Anda di halaman 1dari 88

Suatu ilmu yang mempelajari cara mendeteksi

suatu infeksi di dalam serum pasien,


misalnya adanya antibodi (Ab) spesifik
terhadap mikroba tertentu

Dahulu serologi hanya untuk mendeteksi


adanya penyakit infeksi, tetapi sekarang
penyakit non-infeksi juga dapat dideteksi
secara serologi, misalnya penyakit otoimun
(ANA, Anti-DNA)
Uji serologi didasarkan atas ikatan spesifik
antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab)

Ag yang telah diketahui akan


bereaksi/berikatan dengan Ab yang belum
diketahui di dalam serum

Sebaliknya Ab yang telah diketahui dapat


digunakan untuk mendeteksi Ag dalam serum
pasien
ReaksiAg-Ab dapat diamati
atas terbentuknya presipitasi,
aglutinasi atau dengan
bantuan label tertentu,
misalnya label radioaktif, label
enzims, bahan kimia
berfluorescen dll
Antibodi yang terdeteksi dapat bersifat:

- Kualitatif: pos. /neg. adanya perubahan fisik


dari bahan pemeriksaan. (+/-)
- Semi kuantitatif ; ditentukan dengan pengenceran
serum secara progresif Titer (1/10, 1/100, 1/640)
- Kuantitatif ; ditentukan dengan menggunakan
beberapa sera baku kurva baku. Akurasi dicek
dengan serum kontrol. (100 pg/mL, 2 L/mL)
IMUNOASAI
KADAR BAHAN

RENDAH ( ng/ml, pg/ml ) TINGGI (mg/ml,ug/ml)

Hasil reaksi tak tampak Hasil reaksi DAPAT


DILIHAT
Presipitasi/RID
FAKTOR PENGUAT (LABEL)
UJI AGLUTINASI

IF RIA EIA ICA

Homogen Heterogen
= ELISA
JENIS IMUNOASAI
Ada 2 jenis imunoasai.
I. IMUNOASAI TAK BERLABEL
II. IMUNOASAI BERLABEL

I. IMUNOASAI TAK BERLABEL


UJI PRESIPTASI
UJI AGLUTINASI
UJI FIKSASI KOMPLEMEN
UJI NETRALISASI TOKSIN
Uji Presipitasi
Presipitasi adalah salah satu metode yang paling
sederhana untuk mendeteksi adanya reaksi
antigen-antibodi, karena sebagian besar antigen
adalah multivalen sehingga memiliki kemampuan
untuk membentuk agregat jika ditambahkan suatu
antibodi yang sesuai

Pada prinsipnya reaksi presipitasi adalah reaksi


antara antigen (larut) dengan antibodi (pasti larut),
menghasilkan suatu agregat yang terlihat dengan
mata telanjang
UJI PRESIPITASI

Ag yang
larut Antibodi

Presipitasi adalah bila Ag + Ab dalam


bentuk larutan menghasilkan suatu
agregasi yang terlihat dengan mata PRESIPITASI
Ag.

Inkubasi

Serum dengan Ab Presipitasi

Uji presipitasi tabung


Reaksi Presipitasi

Interaksi antara antigen larut dengan


antibodi IgG atau IgM dan mengakibatkan
terjadinya reaksi presipitasi

Reaksi presipitasi adalah suatu reaksi yang


menghasilkan pembentukan lattice
(presipitat / agregat)

Lattice terbentuk apabila antara antigen dan


antibodi yang bereaksi dalam proporsi yang
optimal, kelebihan jumlah salah satu komponen
maka lattice tidak terbentuk
The precipitin ring test is performed in a
small tube.
Metode tebaran cahaya (light scattering)

Teknik imunodifusi pasif

Teknik elektroforetik
Berdasarkan peralatan yang digunakan,
metode tebaran cahaya dibagi menjadi:

Turbidimetri
Nefelometri
Turbidimetri adalah cara pengukuran suatu
kekeruhan (turbidity / cloudiness) di dalam
larutan. Kompleks antigen-antibodi dalam
bentuk presipitat/endapan dapat
menimbulkan kekeruhan

