Anda di halaman 1dari 81

Sumber penularan penyakit frambusia

Frambusia adalah penyakit yang sampai saat ini hanya manusia. Kasus dini
disebabkan oleh Treponema merupakan sumber penularan utama.
pallidum subspesies pertenue, salah Cara penularan terjadi melalui kontak
satu penyakit tropis yang paling langsung (person to person contact)
diabaikan di dunia. melalui eksudat dan serum dari lesi
frambusia

Pada tahun 2006 terdapat lima propinsi di Indonesia dengan angka


prevalensi yang cukup tinggi yaitu Papua Barat (1 5,00), Papua (1 0,01 ),
Sulawesi Tenggara (7,92), Nusa Tenggara Timur (2,80), dan Maluku (1
,08). Prevalensi penyakit frambusia di Kota Jayapura berfluktuasi dari
tahun 2005 sampai 2007. Pada tahun 2005 prevalensi frambusia 1 ,7 per
1 0.000 penduduk sedangkan pada tahun 2006 menjadi 1 ,4 per 1 0.000
penduduk namun pada tahun 2007, prevalensi penyakit frambusia di
Kota Jayapura sebesar 5,4 per 10.000 penduduk. 3 Angka ini lebih tinggi
dari kebijakan Departemen Kesehatan yaitu < 1 per 10.000 penduduk
Hasil survei yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Jayapura pada
bulan Juni tahun 2007 terhadap 200 orang penduduk diketahui bahwa 24%
menderita frambusia

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan survei penelitian


mengenai penyakit frambusia di daerah kerja Puskesmas Hamadi.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Gambaran penderita Frambusia di daerah kerja Puskesmas
Hamadi, dengan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran penderita Frambusia di daerah kerja Puskesmas Hamadi.
Untuk mengetahui Gambaran
TUJUAN penderita Frambusia di daerah
UMUM kerja Puskesmas Hamadi.

Mengetahui gambaran penderita


TUJUAN Frambusia berdasarkan umur
KHUSUS penderita, jenis kelamin, rapid
diagnosis test.
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai gambaran
penyakit Frambusia di Puskesmas Hamadi.
Dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah setempat dan instansi-
instansi kesehatan lainnya dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan
pencegahan dan penanggulangan penyakit Frambusia bagi masyarakat

Dapat dijadikan bahan masukan mengenai Gambaran penderita Frambusia di


daerah kerja Puskesmas Hamadi dalam upaya mengambil kebijakan
menyangkut peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan
Pengobatan penyakit Frambusia.
Sebagai pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas
Cenderawasih Jayapura mengenai penyakit Frambusia.

Dengan penelitian ini diharapkan peneliti mendapat kemampuan


atau pengalaman dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Sebagai data pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Penyakit infeksi kronik berulang (Tidak ada kekebalan tubuh yang
menetap) disebabkan Treponema pallidum subsp. Pertenue. Masa
inkubasi rata-rata 9-90 hari.

Sumber penularan utama: Manusia

Banyak ditemukan di daerah tropis & lembab, terutama menyerang


anak < 15 tahun yg tinggal di daerah dengan higiene buruk dan sosio
ekonomi rendah.

Jika tidak ditangani dg tepat dapat menyebabkan cacat penampilan


fisik, gangguan sosialisasi & diskriminasi

Kuman berasal dari cairan eksudat/serum, dan menular melalui kontak


langsung kulit-kulit, lalat, alat rumah tangga,
Bergantian memakai pakaian yang sama dengan kasus

Jarang berganti pakaian

Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk

Tinggal di daerah yang kumuh

Adanya penyakit kulit lain seperti kudis (scabies), pioderma

Luka yang berulang-ulang selama kegiatan diluar rumah


Kuman: Treponema Kontak langsung
pertenue melalui luka

Penyediaan AB, kebersihan


perorangan
Stadium III:
Stadium I:
Stadium II: destruksi
lesi primer
Laten awal lesi Laten lanjut tulang, sendi,
pada daerah
diseminata dan jaringan
infeksi
lunak
Stad 1: mother Yaws, buba madre

Lesi awal muncul di daerah


port d entre (tempat masuk
kuman): mother yaw/
frambesioma
Diawali timbulnya Papul/
nodul kecil: eritematosa, tidak
nyeri, kadang2 gatal
Timbul pada tungkai dan kaki,
sebagian timbul di muka.
KGB regional dapat membesar
Mother yaws
Daughter yaws, piamomas
Lesi eksudatif multiple, diseminata eksudatnya menarik lalat utk
mendekat

Gumma
Gondou: pembengkakan dan nyeri area
hidung dan paranasal

Gangosa: lesi
nodul juxta-articular destruktif osteitis
pada hidung,
sentral wajah, bisa
sampai perforasi
tulang hidung,
palatum , dan
nasofaring
Diagnosis ditegakkan melalui 2 cara:

1. Pemeriksaan Klinis
Kondisi membantu menetapkan diagnosis:
Anak umur < 15 tahun
Gejala klinis berupa lesi pada kulit/tulang
Ciri dan lokasi lesi terjadi pada tungkai, kaki, bisa di lengan dan muka
Gejala klinis selama > 2 minggu:
Papul atau Papilloma
Ulkus frambusia (terdapat krusta dan tidak sakit)
Makula papula
Hiperkeratosis di telapak tangan dan kaki
Perubahan pada tulang dan sendi

Berdasarkan pemeriksaan klinis, ditetapkan kasus suspek, probabel yg perlu


dilakukan pengujian serologi (RDT) utk konfirmasi diagnosis (terutama di
daerah non endemis).
Kriteria Penegakkan Kasus
Pemeriksaan RDT dg
sensitivitas 85-98% dan
spesifisitas 93-98%.
Tidak dapat
membedakan antara
infeksi aktif dan yg sudah
mendapat pengobatan.
Apabila didapat RDT (+),
diuji kembali dg RPR utk
mengetahui apakah
penyakit masih aktif
Kasus suspek adalah seseorang yang menunjukkan satu atau lebih gejala/tanda
klinis selama > 2 minggu, yaitu papul atau papilloma, ulkus fambusia (terdapat
krusta, dan tidak sakit), makula papula, hiperkeratosis di telapak tangan atau kaki
(early), perubahan pada tulang dan sendi (early)

Kasus probable adalah kasus suspek yang memiliki kontak erat dengan kasus
frambusia.
kontak lebih dari 20 jam per minggu
waktu kontak antara 9-90 hari sebelum munculnya lesi frambusia

Kasus konfirmasi adalah kasus suspek atau kasus probable frambusia dengan
hasil positif pada uji serologi (Rapid Diagnostic Test/RDT). Jika hasil tes tersebut
meragukan, dapat dilakukan tes Rapid Plasma Reagen (RPR).

Kasus suspek/probable RDT (-) yang kemudian disebut kasus RDT (-) adalah
kasus suspek atau kasus probable dengan hasil pengujian RDT negatif (-).
Ulkus frambusia
Ulkus tropikum
Coccidioidomycosis
Ektima
PIODERMA
DIAGNOSIS BANDING

TBC Kutis
DIAGNOSIS BANDING

Skabies
Skabies
DIAGNOSIS BANDING

Molluscum
IMPETIGO
Contagiosum
Diagnosis banding

Scabies Tinea Versicolor


Psoriasis
Klinis
Kurangnya pengalaman klinis
Adanya prevelensi infeksi asimptomatik
Sarana dan prasarana kesehatan
WHO pada program terapi masal di daerah endemis,
pemeriksaan serologis sebagai konfirmasi diagnosis
tidak praktis WHO menggunakan diagnosis secara
klinis
Rachmawati, 2014, uji diagnostik frambusia
berdasarkan kriteria klinis WHO dibandingkan dengan
TPHA pemeriksaan serologis mutlak diperlukan
Program
Pencarian kasus pada daerah endemis dan non
endemis sering tdk dilakukan sulit
Surveilans pasca pengobatan sulit
Cara
No. Nama Obat Umur (tahun) Dosis Lama Pemberian
Pemberian
1. Azitromisin 2-5 th 500 mg Oral Dosis tunggal
tablet 1x sehari
69 th 1000 mg Oral Dosis tunggal
1x sehari
10-15 th 1500 mg Oral Dosis tunggal
1x sehari

