Frambusia adalah penyakit yang sampai saat ini hanya manusia. Kasus dini
disebabkan oleh Treponema merupakan sumber penularan utama.
pallidum subspesies pertenue, salah Cara penularan terjadi melalui kontak
satu penyakit tropis yang paling langsung (person to person contact)
diabaikan di dunia. melalui eksudat dan serum dari lesi
frambusia
Gumma
Gondou: pembengkakan dan nyeri area
hidung dan paranasal
Gangosa: lesi
nodul juxta-articular destruktif osteitis
pada hidung,
sentral wajah, bisa
sampai perforasi
tulang hidung,
palatum , dan
nasofaring
Diagnosis ditegakkan melalui 2 cara:
1. Pemeriksaan Klinis
Kondisi membantu menetapkan diagnosis:
Anak umur < 15 tahun
Gejala klinis berupa lesi pada kulit/tulang
Ciri dan lokasi lesi terjadi pada tungkai, kaki, bisa di lengan dan muka
Gejala klinis selama > 2 minggu:
Papul atau Papilloma
Ulkus frambusia (terdapat krusta dan tidak sakit)
Makula papula
Hiperkeratosis di telapak tangan dan kaki
Perubahan pada tulang dan sendi
Kasus probable adalah kasus suspek yang memiliki kontak erat dengan kasus
frambusia.
kontak lebih dari 20 jam per minggu
waktu kontak antara 9-90 hari sebelum munculnya lesi frambusia
Kasus konfirmasi adalah kasus suspek atau kasus probable frambusia dengan
hasil positif pada uji serologi (Rapid Diagnostic Test/RDT). Jika hasil tes tersebut
meragukan, dapat dilakukan tes Rapid Plasma Reagen (RPR).
Kasus suspek/probable RDT (-) yang kemudian disebut kasus RDT (-) adalah
kasus suspek atau kasus probable dengan hasil pengujian RDT negatif (-).
Ulkus frambusia
Ulkus tropikum
Coccidioidomycosis
Ektima
PIODERMA
DIAGNOSIS BANDING
TBC Kutis
DIAGNOSIS BANDING
Skabies
Skabies
DIAGNOSIS BANDING
Molluscum
IMPETIGO
Contagiosum
Diagnosis banding
*Kasus < 2 tahun dan > 69 tahun, wanita hamil, warga sakit berat,
atau alergi obat azitromisin, pengobatannya konsultasikan ke dokter
Kontraindikasi: Riwayat alergi dengan azitromisin
sebelumnya, gangguan hati, dan jaundice (kuning)
karena gangguan aliran empedu.
Efek samping obat dengan manifestasi diare,
mual, muntah, sakit perut, dan reaksi kulit berat.
Tidak ada efek samping yang menyebabkan
fatal/meninggal yang terdokumentasikan.
Bila ada bradikardi relatif diberikan sulfas
atropine dengan catatan denyut nadi sebelum
pemberian harus dihitung dengan cermat.
Perhatian khusus:
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan orang
dengan gangguan fungsi hati.
Absorpsi: Diserap dengan cepat dalam sistem
pencernaan.
Kadar konsentrasi tertinggi dalam tubuh dicapai 2-
3 jam, dengan kadar plasma maks (Cmax) 0,4-0,45
mg/L. Kadar pada jaringan lebih tinggi 100 kali
daripada di serum.
Masa paruhnya (t 1/2) selama 68 jam.
Diekskresi melalui empedu, dan air kencing.
Pemberian dosis tunggal azitromisin sama dengan
paparan selama 5 hari, sehingga cukup diberikan
dosis tunggal
Keluhan yang terjadi setelah minum obat sering dianggap
disebabkan oleh obat yang baru saja diberikan diperlukan
review ahli untuk menentukan apakah kejadian ini merupakan:
efek simpang obat atau
kejadian bersamaan (bukan efek simpang obat, tetapi terjadi
setelah minum obat frambusia).
2 Sedang Rujuk ke RS
3 Berat Rujuk ke RS
Obat Antisipasi KIPO
Disediakan di fasilitas pelayanan kesehatan (puksesmas/RS) :
Epinefrin/adrenalin injeksi
Kortikosteroid injeksi (Deksametason/metil prednisolon)
Difenhidramin injeksi
Cairan infus Ringer Laktat atau natrium clorida (Nacl) 0,9%
CTM
Prednison, tablet Deksametason
Tablet Antasida
Tablet Paracetamol
Tablet Ranitidin
Tablet Domperidon
Sebelum
diobati
Setelah
diobati
Sebelum diobati Setelah 15 hari diobati
kontak
Distribusi jumlah pasien
Argapura Pipa 24 45,28 60 36,58 229 54,00 Frambusia di wilayah kerja
puskesmas Hamadi
Hamadi Batu 29 54,71 104 63,41 195 45,99
Putih
70.00%
kasus
50.00%
kontak
non kontak
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
argapura polimak
%
Umur (keseluruhan) Kasus % Kontakan Non kontak %
56-65 0 0 0 0 12 2,83
>65 0 0 0 0 3 0,70
50.00%
kasus
40.00%
30.00% kontak
10.00%
0.00%
0 s/d 5 6 s/d 11 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
16 25 35 45 55 65
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Hamadi Batu Putih
batu putih)
56-65 0 0 0 0 8 4,10
>65 0 0 0 0 2 1,02
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Hamadi Batu Putih
60.00%
50.00%
kasus
40.00%
kontak
30.00%
20.00% non
kontak
10.00%
0.00%
0 s/d 5 6 s/d 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
11 16 25 35 45 55 65
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Argapura Pipa
Umur (argapura Kasus % Kontakan % Non kontak %
pipa)
56-65 0 0 0 0 4 1,74
>65 0 0 0 0 1 0,43
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Argapura Pipa
50.00%
45.00%
40.00%
35.00% kasus
30.00%
25.00% kontak
20.00%
15.00% non kontak
10.00%
5.00%
0.00%
0 s/d 5 6 s/d 11 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
16 25 35 45 55 65
Jenis kelamin Kasus % Kontakan % Non kontak %
(keseluruhan)
(argapura kontak
Pipa)
Total 24 60 229
Distribusi pasien frambusia berdasarkan Jenis kelamin
di Argapura Pipa
70.00%
60.00% kasus
50.00%
40.00% kontak
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
laki-laki perempuan
Jenis kelamin Kasus % Kontakan % Non %
Putih)
120
100
positif
80
negatif
60
40
20
0
kasus kontak non kontak
RDT(argapura Positif % Negati %
pipa) f
Kontakan 0 0% 60 100%
120.00%
100.00%
positif
80.00%
negatif
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
kasus kontak non kontak
Dari data yang didapat pada bulan
september sampai desember 2016,
terdapat 53 penderita yang di Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diagnosis secara klinis, dengan jumlah R. Indra Boedisusanto pada tahun
kontakan 164 orang dan nonkontak 2007 tentang analisis kondisi rumah,
424 orang, pada dua daerah kerja sosial ekonomi dan perilaku sebagai
Puskesmas Hamadi yaitu di daerah faktor risiko kejadian frambusia di
hamadi batu putih dan argapura pipa.
kota jayapura tahun 2007 di dapatkan
Kasus terbanyak pada daerah hamadi
batu putih sebanyak 29 kasus. Dengan subjek penelitian kasus frambusia
Prevalensi pada daerah wilayah sebanyak 84 kasus dengan terbanyak
hamadi batu putih didapatkan 29 terdapat di Kelurahan Numbay dan
kasus (54,71%), 104 kontak (63,41%), Kampung Waena yang berjumlah
195 non kontak (45,99%). Sedangkan 16,67% dan paling sedikit terdapat di
pada wilayah argapura pipa yaitu Kampung Koya Koso sejumlah 4,76%.
didapatkan 24 kasus (45,28%), 60
kontak (36,58%), 229 non kontak
(54%).
Jumlah prevalensi yang didapat lebih banyak dari jumlah yang
didapat pada tahun 2012 di Puskesmas hamadi yaitu 15 kasus
dan di tiga daearah lain pada penelitian tahun 2007 di jayapura.
Untuk itu di perlukan perbaikan rekam medik yang lebih spesifik
serta penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang menyebabkan
tingginya penderita frambusia di daerah kerja Puskesmas
hamadi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan R. Indra Boedisusanto pada tahun 2007 tentang analisis
kondisi rumah, sosial ekonomi dan perilaku sebagai faktor risiko kejadian frambusia di kota
jayapura tahun 2007. Penyakit frambusia lebih banyak diderita Kelompok umur yang banyak
menderita frambusia adalah kelompok umur 5 - 9 tahun (57,1 4%), sedangkan yang paling sedikit
adalah kelompok umur < 5 tahun (1 4,29%). Sedangkan pada penelitian di puskesmas nggaha ori
angu Kabupaten sumba timur propinsi nusa tenggara timur, usia terbanyak terdapat pada
kelompok umur 1-10 tahun (80%). Serta penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sumba Barat
Daya khususnya di Kecamatan Kodi Desa Mali Iha. bahwa paling banyak kasus frambusia pada
golongan umur 6 15 tahun atau anak usia sekolah dan yang paling sedikit adalah kelompok umur
0 5 tahun. Berdasarkan literatur dan ketiga penelitian diatas didapatkan usia terbanyak
penderita Frambusia yaitu pada usia kurang dari 15 tahun sesuai dengan jumlah usia penderita
terbanyak pada daerah kerja puskesmas Hamadi yaitu 6-11 yaitu 26(49,05) kasus.
Jenis kelamin Penderita frambusia berdasarkan jenis kelamin
secara keseluruhan terbanyak pada jenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak kasus 31(58,49%%), sedangkan laki-laki 22
(41,50%).
Pada kasus positif dengan pemeriksaan RDT Tidak dapat membedakan apakah sedang
terjadi antara infeksi aktif dan yg sudah mendapat pengobatan. RDT hanya menunjukan
bahwa seorang pernah terinfeksi treponema. Untuk itu perlu dilakukan uji kembali apabila
didapat RDT (+) dengan test RPR untuk mengetahui apakah penyakit masih aktif. Menurut
penelitian Siedner dkk, mendapatkan hasil RDT dengan sensitivitas yang kurang baik yaitu
sebesar 64%. Sedangkan pada kasus didapatkan hasil test negatif terbanyak yaitu
49(92,45%), hal ini bertentangan dengan hasil beberapa penelitian dan literatur, dimana
spesifitas RDT mencapai 93-98% sehingga dapat dijadikan sebagai pemeriksaan awal atau
screening frambusia pada daerah yang mempunyai masalah keterbatasan akses
laboratorium dan kunjungan ulang pasien. Untuk itu diperlukan penelitian dan evaluasi
mengenai penggunaan RDT dilapangan apakah ada faktor yang menyebabkan hasil
pemeriksaan RDT negatif baik dari pasien maupun dari tenaga medis.
Umur penderita penyakit Frambusia terbanyak yaitu
pada usia 6-11 tahun sebanyak 26(49,05%) kasus, di
ikuti usia 12-16 tahun sebanyak 14(26,41%) kasus, serta
usia 0-5 tahun sebanyak 13(24,52%) kasus.
Perlu adanya Perhatian dan dukungan dari Dinkes Provinsi Papua dalam
mendukung eradikasi Frambusia di Provinsi Papua.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai analisis kondisi rumah, sosial ekonomi
dan perilaku sebagai faktor risiko kejadian frambusia di daerah kerja Puskesmas Hamadi.