Anda di halaman 1dari 62

PENANGANAN ANASTESI SYOK

HEMORRAGIK PADA INVERSIO UTERI

Disusun Oleh :
Rahmat Handy Saputra
Radian rendra tukan
BAB I
PENDAHULUAN
Anastesia merupakan hilangnya segala sensasi perasaan panas,
dingin, rabaan, kedudukan tubuh, nyeri dan biasanya dihubungkan
dengan orang yang hilang kesadarannya.
Dalam dunia anesthesia dikenalTrias Anesthesia yang terdiri dari
analghesia, hypnosis dan muscle relaxan.
Faktor yang mempengaruhi Tergantung status fisik, posisi
pembedahan, keterampilan dan kebutuhan dokter pembedahan,
keterampilan dan kenyamanan dokter anesthesi, keinginan pasien,
bahaya kebakaran, peralatan anesthesi, lokasi operasi dan jenis
operasi.
Dari segi anestesi penanggulangan yang dilakukan adalah dengan
menjaga keseimbangan cairan yang dibutuhkan dan Monitoring
yang tepat saat berjalannya operasi.
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Yeni
Umur : 38 Tahun
Alamat : Garut Kota
No. RM : 0103828
Tanggal Masuk RS : Jumat 11 Agustus 2017
Tanggal Operasi : Jumat, 11 Agustus 2017
Kamar : ICU
Bagian : Obgyn
Diagnosa Pre Op : Syok Hemorragik e.c Inversio Uteri
Jenis Pembedahan : Histerektomi Totalis
Diagnosa Post Op : Post Histerektomi Totalis e.c Syok Hemorragik
Seorang perempuan umur 38 tahun datang ke
RSUD dr. slamet garut sejak 11 agustus 2017
dengan :

Keluhan Utama :
Perdarahan dari jalan lahir
Riwayat Penyakit

1 jam SMRS <1 Jam


SMRS
Post partum Perdarahan
di bidan. Penurunan
kesadaran
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit asma (-), operasi sebelumnya (-),
riwayat trauma, hipertensi, diabetes melitus, jantung
(-), dan penyakit kronik lain. Riwayat alergi
terhadap obat-obatan(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki
riwayat sakit asma, hipertensi, jantung, diabetes
melitus, maupun riwayat alergi.
Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Keadaan umum: tampak sakit berat
Kesadaran : E2M3V2
Airway : Tidak Terintubasi
Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah: 70/palpasi
Nadi : Tidak Teraba
Respirasi : 28 x/menit
RR : 16 x/menit
SpO2 : 88 %
BB : 60 kg
TB : Tidak diperiksa
Golongan Darah :A
Kepala : Bentuk bulat, simetris. Deformitas (-) rambut hitam

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,


diameter pupil 1 mm/ 1mm, reflek cahaya +/+
normal.
Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan


Tenggorokan : Tonsil tidak dapat dinilai
Mulut : Mukosa bibir dan mulut kering.
Leher : KGB dbn
Dada : Paru
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan.
- Palpasi: Fremitus simetris bilateral
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- ,
wheezing -/-
Dada : Jantung
- Inspeksi : Iktus samar terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba
- Perkusi : dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung normal, irama teratur, bising tidak
ada
Perut : Inspeksi : Distensi tidak ada.
Palpasi : Datar Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Diagnosa Kerja
Syok hemorragik e.c Inversio Uteri
STATUS ANASTESI
STATUS ANASTESI
Informed consent: memberikan penjelasan kepada keluarga
pasien mengenai rencana, resiko, komplikasi, durasi, dan
waktu pemulihan pasien.
Anamnesis (alloanamnesis):
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat minum kopi : disangkal

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit berat
Kesadaran: E2 M3 V2
Kesan gizi: baik
Tanda-tanda vital:

Tekanan darah: 70/palpasi mmHg


Suhu : afebris
Nadi : 122x/menit
Frekuensi nafas : 32 x/menit
Airway:

Hidung: sekret -/-, deviasi septum (-)


Mulut: Mallampati : SDN, gigi patah (-), gigi
goyah (-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-).
Breathing:

Pulmo: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -


/-
Pola pengembangan dada tampak simetris
hemitoraks kanan dan kiri dalam keadaan
dinamis dan statis.
Circulation:
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Perifer: akral dingin, capillary refill >2 detik
(lambat), edema tungkai -/-
Sistem hepatobilier: jaundice (-), hepar dan lien tidak
dapat diperiksa.
Sistem genitourinaria: dalam batas normal.
Sistem muskuloskeletal: dalam batas normal.
Klasifikasi ASA: V
Premedikasi:
PREOPERASI
1. Persiapan pra anastesi
Persiapan Alat :
S ( scope) : Stethoscope dan laryngoscope
T (tube) : Pipa trakea no 6,5 7,5
A (airway) : Orofaringeal airway (OPA)
T (tape) : Plester
I (introducer) : Stylet C
C (cohector) : Penyambung pipa
S (suction) : Penghisap
Tensi meter dan monitor EKG
Tabung gas N2O dan O2
Spuit
Terapi
MEDIKASI :
Analgetik (Fentanyl 100 mikrogram)
Hipnotik (Propofol 100 mg)
Analgetik (Fentanyl 100 mikrogram)
Muscle Relaxant (Atracurium 25 mg)
Asam tranexsamat 1000 mg
Midazolam

PEMBERIAN CAIRAN :
Gelofusal 2500 ml
RL + Raivask
INSTRUKSI PASCA BEDAH

Observasi tanda-tanda vital: 1 jam pertama setiap 15 menit, dan 1


jam kedua dan seterusnya setiap 30 menit.
Pasien dipuasakan
IVFD Asering 1500 cc
Observasi urin.
Cek lab lengkap 6 jam post-op.
Analgetik : fentanyl 15 tetes/menit
Midazolam 4mg
Omeprazole 2 x 40mg
Cefotaxime 3 x 1mg
Metronidazole 1 x 1,5mg
Transfusi PRC 5 labu
RESUME
Pasien wanita dengan usia 27 tahun, rencana akan
dilakukan histerektomi totalis dalam general
anastesi. Status pasien ASA V.
Dari anamnesis di dapatkan pasien dengan usia 38
tahun, dengan keluhan utama perdarahan yang
banyak dari jalan lahir 1 jam SMRS. Keluhan
setelah pasien melahirkan di bidan 1 jam yang lalu.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Inversio Uteri adalah komplikasi persalinan yang
jarang terjadi dimana Rahim sebagian atau
seluruhnya ikut keluar ketika plasenta lahir. Bagian
rahim bagian atas (fundus) menjadi terbalik (inversi)
mengarah ke bawah, tergantung derajatnya
bagian rahim ini bisa sampai ke mulut rahim hingga
keluar dari jalan lahir.
ETIOLOGI
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam.
Tali pusar pendek Bayi lahir sebelum waktunya.
Penggunaan obat relaksan otot selama persalinan.
Rahim abnormal atau lemah.
Riwayat inversio uteri sebelumnya.
Plasenta akreta, dimana plasenta terlalu dalam
tertanam di dinding Rahim.
Implantasi plasenta pada fundus uteri, di mana plasenta
melekat di bagian paling atas dari rahim Juga.
menarik terlalu keras pada tali pusat saat
melahirkan plasenta dapat menyebabkan inversio uteri.
GEJALA KLINIS
Keluarnya bagian rahim yang menonjol
dari vagina Setelah melakukan
pemeriksaan.
rahim tidak berada ditempatnya.
Pendarahan dari jalan lahir, pasien
kehilangan cukup banyak darah sehingga
tekanan darah cepat turun.
gejala inversio uteri akibat kehilangan banyak darah antara
lain:Pengilahatan kunang-kunang Pusing Kedinginan Kelelahan
Sesak napas
KLASIFIKASI
inversi tidak lengkap, di mana bagian atas rahim
telah jatuh terbalik, namun tidak satupun dari
bagian rahim yang mencapai leher rahim (serviks).
inversi lengkap, di mana bagian rahim telah
mencapai serviks
inversi prolaps, di mana bagian atas rahim
terlihat keluar dari vagina.
inversi total, di mana rahim dan vagina sama-sama
terdorong ke luar Penanganan
BAB IV
ANASTESI PADA SYOK
HEMORRAGIK DENGAN
INVERSIO UTERI
Adanya sesak nafas (+), Rhonki +/+, Infeksi
(Demam), Lab bermakna ( Leukositosis ), dan
Rontgen Thorak yang menyokong Bronkopneumonia.
Pemeriksaan rangsangan meningeal dengan hasil
negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada
otak dan meningen.
Diagnosis banding kejang demam kompleks adalah
epilepsi yang diprovokasi demam dan
meningoensefalitis
Pemeriksaan Fisik

Frekuensi 56x/menit
Pernafasan:

Suhu : 40,3c

Frekuensi 136x/menit
Nadi
Pemeriksaan Penunjang : Leukosit : 23.000/mm3
(Leukositosis), Ro Thorax : Menyokong Bronkopneumonia.
Menurut teori dasar diagnosis kejang demam kompleks :

Durasi >15 menit

Kejang berulang dalam 24


jam

Kejang bersifat fokal,


dimulai salah satu sisi tubuh

Gerakan kepala atau mata


ke salah satu sisi
Apakah penatalakasanaanya sudah tepat?

IGD : Melati :

O1-2 liter/menit O 1-2 liter/menit


IVFD N4 1050 cc/24 jam
IVFD N4 1050 cc/24 jam
Diazepam 1 x 3,5 mg IV ( Bila Kejang )
Diazepam 1 x 3,5 mg IV ( Bila Nebu Combivent/6 jam

Kejang ) Cefotaxime 3 x 400mg IV


Ambroxol 3 x cth
Nebu Combivent/6 jam
Amikasin 3 x 40mg IV
Cefotaxime 3 x 400mg IV

Sibital 220mg selanjutnya 2 x

27,5 mg IV

Paracetamol 4 x 120 mg IV
Pasien datang dengan keluhan kejang sehingga
penanganan pertama kali di IGD adalah pemberian
oksigen 1-2 lpm dan dilanjutkan pemberian
diazepam 0,3-0,5mg/kgbb/kali untuk tatalaksana
awal pasien kejang. Pemberian paracetamol dapat
diberikan untuk menurunkan factor pencetus.

Pasien ini diklasifikasikan sebagai kejang demam


kompleks sehingga diindikasikan untuk rawat inap
oleh sebab itu pemasangan IVFD N4 untuk
memasukan nutrisi yakni glukosa dan elektrolit serta
obat parenteral perlu dilakukan.
Apakah faktor resiko terjadinya kejang demam pada
pasien ini?

Riwayat keluarga
( ibu pasien )
menderita
epilepsi.
Riwayat penyakit dahulu pernah
menderita kejang demam 5 bulan
yang lalu.

Umur pasien memenuhi resiko


terjadi kejang demam ( 17
bulan ).
Apakah pada pasien ini sudah tepat diindikasikan
untuk rawat inap?

Ya sudah tepat. Karena pasien mengalami kejang


demam kompleks, dimana terjadinya kejang yang
berulang dan lama dapat membahayakan pasien jika
hanya rawat jalan. Serta adanya peningkatan leukosit
23.000 merupakan indikasi terjadinya infeksi yang
berat dan harus di observasi hasil lab dan pemberian
obat antibiotic spectrum tinggi.
Bagaimana prognosis dari pasien ini?

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, karena jika


factor resiko nya dihindari atau ditangani lebih cepat akan
mengurangi resiko terjadinya kejang. Dubia pada pasien ini
karena pasien mempunyai factor resiko ibu pasien
menderita epilepsy, kemungkinan terjadinya kejang
berulang sangat besar.

Mortalitas pada kejang demam sangat rendah yakni


sebesar 0,64-0,74%.1
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi:
a. Kejang demam berulang
b. Epilepsi
c. Kejadian kecacatan masih belum dilaporkan
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Kejang demam bangkitan kejang yang terjadi


pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Terjadi pada usia antara 6 bulan dan 5 tahun
Tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.
Epidemiologi

Sekitar 2 5 % dari populasi


Terjadi pada usia antara 6 bulan dan 5 tahun
dengan manifestasi paling sering pada usia 2 tahun
Insiden di seluruh dunia bervariasi, 5 10 % di
India, 8,8 % di Jepang
Sedikit lebih predominan pada anak lelaki
Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 9-35 %
dari seluruh kasus kejang demam
Etiologi dan Faktor Risiko

Sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab


demam pada anak : herpes simpleks-6 (HHSV-6),
Shigella, dan influenza A
Penyakit yang mendasari demam berupa infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis,
dan infeksi saluran kemih
Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat
pada anak dengan riwayat orangtua dan saudara
kandungnya juga pernah menderita kejang demam
Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan
sederhana.
Etiologi dan Faktor Risiko
Kejang demam kompleks berhubungan dengan
banyak faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi virus,
faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan
adanya abnormalitas struktur otak.
Gurner et al : lokus genetik di kromosom 12 yang
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang
demam kompleks
Kejang demam kompleks juga memiliki
kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala
adanya infeksi meningitis bakterial akut.
PATOFISIOLOGI
Klasifikasi
Kejang demam
kejang demam sederhana
kejang demam kompleks.
Kejang Demam Sederhana (Simpeks)

Berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)


Umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Kejang Demam Kompleks
Kejang lama > 15 menit.
Atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Manifestasi Klinis KDK

Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)


Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam
Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya
Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan :
Klonik dan atau tonik
Kehilangan tonus otot sesaat
Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa
generalisasi sekunder
Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi
Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit
atau jam, kadang-kadang beberapa hari)
Diagnosis
Anamnesis :
Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya
Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak
Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis
Riwayat penggunaan obat pada anak
Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh
kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.
Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti :
Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam
Suhu tubuh yang tinggi
Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan
Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama)
Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat meningkatkan
risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat
Diagnosis
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab

demam, misalnya otitis media, faringitis, atau


penyakit virus lain
Pemeriksaan neurologis

Tanda rangsangan meningeal

Tanda-tanda trauma atau keracunan


Diagnosis Banding
Bakteremia dan sepsis
Meningitis dan ensefalitis
Status epileptikus
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam
darah perifer, elektrolit, dan gula darah

Pungsi Lumbal
untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
terjadinya meningitis
Elektroensefalografi (EEG)
Pencitraan
Penatalaksanaan

Pengobatan fase akut saat anak kejang


semua pakaian yang ketat dibuka
anak dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
aspirasi
Bebaskan jalan napas untuk menjamin oksigenasi

Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur,


berikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi.
Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti
kesadran, suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan
fungsi jantung
Saat pasien kejang Diazepam IV
dosis0,3 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1 2 mg/ menit atau dalam waktu 3 5
menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Diazepam rektal dengan dosis 0,5 0,75 mg/kgBB
diazepam rektal 5 mg BB < 10 kg
diazepam rektal 10 mg BB > 10 k

diazepam rektal 5 mg usia < 3 tahun

Diazepam rektal 7,5 mg usia > 3 tahun.


Kejang belum berhenti dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit
Bila setelah 2 kali pemberian masih kejang
fenitoin intravena dengan dosis awal 10 20
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
atau kurang dari 50 mg/menit
Bila kejang berhenti fenitoin dengan dosis
selanjutnya 4 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal
Kejang berhenti dengan pemberian diazepam,
fenobarbital loading dose secara intramuskular
dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB, lalu
dilanjutkan setelah 24 jam dosis awal dengan 4 8
mg/kgBB/hari
Pemberian obat saat demam dan
mencari penyebab demam
Antipiretik
parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kgBB/kali
sebanyak 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali.
ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari

Antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media


dan pneumonia
Terapi Profilaksis
Indikasi
Kejang lama > 15 menit
Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus
Kejang fokal

Dipertimbangkan bila :
kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
kejang demam terjadi > 4 kali per tahun.
Jenis Profilaksis
Profilaksis intermittent
hanya diberikan pada saat pasien demam
diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan berat
badan < 10 kg) atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10
kg), bila anak menunjukkan suhu 38,5C.
Profilaksis terus menerus
pemberian antikonvulsan setiap hari.
Asam valproat dengan dosis 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2-3
dosis
Fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis

Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang,


kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Komplikasi
misalnya penelitian yang dilakukan oleh Aicardi
dan Chevrie. Mereka meneliti 402 anak dengan
kejang demam, sebanyak 131 anak mendapatkan
1/lebih sekuele, yaitu 141 menderita epilepsi, 54
retardasi mental, 37 anak menderita kelainan
neurologis lain (misal hemiplegia)
Prognosis

Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor


risiko berikut : 1
Ada riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia terjadinya kejang demam kurang dari 15 bulan
Suhu tubuh yang rendah saat kejang
Cepatnya terjadi kejang setelah demam
Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan
berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila
tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
sekitar 10 15 %.
Kejang demam lebih besar kemungkinan berulangnya pada
tahun pertama kehidupan
Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
Kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia
1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39C dihubungkan
dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2
tahun pertama setelah kejang terjadi.
Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau
abnormalitas neurologis pada keluarga, dan
keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi
faktor risiko terjadinya epilepsi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai