Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT

Benign Prostat Hyperplasia


(BPH)

Dimas Adriyono Wibowo 1102012067

Pembimbing: dr. Henry Moesfairil Sp.B


Identitas
Nama : Tn. D
Umur : 72 tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Pasir Jambu
No.RM : 500644
Tanggal pemeriksaan : 14 Oktober 2016
Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak dapat buang air kecil

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Bedah RSUD Soreang dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan pasien sejak saat itu pasien buang air kecil
menggunakan kateter. Pasien mengaku sebelumnya pernah merasakan sulit buang air kecil 1
tahun yang lalu dan sudah sembuh setelah berobat ke dokter tetapi 4 bulan kebelakang pasien
merasakan sakit ketika ingin buang air kecil terutama ketika pancaran pertama keluar. Pasien
harus mengedan untuk dapat mengeluarkan air kencingnya. Pasien merasa bila buang air kecil
tidak lampias, Malam hari pasien sering terbangun untuk buang air kecil 2x sehari. Pancaran
buang air kecil tidak bercabang. Pasien tidak merasakan nyeri pinggang, keluar batu atau pasir
ketika buang air kecil disangkal. Pasien menyangkal adanya demam. Pasien direncanakan
operasi pada tanggal 14 oktober 2016.
Riwayat penyakit terdahulu :
Diabetes Mellitus (-)
Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal
Status Generalis Status Lokalis
Keadaan Umum: Tampak Sakit Ringan ABDOMEN
Kesadaran : Compos mentis Inspeksi : Perut datar lembut dan simetris
Tanda vital : Auskultasi : bising usus (+) normal
TD : 120/80 mmHg Perkusi : Timpani ke-4 quadran abdomen
Nadi : 86 kali/menit, regular, isi cukup Palpasi : Nyeri tekan (+) pada suprapubic,
Respirasi: 20 kali/menit
Nyeri Lepas (-), DM (-)
Suhu : 36,5 0C
RECTAL TOUCHER
Spincter Ani : Kuat
Mata : CA(-), SI (-) Mukosa : Licin
THT : Dalam batas normal Ampula Recti : Tidak kolaps
Leher : KGB ttm, JVP (-) Teraba massa : (+)
Thorax : VBS ka=ki, Rh -/-, Wh -/- Sulcus Prostatica : Batasnya menghilang
Abdomen : datar, soepel, BU (+), NT (+) Batas atas Prostat : Teraba melengkung
suprapubik, H/L ttm Konsistensi prostat : Kenyal, tidak bernodul
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2, edema Nyeri tekan (-), Darah (-), Lendir (-), Feces (-)
(-)
Status Urologis

CVA : NK-/-
suprapubik : NT (+), buli tidak teraba penuh
Resume

Pasien datang ke RSUD Soreang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit dan pasien sejak saat itu pasien buang air kecil menggunakan
kateter. Pasien mengaku sebelumnya pernah merasakan sulit buang air kecil 1 tahun yang lalu
dan sudah sembuh setelah berobat ke dokter tetapi 4 bulan kebelakang pasien merasakan
sakit ketika ingin buang air kecil terutama ketika pancaran pertama keluar. Pasien harus
mengedan untuk dapat mengeluarkan air kencingnya. Pasien merasa bila buang air kecil tidak
lampias, Malam hari pasien sering terbangun untuk buang air kecil 2x sehari. Pancaran BAK
bercabang dan tidak lurus. Nyeri pinggang -, keluar batu atau pasir ketika BAK -, demam -.
Pemeriksaan fisik status lokalis ditemukan Abdomen saat inspeksi : Perut datar lembut dan
simetris, Auskultasi : bising usus (+) normal, Perkusi : Timpani ke-4 quadran abdomen, Palpasi
: Nyeri tekan (+) pada suprapubic, Nyeri Lepas (-), DM (-). Regio Supra Simpisis VU teraba, NT
(+). Sulcus Prostatica : Batasnya menghilang, Batas atas Prostat : Teraba mendatar, Konsistensi
prostat : Kenyal, tidak bernodul, Nyeri tekan (-).
DIGNOSIS BANDING SARAN PEMERIKSAAN
Ca Prostat Darah rutin
BPH Kultur urin
Uretrolithiasis Urin rutin
PSA
Foto polos abdomen
BNO IVP
USG

