Nama Generik
Nama sesuai the United States Adopted Name
Council
Nama dagang
Nama obat yang didaftarkan oleh pabriknya
Contoh Nama obat
Nama kimiawi
(+/-)-2-(p-isobutylphenyl) propionic acid
Nama generik
ibuprofen
Nama dagang
Anafen; Arthrifen; Brufen
Pharmaceutics
Enteral Route
Obat diabsorpsi untuk menuju sirkulasi sistemik melalui
oral atau mukosa gaster, usus halus, atau rektum.
Oral
Sublingual
Buccal
Rectal
First-Pass Effect
Metabolisme obat dan lintasannya dari hati
menuju sirkulasi.
Pemberian rute oral menyebabkan sebagian besar
dimetabolisme di hati sebelum mencapai sirkulasi
sistemik (high first-pass effect).
Obat yang sama diberikan secara IV akan memotong jalur
hati, menghindari first-pass effect, dan lebih banyak obat
mencapai sirkulasi.
First-Pass Effect
Routes that bypass the liver:
Sublingual Transdermal
Buccal Vaginal
Rectal* Intramuscular
Intravenous Subcutaneous
Intranasal Inhalation
*Rectal route undergoes a higher degree of first-
pass effects than the other routes listed.
Pharmacokinetics: Absorption
Parenteral Route
Intravenous*
Intramuscular
Subcutaneous
Intradermal
Intrathecal
Intraarticular
*Fastest delivery into the blood circulation
Pharmacokinetics: Absorption
Topical Route
Skin (including transdermal patches)
Eyes
Ears
Nose
Lungs (inhalation)
Vagina
Pharmacokinetics: Distribution
Transport obat di dalam tubuh oleh aliran
darah menuju tempat aksinya.
Protein-binding
Water soluble vs. fat soluble
Blood-brain barrier
Areas of rapid distribution: heart, liver,
kidneys, brain
Areas of slow distribution: muscle, skin, fat
Pharmacokinetics: Metabolism
(also known as Biotransformation)
Drug effect:
Reaksi fisiologik tubuh terhadap obat
Pharmacodynamics
Onset
Waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai menghasilkan
respon terapetik
Peak
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai efek maksimum
respon terapetik
Duration
Waktu di mana konsentrasi obat masih cukup untuk
menghasilkan respon terapetik
Pharmacodynamics:
Mechanisms of Action
Cara bagaimana obat dapat menghasilkan efek
terapetik:
Saat obat mencapai tempat aksinya, akan mengubah
kecepatan (increase or decrease) fungsi sel atau jaringan.
Obat tidak dapat membuat sel atau jaringan menunjukkan
fungsi yang bukan fungsinya.
Pharmacodynamics:
Mechanisms of Action
Receptor interaction
Enzyme interaction
Nonspecific interactions
Pharmacologic Principles
Pharmacotherapeutics
Penggunaan obat dan indikasi klinis untuk mencegah dan
mengobati penyakit
Pharmacotherapeutics:
Types of Therapies
Acute therapy
Maintenance therapy
Supplemental therapy
Palliative therapy
Supportive therapy
Prophylactic therapy
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Keefektivan obat harus dievaluasi.
Seseorang mungkin telah terbiasa dengan
obat tertentu
Aksi terapetik yang diharapkan (beneficial)
Efek samping yang tak diharapkan tetapi
potensial (predictable, adverse drug
reactions).
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Therapeutic index
Drug concentration
Patients condition
Tolerance and dependence
Interactions
Side effects/adverse drug effects
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Therapeutic Index
Rasio antara kemanfaatan terapi dan efek toksik
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Tolerance
Penurunan respon akibat dosis obat ulangan
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Dependence
Kebutuhan fisiologik atau psikologik terhadap obat
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Interaksi mungkin terjadi dengan obat lain atau
makanan
Drug interactions: perubahan aksi obat akibat:
Other prescribed drugs
Over-the-counter medications
Herbal therapies
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Interactions
Additive effect
Synergistic effect
Antagonistic effect
Incompatibility
Pharmacotherapeutics:
Monitoring
Kecelakaan pengobatan
MTC
MEC
t
Untuk alasan ini, obat di-individualisasikan
secara hati-hati untuk menghindari fluktuasi
konsentrasi obat dalam plasma yang
disebabkan oleh variasi inter-subyek dalam
proses manajemen obat.
