Anda di halaman 1dari 25

Oleh :

1. Surrayya Annia (NIM. 13222010202)


2. xxx
Kekuatan dan keawetan suatu konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung dari kualitas agregat, daya dukung tanah tersebut serta
jenis aspal yang digunakan sebagai bahan utama untuk mengikat
material-material tersebut hingga didapatkan suatu perkerasan yang
awet, tahan lama, kuat dan kesat.
Dua jenis perkerasan yang biasa digunakan yaitu perkerasan lentur
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya dan perkerasan
kaku yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat agregat.
Adapun agregat sebagai komponen utama dari perkerasan jalan
raya ini terdiri dari agregat kasar dan agregat halus yang mempunyai
proporsi masing-masing sesuai dengan spesifikasi yang digunakan.
Agregat kasar merupakan agregat yang terdiri dari batu pecah atau
kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet, dan bebas dari bahan
lain yang akan mengganggu, serta agregat halus merupakan pasir
alam atau pasir buatan yang bebas dari gumpalan-gumpalan lempung.
Agregat kasar berupa batu pecah umumnya didapat dari hasil
pemecahan batu-batu berukuran besar oleh alat pemecah batu
(stone crusher). Hasil pemecahan alat stone crusher didapatkan
berbagai ukuran dan bentuknya. Bentuk butir yang paling banyak
didapatkan dari penggunaan alat ini adalah kubus (persegi), pipih
(flaky) dan lonjong (elongated).
Agregat berbentuk kubus adalah agregat yang terbaik
digunakan sebagai material perkerasan jalan hal ini dikarenakan
agregat tersebut mempunyai bidang kontak yang lebih luas
sehingga dapat saling mengunci dengan baik. Sementara itu
agregat pipih dan agregat lonjong pada umumnya juga dihasilkan
oleh stone crusher, sehingga dilapangan tidak dapat dihindari
pemakaian kedua bentuk agregat tersebut.
Agregat adalah bahan keras yang apabila dipadatkan
sehingga bersatu kuat akan membentuk struktur pokok
bangunan jalan dengan atau tanpa penambahan bahan
pengikat. Kualitas dan sifat agregat sangat menentukan dalam
memikul beban lalu lintas, yang apabila kualitas dan sifatnya
yang baik diperlukan untuk lapisan permukaan (surface) yang
akan langsung memikul beban lalu lintas dan
mendistribusikannya ke lapisan bawah (base course). Oleh
karena itu agregat yang akan digunakan harus mempunyai
kualitas tinggi, yang tergantung kepada :
a. Kekerasan Agregat.
b. Permukaan Butir Agregat.
c. Kelekatan Agregat terhadap Aspal.
d. Ketahanan Agregat terhadap Cuaca.
1. Ukuran dan Gradasi
Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang
terdistribusi dari ukuran besar sampai kecil. Distribusi partikel-partikel
berdasarkan ukuran agregat atau gradasi merupakan hal yang penting
dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi dapat dibedakan
atas, gradasi seragam (uniform graded), gradasi rapat (dense graded)
dan gradasi buruk (poorly graded).
2. Bentuk Butir
Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan
perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut.
3. Daya Absorbsi
Agregat yang berpori banyak akan menyerap aspal lebih banyak,
sehingga aspal akan masuk kedalam pori yang mengakibatkan
campuran akan kekurangan aspal.
4. Daya Lekat terhadap Aspal
Tergantung dari keadaan pori dan banyaknya pori-pori dalam agregat.
Bentuk butiran agregat adalah ukuran normal dari sebuah
agregat dimana ukuran nominal ini bergantung kepada besar
ukuran agregat dominan pada suatu gradasi tertentu.
Menurut RSNI T-01-2005 ada 3 macam bentuk agregat dengan
pengertian sebagai berikut :
1. Butiran agregat berbentuk lonjong
Butiran agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap lebar
lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam spesifikasi.
2. Butiran agregat berbentuk pipih
Butiran agregat yang mempunyai rasio lebar terhadap tebal
besar dari nilai yang ditntukan dalam spesifikasi.
3. Butiran agregat berbentuk pipih dan lonjong
Butiran agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap tebal
besar dari nilai yang ditentukan dalam spesifikasi.
Agregat pipih yaitu agregat yang memiliki dimensi lebih kecil
dari 0,6 kali rata-rata dari lubang saringan yang membatasi ukuran
fraksi partikel tersebut. Suatu partikel agregat dapat dikatakan pipih
apabila agregat tersebut memiliki dimensi (ukuran) lebih kecil dari
dua dimensi lainnya. RSNI T-01-2005 menentukan jika
perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata diameter
kurang dari 0,6 maka bentuk agregat tersebut adalah pipih.
Indeks kepipihan (flakyness index) adalah berat total
agregat yang lolos slot dibagi dengan berat total agregat yang
tertahan pada ukuran nominal tertentu. Pemeriksaan indeks
kepipihan dapat dilakukan dengan menggunakan alat thickness
gauge yaitu dengan menghitung presentase agregat yang tidak
lewat/tertahan lubang pada alat sesuai ukuran saringannya.
Secara umum jumlah agregat pipih yang berlebihan pada
suatu campuran akan mengakibatkan kinerja campuran
tersebut menurun dan biasanya diberikan jumlah batas
maksimum yang diizinkan. Standar Bina Marga untuk
kandungan agregat pipih yang diizinkan hanya 10%. Tetapi
dilapangan persyaratan tersebut tidak selalu dapat dipenuhi.
Agregat berbentuk pipih akan lebih mudah pecah pada
waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu
lintas.
Agregat Lonjong yaitu butiran agregat yang mempunyai rasio
panjang terhadap lebar lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam
spesifikasi.
Indeks kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari
berat agregat lonjong yang tertahan saringan no.12 (1,70 mm SNI
2417-2008) terhadap berat total.
Untuk pemeriksaan indeks kelonjongan ukuran yang
diisyaratkan adalah ukuran terpanjang lebih besar dari 1,8 kali
diameter rata-rata. Pemeriksaannya dihitung dengan persamaan :
Agregat berbentuk lonjong akan menghasilkan agregat saling
bersentuhan dengan luas bidang kontak yang besar sehingga
menghasilkan daya penguncian yang besar pula dan tidak mudah
tergelincir.
Berdasarkan RSNI T-01-2005, % agregat bentuk lonjong atau
pipih adalah maksimal 10% dengan ketentuan :
1. Jika perbandingan antara rata-rata diameter dengan diameter
terpanjang kurang dari 0,55 maka bentuk agregat tersebut
lonjong.
2. Jika perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata
diameter kurang dari 0,60 maka bentuk agregat termasuk pipih.
Untuk menghitung indeks kepipihan dan kelonjongan dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Indeks kepipihan = M3F / M2 x 100 %