Larutan yang dimaksud dapat berupa


partikel padat dalam air (suspensi) atau
partikel koloid dalam air (koloidal)
Kedua partikel tersebut bila terkena cahaya,
dapat mengabsorbsi atau menebar (scattered)
cahaya tersebut

Apabila cahaya dilewatkan melalui suatu


larutan yang memiliki kekeruhan, maka
intensitas cahaya tersebut akan berkurang
karena refleksi, absorbsi atau tebaran
(scatter)
Absorbsi cahaya oleh kekeruhan dapat
dideteksi menggunakan alat turbidimeter atau
spektrofotometer

Oleh spektrofotometer dinyatakan dalam unit


absorben (absorbance units)

Besarnya absorben sebanding dengan


banyaknya presipitat (kompleks antigen-
antibodi yang terbentuk)
Jika yang diukur adalah cahaya yang ditebar
atau dipantulkan pada suatu sudut tertentu,
metode tersebut dinamakan nefelometri

Alat yang dipakai dinamakan nefelometer


TURBIDIMETRI
Kalau yang diukur adalah
cahaya yang diteruskan
(ditransmisikan), berarti
sama dengan mengukur
cahaya yang diabsorbsi

NEFELOMETRI

Kalau yang diukur adalah


cahaya yang disebarkan/
dipantulkan pada sudut
pantul tertentu (700)
Nefelometri banyak diaplikasikan untuk
pengukuran secara kuantitatif
imunoglobulin, seperti: IgG, IgM, IgA dan
IgE, termasuk juga pengukuran rantai ringan
antibodi kappa dan lambda.

Aplikasi yang lain untuk mengukur CRP (C-


reactive protein), komponen dari
komplemen dan beberapa faktor
pembekuan darah

Sekarang sudah banyak dilakukan


otomatisasi untuk metode nefelometri
Presipitat kompleks antigen-antibodi dapat juga
ditentukan dengan bantuan suatu medium berupa
agar, dan metode yang dipakai adalah imunodifusi

Prinsip kerja: antigen dan antibodi akan berdifusi


di dalam lapisan agar, dan setelah terbentuk
presipitat kan terlihat secara visual berupa pita
presipitin

Reaksi imunodifusi diklasifikasikan berdasarkan


arah dari difusi antara antigen dan antibodi
Metode end-point (Mancini)

Antibodi didistribusikan ke dalam gel agar

Pada gel agar dibuat lubang sumuran untuk


menempatkan antigen

Antigen akan berdifusi dan bereaksi dengan


antibodi dalam agar membentuk presipitat yang
terlihat dengan mata di sekitar sumuran, setelah
inkubasi 24 48 jam
1. Sebelumnya dibuat kurva baku dengan konsentrasi antigen yang
diketahui
2. Antigen yang dicari di-plot ke dalam kurva baku
3. Banyak digunakan untuk mengukur konsentrasi IgG (sebagai
antigen digunakan anti-IgG
Agar gel immunodiffusion atau pasive double
immunodiffusion

Antigen dan antibodi dimasukkan ke dalam


sumuran berbeda dan akan berdifusi secara
independent, bertemu dan membentuk
presipitat setelah inkubasi selama 12 sampai
24 jam
Di sumuran tengah dapat juga diisi dengan antibodi dan
deret sumuran luar dengan antigen
Contoh pemakaian metode Ouchterlony untuk
penentuan antigen fungal seperti: Aspergillus,
Blastomyces, Coccidioides dan Candida
= Immunoelektroforesis = Gamma globulin
electrophoresis = Immunoglobulin
electrophoresis

Salah satu metode untuk menentukan level


dari kelas Ig: IgG, IgM atau IgA

Adalah teknik double diffusion, tetapi difusi


antigen-antibodi dipercepat dengan
bantuan arus listrik
Rocket Immunoelectrophoresis
Berbeda dengan presipitasi, reaksi
aglutinasi adalah reaksi antara antigen yang
tidak larut dengan antibodi yang larut

Dapat juga antigen yang bereaksi adalah


antigen larut, tetapi diikat oleh suatu
pembawa (carrier) yang tidak larut,
misalnya: sel darah merah, butiran latex dll
UJI AGLUTINASI
Ag. pada permukaan sel Aglutinasi
Ab.