DIAGNOSA KLINIS
Benign Prostat Hiperplasia
(BPH)
USG
TERAPI
Open Prostatectomy

PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Tinjauan Pustaka
Definisi
Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak,
adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi
kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun. BPH
merupakan diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler
prostat, akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi
epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya.
Anatomi
Organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli buli, di depan
rectum dan membungkus uretra
posterior
Mengelilingi uretra pars prostatica
Tebal: 2 cm, panjang: 3 cm, lebar:
4 cm
Berat 20 gram
Anatomi
Batas-batas prostat
Superior : collum vesica urinaria
Inferior : permukaan atas diafragma urogenitalis
Anterior : simfisis pubis
Posterior : permukaan anterior ampula recti
Lateral : serabut anterior m. levator ani
Anatomi
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : Lobus medius Lobus lateralis (2 lobus) Lobus
anterior Lobus posterior
Anatomi
Aliran Darah Prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda
interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis
media.

Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan


bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus
vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna.

Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma


dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus
sakralis.
Histologi
Prostat terdiri atas 30-50
kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke
dalam 15-25 saluran keluar
yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis.
Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri
dari otot polos yang
dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot
membentuk masa padat dan
dibungkus oleh kapsula yang
tipis dan kuat serta melekat
erat pada stroma.
Fisiologi

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang


bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan
komponen utama dari cairan semen. Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang
kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid.
Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan
prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada
waktu ejakulasi.
Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia
80 tahun.
Etiologi
Teori dehidrotestosteron
Interaksi stroma-epitel
Ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron
Berkurangnya kematian sel prostat
Teori sel stem
Etiologi
Teori Dihidrotestosteron
DHT dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5- reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Aktivitas enzim 5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH.

Ketidakseimbangan Antara Estrogen testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap
perbandingan estrogen : testosteron . Estrogen di dalam prostat meningkatkan sensitifitas sel
sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel sel prostat ( apoptosis ) proliferasi sel sel kelenjar prostat
Etiologi
Interaksi Stroma Epitel
Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel sel epitel maupun sel stroma.

Berkurangnya Kematian Sel Prostat


Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel sel
prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

Teori Sel Stem


Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. terjadinya proliferasi sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel
epitel.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis

Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)


Gejala obstruksi seperti hesitansi (susah memulai miksi), pancaran miksi
lemah, intermitensi (miksi tiba-tiba berhenti dan lancar kembali /
terputus-putus), miksi tidak puas, terminal dribbling ( menetes setelah
miksi).
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran
urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.

Gejala iritatif seperti frekuensi( anyang-anyang ), nokturi (sering miksi


malam hari), urgensi (merasa ingin miksi yang tidak bisa di tahan),
disuria (nyeri saat miksi).
Manifestasi Klinis
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam (merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis).

Gejala di luar saluran kemih


Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang
didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh penderita, yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Derajat BPH Berdasarakan
Gambaran Klinis
Derajat Colok dubur Sisa volume urin

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba


I < 50 ml
(< 1cm pada rectum)

Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat


II 50 - 100 m
dicapai (1-2 cm pada rectum)

Batas atas prostat tidak dapat diraba (2-3 cm


III 100 m
pada rectum)

IV Prostat teraba > 3cm pada rectum Retensi urin total


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin
Kultur Pemeriksaan darah
elektrolit
ureum
kreatinin
gula darah
Prostate Specific Antigen (PSA)
Pemeriksaan Pencitraan

Foto polos abdomen


IntraVena Pielografi (IVP)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi transrektal (TRUS)
Ultrasonografi transabdominal
Pemeriksaan Lain
Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Ditentukan dengan
cara kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi
Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine
dibagi dengan lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat
uroflowmetri.
Diagnosis Banding
Ca Prostat
Ca Buli-buli
Striktur Uretra
Batu saluran kemih
ISK
Penatalaksanaan
Watchfull waiting
Medikamentosa
Penghambat receptor adrenergik
Penghambat 5 -reduktase
Fitofarmaka
Terapi bedah
Prostatektomi terbuka
Prostatektomi Endourologi
Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)
Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari
gejala yang dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan
penyumbatan dalam 5 tahun
Kesimpulan
Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra
posterior. beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5
cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior,
posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal
(1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang
melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat
sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun.
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki
keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi
gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
DAFTAR PUSTAKA
De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buka Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3, Jakarta: EGC 2010. Hal
156-165.
Mansjoer A, Suprohaita, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI 2000. Hal 329-334.
Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3, Jakarta:Sagung Seto 2012. Hal 125-144.
Snell R. Anatomi Klinik. Edisi 6, Jakarta: EGC 2006.

Anda mungkin juga menyukai