Untuk obat-obat seperti phenytoin yang
mengikuti PK Nonlinier, pada konsentrasi
terapetik obat dalam plasma maka suatu
perubahan kecil dalam dosis dapat
menyebabkan peningkatan yang sangat besar
dalam respon terapetik yang membawa
kemungkinan terjadinya efek samping
Pemantauan konsentrasi obat dalam plasma
BERMANFAAT apabila terdapat hubungan antara
konsentrasi plasma dengan efek klinik yang
diharapkan atau antara konsentrasi plasma
dengan efek samping.
Untuk obat-obat yang mana konsentrasi obat
dalam plasma dan efek klinik tidak berhubungan,
maka pemantauan obat dilakukan terhadap
parameter farmakodinamik lainnya.
Contoh, clotting time dapat diukur secara
langsung pada pasien terapi antikoagulan
warfarin.
Untuk pasien asma, bronchodilator- albuterol,
yang diberikan secara inhalasi diberikan
menggunakan inhaler dosis-terukur.
Dalam Khemoterapi kanker, pengaturan dosis
untuk pasien individual dapat tergantung kepada
besarnya efek samping dan kemampuan pasien
dalam mentolerir obat tersebut.
Untuk obat-obat yang mempunyai variabilias
intra dan inter subyek, penilaian klinis dan
pengalaman dengan obat tersebut diperlukan
untuk menentukan dosis yang tepat bagi pasien.
Faktor yg berpengaruh terhadap hasil
terapi?
Ketepatan diagnosis
Ketepatan pemilihan obat
Ketepatan aturan dosis
Mutu obat
Keparahan penyakit
Perlakuan pasien dalam
memperlakukan obat
Lanjutan : Faktor .
Tepat Diagnosis:
Dasar diagnosis??
anamnesis (riwayat penyakit)
- Pemerikasaan fisik
- Pemeriksaan LAB
1. PASIEN
Tidak mampu memahami tuj
terapi
Tidak mampu memahami intruksi
pemakaian obat
Khawatir ketergantungan
Status
Kepercayaan terhadap dokter
Ekonomi
FAKTOR YG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
PASIEN
2. OBAT
Jumlah jenis obat
Frekuensi penggunaan
Durasi
Bentuk sediaan
Bau & rasa
Takaran obat
Timbulnya efek samping
FAKTOR YG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PASIEN
3. PENYAKIT
Jenis penyakit
Berkurangnya/hilangnya
gejala
4. DOKTER
Perilaku dokter
Rosenberg: Kegagalan terapi karena 3
faktor
1. MEDIK
- Penyakit belum ada obatnya
- Proses penyakit sudah lanjut
2. KLINIK : komplikasi
3. PENDIDIKAN:
- Pasien tdk taat menggunakan obat
- Pasien tdk taat pantangan (makanan,
minuman, kegiatan fisik)
FARMAKOTERAPI RASIONAL
1. TEPAT INDIKASI:Obat yg diberikan
berdasarkan diagnosis penyakit yg akurat
2. TEPAT PENDERITA:Tdk ada kontraindikasi
atau kondisi khusus yg memerlukan
penyesuaian dosis atau mempermudah
timbulnya efek samping
3. TEPAT OBAT: Pemilihan obat berdasarkan
keamanan
4. TEPAT DOSIS:takaran, jalur, lama
pemberian sesuai kondisi penderita
5. WASPADA EFEK SAMPING OBAT
FARMAKOTERAPI IRRASIONAL
Memilih obat.
Merancang aturan dosis.
Menilai respons penderita.
Menentukan perlunya pengukuran konsentrasi obat
dalam serum.
Menetapkan kadar obat.
Melakukan penilaian secara farmakokinetik kadar obat.
Menyesuaikan kembali aturan dosis.
Memantau konsentrasi obat dalam serum.
Menganjurkan adanya persyaratan khusus.
Pemilihan obat
Pemilihan obat dan terapi dengan obat biasanya
dilakukan oleh dokter. Akan tetapi banyak praktisi
berunding dengan farmasis klinik dalam memilih
produk obat dan merancang aturan dosis.
Pemilihan terapi dengan obat biasanya dibuat atas
dasar :
diagnosis fisik penderita,
adanya berbagai masalah patofisiologik pada penderita,
riwayat pengobatan penderita sebelumnya,
terapi obat yang bersamaan,
alergi atau kepekaan yang diketahui,
dan aksi farmakodinamik obat.
Rancangan Aturan Dosis
Setelah obat yang tepat dipilih untuk penderita,
ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan
pada waktu merancang aturan dosis terapetik.
Pertama, pertimbangan farmakokinetika yang
umum dari obat yang meliputi profil absorpsi,
distribusi, dan eliminasi pada penderita.
Kedua, pertimbangan fisiologi penderita seperti
umur, berat badan, jenis kelamin, dan status
nutrisi.
Ketiga, setiap kondisi patofisiologik seperti tidak
berfungsi-nya ginjal, penyakit hati, dan kegagalan
jantung kongestive, dipertimbangkan karena
dapat mempengaruhi profil farmakokinetik
normal obat.
Keempat, hendaknya dipertimbangkan
"exposure" penderita terhadap pengobatan yang
lain atau faktor-faktor lingkungan (seperti
merokok) yang mungkin juga dapat mengubah
farmakokinetik yang umum.
Terakhir, rancangan aturan dosis seharusnya
mempertimbangkan sasaran konsentrasi obat
pada reseptor penderita yang meliputi
berbagai perubahan kepekaan reseptor
terhadap obat.
Penilaian Respons Penderita
Setelah suatu produk obat dipilih dan penderita menerima
aturan dosis awal, praktisi hendaknya menilai secara klinik
respons penderita.
Jika penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi
obat seperti yang diharapkan, maka obat dan aturan dosis
hendaknya ditinjau kembali.
Aturan dosis hendaknya ditinjau kembali tentang
kecukupan, ketelitian, dan kepatuhan penderita terhadap
terapi obat.
Praktisi hendaknya menentukan perlu atau tidak
konsentrasi obat dalam serum penderita diukur.
Dalam banyak keadaan keputusan klinik dapat menghindari
perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam serum.
Pengukuran Konsentrasi Obat dalam Serum
Pengaturannya?
Dosis 700 mg/hari dapat diberikan dalam 2 cara :
a) 350 mg setiap 12 jam atau
b) 175 mg setiap 6 jam
Dua-duanya akan menghasilkan Cav (ss) yang sama, namun
Cmax dan Cmin akan berbeda.
Saran : Berikan obat dalam cara (a) secara sustained- release, untuk
menghindari konsentrasi obat yg tinggi secara berlebihan.
Metode ke-2 :
Metode 2 menganggap bahwa kecepatan infusi intravena
(mg/hr) sama dengan kecepatan dosis oral yang diinginkan
Contoh :
Dengan menggunakan contoh pada metode 1, perhitungan
berikut dapat digunakan.
Solusi :
Aminophylline yang diberikan scr Infus IV pada kecepatan
34 mg/hr. Total dosis per hari dari amonofilin adl 34 mg/hr
x 24 hr = 816 mg.
Dosis per hari ekivalen dengan teofilin adalah 816 x 0.85 =
693.6 mg.
Jadi, patient seharusnya menerima kira-kira 700 mg
theophylline per hari atau 350 mg teofilin lepas lambat
setiap 12 jam
Pharmacologic Principles
Pharmacognosy
The study of natural (plant and animal) drug sources
FARMAKOTERAPI =
Diagnosis
Patogenesis
Farmakokinetik
Farmakodinamik