Anda di halaman 1dari 42

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


DEPARTEMEN ADMINISTRASI
Pendahuluan : Background

Penyelenggaraan
Pemerintahan (Daerah
K
: OTDA) E
B
Pembangunan secara U
T PENDAPATAN
Berkesinambungan U
DAERAH
(Sustainability) H
A
N
Pelayanan pd
Masyarakat (Publik)
Salah Satu Instrumen dalam
menghadapi Tantangan
tersebut
Anggaran:APBD
(PendapatanDaerah)
Rp
Kemandirian
(UU 32 & 33 2004)

Sumber Pendanaan Penyelenggaraan


Pemerintahan & Pembangunan Masyarakat Jakarta
Permasalahan Utama

Internal Organisasi
Sistem Informasi Manajemen PAD masih relatif terbatas & belum
beroperasi secara optimal, yg berpengaruh thd optimalisasi
pendayagunaan data & informasi potensi PAD riil yg ada utk keperluan
pengambilan kebijakan.

Sumberdaya Aparatur/Pegawai, baik dari sisi kuantitas (jumlah) maupun


dari kualitas (profesionalisme & kompetensi) yg mampu mendukung
pekerjaan teknis operasional pengelolaan PAD sesuai dg TUPOKSI
masing2 masih belum tersedia secara memadai, demikian halnya dg
Standar Kinerja & Standar Kompetensi Aparatur/Pegawai.
Permasalahan Utama
(lanjutan)
Eksternal Organisasi
WP masih belum sepenuhnya menyadari kewajiban Perpajakannya, yg dp
dilihat dari masih tdptnya sebagian WP yg tidak atau terlambat
menyampaikan SPTPD, tidak teratur & tidak tertib serta tidak tepat
waktu dalam melaksanakan pembayaran kewajiban Perpajakannya &
pembayarannya tidak sesuai dg potensi Pajak yg seharusnya dibayarkan.

Kondisi perkembangan sosial & ekonomi serta keamanan khususnya di


Provinsi DKI Jakarta yg berpengaruh thd tingkat Pendapatan WP yg
berimplikasi pd tingkat Pendapatan PAD.
Konsepsi Pendapatan
Daerah &

PAD
UUNo.32Thn2004(Pasal157)
&
UUNo.33Thn2004(Pasal56)
Rp

PENDAPATAN DAERAH
PEMBIAYAAN
Komponen Pendapatan
Daerah
PAD
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg dipisahkan
Lain-lain PAD yg sah :
> Hasil Penjualan Kekayaan Daerah.
> Jasa Giro.
> Pendapatan Bunga.
> Keuntungan Selisih Nilai Tukar Rupiah thd Mata Uang Asing.
> Komisi, Potongan, ataupun bentuk lain sbg akibat dari Penjualan dan/atau
Pengadaan Barang dan/atau Jasa oleh Daerah).

Dana Perimbangan
Lain2 Pendapatan
Pembiaya
an
Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Daerah
Penerimaan Pinjaman
Daerah

Dana Cadangan
Daerah
OPTIMALISASI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN PAJAK DAERAH

Tinjauan Implementasi Kebijakan


Pengelolaan Pajak Daerah di Provinsi
dan Kabupaten/Kota
Kondisi Umum
Kondisi Khusus

Upaya Optimalisasi Kebijakan & Pemikiran ke


Depan Dalam Pengelolaan Pendapatan
Daerah
Tinjauan Implementasi Kebijakan
Pengelolaan
Pajak Daerah di Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Arah Kebijakan Bidang Pendapatan Daerah :
<> Kondisi Umum
Kewenangan yg lebih luas dalam
mengoptimalkan perolehan Pendapatan
Daerah.
Intensifikasi & Ekstensifikasi Penggalian
Sumber Pendapatan Daerah.
Peningkatan Kemampuan & Optimalisasi
Organisasi di Bidang Pendapatan Daerah.
Strategi Pengelolaan Pendapatan Daerah (PAD)

Identifikasi potensi jenis2 Pajak Daerah Baru,


khususnya yg berbasis pd Kegiatan Jasa.
Kewenangan yg lebih luas bagi Suku Dinas / Kabupaten
Kota dalam pemungutan Pajak Daerah & Retribusi
Daerah.
Pemanfaatan Teknologi Informasi (Inf. Tech. / IT)
dalam Pelaksanaan WASDAL.
Peningkatan Profesionalisme Sumberdaya Manusia Unit
Pengelola Pendapatan.
Sosialisasi untuk membangun Dukungan Masyarakat
terhadap Kebijakan Baru di Bidang Perpajakan.
Kegiatan Pokok

Melakukan Perencanaan, Perkiraan & Evaluasi terhadap


setiap Objek Pajak Daerah dari sisi Target & Realisasinya.

Memanfaatkan Teknologi Mutakhir (Online System) dalam


proses pemungutannya.

Memberikan Penyuluhan kpd masyarakat melalui berbagai


media ttg Pajak Daerah.

Memberikan Pembinaan & Pelatihan pd Petugas Pajak &


Petugas Retribusi Daerah.
Upaya Optimalisasi Kebijakan & Pemikiran ke
Depan Dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah

1. Prinsip Umum :

Hasil (Yield) Penerimaan yg Cukup (Adequacy).

Keadilan (Equality) & Kenyamanan (Convenience).

Netralitas (Neutrality) & Efisiensi (Economic Efficiency).

Kesederhanaan dalam pengadministrasian (Administrative


Simplicity).

Fleksibilitas (Flexibility).

Diterima secara Politis (Political Responsibility).

Kepastian & Kejelasan Hukum (Certainty).

Kestabilan & Pertumbuhan (Growth and Stability).


2. Perbaikan Administrasi Perpajakan Daerah :
a. Penetapan Rencana/Target Penerimaan Pajak Daerah (Tax
Planning) yg Realistis & lebih baik.
Gambaran pd DKI Jakata : Pd TA 2007, Rencana Pendapatan
Daerah melalui Pajak Daerah sebesar Rp 8,33 T, dg nilai APBD
Netto Rp 18 T (APBD Brutto Rp 20,5 T).
b. Konsolidasi administrasi perpajakan yang meliputi :
1) Modernisasi Administrasi Perpajakan.
2) Optimalisasi Penegakan Hukum.
3) Peningkatan Koordinasi dg instansi lainnya.

Beberapa kiat yg dp dilakukan antara lain :


a. Pembentukan Unit Khusus untuk Pembayar Pajak Besar.
b. Memperbaiki Administrasi Pemungutan Pajak Golongan Kecil.
Upaya2 Ekstensifikasi Perpajakan Daerah

Pendekatan objek & subjek Pajak Daerah

Mendatangi WP (Kebijakan/Strategi Jemput Bola) untuk


meningkatkan kesadaran (disiplin) agar dp lebih aktif
membayar/menyetor tanpa harus dipaksa.
Penggalian Potensi (Sumber2 Baru) Pajak Daerah.
Pembuatan/revisi Peraturan Per-UU-an Daerah yg lebih sesuai dg
perkembangan keadaan.
Memanfaatkan peluang strategisnya posisi Daerah Khususnya
Provinsi DKI Jakarta sbg pusat aktivitas ekonomi, perdagangan,
bisnis, dll.
Upaya2 Intensifikasi Perpajakan Daerah
Peningkatan kuantitas & kualitas serta profesionalisme SDM.
Memperluas basis penerimaan Pajak Daerah.
Memperkuat proses pemungutan.
Meningkatkan pengawasan Perpajakan Daerah.
Mengembangkan koordinasi & komunikasi antar sumberdaya aparatur dan
antar unit kerja (instansi) terkait.
Perbaikan kualitas pelayanan.
Meningkatkan efisiensi Administrasi Perpajakan dan menekan Biaya
Pemungutan.
Meningkatkan kapasitas penerimaan Pajak Daerah.
Mengatasi segala ancaman/tantangan sbg konsekuensi instabilitas
ekonomi, politik & sosial.
3. Peningkatan Kapasitas Fiskal
Daerah
Kesanggupan untuk membayar (willingness to pay) Pajak
Daerah :
Terkait dg efektivitas & efisiensi administratif serta
regulasi, dimana tdp WP yg sesungguhnya sanggup
membayar Pajak Daerah, tetapi karena kemampuan
administrasi perpajakannya lemah sehingga terjadi
praktik penghindaran Pajak Daerah (tax avoidance).