Tak larut
+ -
Uji Aglutinasi Slide
Susp.
Ag

Inkubasi

Aglutinasi

Serum ( Ab )

Uji Aglutinasi tabung


Bacterial Agglutination refer to Figure 7-1
1. Uses direct whole pathogens to detect
antibody in patient's serum directed against
those pathogens.
2. Suspension of killed organisms is
prepared and incubated with patient serum
or plasma.
3. Presence of Abs in patient's plasma
against the organisms may cause
agglutination of the organisms in
suspension.
4. Must be carried out under controlled
conditions.
Aglutinasi langsung (Direct agglutination)
Aglutinasi pasif (Passive agglutination)
Aglutinasi pasif terbalik (reverse passive
agglutination)
Hambatan aglutinasi (agglutination inhibition)
Ko-aglutinasi (coagglutination)
Antigen yang digunakan adalah antigen
yang dalam bentuk aslinya berupa partikel,
misalnya suspensi bakteri

Contoh aglutinasi langsung: tes Widal untuk


demam tifoid. Antigen yang dipakai adalah
suspensi dari bakteri Salmonella enterica
var typhosa yang telah dimatikan

Titer aglutinasi adalah pengenceran


tertinggi dari serum pasien yang masih
memberikan reaksi aglutinasi (+)
Jika reaksi aglutinasi melibatkan sel darah
merah, dinamakan hemaglutinasi

Contoh hemaglutinasi yang terkenal adalah


penentuan golongan darah ABO

Kit Hemaglutinasi banyak digunakan untuk


mendeteksi antibodi anti-virus, misalnya:
hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, HIV I dan
II
Disebut juga sebagai aglutinasi tidak
langsung (indirect agglutination)

Antigen dilekatkan pada suatu pembawa


(carrier) berupa partikel (partikel inert),
seperti: latex, gelatin, silikat dll., agar hasil
reaksi dapat terlihat dengan mata
Aglutinasi pasif banyak digunakan untuk
pemeriksaan: faktor rhematoid, antibodi anti-
nuclear, antibodi terhadap antigen
streptococcus grup A, antibodi terhadap
Trichinella spiralis dan terhadap Treponium
pallidum, antibodi terhadap berbagai virus
seperti: CMV, Rubella, Varicella-zoster, HIV-1
dan HIV-2
Sama seperti aglutinasi pasif, bedanya pada
partikel inert yang dipakai.

Partikel inert memakai bakteria,


kebanyakan menggunakan Staphylococcus
aureus, karena memiliki protein di
permukaan luarnya yang dinamakan protein
A yang secara natural mampu
mengadsorbsi Fc (fragmen crystallizable)
dari molekul antibodi
Fc portion dari molekul antibodi melekat pada protein A di
permukaan Staphylococcus aureus. Jika ditambahkan antigen
(larut) dari pasien akan membentuk aglutinasi
Metode ini banyak diaplikasikan untuk identifikasi antigen dari
Streptococci, Neisseria meningitidis, N. gonorrhoeae, Vibrio
cholera 0139 dan Haemophylus influenzae
Yang dilekatkan pada partikel carrier adalah
antibodi (bukan antigen)

Banyak digunakan untuk mendeteksi adanya


antigen dalam serum, urine maupun spinal
fluid
Contoh kit: identifikasi cepat terhadap antigen
pada infeksi : Streptococcus grup B,
Staphylococcus aureus, Neisseria
meningitidis, Haemophyllus influenzae,
rotavirus, Cryptococcus neoformans, Vibrio
cholerae 01, Leptospira.
Reaksi hambatan aglutinasi didasarkan
pada kompetisi antaraparticulate dengan
antigen larut terhadap combining site
antibodi yang terbatas

Reaksi jenis ini melibatkan hapten yang


membentuk kompleks dengan protein, yang
selanjutnya dilekatkan pada carrier
Reagen antibodi
ditambahkan pada sampel
pasien
Bila terdapat antigen,
akan membentuk reaksi
antigen-antibodi
Bila partikel latex yang
dilapisi antigen
ditambahkan, maka
aglutinasi tidak terjadi,
berarti hasil tes positif

Pada hasil tes negatif (serum pasien tidak terdapat antigen),


penambahan partikel latex yang dilapisi antigen memberikan reaksi
aglutinasi (+)
Tes antihuman globulin juga dikenal sebagai
Coombs test

Teknik ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi


nonagglutinating dengan cara menambahkan
ikatan dengan antibodi kedua

Terdapat 2 macam tes: Direct antiglobulin test dan


Indirect antiglobuln test
Disebut direct, karena yang diuji adalah
sel darah merah yang langsung diambil dari
pasien

Tes ini bertujuan untuk menentukan adanya


IgG yang melekat pada sel darah pasien,
terutama pasien penderita anemia hemolitik
otoimun, penyakit hemolitik pada bayi,
sensiitisasi sel darah merah oleh obat,
Antihuman globulin dicampurkan dengan sel darah merah pasien
yang telah dilapisi antibodi in vivo
Dikenal sebagai indirect Coombs test

Terdapat 2 tahap reaksi:


1) Sel darah merah (reagen) ditambah dengan
serum pasien (antibodi), diinkubasi 370C,
dicuci untuk menghilangkan antibodi yang
tidak terikat
2) Antihuman globulin (IgG) ditambahkan,
untuk memperbesar (enhance) aglutinasi
Komplemen dalam plasma sebanyak 3 mg/ml
dalam bentuk inaktif

Jika bertemu dengan kompleks Ag-Ab


komplemen menjadi aktif (melalui jalur
klasik), dan menghasilkan berbagai kaskade
aktivasi, misalnya lisis dari sel target
A.

Komplemen Komplemen
Tak ada
C C Lisis
Serum Terikat
dgn. Ab
Sensitized SDM Uji Positif
B.
Komplemen Komplemen

Serum
C C Lisis
tanpa Ab Bebas
Uji Negatif
Uji Fiksasi Komplemen
Complement fixation test.
Neutralization test (Tes netralisasi)
Di dalam reaksi netralisasi, efek toksik dari
eksotoksin bakterial atau viral dieliminasi
oleh antibodi spesifik atau toxoid

Virus umumnya dapat menyebabkan


hemaglutinasi jika ditambah dengan sel
darah merah.

Jika terdapat antibodi terhadap virus


tersebut, maka hemaglutinasi tidak terjadi.
Antibodi tersebut menetralisasi virus,
sehingga tidak terjadi hemaglutinasi
Untuk mengukur antigen atau antibodi
pada level yang sangat kecil (ng atau pg)

Berdasar label yang dipakai, digolongkan:


1) Radioimunoasai
2) Imuniasai enzim
3) Imunoasai fluoresen
4) Imunoasai khemiluminesen
Radioimmunoassay adalah teknik imunoasai
yang pertama berkembang (1950, oleh Yalow
dan Berson).

Label radioisotop yang digunakan adalah 131I,


125I dan 3H. Yang paling banyak adalah 125I

karena half life-nya 60 hari


KELEMAHAN UJI RIA

Butuh alat mahal & tenaga terlatih

Waktu paruh reagens amat pendek ( 1,5 2 bln )

Perlu perlindungan khusus pd petugas lab.

Perlu tempat pembuangan reagens yang khusus


1947, Albert Coons mendemonstarsikan
antibodi dapat dilabel dengan molekul yang
berfluoresensi

Bahan tersebut adalah fluorescein, rhodamin,


phycoerythrin, europium dan lucifer yellow
Direct FA stained
mouse brain impression
smear reveals the
presence of the
bacterium Chlamydia
psittaci. 400X.

Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop


fluoresen
KELEMAHAN UJI IF
Peralatan canggih dan mahal

Perlu tenaga terlatih

Per hari maks 25 slide / analis

Sukar dibuat otomatis

Pelaksanaan agak kompleks & membosankan


Enzim: horseradish peroxidase, alkaline
phosphatase, glucose-6-phosphate
dehydrogenase, -D-galactosidase

Enzim yang dilabelkan bila ditambah


dengan substrat yang sesuai akan
memberikan warna yang dapat diukur
intensitasnya secara kolorimetri

Intensitas cahaya (absorben) sebanding


dengan kadar bahan yang dilabel.
Prinsip dasar Elisa adalah pemakaian enzim
untuk mendeteksi adanya ikatan Antigen-
Antibodi (Ag:Ab)

Enzim akan merubah (mengkonversi)


substrate yang tidak berwarna (kromogen)
menjadi produk berwarna yang
mengindikasikan adanya ikatan Ag:Ab
Direct ELISA
Sandwich ELISA
Waktu pemeriksaan cepat (2-4 jam)
Murah, karena harga enzim murah
Dapat dibuat otomatisasi
Aman bagi operator maupun lingkungan
Dapat digunakan untuk pemeriksaan sampel
dalam jumlah yang besar
Beberapa literatur menyebut
chemoluminescent

Suatu teknik pengamatan dari terbentuknya


kompleks antigen-antibodi menggunakan
emisi cahaya hasil dari suatu reaksi kimia,
terutama reaksi oksidasi.
Bahan kimia yang banyak digunakan:
luminol, acridinium ester, rethenium
derivates, nitrophenyl oxalate.

Bila bahan kimia tersebut teroksidasi,


biasanya memakai hidrogen peroksida
dengan enzim sebagai katalis, menghasilkan
produk antara yang memiliki energi tinggi
(light emission)

Chemiluminescent lebih sensitif


dibandingkan dengan RIA dan EIA
KOMPLEMEN
Bagian
sistem imun
alamiah

Berhubungan
dengan Ada 26 jenis
terjadinya enzim /
suatu penyakit proteinase
(autoimun,
infeksi Komplemen
berulang, HUS,
HAE, PNH)
Kadar berubah Regenerasi
jika terjadi jaringan,
aktivasi menghubukan
(klasik/alterna dengan sistem
tif ) imun adaptif
79
80
A Melibatkan C1- C9
urutan
Jalur
C1,4,2,3,5,6,7,8,9
Klasik B C3 kadar paling tinggi pada
plasma
C Disintesis di hati, kecuali
C1(C1q,C1r,C1s) GI / UG

D Melalui 3 tahap (recognition, aktivasi


enzimatik, MAC)

E Diawali oleh adanya Ag-Ab kompleks C1q.

81
A
Sama sama C3
convertase
Jalur
Alternati
f B Diaktivasi nonantibodi (non
Ag-Ab kompleks) : inulin,
zymogen, eritrosit, Ig,
polisakarida.
C
Melibatkan Faktor B, D, properdin
tanpa C1, C2 dan C4

D
Faktor D sel lemak
Properdin makrofag / monosit,
limfosit dan granulosit
82
A
Diaktivasi dinding sel
Jalur bakteri manose
manose
binding B
lectin Bakteri MBL sama
dengan C1q.

