Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI REFERAT

SESAK NAFAS

Pembimbing:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Oleh :
Tika Indriati
G1A210089

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesak nafas gejala berupa sensasi
ketidaknyamanan dalam bernafas
Kualitas, intensitas sesak nafas bervariasi dan
berbeda
Penyebab tersering : asma, PPOK, penyakit
parenkim paru
SKRT tahun 1996 : bronkhitis, emfisema, asma
penyebab kematian ke-7 di Indonesia
(Davey, 2006; Kusumosutoyo, 2006)
2
BAB I PENDAHULUAN (CONTD)

B. Tujuan
Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi saluran
pernafasan
Untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, diferensial diagnosis dan
penatalaksanaan sesak nafas.

B. Manfaat
Penulisan referat ini dapat menambah wawasan
dan khasanah di bidang ilmu kedokteran serta
menjadi sumber penulisan tugas-tugas bidang
ilmu kedokteran khususnya bagian pulmonologi. 3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Traktus Respiratorius


Saluran penghantar udara yang membawa udara ke
dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus dan bronkiolus (Wilson, 2006). Saluran
nafas terbagi secara berulang, masing-masing
generasi yang berurutan jumlahnya menjadi dua kali
lipat (Ward et al.,2008).

4
5
Gambar 1. Anatomi Sistem Respirasi (Seeley et al, 2008)
Gambar 2. Anatomi Saluran Pernafasan Bagian Bawah (Seeley et al, 2008) 6
Udara Inspirasi

Hidung

Faring

Trakhea

Bercabang 23 kali

16 Cabang Pertama Sisa 7 Cabang

Zona Konduksi Zona Zona


Peralihan Pernafasan

Bronki, Bronkiolus, Bronkiolus


Terminalis Bronkiolus Respiratorius, duktus
alveolaris, Sakus Alvelarois 7

Gambar 4. Bagan Anatomi dan Mekanisme Jalan Udara (Ward et al, 2008)
B. FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara
ekspirasi, dapat dibagi menjadi 3 stadium.
Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke
luar paru. (Wilson, 2006).

8
Stadium kedua, transportasi yang ditinjau dari
berbagai aspek yaitu:
Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru dan
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan,
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah

Respirasi sel atau respirasi interna


(Sherwood, 2001).

9
MEKANISME PERNAFASAN NORMAL
Inspirasi ( aktif )
Ekspirasi ( Pasif )
Kontraksi Otot inspirasi
Otot menurunkan vol.inratoraks
Meningkatkan Vol.Intratoraks

Penurunan tekanan intraplura Pasif

Paru-paru mengembang Pada permulaan ekspirasi


Tekanan jalan udara menurun
Beberapa otot ekspirasi kontraksi
Udara mengalir ke paru-paru
udara mudah keluar karena
Akhir inspirasi tekanan diluar tubuh lebih
rendah
Recoil paru-paru menarik dada kembali

Posisi ekspirasi Untuk mengerem kekuatan recoil

Tekanan Recoil dan Dada seimbang Melambatkan ekspirasi


10
C. SESAK NAFAS (DISPNEA)
1. Definisi
Dispnea atau sesak nafas adalah merasakan
gerakan pernafasan (Davey, 2006) atau
perasaan sulit bernafas dan merupakan
gejala utama dari penyakit kardiopulmonar
(Wilson, 2006).

Seorang yang mengalami dispnea sering


mengeluh nafasnya menjadi pendek atau
terasa tercekik (Wilson, 2006).
11
2. ETIOLOGI
No. Tempat Diferensial Diagnosis
1. Penyakit dinding paru Trauma. Penyakit neurologik
Kelainan tulang
2. Penyakit vaskular paru Emboli paru, Kor pulmonale
Hipertensi paru primer
Penyakit veno-oklusi paru
3. Penyakit pleura Pneumotoraks, Efusi pleura
Hemotoraks, Fibrosis
4. Penyakit Parenkimal Pneumonia
Gagal jantung kongestif
ARDS
5. Penyakit saluran nafas Asma, Bronkhitis kronis
Emfisema, Sumbatan laring
Tertelan benda asing
6. Penyakit Kardiovaskular Gagal jantung kronis,
stenosis mitral,
sesak angina ekuivalen
7. Penyebab lain Demam, hiperventilasi psikogenik,
Asidosis metabolik, anemia 12
Obesitas, penyakit neurologis
(Amin, 2006; Davey, 2006)
3. PATOFISIOLOGI
Beberapa sumber penyebab dispnea adalah:
Reseptor mekanik pada otot-otot pernafasan,
paru dan dinding dada. Gelondong otot
khususnya pada serat otot berperan penting
dalam membandingkan antara tegangan dalam
otot dan derajat elastisitasnya. Apabila terjadi
dispnea, tegangan yang terjadi tidak akan
mencukupi untuk satu gelondong otot (volume
nafas yang terpenuhi).

13
Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2
dan PO2)
Peningkatan kerja otot pada saluran pernafasan
sehingga mengakibatkan sangat meningkatnya
rasa sesak nafas.
Ketidakseimbangan antara kerja otot pernafasan
dan kapasitas ventilasi (Wilson, 2006).

14
Besarnya tenaga fisik untuk
menimbulkan dispnea bergantung pada
usia, jenis kelamin, ketinggian tempat,
jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi
dalam melakukan kegiatan itu.

Dispnea yang terjadi pada seseorang


harus dikaitkan dengan tingkat aktivitas
minimal yang menyebabkan dispnea
(Wilson, 2006). 15
DERAJAT DISPNEA
Tingkat Derajat Kriteria
0 Normal Tidak ada kesulitan bernafas kecuali dengan
aktivitas berat
1 Ringan Terdapat kesulitan bernafas, nafas pendek-
pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan
melalui punvak landai
2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan
orang berusia sama karena sulit bernafas atau
harus berhenti brjalan untuk bernafas
3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk
bernafas atau setelah berjalan beberapa menit
4 Sangat Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan
Berat rumah atau sulit bernafas ketika
memakai/membuka baju 16
Variasi gejala umum sesak nafas (Wilson, 2006):
Ortopnea, adalah nafas pendek yang terjadi pada
posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas
dengan penambahan sejumlah bantal atau elevasi
sudut untuk mencegah perasaan tersebut.

Dispnea nokturna paroksismal, timbulnya dispnea


pada malam hari dan memerlukan posisi duduk
dengan segera untuk bernafas.

17
4. DIAGNOSIS SESAK NAFAS

a. Anamnesis
Kecepatan onset dan pola dispnea bisa
membantu menegakkan diagnosis. Riwayat
khas pada berbagai penyakit penyebab sesak
nafas adalah:

1) Gagal jantung
Dispnea tidak berhubungan dengan mengi
(wheezing) yang membedakan dari PPOK
kecuali bila terjadi asma kardiale
(bronkospasme akibat edema paru). 18
Pada gagal jantung ringan sesak hanya terjadi
saat aktivitas.
Pada gagal jantung yang lebih berat sesak juga
terjadi bila berbaring (ortopnea)
Sering disertai edema tungkai bawah, membaik
pada pagi hari dan memburuk pada malam hari
(Davey, 2006).

19
2) Asma
Pada asma sesak disertai mengi. Mengi bisa
terjadi akibat olahraga, menghirup serbuk sari,
obat-obatan terutama aspirin atau bloker, atau
emosi. Pasien terlihat normal bila tidak sedang
serangan.

Pada malam hari bisa timbul gejala yang lebih


berat dapat disertai batuk kering. Bila duduk
atau berdiri akan membaik perlahan-lahan (>30
menit) atau tidak membaik sama sekali (Davey, 20
2006).
3) PPOK
Sesak saat aktivitas meningkat secara progresif
dalam beberapa tahun seringkali lebih dari 5
tahun. Biasanya disertai bronkhitis kronis yaitu
batuk produktif di pagi hari >3 bulan per tahun
selama 2 tahun berturut-turut (Davey, 2006).
Serangan sesak nafas berlangsung
berkepanjangan selama berjam-jam atau
berhari-hari (Amin, 2006).