Kemampuan untuk membayar (ability to pay) Pajak


Daerah :
Terkait dg daya beli & nilai objek Pajak, dimana Sistem
Self Assesment dimaksudkan untuk meningkatkan
efektivitas aspek ability to pay.
4. Peningkatan Kesadaran WP

Sosialisasi Perpajakan Daerah untuk (1) mengetahui; (2) memahami; (3)


menghargai, dan (4) mentaati Ketentuan Peraturan Perpajakan Daerah
yg Berlaku.
Proses peningkatan peran partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan
pengawasan pemungutan pajak.

Catatan :
Berhasilnya proses sosialisasi tergantung pd 3 (tiga) faktor :
Efektivitas dalam melaksanakan kaidah hukum (Undang-Undang
Perpajakan) dalam masyarakat.
Adanya reaksi positif dari masyarakat.
Kecepatan menanamkan kaedah-kaedah tersebut di dalam masyarakat.
5. Penataan Kebijakan Perpajakan Daerah yg Antisipatif

Penyiapan Peraturan atau Perundang-Undangan


yg lebih antisipatif thd perkembangan ekonomi
yg rentan dari siklus dan economic shock.
Pengembangan Data-Base sbg modal awal bagi
perluasan basis penerimaan (ekstensifikasi) &
fleksibilitas dalam mengantisipasi
perkembangan Perekonomian Daerah.
DIGALI DARI
SUMBER APBD
POTENSI
PAD+DANA PRMB
SPESIFIK DAERAH
BAGI
JUMLAH APBD SUMBER ?
2,7% APBN PENYERAHAN
SEBAGIAN OBYEK
PAJAK PUSAT
TINGKAT
LATAR BELAKANG PERLU TAMBAHAN
KEBUTUHAN
DANA
MENINGKAT

STATUS
IBUKOTA NEGARA
TAMBAHAN
KOMPLEKS
PPh OPDN

PELAKSANA BAGI
FUNGSI ALOKASI HASIL ?
- Tahu Kebutuhan
-Tahu Kondisi BAGI HASIL
-Tahu Situasi PAJAK LAINNYA
PENDEKATAN

TEKNIS YURIDIS

INTENSIFIKASI EKSTENSIFIKASI PERUBAHAN


UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2000
UNGKAP YANG CARI YANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
TIDAK JUJUR TERSEMBUNYI

MENINGKATKAN MENINGKATKAN
PERLUASAN BASIS/OBYEK
TAX RATIO (1,68%) COVERAGE RATIO
PAJAK DAERAH TANPA MENAMBAH
JENIS PAJAK BARU

PAJAK
MENINGKAT
Tax Ratio
Perbandingan Antara Jumlah Realisasi
Penerimaan Pajak Yang Dapat
Dipungut Oleh Pemerintah Terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB)

Coverage Ratio
Jumlah Objek Pajak Yang Sudah
Terjaring Dibandingkan Dengan Obyek
Yang Seharusnya Dibebani Pajak
PEMBERDAYAAN
DAERAH

MENGURANGI
PEMERINTAH BERBAGAI
HARUS MEMBAGI JENIS PUNGUTAN
CARANYA TUJUANNYA
SUMBER !

BUKAN MENGURANGI
MEMBAGI HASIL ! KESENJANGAN
FISKAL

MENINGKATKAN
PENERIMAAN
PAJAK DAERAH
KRITERIA PENAMBAHAN JENIS PAJAK BARU

Daerah Kabupaten/Kota Diperkenankan Untuk Menetapkan Jenis Pajak


Daerah Selain Yang Ditetapkan Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 Pasal (4)
dengan Kriteria :

Bersifat Pajak Bukan Retribusi


Obyek Terletak atau Terdapat di Wilayah Daerah Bersangkutan dan
Memiliki Mobilitas Rendah Serta Hanya Melayani Masyarakat di Wilayah
Daerah.
Obyek dan Pengenaan Tidak Bertentangan Dengan Kepentingan Umum.
Potensi Memadai.
Tidak Memberikan Dampak Ekonomi Tinggi
Memperhatikan Aspek Keadilan dan Kemampuan Masyarakat.
Menjaga Kelestarian Lingkungan.
PAJAK KABUPATEN
PAJAK PROVINSI
KOTA

1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Persewaan Ruangan


2. Bea Balik Nama Kendaraan 2. Pajak Restoran dan Jasa
Bermotor Boga
3. Pajak Bahan Bakar 3. Pajak Hiburan
4. Pajak Air Permukaan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Konsumsi Rokok 5. Pajak Listrik
6. Pajak Bahan Galian Gol C
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Bawah Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM
(RDPU) DENGAN
PANSUS RUU PDRD
12 JULI 2006
NO SEMULA DIUSULKAN PERLUASAN OBYEK
1 PAJAK BAHAN BAKAR PAJAK BAHAN BAKAR DIKENAKAN TIDAK HANYA BAHAN
KENDARAAN BAKAR YANG DIGUNAKAN UNTUK
BERMOTOR KENDARAAN BERMOTOR TETAPI
UNTUK SEGALA KEPERLUAN
DENGAN PENGECUALIAN UNTUK
RUMAH TANGGA.

2 PAJAK HOTEL PAJAK PERSEWAAN MENCAKUP APARTEMEN,


RUANGAN PERTOKOAN, PERKANTORAN DLL
YANG SELAMA INI OBYEK PPN
JASA PERSEWAAN RUANGAN.

3 PAJAK RESTORAN PAJAK RESTORAN MENCAKUP JASA BOGA, TAKE


DAN JASA BOGA AWAY, PASTRY DLL YANG SELAMA
INI MENJADI OBYEK PPN.
NO JENIS PAJAK KETERANGAN

1 PAJAK SARANG BURUNG USULAN PEMERINTAH


WALET

2 PAJAK KONSUMSI ROKOK PENGGANTI USULAN


PEMERINTAH PAJAK
LINGKUNGAN
N DIUSULKAN PERTIMBANGAN
O

1 PAJAK BAHAN BAKAR 1. Sesuai dengan konsideran menimbang yang merupakan


dasar filosofis suatu Undang-Undang bahwa RUU Pajak
Daerah ini dalam rangka memperluas basis Pajak Daerah.
2. Dukungan DPD RI bahwa Perluasan Basis Pajak Daerah
Melalui Penambahan Obyek Pajak maupun Jenis Pajak
Baru Sangat Diperlukan Dalam Rangka Memperbaiki
Struktur Penerimaan APBD dan Memperkuat Penerimaan
PAD.
3. Dihapuskannya kalimat Kendaraan Bermotor diharapkan
dapat memperluas cakupan Pajak Bahan Bakar, sehingga
bisa menjangkau pengenaan Pajak Bahan Bakar terhadap
seluruh moda transportasi darat, laut dan udara.
NO DIUSULKAN PERTIMBANGAN

2 PAJAK PERSEWAAN RUANGAN 1. Usulan perlunya diberikan kewenangan yang lebih besar kepada
Daerah melalui perluasan basis pajak dan retribusi daerah seperti
Perluasan Obyek Pajak Hotel termasuk Apartemen, Kondominium
dan Jasa Persewaan Ruangan, serta perluasan obyek Pajak
Hiburan termasuk Refleksi dan Pusat Kebugaran (Fitness Centre).
2. Dukungan DPD RI bahwa Perluasan Basis Pajak Daerah Melalui
Penambahan Obyek Pajak maupun Jenis Pajak Baru Sangat
Diperlukan Dalam Rangka Memperbaiki Struktur Penerimaan
APBD dan Memperkuat Penerimaan PAD.
3. Diusulkan sebagai upaya memperluas basis pajak daerah tanpa
menambah jenis pajak baru, karena pada dasarnya pajak
persewaan ruangan saat ini sudah dikenakan PPN Jasa yang
meliputi Jasa Persewaan Ruangan untuk perkantoran, tempat
usaha, pertokoan, apartemen, ruang pertemuan.
4. Pajak Hotel pada dasarnya juga merupakan Pajak Atas Jasa
Persewaan Ruangan untuk penginapan.
5. Pajak persewaan ruangan ini secara teoritis lebih cocok menjadi
pajak daerah karena konsumsinya jelas hanya pada 1 (satu)
daerah (obyeknya tidak mobile).
6. Bahwa berkembangnya jasa persewaan ruangan baik untuk
perkantoran, tempat usaha, pertokoan, apartemen, ruang
pertemuan, pada dasarnya sebagai akibat adanya fasilitas
pendukung (infrastruktur) yang dikembangkan oleh Pemerintah
Daerah.
N DIUSULKAN PERTIMBANGAN
O

3 PAJAK RESTORAN DAN 1. Saat ini terjadi duplikasi pengenaan Pajak Restoran dan
JASA BOGA PPN terhadap usaha layanan jasa boga dalam bentuk
penjualan makanan dan minuman pada outlet yang tidak
dinikmati ditempat seperti pastry, ice cream dan makanan
siap saji lainnya yang pesanannya dapat dibawa pulang
(take away)/delivery order (DO).
2. Obyek pajak ini untuk tingkat nasional secara finansial
hasilnya relatif kecil, sedangkan bagi daerah pajak ini
hasilnya sangat berarti.
N DIUSULKAN PERTIMBANGAN
O

4 PAJAK LISTRIK 1. Terminologi Pajak Penerangan Jalan memberikan kesan


dimasyarakat seolah-olah pajak tersebut dikenakan atas
penerangan jalan yang disediakan oleh pemerintah,
padahal secara teknis pemungutan pajak penerangan
jalan dikenakan atas besarnya rekening listrik yang harus
ditanggung masyarakat.
2. Hasil penerimaan dari Pajak Listrik penggunaannya tidak
semata-mata untuk membiayai penerangan jalan, tetapi
sebagai penerimaan APBD yang alokasi penggunaannya
ditetapkan oleh Peraturan Daerah.
NO JENIS PAJAK PERTIMBANGAN

1 PAJAK KONSUMSI ROKOK 1. Jenis pajak baru ini dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
menerapkan 2 (dua) fungsi pajak yaitu, Fungsi Budgeter dan
Fungsi Reguler.
2. Dari sisi fungsi regular , Pajak Rokok dapat dijadikan sebagai
instrumen dalam rangka mengurangi populasi jumlah orang
yang merokok, sehingga dalam jangka panjang diharapkan
dapat menunjang budaya anti rokok dan turut membangun
kesehatan bangsa karena dampak negative yang ditimbulkan
dari rokok tidak saja dirasakan oleh perokok itu sendiri, tetapi
juga oleh orang yang tidak merokok.
3. Dari sisi fungsi budgeter , mengingat penyebaran peredaran
rokok sangat tinggi diseluruh daerah, maka secara budgeter
dalam rangka pemenuhan sumber pendapatan daerah sangat
memadai jika dikenakan pajak.
4. Pajak Rokok juga tidak berbenturan dengan Pajak Pertambahan
Nilai atas penyerahan hasil tembakau (rokok), mengingat dasar
pengenaannya berbeda karena pengenaannya berdasarkan
pada kandungan Tar dan Nikotin. Sedangkan Pajak
Pertambahan Nilai dasar pengenaannya didasarkan pada
Penyerahan Atas Hasil Produksi Rokok oleh pabrikan rokok.
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PKB DAN BBN-KB
KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

PERBAIKAN KUALITAS BUDGETER PEMBATASAN USIA


LAYANAN KENDARAAN
TRANSPORTASI MASSAL REGULERENT
PAJAK PROGRESIF
MIGRASI PENDUDUK KE PELAYANAN (NAMA & ALAMAT SAMA
PINGGIRAN KOTA MASYARAKAT ASAS KEADILAN)
TIDAK SEIMBANGNYA
JUMLAH KBM DGN CC ISI SILINDER
SARANA JALAN (TK
KEMACETAN) NOPOL GANJIL - GENAP

PENGETATAN KTP ERP (ELECTONIC ROAD


PRICING)
PENINGKATAN HARGA
BBM STIKER

ZERO GROWTH
KEBIJAKAN
PENGGUNAAN BAHAN
BAKAR
PENGKT KUALITAS
LAYANAN TRANS
MASSAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PBB-KB

KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

SUBSIDI BBM DARI BUDGETER PERLUASAN BASIS


PEMERINTAH PUSAT PAJAK
REGULERENT
PENYEBARAN SPBU KE PERBAIKAN SISTEM
PELAYANAN PEMUNGUTAN
DAERAH PINGGIRAN
MASYARAKAT
PENINGKATAN KUALITAS PENINGKATAN
LAYANAN KOORDINASI INSTANI
TRANSPORTASI MASSAL

SISTEM PEMUNGUTAN
WITHOLDING
TIDAK SEIMBANG JML
KBM DGN SARANA
JALAN (TINGKAT
KEMACETAN)
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK PENERANGAN JALAN (PPJ)

KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

PENCATATAN METER BUDGETER AKURASI DATA CATAT


PELANGGAN LISTRIK METER LISTRIK
PLN REGULERENT
PENCURIAN TENAGA PERBAIKAN SISTEM
PELAYANAN PEMUNGUTAN
LISTRIK
MASYARAKAT
SISTEM PEMUNGUTAN PENCABUTAN SUBSIDI
WITHOLDING
PENINGKATAN IKLIM
KENAIKAN INVESTASI YANG
NATURAL KONDUSIF
KENAIKAN DELTA PENINGKATAN
PELANGGAN PERTUMBUHAN
EKONOMI MAKRO

PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI

KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK HOTEL, RESTORAN DAN HIBURAN

KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

BIROKRASI PROSEDUR BUDGETER PENINGKATAN KUALITAS


PERIZINAN & PROFESIONALISME
REGULERENT APARATUR PAJAK
LAW
PELAYANAN PENYEDERHANAAN
ENFORCEMENT
MASYARAKAT BIROKRASI
PEMANFAATAN
TEKNOLOGI INFORMASI PENINGKATAN LAW
ENFORCEMENT WP
KUALITAS DAN
KUANTITAS SDM SISTEM ADMINISTRASI
PERPAJAKAN BERBASIS
PENDATAAN, TEKNOLOGI INFORMASI
PENAGIHAN DAN
PEMERIKSAAN
KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PENAGIHAN PAJAK
PERUNDANG- DENGAN SURAT PAKSA
UNDANGAN
PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI

KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK REKLAME

KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

ASPEK ESTETIKA BUDGETER KEPENTINGAN DUNIA


KOTA USAHA
REGULERENT
DOMINASI FUNGSI KEPENTINGAN
PELAYANAN PENERIMAAN DAERAH
REGULASI
MASYARAKAT
TATA LETAK
NILAI SEWA
REKLAME
TITIK REKLAME
KONSTRUKSI STRATEGIS
REKLAME
PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI

KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK AIR BAWAH TANAH

KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI

ASPEK KELESTARIAN BUDGETER PROGRESIFITAS HARGA


LINGKUNGAN DASAR AIR (HDA)
REGULERENT
DOMINASI FUNGSI KEPENTINGAN
PELAYANAN PENERIMAAN DAERAH
REGULASI
MASYARAKAT
PERLUASAN BASIS
PAJAK

PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI

KETERKAITAN FISKAL
KESIMPULAN
Daerah Tidak Dapat Menciptakan Jenis Pajak Baru Karena
Sudah Diatur dan Ditetapkan Dalam Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kebutuhan Daerah Tidak Sebanding Dengan Sumber-Sumber
Penerimaan Daerah Yang Ada, Karena Potensi Masing-
Masing Daerah Sebagian Besar Dikelola Oleh Pusat.
Kebijakan Otonomi Daerah Belum Sepenuhnya Didukung
Oleh Kebijakan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
Solusi Adalah Tax Sharing dan Revenue Sharing.
Kebijakan Yang Dipengaruhi Oleh Kondisi Lingkungan,
Ternyata Tidak Sepenuhnya Berdampak Positif Terhadap
Penerimaan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai