamnesis diadapatkan keluhan utama berupa wajah sisi kanan kaku sejak 1 hari
yang lalu (kurang dari 24 jam). Pasien mengeluh kesulitan menutup mata kanan dan mata
kanan sering berair serta pasien sulit untuk berbicara karena bibir sisi kanan sulit digerakkan
pada pemeriksaan fisik ditemukan saat wajah istirahat terlihat wajah bagian kanan terjatuh,
saat mengerutkan dahi terlihat dahi kanan sedikit terangkat, saat menutup mata kanan
terllihat ada celah, ketika meringis sudut bibir kanan lebih rendah daripada sudut bibir kiri,
saat mencucu terlihat miring ke kanan. Hal ini menunjukkan kelumpuhan nervus facialis
perifer berbeda dengan kelumpuhan nervus facialis central dimana tidak terdapat
kelumpuhan pada wajah bagian atas karena pada wajah bagian atas dipersarafin secara
bilateral. Pada pasien tidak ditemukan kelemahan pada ekstremitas kanan maupun kiri. Hal
ini dapat menyingkirkan diagnosis banding TIA.
PEMBAHASAN
Dari anamnesis pasien tidak ditemukan adanya demam dan telinga berdenging
atau gangguan pendengaran hal ini menunjukkan bahwa penyebab dari
kelumpuhan nervus fasialis kanan bukan diakibatkan oleh infeksi pada telinga.
PEMBAHASAN
Pasien juga menyangkal adanya rasa terbakar, mual, muntah,
dan pusing hal ini menunjukkan bahwa penyebab dari
kelumpuhan nervus facialis bukan berasal dari herpez zooster
otikus maupun kelainan pada telinga.
PEMBAHASAN
Pada pasien tidak ditemukan benjolan pada wajah maupun sekitar
telinga hal ini menunjukkan bahwa penyebab dari kelumpuhan
nervus facialis kemungkinan besar bukan berasal dari tumor yang
dapat menyebabkan terdesaknya nervus facialis.
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan wartenberg hasilnya normal yang dapat menyingkirkan
diganosis myastenia gravis.
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan tidak ditemukan kelumpuhan saraf perifer lain atau
kelumpuhan yang berawal dari ekstremitas bawah menuju ke atas. Sehingga
diagnosis banding GBS dapat disingkirkan
PEMBAHASAN
. Pasien menyangkal pernah mengalami trauma pada kepala,
pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, diabetes,
maupun stroke serta pasien menyangkal pernah mengalami
infeksi pernafasan, otitis, dan herpes beberapa waktu yang
lalu. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
kemungkinan besar pasien mengalami bell palsy hal ini
didukung berdasarkan terdapatnya nerrvus fasialis yang
terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui atau
tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi
nervus fasialis.
PEMBAHASAN
Terapi medikamentosa pada Bell Palsy menggunakan kortikosteroid salah satu
contohnya prednison atau methylprednisolon 80 mg dosis awal dan dapat
diturunkan secara bertahap. Berdasarkan penelitian kombinasi pengobatan
antara prednisolon ditambah acyclovir dengan prednisolon saja menunjukkan
adanya perbaikan klinis yang lebih tinggi, hal ini mungkin dikarenakan sebagian
besar penyebab kelumpuhan nervus fasialis disebabkan oleh herpez zooster
oticus dan kesulitan klinisi dalam menyingkirkan diagnosa dari herpez zosster
oticus. Pengobatan menggunakan terapi kombinasi prednison dan acyclovir
akan lebih efektif jika diberikan tiga hari setelah timbulnya gejala. Pengobatan
lain bell palsy dapat diberikan sesuai keluhan yang dialami pasien, misalnya jika
pasien mengeluh mata kering dapat diberikan tetes mata dan jika pasien
mengeluh nyeri dapat diberikan analgetik. Beberapa penelitian juga
menyatakan bahwa Vitamin B1, B6, B12 dalam dosis tinggi dapat mempercepat
PEMBAHASAN
Pasien juga perlu mendapatkan penjelasan mengenai prognosis penyakit ini
karena bell palsy sering kali memerlukan waktu yang lama dalam proses
penyembuhan dan bell palsy dapat juga diterapi melalui program fisioterapi,
latihan otot-otot wajah dan massage wajah, program terapi okupasi, home
program, dan perawatan mata. Apabila dalam 14 hari tidak terdapat perbaikan
maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk. Hal ini merupakan salah
satu pertimbangan dalam hal merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi. Bell palsy merupakan salah satu penyakit yang dapat mengganggu
kosmetik dan kadangkala jiwa pasien dapat tertekan terutama pada wanita dan
pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan dia untuk tampil
di depan umum. Oleh sebab itu penting bagi klinisi untuk dapat mnelakukan
konseling dengan baik sehingga hal ini dapat mempercepat penyembuhan.
KESIMPULAN
IMPROVISASI

Anda mungkin juga menyukai