Anda di halaman 1dari 13

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut

yang dapat menyerang manusia maupun


hewan (zoonosis).
Leptospirosis masuk kelompok Emerging
Infectious Diseases.
Penyakit ini disebabkan oleh Leptospira
interrogans, kuman aerob (termasuk gol.
spirochaeta) yang berbentuk spiral dan
bergerak aktif.
Di daerah beriklim tropik dan subtropik,
seroprevalensi antibodi terhadap Leptospira
berkisar antara 20-40%.
Organisme penyebab: Leptospira

Suatu spirochaeta yg bersifat aerobik,


selalu bergerak, mirip spiral dg ujung
berkait

Ukuran 0,1 um, length 6 20 um.

Bersifat patogen thd berbagai binatang


liar & jinak seperti tikus, anjing, kucing
dsb

Genus Leptospira: 2 spesies

Leptospira interrogans (patogen)


Leptospira biflexa (saprofit)

24 serogrup & > 250 serovar


Transmisi infeksi dari binatang kepada manusia
Kuman Leptospira dikeluarkan melalui urin
binatang yang sakit / pembawa (carrier) ke
lingkungan

Urin yang mengandung Leptospira


mengkontaminasi air & tanah lalu
masuk ke dalam tubuh manusia
melalui kulit yang lecet/luka atau
selaput lendir / mukosa

Untuk bisa hidup secara optimal di lingkungan,


Leptospira memerlukan suasana iklim yang
hangat dan lembab
Faktor-faktor risiko penularan leptospirosis

Berjalan di dalam genangan air atau banjir


Tinggal di daerah rawan banjir
Higiene perorangan yang jelek
Adanya luka atau kulit yang pecah-pecah
Banyak tikus disekitar rumah
Rekreasi atau olah raga air (berenang, ski,
kano, triathlon/tri lomba juang)
Pekerjaan tertentu
Umumnya bervariasi, mulai dari infeksi
subklinik, demam anikterik yang ringan seperti
influenza sampai dengan yang berat dan
berpotensi fatal yaitu penyakit Weil.
Karena variasi kliniknya yang luas, penyakit
ini bisa mirip dengan infeksi dengue, malaria
ringan atau berat, demam tifoid, hepatitis
virus, infeksi hanta virus, sepsis atau penyakit
demam lain.
Leptospirosis pada manusia selalu dikaitkan
dengan faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan infeksi Leptospira seperti riwayat
pekerjaan tertentu (petani, pekerja rumah
pemotongan hewan, peternak, pembersih
selokan, personel militer, penebang kayu
hutan), adanya kontak dengan hewan, aktifitas
rekreasi (berenang dalam air tawar/danau),
serta faktor-faktor lingkungan (pasca banjir).
Pemeriksaan laboratorium memegang peran
penting untuk konfirmasi diagnosis.
Masa inkubasi pada manusia berkisar antara
2-30 hari, rata-rata 10 hari.
Untuk pendekatan diagnosis klinik dan
penanganannya, dibagi menjadi :
- Leptospirosis anikterik (non-ikterik) : 85-90%
- Leptospirosis ikterik : 5-15%
Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai
dengan demam ringan atau tinggi yang
umumnya bersifat remiten, nyeri kepala,
menggigil, dan mialgia. Dapat disertai nyeri
retro-orbital dan fotopobia. Nyeri otot
terutama di daerah betis, punggung dan paha.
Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot
sehingga creatinin phosphokinase (CPK) pada
sebagian besar kasus akan meningkat. Mual,
muntah dan anoreksia juga dikeluhkan pada
sebagian besar pasien.
Pemeriksaan fisik: conjunctival suffusion dan
nyeri tekan di daerah betis (muskulus
gastrocnemius). Limfadenopati, splenomegali,
hepatomegali dan rash makulopapular bisa
ditemukan meskipun jarang.
Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.
Kelainan nyeri kepala dapat menjadi petunjuk
adanya meningitis aseptik.
Conjunctival
suffusion
Tes torniket dapat positif sehingga pasien
leptospirosis anikterik pada awalnya
didiagnosis infeksi dengue.
Terdapat dua fase yaitu fase leptospiremia (3-7
hari) dan fase imun (3-30 hari).
Diagnosis banding leptospirosis anikterik:
influenza, infeksi dengue, infeksi hanta virus,
hepatitis virus, infeksi mononukleosis, demam
tifoid, bruselosis, riketsiosis dan malaria.
Ikterus, gagal ginjal akut, dan manifestasi
perdarahan merupakan gambaran klinik khas
penyakit Weil.
Berat ringannya ikterus tidak mempunyai nilai
prognostik.
Bilirubin meningkat, sedangkan transaminase
serum meningkat sedikit, dan fungsi hati akan
pulih menjadi normal setelah pasien sembuh.
Trombositopenia dan hipoprotrombinemia
ditemukan.
Batuk, nyeri dada, hemoptisis hingga ARDS.
Miokarditis, gagal jantung kongestif, dan gangguan
irama jantung (blok atrioventrikuler derajat I, atrium
fibrilasi).
Komplikasi lain: rhabdomyolisis, thrombotic
thrombocytopenic purpura, kolesistitis akut tanpa
batu, stenosis aorta, artritis reaktif, eritema nodusum,
epididimitis, arteritis serebral, dan sindroma Guillain-
Barre.
Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan
kematian pada pasien leptospirosis:
oliguri, hiperkalemia, ronki basah di paru, sepsis,
kelainan EKG (repolarisasi), dan adanya infiltrat paru
serta beratnya manifestasi perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai