Anda di halaman 1dari 39

LEPTOSPIROSIS

Disusun oleh:
HEPPY NOVLINA
200.311.052
FK UPN
LATAR BELAKANG
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh mikroorganisme leptospira yang
patogen.
Organisme penyebab leptospirosis pertama kali
ditemukan oleh Stimson pada tahun 1907 dengan cara
melakukan pewarnaan perak pada potongan jaringan
ginjal dari pasien yang meninggal karena demam dan
ikterus. Stimson memberi nama organisme tersebut
Spirochaeta interrogans .
Leptospira yang patogen menyebabkan
leptospirosis pada manusia dan hewan.
Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan
maupun hewan liar .
Leptospirosis kebanyakan mengenai laki-laki
dewasa muda (50% kasus umumnya berusia
antara 10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki).
Sumber infeksi pada manusia biasanya akibat
kontak secara langsung atau tidak langsung
dengan urin hewan yang terinfeksi leptospira.
Leptospirosis dikenal dengan berbagai nama
seperti mud fever, slime fever, field fever,
autumnal fever, cane cutter fever, infectious
jaundice dan swineherds disease.
Leptospirosis sebagai penyakit zoonosis
diduga paling luas penyebarannya di dunia,
khususnya di daerah tropis selama musim
hujan dan lebih sering di Amerika Latin dan
Asia Tenggara .
EPIDEMIOLOGI
Luasnya penularan leptospirosis tergantung
pada beberapa faktor yang meliputi iklim,
densitas populasi dan derajat kontak antara
hospes tetap dan hospes sementara.
Sumber infeksi yang paling sering pada
manusia di negara berkembang adalah tikus
sedangkan di negara industri adalah anjing dan
hewan ternak.
Leptospira dapat menginfeksi 160 spesies
mamalia baik hewan piaraan seperti anjing,
lembu, babi, kerbau, kucing dan lain-lain,
maupun hewan liar seperti tikus, musang, tupai
dan sebagainya .
Pasca banjir januari 2002 di Jakarta, 27 kasus
dengan 9 orang meninggal. Di RS Tarakan ada
19 penderita yang dirawat dan 8 orang
meninggal. RS Pelni Petamburan, 5 penderita
dirawat. RSCM, 3 penderita dirawat, 1
meninggal. Hingga Maret 2002, dilaporkan 19
dari 89 kasus penderita leptospirosis meninggal
dunia.
Ressang AA, 1984, menyatakan bahwa 10-
50% tikus di Jakarta dan Bogor mengandung
leptospirosis.
Sementara Simanjuntak, 1985, menyatakan
bahwa 3,7% dari 792 serum darah hewan yang
dikumpulkan dari daerah Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi
Utara, dan Sulawesi Selatan ternyata positif
mengandung antibodi terhadap leptospira.
DEFINISI
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
leptospira yang patogen baik pada manusia
maupun hewan .
ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari
genus Leptospira, famili Leptospiraceae, dan
termasuk golongan Spirochaetales .
Prior, 1989, membagi genus Leptospira
menjadi 2 spesies
patogen Leptospira interrogans
non patogen / saprofit Leptospira biflexa.
Leptospira berbentuk spiral, berukuran
panjang 6-20 m dan diameter 0,1 m, bersifat
aerob obligat, sangat motil, mempunyai dua
flagel periplasmik yang memungkinkan
menembus jaringan, dan dapat memproduksi
hemolisin .
Leptospira bertahan hidup lebih baik pada
lingkungan dengan pH netral atau alkalis (pH
6,2-8), suhu diatas 22C, dan tidak
terkontaminasi dengan deterjen.
Leptospira yang berasal dari urin hewan yang
jatuh ke tanah dapat tetap infeksius selama 6-
48 jam kemudian .
PATOFISIOLOGI
Leptospira dapat menginfeksi manusia melalui
kulit yang terluka, selaput lendir oral, nasal,
konjungtiva dan sebagainya lalu masuk ke
dalam sirkulasi darah dan selanjutnya
menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh
terutama ke ginjal dan hati.
PATOFISIOLOGI
Leptospirosis
Pembuluh darah
Organ-organ Difagosit
jaringan oleh makrofag

Adhesi Toksisitss selular


Dipermuk sel Kerusakan sel organ
PATOFISIOLOGI
Endotoksin(lipopolisakarida)

Agregasi(netrofil&trombosit) trombositopenia
Kerusakan endotel

vaskulitis

Ekstravasasi plasma&sel drh


Intra ke ekstra

Edem
Perdarahan
Hipovolemi Gangguan mikrosirkulasi
PATOFISIOLOGI
Infeksi pada ginjal
Dehidrasi&ekstravasasi plasma
Inta ke ekstravaskular

