Hipotiroidisme
Pembimbing :
dr. Hardi S, Sp.Pd
PENDAHULUAN
Hipotiroidisme merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak
dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus. Hipotiroid primer
lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan
perbandingan 1000 : 1.
klasifikasi
Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda
hipertiroidisme
toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul,
disertai tanda tanda hipertiroidisme
struma difusa seluruh kelenjar gondok dapat mengalami
pembesaran (seakan terjadi pembesaran leher). Struma difusa
toksik merupakan kelainan nomor dua yang paling sering
ditemukan di Indonesia.
HIPOTIROID
klasifikasi
Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda
hipertiroidisme
(1) Kekurangan iodium: Defisiensi iodin merupakan penyebab terbanyak struma nontoksik endemik
maupun sporadik.. Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50
mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hipotiroid dan kretinisme.
HIPOTIROID
klasifikasi
Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda
hipertiroidisme
(1) Pada umumnya, penderita penyakit struma non toksik sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan..
(2) Nodusa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid (Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid).
Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik, Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :
klasifikasi
Hipotiroidisme paling banyak terjadi pada populasi lansia, dengan 2-20% kelompok usia lanjut
memiliki beberapa bentuk hipotiroidisme. Studi Framingham menemukan hipotiroidisme (TSH> 10
mIU / L) pada 5,9% wanita dan 2,4% pria berusia lebih dari 60 tahun.
Struma nodusa endemik terjadi pada 10% populasi suatu daerah. Sedangkan struma nodusa yang
bersifat sporadik disebabkan oleh multifaktor seperti lingkungan dan genetik dan tidak melibatkan
populasi umum
Dinamakan nodusa toksik bila kelenjar aktif menghasilkan hormon tiroid sehingga produksinya
berlebihan. Sebaliknya bila kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan hormon tiroid disebut dengan
nodusa non-toksik. Jenis nodusa-non toksik paling banyak ditemukan di Indonesia
Struma difusa toksik merupakan kelainan nomor dua yang paling sering ditemukan di Indonesia.
HIPOTIROID
Sistem gastrointestinal (40-58%): penurunan lipolisis anoreksia, peningkatan berat badan, penurunan perangsangan otot-
otot usus kontsipasi
Sistem integumen: kulit dingin, pucat, kering, bersisik dan menebal (88%) ; pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal;
rambut kering, kasar; rambut rontik dan pertumbuhannya buruk (80%).
Sistem kardiovaskular (20%)): bradikardi, disritmia, pembesaran jantung, hipotensi, toleransi terhadap aktivitas menurun.
Sistem musculoskeletal (30-40%): nyeri otot, kontraksi dan relaksasi yang melambat
Sistem neurologi (60%) : intelektual yang melambat, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian
kurang, letargi atau somnolen, bingung, hilang pendengaran. Psikologis: apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri.
Sistem reproduksi: pada wanita terjadi perubahan menstruasi seperti amenore,atau masa menstruasi yang memanjang
HIPOTIROID
Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon
tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
1) Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior.
2) Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
3) Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3 dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang
merangsang metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme
protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.
a. Jika produksi hormone tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya
sebagai respons terhadap rangsangan hormone TSH.
b. Penurunan sekresi hormone kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua
sistem tubuh.
c. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain : penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas usus,
penurunan detak jantung., gangguan fungsi neurologist., penurunan produksi panas
d. Penurunan hormone tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar
kolesterol dan trigeliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosclerosis.
e. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda
dari miksedema.
f. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormone tiroid memungkinkan klien
mengalami anemia.
Diagnosis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher
yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipotiroidnya
Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah
pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,
gangguan bernafas dan perubahan suara.
Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer
tiroid.
Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui
apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.
Pada pemeriksaan fisik
inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut
bergerak saat menelan atau tidak Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan,
sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.
Tindakan pembedahan
Penyakit gondok tersebut dapat dicegah, salah satu cara pencegahannya adalah dengan peningkatan
konsumsi garam beriodium. Garam beriodium yang digunakan harus memenuhi Standar Nasional
yakni mengandung iodium sebesar 30-80 ppm. Dianjurkan setiap orang mengkonsumsi garam
beriodium sekitar 6 g atau I sendok teh setiap hari. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dari makanan
sehari-hari yang diolah dengan menggunakan gartrm sebagai penambah rasa dalam hidangan.
Rendahnya kadar Iodium dalam tubuh disebabkan oleh rendahnya asupan Iodium dalam makanan ataupun
minuman.