16-69 th 2000 mg Oral Dosis tunggal


1x sehari

*Kasus < 2 tahun dan > 69 tahun, wanita hamil, warga sakit berat,
atau alergi obat azitromisin, pengobatannya konsultasikan ke dokter
Kontraindikasi: Riwayat alergi dengan azitromisin
sebelumnya, gangguan hati, dan jaundice (kuning)
karena gangguan aliran empedu.
Efek samping obat dengan manifestasi diare,
mual, muntah, sakit perut, dan reaksi kulit berat.
Tidak ada efek samping yang menyebabkan
fatal/meninggal yang terdokumentasikan.
Bila ada bradikardi relatif diberikan sulfas
atropine dengan catatan denyut nadi sebelum
pemberian harus dihitung dengan cermat.
Perhatian khusus:
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan orang
dengan gangguan fungsi hati.
Absorpsi: Diserap dengan cepat dalam sistem
pencernaan.
Kadar konsentrasi tertinggi dalam tubuh dicapai 2-
3 jam, dengan kadar plasma maks (Cmax) 0,4-0,45
mg/L. Kadar pada jaringan lebih tinggi 100 kali
daripada di serum.
Masa paruhnya (t 1/2) selama 68 jam.
Diekskresi melalui empedu, dan air kencing.
Pemberian dosis tunggal azitromisin sama dengan
paparan selama 5 hari, sehingga cukup diberikan
dosis tunggal
Keluhan yang terjadi setelah minum obat sering dianggap
disebabkan oleh obat yang baru saja diberikan diperlukan
review ahli untuk menentukan apakah kejadian ini merupakan:
efek simpang obat atau
kejadian bersamaan (bukan efek simpang obat, tetapi terjadi
setelah minum obat frambusia).

Kejadian Ikutan POMP Frambusia dapat terjadi sejak diberikan


obat hingga 2 minggu.

Bisa terjadi saat POPM frambusia, walaupun obat azitromisin


cukup aman untuk diberikan.
Efek samping yang sering terjadi
terutama pada sal cerna dengan
gejala Mual, muntah dan diare, nyeri
abdomen.

Efek samping yang jarang terjadi


termasuk sakit kepala, ruam, nilai
fungsi hati yang tidak normal dan
gangguan pada indra penciuman dan
pengecap.
Efek Samping dan Penanganan
Pengobatan KIPO adalah dengan memberikan obat sesuai
keluhan (simptomatis)
Jika ringan rujuk ke petugas kesehatan/yankes terdekat, jika tidak
bisa menangani, rujuk ke dokter atau RS terdekat
No Klasifikasi Gejala Penanggulangan Rujukan

1 Ringan Diare Pemberian oralit Petugas Puskesmas,


dokter

Mual, muntah, Pemberian obat anti Petugas Puskesmas,


mual (B6) dokter

Kram perut Anti spasmodik Petugas


Puskesmas,dokter

2 Sedang Rujuk ke RS

3 Berat Rujuk ke RS
Obat Antisipasi KIPO
Disediakan di fasilitas pelayanan kesehatan (puksesmas/RS) :
Epinefrin/adrenalin injeksi
Kortikosteroid injeksi (Deksametason/metil prednisolon)
Difenhidramin injeksi
Cairan infus Ringer Laktat atau natrium clorida (Nacl) 0,9%
CTM
Prednison, tablet Deksametason
Tablet Antasida
Tablet Paracetamol
Tablet Ranitidin
Tablet Domperidon
Sebelum
diobati

Setelah
diobati
Sebelum diobati Setelah 15 hari diobati

Kasus di Jayapura, 9 October 2008


Frambusia
Dengan pengobatan yang tepat,
kecacatan dapat dihindari
JENIS PENELITIAN: LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN:
Jenis penelitian deskriptif retrospektif Penelitian dilaksanakan di Puskesmas
dengan menggunakan data rekam Hamadi pada bulan September 2016-
medis. desember 2016.

POPULASI DAN SAMPEL:


Populasi yaitu seluruh masyarakat VARIABEL PENELITIAN:
pada daerah kerja puskesmas Hamadi Usia
yaitu daerah hamadi batu putih dan
Jenis kelamin
argapura pipa yang sekaligus menjadi
sampel dalam penelitian ini, yakni RDT(Rapid diagnosis test.)
sebanyak 638 sampel.
JENIS KELAMIN:
ciri fisik pasien Frambusia yang dibedakan atas laki-laki
atau perempuan yang tertera dalam status penderita.

RAPID DIAGNOSIS TEST


Rapid test sifilis yang
tersedia saat ini TP Rapid
termasuk kategori tes
UMUR: spesifik treponema yang
Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009): mendeteksi antibodi
Masa balita = 0 - 5 tahun. spesifik terhadap berbagai
spesies treponema (tidak
Masa kanak-kanak = 6 - 11 tahun. selalu T pallidum), sehingga
Masa remaja Awal =13 - 1 6 tahun. tidak dapat digunakan
membedakan infeksi aktif
Masa Dewsa Akhir = 26-35 tahun
dari infeksi yang telah
Masa Lansia Awal = 46-55 tahun diterapi dengan baik.
Masa Lansia akhir = 56-65 Tahun
Masa manula = >65 tahun
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Cara pengumpulan data adalah dengan menggunakan
data sekunder yang diambil dari rekam medik.

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Pengolahan data dilakukan dengan sistem tabulasi dan
analisa berdasarkan hasil persentase dan grafik/diagram.
Wilayah Kasus % Kontak % Non %

kontak
Distribusi jumlah pasien
Argapura Pipa 24 45,28 60 36,58 229 54,00 Frambusia di wilayah kerja
puskesmas Hamadi
Hamadi Batu 29 54,71 104 63,41 195 45,99

Putih
70.00%

Jumlah 53 164 424


60.00%

kasus
50.00%
kontak
non kontak
40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%
argapura polimak
%
Umur (keseluruhan) Kasus % Kontakan Non kontak %

0-5 13 24,52 19 11,58 55 12,97

6-11 26 49,05 24 14,63 71 16,74

12-16 14 26,41 28 17,07 54 12,73

17-25 0 0 18 10,97 63 14,85

26-35 0 0 35 21,34 61 14,38

36-45 0 0 27 16,46 59 12,5

46-55 0 0 13 7,92 46 10,84

56-65 0 0 0 0 12 2,83

>65 0 0 0 0 3 0,70

jumlah 53 164 424


Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur secara keseluruhan
60.00%

50.00%
kasus
40.00%

30.00% kontak

20.00% non kontak

10.00%

0.00%
0 s/d 5 6 s/d 11 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
16 25 35 45 55 65
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Hamadi Batu Putih

Umur (hamadi Kasus % Kontakan % Non kontak %

batu putih)

0-5 8 27,58 14 13,46 25 12,82

6-11 15 51,72 16 15,38 27 13,84

12-16 6 20,68 16 15,38 28 14,35

17-25 0 0 15 14,42 29 14,87

26-35 0 0 25 24,03 33 16,92

36-45 0 0 14 13,46 27 13,84

46-55 0 0 5 4,80 16 8,20

56-65 0 0 0 0 8 4,10

>65 0 0 0 0 2 1,02
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Hamadi Batu Putih
60.00%

50.00%
kasus
40.00%
kontak
30.00%

20.00% non
kontak
10.00%

0.00%
0 s/d 5 6 s/d 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
11 16 25 35 45 55 65
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Argapura Pipa
Umur (argapura Kasus % Kontakan % Non kontak %

pipa)

0-5 5 20,83 5 8,33 30 13,10

6-11 11 45,83 8 13,33 44 19,21

12-16 8 33,33 12 20 26 11,35

17-25 0 0 4 6,66 34 14,84

26-35 0 0 10 16,66 28 12,22

36-45 0 0 13 21,66 32 13,97

46-55 0 0 8 13,33 30 13,10

56-65 0 0 0 0 4 1,74

>65 0 0 0 0 1 0,43
Distribusi jumlah pasien frambusia
berdasarkan umur di Argapura Pipa
50.00%
45.00%
40.00%
35.00% kasus

30.00%
25.00% kontak
20.00%
15.00% non kontak
10.00%
5.00%
0.00%
0 s/d 5 6 s/d 11 12 s/d 17 s/d 26 s/d 36s/d 46 s/d 56 s/d >65
16 25 35 45 55 65
Jenis kelamin Kasus % Kontakan % Non kontak %

(keseluruhan)

Laki-laki 22 41,50 81 49,39 218 51,41

Perempuan 31 58,49 83 50,60 206 48,58

Total 53 164 424

Distribusi pasien frambusia berdasarkan Jenis kelamin


secara keseluruhan
70.00%
60.00%
50.00% kasus
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
laki-laki perempuan
Jenis kelamin Kasus % Kontakan % Non %

(argapura kontak

Pipa)

Laki-laki 9 37,5 29 48,33 117 51,09

Perempuan 15 62,5 31 51,66 112 48,90

Total 24 60 229
Distribusi pasien frambusia berdasarkan Jenis kelamin
di Argapura Pipa
70.00%
60.00% kasus
50.00%
40.00% kontak
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
laki-laki perempuan
Jenis kelamin Kasus % Kontakan % Non %

(Hamadi Batu kontak

Putih)

Laki-laki 13 44,82 52 50 101 51,79

Perempuan 16 55,17 52 50 94 48,20

Total 29 104 195

Distribusi pasien frambusia berdasarkan Jenis kelamin di


Hamadi Batu Putih
60.00%
50.00% kasus
40.00%
30.00% kontak
20.00%
10.00%
0.00%
laki-laki perempuan
RDT(keseluruhan) Positif % Negatif %

Kasus 4 7,54 49 92,45

Kontakan 0 0 164 100

Non Kontakan 0 0 424 100

Jumlah 4 0,62 637 99,37

Distribusi jumlah pasien frambusia


berdasarkan RDT secara keseluruhan

120
100
positif
80
negatif
60
40
20
0
kasus kontak non kontak
RDT(argapura Positif % Negati %

pipa) f

Kasus 1 4,16% 23 95,8%

Kontakan 0 0% 60 100%

Non Kontakan 0 0% 227 100%

Jumlah 1 0,32% 310 99,67%

Distribusi jumlah pasien frambusia


berdasarkan RDT di Argapura pipa
120.00%
100.00%
positif
80.00%
negatif
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
kasus kontak non kontak
RDT(hamadi batu Putih) Positif % Negatif %

Kasus 3 10,34% 26 89,65%

Kontakan 0 0% 104 100%

Non Kontakan 0 0% 195 100%

Jumlah 3 0,91% 325 99,08%

Distribusi jumlah pasien frambusia


berdasarkan RDT di Hamadi Batu Putih

120.00%
100.00%
positif
80.00%
negatif
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
kasus kontak non kontak
Dari data yang didapat pada bulan
september sampai desember 2016,
terdapat 53 penderita yang di Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diagnosis secara klinis, dengan jumlah R. Indra Boedisusanto pada tahun
kontakan 164 orang dan nonkontak 2007 tentang analisis kondisi rumah,
424 orang, pada dua daerah kerja sosial ekonomi dan perilaku sebagai
Puskesmas Hamadi yaitu di daerah faktor risiko kejadian frambusia di
hamadi batu putih dan argapura pipa.
kota jayapura tahun 2007 di dapatkan
Kasus terbanyak pada daerah hamadi
batu putih sebanyak 29 kasus. Dengan subjek penelitian kasus frambusia
Prevalensi pada daerah wilayah sebanyak 84 kasus dengan terbanyak
hamadi batu putih didapatkan 29 terdapat di Kelurahan Numbay dan
kasus (54,71%), 104 kontak (63,41%), Kampung Waena yang berjumlah
195 non kontak (45,99%). Sedangkan 16,67% dan paling sedikit terdapat di
pada wilayah argapura pipa yaitu Kampung Koya Koso sejumlah 4,76%.
didapatkan 24 kasus (45,28%), 60
kontak (36,58%), 229 non kontak
(54%).
Jumlah prevalensi yang didapat lebih banyak dari jumlah yang
didapat pada tahun 2012 di Puskesmas hamadi yaitu 15 kasus
dan di tiga daearah lain pada penelitian tahun 2007 di jayapura.
Untuk itu di perlukan perbaikan rekam medik yang lebih spesifik
serta penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang menyebabkan
tingginya penderita frambusia di daerah kerja Puskesmas
hamadi.