21
4) Infeksi saluran nafas, ditandai oleh demam dan
batuk produktif. Pada infeksi saluran pernafasan
atas bisa disertai nyeri tenggorokan, pada
pneumonia sering disertai gejala konstitusional
yaitu demam dan malaise juga nyeri pleuritik.

5) Emboli paru, onset mendadak, pasien tiba-tiba


sesak. Terjadi pada orang yang memiliki faktor
predisposisi (imobilisasi, obesitas, menggunakan
pil kontrasepsi oral, pascaoperasi, kanker). Bisa
disertai nyeri pleuritik (Davey, 2006).
22
6) Pneumotoraks
Ditandai oleh nyeri dada mendadak, sering
pleuritik, disertai sesak. Diagnosis ditegakkan
dari pemeriksaan fisis dan foto toraks.

7) Penyakit parenkim paru: pneumonia


Ditandai adanya sesak saat aktivitas, dan bila
berat terjadi saat istirahat, tanpa mengi. Sesak
tidak berhubungan dengan posisi tubuh (Davey,
2006).
23
b. Pemeriksaan Fisik

1) Tampilan umum
Mengantuk, nafas lambat dan pendek
obat tertentu, retensi CO2, gangguan
sistem saraf pusat (stroke, edema
serebral, pendarahan subarachnoid).

Gelisah, nafas cepat dan dalam


hipoksemia berat karena primer
penyakit paru atau saluran nafas,
jantung, serangan cemas (anxiety attack),
histerical attack (Amin, 2006). 24
2) Kehangatan kulit
Pada dispnea jantung kulit terasa dingin dan
mungkin berkeringat. Sebagian besar pasien
PPOK datang dengan kulit hangat dengan
denyut nadi kuat (Davey, 2006).

Demam dapat menunjukkan adanya infeksi


saluran pernafasan. Suhu <35C atau >41C
atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg
menandakan keadaan gawat darurat (Amin,
2006).

25
3) Denyut jantung
Sesak nafas berat dengan penyebab apapun dapat
meningkatkan denyut jantung. (Davey, 2006).

4) Membran mukosa, untuk melihat adanya anemia dan


sianosis. (Davey, 2006).

5) Tekanan vena jugularis (JVP) meningkat pada gagal


jantung, PPOK stadium akhir (kor pulmonal), dan emboli
paru besar. JVP normal belum menyingkirkan kegagalan
ventrikel kiri murni (Davey, 2006).

26
6) Kontraksi otot bantu nafas
Gejala objektif sesak nafas termasuk juga
penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan yaitu sternokleidomastoideus,
scalenus, trapezius, pectoralis mayor;
pernafasan cuping hidung, takipnea dan
hiperventilasi (Wilson, 2006).

27
7) Pemeriksaan paru

a) Inspeksi
Frekuensi nafas meningkat pada sebagian besar
pasien yang mengalami sesak saat istirahat
(Davey, 2006).

Hiperinflasi : barrel chest menunjukkan


terperangkapnya udara dalam paru, biasanya
terjadi akibat penyakit saluran nafas (PPOK,
asma akut) (Davey, 2006).

28
b) Palpasi
Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang
dirasakan dengan palpasi bisa akibat obstruksi salah
satu bronkus utama, pneumotoraks atau efusi pleura.

Menurunnya fremitus taktil terjadi pada bronkus


yang tersumbat atau area yang ada efusi pleura.
Meningkatnya fremitus disebabkan oleh konsolidasi
parenkim pada suatu area yang mengalami inflasi
(Amin, 2006).
29
c) Perkusi
Resonansi pekak seperti batu pada efusi pleura
(Davey, 2006).
Hipersonor pada hiperinflasi paru seperti terjadi
selama serangan asma akut, emfisema, juga
pada pneumotoraks.
Redup pada perkusi menunjukkan konsolidasi
paru atau efusi pleura (Amin, 2006).