Iodium yang kita dapatkan dari mengkonsumsi makanan dan minuman berada dalam bentuk ion iodium, dan
besamya bergantung dari kadar iodium dalam tanah. Tanah dengan kadar iodium rendah mengakibatkan banyak
pasien menderita penyakit gondok dan dapat ditanggulangi dengan mengkomsumsi garam yang ber-iodinisasi NaI
(100mg iiodium per gram garam).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor
resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan
memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan
d. beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran
pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan
menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi
sesuai umur dan kelamin.
e. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis
untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara
yaitu seperti di penatalaksananan di atas seperti operasi,yodium radioaktif,pemberian tiroksin dan anti
tiroid.
Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah
proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya
kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Bettendorf M. Thyroid disorders in children from birth to adolescence. Eur J Nucl Med. 2002;29:S439 - S46.
2. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5., Jakarta: Interna., 2009:1035-37.
3. Orlander, P. Hypotiroidism. 2017 (diakses 13 Juni 2017). Tersedia dari URL:http://emedicine.medscape.com/article/122393-overview#a5
4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. 2015.(diakses 13 Juni 2017).
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-tiroid.pdf etiologi hipotiroid pdf
5. Townsend CM, Beaucham RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice: Thyroid. 19ed.
Philadelphia: Elsevier; 2012. p886-92
6. Tortora GJ, Derrickson B. Principle of Anatomy and Physiologi: Thyroid. 13th ed. United States of America: John Wiley & Sons, Inc; 2012. P 696-700
7. Babu CP, Karunakaran K. A Study on Goitre in a Teritiary Care Hospital. Int J Cur Res Rev, Sep. 2013 / Vol 05 (17)
8. Zimmermann, Michael B. Research on Iodine Deficiency and Goiter in the 19th and 20th Centuries. The Journal of Nutrition 2008/vol 138;11:2060-3
9. Jacob et al. Treatment and Prevention of Recurrence of Multinodular Goiter An Evidence-based. World Journal of Surgery. 2008;32:1301-12
10. Sweeney, LB, Rowley, Gaitonde. Hypothyroidism: An Update . Eisenhower Army Medical Center Journal. Agustus 2012. 86(3) : 245-251
TERIMA KASIH
Skor Billewicz menggunakan 8 gejala dan 6 tanda
untuk menilai status tiroid, dan mendiagnosis
hipotiroidisme. Dalam sebuah studi mendetail tentang
256 kontrol eutiroid, dan pasien hipotiroid, 13 gejala
dan 8 tanda dipelajari. Awalnya 14 gejala dan tanda
dipilih dan berbobot berbeda, berdasarkan frekuensi
kejadiannya pada pasien hipotiroid [Tabel 6].
Skor +25 atau lebih menunjukkan hipotiroidisme,
sementara skor -30 atau kurang tidak termasuk
penyakit. [8] Skor tersebut dapat digunakan sebagai
alat skrining, terutama pada pasien psikiatri. Kegunaan
skor Billevicz terletak pada kemampuannya untuk
mengajar siswa tentang gambaran klinis penyakit ini
Sumber :
Indian Journal of Endocrinology and Metabolism
http://www.ijem.in/temp/IndianJEndocrMetab15689-
548021_151322.pdf
Diminished sweating is assessed in a warm room or a centrally heated hall (Billewicz practiced in Aberdeen, Scotland).
Dry skin is defined as dryness of skin noted spontaneously, or requiring treatment. Cold intolerance implies a preference for a
warm room, extra clothing, or bed clothing.
The weight increase is scored as present if the patient reports a recorded increase in weight or complains of tightness of clothing.
Similarly, constipation is scored as present if the patient reports a change in bowel habit or use of laxative Hoarseness is assessed in
both speaking voice and singing voice, while paresthesia are scored based on subjective sensations.
Deafness is defined as progressive improvement of hearing.
Slow movements are noted while observing the patient removing and replacing a buttoned garment. Correction of skin is assessed
over the hands, forearms, and elbows, with the examiner checking for roughness and thickening of skin.
Cold skin is assessed by comparing the patients hand temperature with that of the examiners. Periorbital puffiness is defined if it
obscures the curve of the malor bone. Billewicz et al. recommend counting the pulse for a 30-s period, and report bradycardia of
the pulse
Zulewski et al. [Table 8] set out to reevaluate the classical
signs and symptoms of hypothyroidism in the light of
modern laboratory tests. They measured clinical scores,
thyroid function, and tissue thyroid status (using ankle reflex
relaxation time [ART] and total cholesterol, in 50
hypothyroid, 93 subclinically hypothyroid, 67 treated
hypothyroid, and 189 euthyroid female adults.[10]
A score >5 points defined hypothyroidism, while a score of
0-2 points defined euthyroidism. Sixty two percent of all
overt hypothyroidism was detected by the new score (as
compared to 42% with the Billewicz score).