C
Aktivasi MASP1 & MASP2 C4

D
Selanjutnya jalur klasik

83
Komponen komplemen Fungsi
C5-9 Melisiskan sel
C3B, IC3B Opsonisasi pada proses
pagositosis
C5A>C3A >>C4A Anafilaktosin / implamasi
(pengeluaran mediator vasoditasi,
fermiabilitas pembuluh darah)
C5A Aktivasi sel polimorfonuklear,
kemotaksis, respon antibodi.
Jalur klasik komplemen, C3B, Menghilangkan kompleks imun,
C3dg aktivasi limfosit B
C1-5 Aktivasi endotoksin
C14, C1423 Neutralisasi virus
C3a Menekan resfon antibodi

84
Metode Analisis
Komponen Kondisi Klinis
Komplemen
Penyakit kolagen vaskuler, CH50, RID, ELISA, fungsi
C1q, C1s
SLE, infeksi bakteri C1q/C1s, SDS-PAGE
MBL Infeksi bakteri ELISA, Fungsi MBL
SLE infeksi Nisseria, infeksi CH50, RID, ELISA, fungsi
C2
saluran nafas C2, SDS-PAGE
Infeksi Bakteri, CH50, RID, ELISA, fungsi
C3
Glomerulonefritis C3, elektroforesis
Penyakit kolagen vaskuler,
CH50, RID, ELISA, SDS-
C4A/C4B penyakit autoimun (SLE,
PAGE (Elektroforesis).
hepatitis, skleroderma)
CH50, RID, ELISA,
C5 Infeksi Nisseria berulang
fungsi C5.
CH50, RID, ELISA, fungsi
C6 Infeksi Nisseria berulang
C6.
CH50, RID, ELISA, fungsi
C7 Infeksi Nisseria berulang
C7.
85
Komponen Kondisi Klinis Metode Analisis Komplemen
CH50, RID, SDS-PAGE,
C8(C8-, C8) Infeksi Nisseria berulang
fungsi C8
C9 Infeksi Nisseria berulang, SLE RID, ELISA, fungsi C9.
Infeksi Nisseria Fulminan,
P AH50, ELISA
sepsis
RID, ELISA (reduce kadar C3),
Faktor H Infeksi Nisseria, HUS
SDS-PAGE
AH50, ELISA, RID,
Faktor B Tanpa gejala klinis,
SDS-PAGE
CH50 RID, ELISA
Faktor I Meningitis, Infeksi pyogenik
(reduce kadar C3)
Paroksismal Nokturnal
DAF, CD59 Analisis FACS, Acidic lysis test
hemoglobinuria
Fungsi C1 inh.RID, ELISA
C1 inhibitor HAE
(reduce kadar C1, C4, dan C2)
C3R(CD11b/ CD18) Infeksi bakteri berulang (kulit) Analisis FACS
86
Tabel 3: Nilai Rujukan Kadar Komplemen

Komponen Komplemen Rentang Nilai Komplemen


Komplemen total (CH50) 75 - 160 U/ml
Komponen C1q 11 - 21 mg/dl
Komponen C3
Bayi < 3 Bulan 53 - 131 mg/dl
Bayi 3-12 bulan 62 - 180 mg/dl
Anak 1-12 tahun 77 - 195 mg/dl
Dewasa 83 - 177 mg/dl
Komponen C4
Bayi < 3 Bulan 7 - 28 mg/dl
Bayi 3-12 bulan 7 - 42 mg/dl
Anak 1-12 tahun 9,2 - 40 mg/dl
Dewasa 15 - 45 mg/dl
Komponen C5 7 - 17 mg/dl
Proferdin 1,0 - 2,0 mg/dl
Faktor B 17,5 - 27,5 mg/dl
87
lanjutan
Tabel 4: Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Komplemen
Komponen Komplemen
Penyakit Komplemen
C3 C4
Total (CH50)
Aktivasi jalur klasik
Sistemik Lupus Eritematus
Glomerulonefritis
Reumatoid Artritis
Infeksi pneumokokus
Malaria
Vaskulitis N /N
Kekurangan C1 Inhibitor N /N
Kekurangan C4 N /N
Aktivasi Jalur alternatif
Membranoploriferatif glomerulonefritis N
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria N
Kekurangan C3, faktor H, faktor I N
Adanya C3 Nephritic factor N
Diseminated Intravasculer Coagulation N
Angioedema herediter N
Infeksi dan penyakit kompleks imun fase akut
88

Anda mungkin juga menyukai