Frambusia terutama menyerang anak-anak yang tinggal di daerah tropis di


pedesaan yang panas dan lembab, banyak ditemukan pada anak umur 215
tahun.2,4,7 Dari data yang didapat umur penderita pasien frambusia secara
keseluruhan pada wilayah hamadi batu putih dan argapura pipa, terbanyak
yaitu pada usia 6-11 tahun sebanyak 26(49,05%) kasus, di ikuti usia 12-16
tahun sebanyak 14(26,41%) kasus, serta usia 0-5 tahun sebanyak 13(24,52%)
kasus.
Distribusi usia pada daerah hamadi batu putih dengan usia terbanyak pada usia 6-11
tahun sebanyak 15(51,72%) kasus, di ikuti usia 0-5 tahun sebanyak 8(27,58%), serta
usia 12-16 tahun sebanyak 6(20,68%). Sedangkan distribusi usia pada daerah argapura
pipa terbanyak dengan pada usia 6-11 tahun sebanyak 11(45,83%) kasus, di ikuti usia
12-16 tahun sebanyak 8(33,33%), serta usia 0-5 tahun sebanyak 5(20,83%). Jumlah
usia keeseluruhan terbanyak pada orang kontak dan nonkontak pada kedua daerah
yaitu kontak sebanyak 35(21,34%) orang pada usia 26-35 tahun dan non kontak
sebanyak 71(16,74%) orang pada usia 6-11 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan R. Indra Boedisusanto pada tahun 2007 tentang analisis
kondisi rumah, sosial ekonomi dan perilaku sebagai faktor risiko kejadian frambusia di kota
jayapura tahun 2007. Penyakit frambusia lebih banyak diderita Kelompok umur yang banyak
menderita frambusia adalah kelompok umur 5 - 9 tahun (57,1 4%), sedangkan yang paling sedikit
adalah kelompok umur < 5 tahun (1 4,29%). Sedangkan pada penelitian di puskesmas nggaha ori
angu Kabupaten sumba timur propinsi nusa tenggara timur, usia terbanyak terdapat pada
kelompok umur 1-10 tahun (80%). Serta penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sumba Barat
Daya khususnya di Kecamatan Kodi Desa Mali Iha. bahwa paling banyak kasus frambusia pada
golongan umur 6 15 tahun atau anak usia sekolah dan yang paling sedikit adalah kelompok umur
0 5 tahun. Berdasarkan literatur dan ketiga penelitian diatas didapatkan usia terbanyak
penderita Frambusia yaitu pada usia kurang dari 15 tahun sesuai dengan jumlah usia penderita
terbanyak pada daerah kerja puskesmas Hamadi yaitu 6-11 yaitu 26(49,05) kasus.
Jenis kelamin Penderita frambusia berdasarkan jenis kelamin
secara keseluruhan terbanyak pada jenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak kasus 31(58,49%%), sedangkan laki-laki 22
(41,50%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan R. Indra Boedisusanto pada tahun


2007 tentang analisis kondisi rumah, sosial ekonomi dan perilaku sebagai
faktor risiko kejadian frambusia di kota jayapura tahun 2007, proporsi
penderita frambusia menurut jenis kelamin, diketahui bahwa penderita
frambusia lebih banyak diderita oleh laki-laki (67,86%) dibanding
perempuan (32,1 4%). Penyakit frambusia lebih banyak terkena pada anak
laki-laki yang berusia muda. Keadaan ini kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan dalam aktivitas sehari-hari antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki biasanya lebih sering bermain dan bergaul. Pada usia
dewasa penyakit frambusia lebih banyak diderita oleh wanita karena
wanita lebih banyak kontak dengan anak-anak yang sakit frambusia. Untuk
itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai prilaku dan kebiasaan
sehari-hari.
Penggunaan rapid test sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang
relatif singkat (10 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA,
sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya
berkisar antara 93% sampai 98%. Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid
termasuk kategori tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik
terhadap berbagai spesies treponema (tidak selalu T pallidum), sehingga tidak
dapat digunakan membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah diterapi dengan
baik. TP Rapid hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi
treponema, namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi
aktif. TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA.

Pertemuan Sosialisasi Kegiatan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)


Frambusia Tahun 2016. Berdasarkan pemeriksaan klinis, ditetapkan kasus suspek,
probabel yg perlu dilakukan pengujian serologi (RDT) utk konfirmasi diagnosis.
Kebijakan program yaitu TPHA-RDT dan dievaluasi dengan RPR/VDRL.
Berdasarkan data yang didapat jumlah pasien frambusia berdasarkan hasil pemeriksaan RDT
secara keseluruhan di wilayah Argapura pipa dan Hamadi Batu Putih didapatkan hasil positif
sebanyak 4(7,54%) kasus dan negatif sebanyak 49(92,45%) kasus. Sedangkan distribusi
prevalensi pada daerah Argapura pipa didapatkan hasil RDT positif sebanyak 1(4,16%) kasus
dan negatif 23(95,8%) kasus. Sedangkan pada daerah Hamadi batu putih didapatkan hasil
RDT positif sebanyak 3(10,34%) kasus, dan negatif sebanyak 26(89,65%) kasus. Hasil
pemeriksaan RDT pada orang kontak didapatkan hasil negatif 164(100%), dan hasil RDT pada
orang non kontak di dapatkan hasil negatif 424(100%).

Pada kasus positif dengan pemeriksaan RDT Tidak dapat membedakan apakah sedang
terjadi antara infeksi aktif dan yg sudah mendapat pengobatan. RDT hanya menunjukan
bahwa seorang pernah terinfeksi treponema. Untuk itu perlu dilakukan uji kembali apabila
didapat RDT (+) dengan test RPR untuk mengetahui apakah penyakit masih aktif. Menurut
penelitian Siedner dkk, mendapatkan hasil RDT dengan sensitivitas yang kurang baik yaitu
sebesar 64%. Sedangkan pada kasus didapatkan hasil test negatif terbanyak yaitu
49(92,45%), hal ini bertentangan dengan hasil beberapa penelitian dan literatur, dimana
spesifitas RDT mencapai 93-98% sehingga dapat dijadikan sebagai pemeriksaan awal atau
screening frambusia pada daerah yang mempunyai masalah keterbatasan akses
laboratorium dan kunjungan ulang pasien. Untuk itu diperlukan penelitian dan evaluasi
mengenai penggunaan RDT dilapangan apakah ada faktor yang menyebabkan hasil
pemeriksaan RDT negatif baik dari pasien maupun dari tenaga medis.
Umur penderita penyakit Frambusia terbanyak yaitu
pada usia 6-11 tahun sebanyak 26(49,05%) kasus, di
ikuti usia 12-16 tahun sebanyak 14(26,41%) kasus, serta
usia 0-5 tahun sebanyak 13(24,52%) kasus.

Jenis kelamin penderita Frambusia terbanyak secara


keseluruhan adalah jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 31(58,49%) kasus, sedangkan laki-laki
22(41,50%) kasus.

Hasil pemeriksaan RDT positif pada penderita yang di


diagnosis Frambusia secara klinis yaitu 4(7,54%) pasien.
Pada pasien kontak dan nonkontak tidak didapatkan
hasil positif.
perlu adanya perbaikan rekam medik yang lengkap di Puskesmas Hamadi

Perlu adanya screening dan evaluasi pengobatan Frambusia pada daerah


endemik Frambusia

Perlu adanya Perhatian dan dukungan dari Dinkes Provinsi Papua dalam
mendukung eradikasi Frambusia di Provinsi Papua.

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai analisis kondisi rumah, sosial ekonomi
dan perilaku sebagai faktor risiko kejadian frambusia di daerah kerja Puskesmas Hamadi.

Perlu adanya penelitian dan evaluasi mengenai penggunaan RDT dilapangan.

Anda mungkin juga menyukai