Melalui:
Interstitial
Permebelitas meningkat
Tubulus ginjal
Lumen tubulus

Nekrosis tubular& hipovolemi


PATOFISIOLOGI
Infeksi pada hati
ditandai adanya nekrosis sentrilobuler dengan
proliferasi sel kupffner
Infeksi pada jantung
karena hipovolemi
keseimbangan elektrolit
uremia
GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis leptospirosis yang timbul
pada manusia bervariasi dari yang
asimtomatik, ringan, sampai berat atau bahkan
fatal .
Leptospirosis mempunyai 3 fase penyakit yang
khas yaitu fase pertama adalah fase
leptospiremia, fase kedua adalah fase imun,
dan fase ketiga adalah fase penyembuhan atau
konvalesen.
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam
darah dan cairan serebrospinal sehingga leptospira
dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal, dan
jaringan .
Fase ini berlangsung selama 4-9 hari dan berakhir
dengan menghilangnya seluruh gejala klinis untuk
sementara selama 1-3 hari dimana kurva suhu turun
sehingga pasien menjadi afebris dan relatif
asimtomatik setelah itu masuk fase imun.
Gejala yang timbul dapat berupa demam
mendadak tinggi dan menggigil disertai sakit
kepala terutama di frontal, oksipital, atau
bitemporal, nyeri otot dan nyeri tekan terutama
pada otot gastroknemius, paha, dan pinggang,
hiperestesi kulit, mual, muntah, mencret,
penurunan kesadaran, tanda-tanda meningitis,
bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier pada
mata, fotofobia, ruam berupa makular,
makulopapular, atau urtikaria di kulit, batuk,
sakit dada, hemoptisis dan hepatosplenomegali
.
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan terbentuknya antibodi
IgM yang beredar dalam sirkulasi darah
leptospiruria, sehingga leptospira dapat
diisolasi dari urin pada fase ini .
Fase ini berlangsung selama 30 hari atau
lebih .
Gambaran klinis yang timbul sangat bervariasi
terutama berkaitan dengan organ meningen,
hati, ginjal, dan mata .
Fase Konvalesen
Fase ini biasanya terjadi pada minggu kedua
sampai dengan minggu keempat.
Patogenesis fase ini masih belum diketahui.
Demam serta mialgia masih bisa dijumpai
yang kemudsian berangsur-angsur hilang.
GAMBARAN KLINIS
Leptospirosis dibagi menjadi dua bentuk yang
umum yaitu (1) leptospirosis tanpa ikterus atau
anicteric Leptospirosis dan (2) Leptospirosis
dengan ikterus atau icteric leptospirosis atau
sindrom Weil.
Anicteric Leptospirosis

Leptospirosis bentuk ini menempati lebih dari 90%


kasus leptospirosis .
Manifestasi yang timbul sama seperti yang telah
disebutkan diatas mulai dari fase leptospiremia, fase
imun, dan fase konvalesen tetapi tanpa timbulnya
ikterus.
Pada fase imun dimana dapat timbul meningitis,
pleositosis yang hebat dan cepat, dengan jumlah
leukosit dalam cairan serebrospinal dapat mencapai
10-100 / mm3 kadang-kadang sampai 1000.
Icteric Leptospirosis atau Sindrom
Weil
Sindrom Weil adalah satu bentuk leptospirosis
berat yang ditandai dengan ikterus, kadang-
kadang disertai perdarahan, anemia, azotemia,
gangguan kesadaran, dan demam dengan tipe
febris kontinua.
Gejala khas muncul hari ke-3 sampai ke-6 .
Gangguan ginjal berupa azotemia dan
proteinuria hingga oliguria dan nekrosis
tubular akut .
Perdarahan seperti epistaksis, hemoptisis,
hematemesis, melena, perdarahan adrenal,
serta pneumonitis hemoragik paru.
Manifestasi paru berupa batuk-batuk, sesak
nafas, nyeri dada, sputum bercampur darah,
hemoptisis, dan gagal nafas .
DIAGNOSIS
Diagnosis leptospirosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
laboratorium serta diagnosis pasti dari
leptospirosis adalah didapatnya leptospira pada
darah, urin, atau CSF baik melaui pemeriksaan
langsung dengan mikroskop lapangan gelap,
atau dengan kultur, pemeriksaan serologi atau
peningkatan antibodi aglutinin 4 kali atau
lebih.1,14
Anamnesa

Penting untuk diketahui tentang riwayat


pekerjaan pasien, apakah pasien termasuk
orang dengan kelompok risiko tinggi .
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada fase pertama akan
didapat demam, injeksi silier, injeksi faringeal,
hepatosplenomegali, ikterus ringan, mialgia,
limfodenopati, ruam berupa makular,
makulopapular, atau urtikaria di kulit, dan
lain-lain .
Pemeriksaan fisik pada fase kedua akan
didapat sesuai organ tubuh yang terlibat .
Pemeriksaan laboratorium
Pada leptospirosis ringan didapat LED
meningkat, leukositosis 3.000-26.000 / l
dengan pergeseran ke kiri, aminotransferase
dapat meningkat ringan sampai 200 U / l,
serum billirubin dan alkali phospatase dapat
meningkat, urinalisis didapat proteinuria,
leukosit, eritrosit, sedimen granular dan hialin,
dan pada cairan serebrospinal didapat
polimorfonuklear leukkosit yang akan diganti
oleh monosit, glukosa normal atau meningkat .
Pada leptospirosis berat didapat
trombositopenia ringan, BUN, ureum dan
kreatinin meningkat, transaminase dan
bilirubin meningkat, anemia, leukositosis,
masa protrombin memanjang, masa
perdarahan memanjang, kreatinin fosfokinase
meningkat, dan lain-lain .
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis yang sering dilakukan
adalah MAT (Microscopic Agglutination Test)
dan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay).
MAT merupakan prosedur serologi standar
yang digunakan secara luas di seluruh dunia
karena mempunyai sensitivitas dan akurasi
yang tinggi .
ELISA mendeteksi IgM sehingga berguna
untuk menegakkan diagnosis pada infeksi awal
dalam 3-5 hari .
Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
leptospirosis dengan cepat adalah dengan
pemeriksaan PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan dilakukan dengan biakan / kultur
leptospira dengan menggunakan sumber bahan
makanan pepton-air daging 0,2% ataupun
medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof
yang akan tumbuh maksimal pada suhu 22-
30C .
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan dilakukan dengan lapang
pandang gelap, dimana membutuhkan 104
leptospira / ml untuk dapat dilihat.
Pemeriksaan ini dapat menimbulkan kesalahan
diagnosis, maka jarang digunakan .
DIAGNOSIS BANDING
Influensa yang sporadik, meningitis aseptik
viral, apendisitis, gastroenteritis, fever of
unknown origin, ensefalitis, poliomielitis,
riketsiosis, glandular fever, brucellosis,
malaria, hepatitis viral, pneumonitis, demam
tifoid, demam berdarah dengue, pneumonia
atipik, penyakit susunan saraf pusat akut .
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada
leptospirosis adalah gagal ginjal, miokarditis,
meningitis aseptik, hepatitis, ARDS, syok,
gagal multi organ, perdarahan masif, dan
iridosiklitis .
TATALAKSANA
Langkah pertama dalam pengobatan adalah
mengganti cairan dan elektrolit, koreksi gangguan
fungsi hati, ginjal, dan koagulasi .
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan
penyakit dan komplikasi yang timbul .
Drug of choice dari penelitian yantg dilakukan di
RSUPN-CM dan RSP Jakarta adalah penisilin
prokain . Antibiotik untuk leptospirosis dan
digunakan selama 7 hari.
Treatment
Mild : leptospirosisDoxycycline, 100mg orally
bidOrAmpicillin, 500mg-700mg orally
qidOrAmoxicillin, 500mg orally qid
Moderate/severe: leptospirosisPenicillin G, 1,5
million unit IV qidOrAmpicillin, 1g IV
qidOrAmoxicillin, 1g IV qidOrErythromycin,
500mg IV qid
ChemoprophylaxisDoxycycline, 200mg orally
once a week
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari keganasan kuman,
daya tahan dan keadaan umum penderita, usia,
gagal multi organ, dan pemberian antibiotik
dengan dosis yang adekuat .
Kebanyakan pasien leptospirosis sembuh.
Kematian biasanya akibat sekunder dari faktor
pemberat seperti gagal hati, gagal ginjal,
perdarahan dan terlambatnya pasien mendapat
pengobatan.
PENCEGAHAN
Manusia: terutama orang-orang yang berisiko tinggi
dapat menggunakan alat proteksi seperti sepatu boot,
sarung tangan, dan penutup muka saat bekerja, selain
itu dapat juga diimunisasi, edukasi, menjaga personal
higiene yang baik .
Hewan: mengontrol populasi hewan pengerat,
menjaga sanitasi dan imunisasi hewan ternak dan
piaraan, serta menggunakan kemoprofilaksis yaitu
doksisiklin 1 kali 200 mg per minggu .

Anda mungkin juga menyukai