Indeks kelonjongan = M3E / M2 x 100 %

Dimana :
M2 = total berat sampel memiliki persentase besar dari 5 %.
M3E = total berat sampel tertahan alat pengujian kelonjongan
M3F = total berat sampel yang lolos pengujian kepipihan
a. Alat :
Saringan 25 mm, 19,5 mm 12,5 mm, 9,5 mm dan 6,30 mm

Timbangan digital

Wadah

Oven

Alat pengukur lonjong dan pipih 1 set

b. Bahan
Agregat kasar

c. Persiapan bahan
Ayak agregat yang lolos saringan 25 mm dan tertahan di 6,3 mm.

Timbang sebanyak 5000 gram kemudian oven hingga beratnya tetap.


Alat Pengukur Kepipihan Agregat

Alat Pengukur Kelonjongan Agregat


Prosedur Pemeriksaan:

1. Keluarkan agregat dari oven dan ayak agregat yang lolos saringan
19,5 mm, 12,5 mm, 9,5 mm dan 6,3 mm.
2. Ambil agregat dan timbang yang tertahan saringan masing-
masing tersebut (syarat untuk agregat dengan persentase >5 %).
3. Lalu ukur agregat dengan menggunakan alat pengukur pipih.
4. Timbang brat masing-masing agregat yang lolos dari pengukur
pipih.
5. Lalu uji agregat yang tertahan dengan alat uji kelonjongan.
6. Timbang berat agregat yang tertahan dengan alat uji
kelonjongan.
7. Catat data di dalam form data kemudian lakukanlah perhitungan
kepipihan dan kelonjongan
METODE RSNI T-01-2005
pengujian untuk masing-masing ukuran butiran agregat dan
kelompokkan dalam salah satu dari 3 kelompok agregat, yaitu kelompok
agregat pipih,kelompok agregat lonjong, serta kelompok agregat tidak
pipih dan tidak lonjong. Adapun langkah-langkah sebagai berikut:
a) gunakan jangka ukur rasio (proportional caliper device) pada posisinya
dengan perbandingan yang sesuai.
- Uji kepipihan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan lebarnya butiran. Butiran adalah
pipih, jika ketebalannya dapat ditempatkan dalam bukaan yang lebih
kecil.
- Uji kelonjongan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan panjangnya butiran. Butiran
adalah lonjong, jika lebarnya dapat ditempatkan dalam bukaan yang
lebih kecil.
b) setelah butiran dikelompokkan, tentukan perbandingan contoh dalam
masing-masing kelompok dengan menghitung jumlah butirnya atau
beratnya, tergantung kebutuhan.
Formula nilai rata-rata kepipihan, kelonjongan, tidak pipih dan tidak
lonjong, kepipihan dan kelonjongan, serta tidak pipih dan lonjong adalah
sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai