Penyelenggaraan
Pemerintahan (Daerah
K
: OTDA) E
B
Pembangunan secara U
T PENDAPATAN
Berkesinambungan U
DAERAH
(Sustainability) H
A
N
Pelayanan pd
Masyarakat (Publik)
Salah Satu Instrumen dalam
menghadapi Tantangan
tersebut
Anggaran:APBD
(PendapatanDaerah)
Rp
Kemandirian
(UU 32 & 33 2004)
Internal Organisasi
Sistem Informasi Manajemen PAD masih relatif terbatas & belum
beroperasi secara optimal, yg berpengaruh thd optimalisasi
pendayagunaan data & informasi potensi PAD riil yg ada utk keperluan
pengambilan kebijakan.
PAD
UUNo.32Thn2004(Pasal157)
&
UUNo.33Thn2004(Pasal56)
Rp
PENDAPATAN DAERAH
PEMBIAYAAN
Komponen Pendapatan
Daerah
PAD
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg dipisahkan
Lain-lain PAD yg sah :
> Hasil Penjualan Kekayaan Daerah.
> Jasa Giro.
> Pendapatan Bunga.
> Keuntungan Selisih Nilai Tukar Rupiah thd Mata Uang Asing.
> Komisi, Potongan, ataupun bentuk lain sbg akibat dari Penjualan dan/atau
Pengadaan Barang dan/atau Jasa oleh Daerah).
Dana Perimbangan
Lain2 Pendapatan
Pembiaya
an
Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Daerah
Penerimaan Pinjaman
Daerah
Dana Cadangan
Daerah
OPTIMALISASI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN PAJAK DAERAH
1. Prinsip Umum :
Fleksibilitas (Flexibility).
Catatan :
Berhasilnya proses sosialisasi tergantung pd 3 (tiga) faktor :
Efektivitas dalam melaksanakan kaidah hukum (Undang-Undang
Perpajakan) dalam masyarakat.
Adanya reaksi positif dari masyarakat.
Kecepatan menanamkan kaedah-kaedah tersebut di dalam masyarakat.
5. Penataan Kebijakan Perpajakan Daerah yg Antisipatif
STATUS
IBUKOTA NEGARA
TAMBAHAN
KOMPLEKS
PPh OPDN
PELAKSANA BAGI
FUNGSI ALOKASI HASIL ?
- Tahu Kebutuhan
-Tahu Kondisi BAGI HASIL
-Tahu Situasi PAJAK LAINNYA
PENDEKATAN
TEKNIS YURIDIS
MENINGKATKAN MENINGKATKAN
PERLUASAN BASIS/OBYEK
TAX RATIO (1,68%) COVERAGE RATIO
PAJAK DAERAH TANPA MENAMBAH
JENIS PAJAK BARU
PAJAK
MENINGKAT
Tax Ratio
Perbandingan Antara Jumlah Realisasi
Penerimaan Pajak Yang Dapat
Dipungut Oleh Pemerintah Terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB)
Coverage Ratio
Jumlah Objek Pajak Yang Sudah
Terjaring Dibandingkan Dengan Obyek
Yang Seharusnya Dibebani Pajak
PEMBERDAYAAN
DAERAH
MENGURANGI
PEMERINTAH BERBAGAI
HARUS MEMBAGI JENIS PUNGUTAN
CARANYA TUJUANNYA
SUMBER !
BUKAN MENGURANGI
MEMBAGI HASIL ! KESENJANGAN
FISKAL
MENINGKATKAN
PENERIMAAN
PAJAK DAERAH
KRITERIA PENAMBAHAN JENIS PAJAK BARU
2 PAJAK PERSEWAAN RUANGAN 1. Usulan perlunya diberikan kewenangan yang lebih besar kepada
Daerah melalui perluasan basis pajak dan retribusi daerah seperti
Perluasan Obyek Pajak Hotel termasuk Apartemen, Kondominium
dan Jasa Persewaan Ruangan, serta perluasan obyek Pajak
Hiburan termasuk Refleksi dan Pusat Kebugaran (Fitness Centre).
2. Dukungan DPD RI bahwa Perluasan Basis Pajak Daerah Melalui
Penambahan Obyek Pajak maupun Jenis Pajak Baru Sangat
Diperlukan Dalam Rangka Memperbaiki Struktur Penerimaan
APBD dan Memperkuat Penerimaan PAD.
3. Diusulkan sebagai upaya memperluas basis pajak daerah tanpa
menambah jenis pajak baru, karena pada dasarnya pajak
persewaan ruangan saat ini sudah dikenakan PPN Jasa yang
meliputi Jasa Persewaan Ruangan untuk perkantoran, tempat
usaha, pertokoan, apartemen, ruang pertemuan.
4. Pajak Hotel pada dasarnya juga merupakan Pajak Atas Jasa
Persewaan Ruangan untuk penginapan.
5. Pajak persewaan ruangan ini secara teoritis lebih cocok menjadi
pajak daerah karena konsumsinya jelas hanya pada 1 (satu)
daerah (obyeknya tidak mobile).
6. Bahwa berkembangnya jasa persewaan ruangan baik untuk
perkantoran, tempat usaha, pertokoan, apartemen, ruang
pertemuan, pada dasarnya sebagai akibat adanya fasilitas
pendukung (infrastruktur) yang dikembangkan oleh Pemerintah
Daerah.
N DIUSULKAN PERTIMBANGAN
O
3 PAJAK RESTORAN DAN 1. Saat ini terjadi duplikasi pengenaan Pajak Restoran dan
JASA BOGA PPN terhadap usaha layanan jasa boga dalam bentuk
penjualan makanan dan minuman pada outlet yang tidak
dinikmati ditempat seperti pastry, ice cream dan makanan
siap saji lainnya yang pesanannya dapat dibawa pulang
(take away)/delivery order (DO).
2. Obyek pajak ini untuk tingkat nasional secara finansial
hasilnya relatif kecil, sedangkan bagi daerah pajak ini
hasilnya sangat berarti.
N DIUSULKAN PERTIMBANGAN
O
1 PAJAK KONSUMSI ROKOK 1. Jenis pajak baru ini dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
menerapkan 2 (dua) fungsi pajak yaitu, Fungsi Budgeter dan
Fungsi Reguler.
2. Dari sisi fungsi regular , Pajak Rokok dapat dijadikan sebagai
instrumen dalam rangka mengurangi populasi jumlah orang
yang merokok, sehingga dalam jangka panjang diharapkan
dapat menunjang budaya anti rokok dan turut membangun
kesehatan bangsa karena dampak negative yang ditimbulkan
dari rokok tidak saja dirasakan oleh perokok itu sendiri, tetapi
juga oleh orang yang tidak merokok.
3. Dari sisi fungsi budgeter , mengingat penyebaran peredaran
rokok sangat tinggi diseluruh daerah, maka secara budgeter
dalam rangka pemenuhan sumber pendapatan daerah sangat
memadai jika dikenakan pajak.
4. Pajak Rokok juga tidak berbenturan dengan Pajak Pertambahan
Nilai atas penyerahan hasil tembakau (rokok), mengingat dasar
pengenaannya berbeda karena pengenaannya berdasarkan
pada kandungan Tar dan Nikotin. Sedangkan Pajak
Pertambahan Nilai dasar pengenaannya didasarkan pada
Penyerahan Atas Hasil Produksi Rokok oleh pabrikan rokok.
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PKB DAN BBN-KB
KONDISI KESEIMBANGAN FUNGSI ALTERNATIF SOLUSI
ZERO GROWTH
KEBIJAKAN
PENGGUNAAN BAHAN
BAKAR
PENGKT KUALITAS
LAYANAN TRANS
MASSAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PBB-KB
SISTEM PEMUNGUTAN
WITHOLDING
TIDAK SEIMBANG JML
KBM DGN SARANA
JALAN (TINGKAT
KEMACETAN)
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK PENERANGAN JALAN (PPJ)
PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI
KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK HOTEL, RESTORAN DAN HIBURAN
KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK REKLAME
KETERKAITAN FISKAL
KONDISI YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH
PAJAK AIR BAWAH TANAH
PENINGKATAN
KOORDINASI INSTANI
KETERKAITAN FISKAL
KESIMPULAN
Daerah Tidak Dapat Menciptakan Jenis Pajak Baru Karena
Sudah Diatur dan Ditetapkan Dalam Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kebutuhan Daerah Tidak Sebanding Dengan Sumber-Sumber
Penerimaan Daerah Yang Ada, Karena Potensi Masing-
Masing Daerah Sebagian Besar Dikelola Oleh Pusat.
Kebijakan Otonomi Daerah Belum Sepenuhnya Didukung
Oleh Kebijakan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
Solusi Adalah Tax Sharing dan Revenue Sharing.
Kebijakan Yang Dipengaruhi Oleh Kondisi Lingkungan,
Ternyata Tidak Sepenuhnya Berdampak Positif Terhadap
Penerimaan Daerah.