30
d) Auskultasi
Berkurangnya intensitas suara nafas obstruksi saluran
nafas, efusi pleura atau pneumotoraks
Ronki basah halus parenkim paru yang berisi cairan
infeksi pneumonia
Ronki kering fibrosis paru (Davey, 2006)

Ronki kasar dan kering (coarse rales and wheezing)


obstruksi parsial atau penyempitan saluran nafas.
Ronki bilateral disertai irama gallop gagal jantung
kongestif. (Amin, 2006).

31
5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dahak pemeriksaan bilasan sputum


gram radang saluran nafas bawah dan penentuan
jenis gram patogen (Amin, 2006).

Analisis gas darah arterial, dilakukan pada evaluasi


awal seluruh pasien sesak dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg, frekuensi nafas >35 kali/menit
atau < 10 kali/menit atau sianosis. (Amin, 2006).

Spirometri sederhana, pada pasien dengan


eksaserabsi asma atau PPOK berguna untuk
menentukan beratnya obstruksi jalan nafas (Amin,
32

2006).
Pencitraan
o Foto thoraks postero-anterior dan
pleura, parenkim paru, atau jantung.
Adanya bula, kista, paru emfisematus atau
diafragma yang mendatar PPOK.
Adanya kardiomegali penyebab sesak
yang berkaitan dengan jantung (Amin,
2006).

o CT scan, CT spiral emboli paru, CT


irisan tipis resolusi tinggi penyakit paru
interstitial (Davey, 2006). 33
D. PENATALAKSANAAN SESAK NAFAS

Penanganan sesak nafas yaitu tatalaksana yang tepat


atas penyakit yang melatarbelakanginya
pneumonia antibiotik
asma bronkodilator dan pengontrol (Rasmin, 2006)
Kondisi pasien memburuk mungkin terjadi gagal
nafas akut perhatian ditujukan pada keadaan
daruratnya dulu sebelum dicari penyebab
Dx Gagal nafas akut AGD PaO2 <dari 50 mmHg
atau PaCO2 >50 mmHg, pH di bawah normal (Amin,
2006). 34
TX GAGAL NAFAS
Saluran nafas Periksa orofaring pastikan
tidak tersumbat karena edema atau benda asing.
Bila henti nafas atau mengarah pada gagal nafas
progresif intubasi ETT
Oksigen, tujuan mempertahankan PaO2
sebesar 60-70 mmHg dengan kenaikan minimal
pada PaCO2. tidak diberikan apabila ada bukti
bahwa retensi CO2 yang akan memburuk karena
tingginya oksigen yang diberikan.
Ventilasi mekanis, pada pasien yang diintubasi
sementara ambu bag sambil mempersiapkan
ventilator (Amin, 2006). 35
BAB III
KESIMPULAN

Sistem respirasi teridiri dari paru dan saluran nafas atas dan
bawah.
Fisiologi pernafasan terdiri dari ventilasi, transportasi dan
respirasi.
Sesak nafas merupakan perasaan sulit bernafas yang dapat
disebabkan penyakit pada saluran nafas, parenkim, vaskular
paru, pleura dan dinding paru.
Penatalaksanaan sesak nafas disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya. Penatalaksanaan secara umum adalah
pembebasan jalan nafas, pemberian oksigen dan ventilasi
mekanis.
36
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli. 2006. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan
Sistem Respirasi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta:EMS.
Kusumosutoyo, Dianiati. 2009. Patofisiologi Sesak Nafas.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/cffe7232706516749e4881e867fd3ef0c7a9
b5d2.pdf
Rasmin, Menaldi & Wahju Aniwidyaningsih. 2009. Pendekatan Khusus Sesak Nafas.
http://staff.ui.ac.id/internal/140133349/material/PENDEKATANKHUSUSSESAKNA
PAS05.pdf
Seeley, R. R., Stephens, T. D., & Tate, P. 2008. Anatomy & physiology (8th ed.). New
York: McGraw-Hill.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:EGC.
Ward, Jeremy, Jane Ward, Richard M. Leach, Charles M. Weiner. 2008. At a Glance
Sistem Respirasi. Jakarta:EMS.
Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta:EGC. 37

Anda mungkin juga menyukai