Anda di halaman 1dari 60

Oleh :KongkritoYunus P.

Nababan
Nim : 0861050041
DATA SUBJEKTIF
IDENTITAS PASIEN

Nama penderita : An. N


Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 11 hari
ANAMNESA
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Pasien datang dengan keluhan kejang didahului demam 30 menit sebelum
datang ke rumah sakit. Kejang berlangsung selama 10 menit, saat kejang tangan
dan kaki pasien kaku ,mata mendelik keatas dan setelah kejang pasien langsung
sadar dan menangis.
Pasien Juga mengeluh demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit,demam 40C , demam yang dirasakan Sepanjang hari,demam datang secara
tiba-tiba ,demam tidak pernah turun sampai 36.7C .pasien sudah diberikan
paracetamol syrup namun demam tidak Turun.
Pasien juga mengeluh BAB cair, BAB cair >10x dalam sehari, keluhan
dirasakan secara Tiba tiba,setiap kali BAB Jumlah tinja setiap kali mencret + 1/2
pampers (+1/2 gelas aqua), Konsistensi cair, Lendir(-) ,Darah (-), warna kuning ,
berbau busuk,tidak menyemprot,Ampas(+). Selama mencret pasien masih mau
minum ASI, namun pasien lebih terlihat haus dan terlihat lebih diam (lemas)
disbanding biasanya. Perut pasien trelihat lebih datar dan matanya terlihat agak
layu dan cekung.
ANAMNESA
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak pernah mengalami kejang demam sebelumnya
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Kakak pasien pernah mengalami kejang demam pada usia 4
bulan
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
(lemas, rewel, kejang -)
Kesadaran : Composmentis (kontak
mata +)
Nadi : 140x/menit (reguler, kuat
angkat)
Respiratio rate : 58 x/menit (Reguler,
adekuat)
Suhu : 40 oC (axilla)
Status Antropometri
Berat badan : 6,9 kg
Tinggi badan : 57 cm
Lingkar kepala : 41 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm

BB/BBP50 : 11/12.4 x 100% = 88%


TB/U : 82/87 x 100% = 94%
BB/TB : 11/11.4 x 100% = 96%
kesan : Gizi Cukup
Status Regional
Kepala : Mesosefali, Lingkar kepala 41cm
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk telinga normal/normal, liang
telinga lapang/lapang, sekret -/-, membran timpani
intak/intak
Hidung : Bentuk simetris, Cavum nasi lapang/
lapang, defiasi septum (-), konka inferior tidak
membesar
Mulut : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1/T1
criptae -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks :
Par-paru
Ins : Pergerakkan dinding dada simetris, ictus cordis tidak
terlihat
Pal : Vocal Fremitus kanan = kiri
Per : Sonor simetris
Aus : Bunyi nafas dasar vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung
Ins : Ictus cordis tidak terlihat
Pal : Ictus cordis teraba di ICS 4 2 cm ke arah medial garis axilaris
anterior sinistra
Per : Batas jantung kanan di ICS V garis parsternal dextra
Batas jantung kiri di ICS IV garis midclavicula sinistra
Aus : Bunyi jantung I & II reguller, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Ins : Perut tampak buncit
Aus : Bising usus + 8x/menit
Pal : Supel, hati dan lien tidak teraba membesar,
nyeri tekan (-), turgor baik
Per : Timpani, nyeri ketok -

Ekstremitas : Akral hangat, Capilary Refill Time <2detik,


edema (-/-) pada ekstremitas bawah
Integumen : Turgor kulit kembali lambat
Laboratorium 19/06/2013
Darah Lengkap
Hb : 9.9 mmHg (14-16)
Leukosit : 7.3 ribu/L (5-10)
Trombosit : 417 ribu/L (150-400)
Ht : 29 % (40-48)
Hitung Jenis :
B/E/NB/NS/L/M : 0/0/0/53/43/4
LED : 14 mm/jam (0-10)
Kimia darah
Natrium : 139 mmol/L (136-145)
Kalium : 3.6 mmol/L (3.5-5.1)
Kalsium : 8.5 mmol/L (88-10)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi

Darah Perifer lengkap ( H2TL, Eri, LED )

Hasil
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai rujukan Keterangan
29 juli

Laju Endap Darah 14 mm/jam < 10

Hemoglobin *9,9 g/dl 14 16 L

Leukosit 7,3 ribu/ul 5 10 H

Eritrosit 3,99 juta/ml 4,5 5,5

Hematokrit 29 % 40 48 L

Trombosit 417 ribu/uL 150 400 H

MCV *73 /fl 82 92 L

MCH *24,8 Pg 27- 31 L

MCHC 34.0 % 32 37

Hitung jenis
Basofil 0 % 01

Eosinofil *0 % 03

Netrofil batang *0 % 25 L

Netrofil segmen *53 % 50 70 H

Limfosit *43 % 20 40

Monosit 4 % 28
Kimia lengkap

Natrium (Na darah) 139 mEq/L 135-147

Kalium (K) darah 3.6 mEq/L 3,5 -5,0

Kalsium (Ca) L 8.5 mEq/L 8,8 10,0


Faeces Lengkap

Makroskopik
Warna Coklat Coklat/Kuning

Konsistensi Lembek Lembek

Lender Negative Negative


Darah Negative negative

Mikroskopik

amuba Tidak ditemukan

Kista Tidak ditemukan

Leukosit - /LPB 01

Eritrosit - /LPB 02

Cacing Negative
negatif
Telur cacing Negative

Sisa makanan

amilum Negative Negative

Lemak (fat) Negative Negative

Kristal lemak Negative Negative

Sisa sayuran Negative Negative

Serabut otot Negative Negative


DIAGNOSA

Kejang Demam Sederhana


Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
DIAGNOSA BANDING

Kejang Demam Kompleks


Infeksi
Alergi
Intoksikasi
Toleransi laktosa
Malabsorbsi
PEMERIKSAAN

ANJURAN PEMERIKSAAN LENGKAP


DPL, Na/K/Ca
Feses lengkap
Kultur Feses
PENATALAKSANAAN
Pro rawat inap
Diet /puasa 6 jam
O2 2L/menit
CIV/ Kaen 3B 30 tpm (Mikro)

MM/
o Paracetamol syr 4x3cc (po)
o Zinc tab 1x20mg (mg)
o Liprolac 2x1 sach (po)
o Sibital 50mg (IM) setelah 2 jam
o Luminal 2x60mg (PO) 2hari selanjutnya 2x30 mg (PO)
o Stesolid Supp 5 (K/P)
S/
Kejang -, demam +, diare +

O/
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis (GCS: E4 V5 M6)
Frekuensi nadi : 140 x/menit ( reguler, kuat angkat, isi cukup)
Frekuensi napas : 58 x/menit
Suhu : 37.70C
Berat badan masuk : 6.9 kg
Berat badan sekarang : 6.9 kg
Kepala : bulat, mesosefali , lingkar kepala 41
Rambut dan kulit kepala : tidak ada kelainan
Mata :konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+
Hidung : cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+
Telinga : liang Telinga Lapang/lapang, serumen +/+
Mulut :mukosa bibir kering, sianosis sirkum oral (-)
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar
BUKAN PENYAKIT
KEJANG TETAPI MANIFESTASI DARI
SUATU PENYAKIT

BERBAGAI PENYAKIT DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA


BANGKITAN KEJANG MISALNYA:

Kelainan genetik dan faktor kelahiran, demam, infeksi otak, toksin, trauma,
gangguan peredaran darah, gangguan metabolisme dan nutrisi,
tumor, kelainan degeneratif, faktor psikogenik dan penyebab yang tidak

diketahui dengan jelas.


Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.

Ismael S, KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo T. Buku Ajar Neurologi anak. 1999


Biasanya terjadi anak umur 6 bulan-5 tahun

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang


demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
epilepsi yang terjadi bersama demam.

AAP, Provisional Comitte on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97-769-74


ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
ETIOLOGI
Disebabkan oleh suatu proseekstrakranium, seperti :

Tonsilofaringitis
Infeksi saluran pernafasan akut
Otitis Media Akut
Gastroenteritis terutama disebabkan oleh
shigella, camphylobacter
Pasca imunisasi
Bronkopneumonia
Secara umum KD dibagi berdasarkan :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6


Kejang demam yang terjadi :

1. Berlangsung singkat
2. Kurang dari 15 menit
3. Bersifat tonik-klonik
4. Serangan akan berhenti dengan sendirinya
5. Tanpa disertai dengan gerakan fokal
6. Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Stafstorm CE, THE incidence and prevalence of febrile seizure, Dalam : Batam TZ
ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press 2002; p.1-20
Kejang demam yang terjadi :
1. Berlangsung > 15 menit
2. Kejang Fokal atau Parsial satu sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial
3. Terjadi berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam

Stafstorm CE, THE incidence and prevalence of febrile seizure, Dalam : Batam TZ
ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press 2002; p.1-20
mempertahankan kelangsungan hidup sel

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme

Ion K+
glukosa oksidasi
Ion Na+

Ketidakseimbangan kadar ionik membran sel


otak
Terjadi loncatan arus listrik yang berlebih
Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 5. EGC.
Jakarta: 1999;

Dalam keadaan normal membran sel ion dapat dilalui dengan mudah
oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na + )
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (C1-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah dibaningkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Terjadi difusi lonjatan listrik
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu kejang demam sederhana.Selain Kriteria
penggolongan tersebut kriteria lain juga dikemukan oleh
beberapa pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan
kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang
berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya
1. Prichard dan Mc Greal
2. Fukuyama
3. Livingston
4. Sub Bagian Saraf Anak FKUI-RSCM
Pusponegoro D. hadiono, Konsensus Penanganan Kejang Demam, unit kerja
koosdinasi neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2005 : 01-14.
Klasifikasi Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta,
menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman
untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:

1.Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun


2.Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3.Kejang bersifat umum
4.Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5.Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6.Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
7.Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang


diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar
kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya
merupakan faktor pencetus
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang memiliki gejala klinis yang
hampir mirip dengan kejang demam :

1. LABORATORIUM (darah perifer lengkap, elektrolit, gula


darah)
2. PUNGSI LUMBAL
3. ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG)
4. RADIOLOGI (CT-SCAN, MRI)

AAP, Provisional Comitte on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97-769-74


ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
Millichap JG. Management of febrile seizure: current conceptand recommendation
. Clin EEG 1991
Pada dasarnya penatalaksanaan kejang demam ada mennghentikan
etiologinya berupa demam dan mengontrol simptompnya berupa kejang
dengan memberikan obat-obatan antipiretik dan antikonvulsan

ANTI PIRETIK :
PARASETAMOL 10-15 MG/KGBB/KALI
IBUPFOFEN 10 MG/KGBB/KALI, DIBERI 3KALI

ANTI KONVULSAN
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menuunkan resiko berulangnya kejang, emergency -- rektal 0,5-0,75
mg/kg
fenobarbital, karbamazepin, fenitoin tidak berguna untuk mencegah kejang
demam bila diberi secara intermitten
Uhari dkk. Effect of acetaminophen and low intermittent doses of diazepam on
prevention of recurences of febrile seizures. J Pediatrics adolesc 1995
Van Wsch A, dkk. Antypyretics efficacy of ibuprofen and acetaminophen in children
with febrile seizurres. Arch pediatr adolesc med. 1995
SEGERA DIBERIKAN DIAZEPAM INTRAVENA
ATAU DIAZEPAM REKTAL DOSIS RATA-RATA 0,3-0,5MG/KGBB1
DOSIS <10 KG: 5 MG REKTIOL
>10 KG : 10 MG REKTIOL

1 2
KEJANG BERHENTI BILA KEJANG TIDAK BERHENTI TUNGGU I5 MENIT
4-6 JAM KEMUDIAN DAPAT DIULANG DENGAN INTERVAL 3-5 MNT
FENOBARBITAL 8-10 MG/KGBB/HR
DALAM 2 DOSIS(PO/IM)
SELAMA 2 HARI

KEJANG (+) ------ FENITOIN 10-20 MG/KGBB


(IV,BOLUS)
KEJANG (+) KEJANG (-)
ULANG CARA 2 FENOBARBITAL KEJANG (+) KEJANG (-)
4-5 MG/KGBB/HR
DALAM 2 DOSIS(PO)
RAWAT ICU
FENITOIN RUMATAN
DIAZEPAM DRIP 4-8 MG/KGBB/HARI
6-10 MG/KGBB/HR (DLM 3 DOSIS)
SEBELUM KEJANG DEMAM YANG PERTAMA SUDAH ADA KELAINAN
NEUROLOGIS/PERKEMBANGAN

ADA RIWAYAT KEJANG TANPA DEMAM PADA ORANG TUA ATAU


SAUDARA KANDUNG

KEJANG DEMAM LEBIH DARI 15 MENIT, FOKAL, ATAU DIIKUTI


KELAINAN NEUROLOGIS SEMENTARA ATAU MENETAP

KEJANG DEMAM PADA BAYI BERUMUR KURANG DARI 12 BULAN,


ATAU TERJADI KEJANG DEMAM MULTIPLE (2X/LBH) DALAM 1 EPISODE
DEMAM
Dosis asam Valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital3-4
mg/kg dalam 1-2 dosis
Mamelle dkk. Prevention of recurrent febrile convulsion a randomized therapeut
assay
Sodium valproat, phenobarbital and placebo, Neuropediatrics 1984
Farwell dkk, phenobarbital for febrilse seizure-effects on intellegence and on seizu
recurrence. NEJM 1990
PEMBERIAN OBAT FENOBARBITAL ATAU ASAM VALPROAT SETIAP HARI
EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RESIKO BERULANGNYA KEJANG (LEVEL I)

HANYA DIBERIKAN BILA KEJANG DEMAM MENUNJUKKAN CIRI :


1. KEJANG LAMA > 15MENIT
2. ANAK MENGALAMI KELAINAN NEUROLOGIS YANG NYATA
SEBELUM ATAU SESUDAH KEJANG. MISALNYA HEMIPARESIS,
PARESIS TODD, CEREBRAL PALSY, RETARDASI MENTAL,
HIDROSEFALUS.
3. KEJANG FOKAL
4. KEJANG BERULANG DUA KALI ATAU LEBIH DALAM 24 JAM.
5. KEJANG DEMAM TERJADI PADA BAYI KURANG DARI 12 BULAN:
PENGOBATAN RUMAT DIPERTIMBANGKAN.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian


dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang
demam tidak pernah dilaporkan
Ellenberg amd Nelson. Febrile seizures and later intellectual performance. Arch Neurol
1978;35: 17-21
Maytal ana Shinna. Febrile status epilepticus. Pediatr 1990;86: 611-21
Knudsen dkk. Longterm outcome of prophylaxis for febrile convulsions. Arch Dis Child

Dan 1996;74: 13-8

Kematian karena kejang demam tidak pernah


dilaporkan National Institutes of Health. Febrile seizures: consensus development conference
Summary. Vol3. no2 Bethesda. Md: National Institute of Health 1980

Harus dipikirkan juga faktor resiko penderita kejang demam yang terjadi saat
kejang demam sebelum, sedang dan setelah berlangsung
FAKTOR RISIKO BERULANGNYA KEJANG DEMAM ADALAH:

1 RIWAYAT KEJANG DEMAM DALAM KELUARGA


2 USIA KURANG DARI 14 BULAN
3 TINGGINYA SUHU BADAN SEBELUM KEJANG
4 LAMANYA DEMAM

FAKTOR RISIKO LAIN ADALAH TERJADINYA EPILEPSI DI


KEMUDIAN HARI. FAKTOR RISIKO MENJADI EPILEPSI ADALAH:

1 PERKEMBANGAN SARAF TERGANGGU


2 KEJANG DEMAM KOMPLEKS
3. RIWAYAT EPILEPSI DALAM KELUARGA
4 LAMANYA DEMAM
41
Diare persisten : diare menetap
selama > 2 minggu disertai
penurunan berat badan atau
tanpa penambahan berat badan.

42
Intoleransi laktosa
Intoleransi/alergi protein susu sapi/kedelai
Menetapnya patogen penyebab
Sindrom usus halus terkontaminasi (Contaminated Small
Bowel Syndrome; CSBS)
Malnutrisi

43
Intoleransi laktosa Intoleransi/alergi protein susu
sapi,protein kedelai.

Gastroenteritis akut Gastroenteritis akut


(IgA)
kerusakan mukosa usus
kerusakan mukosa usus
aktifitas enzim laktase
Sensitif thd protein asing
Intoleransi laktosa
malabsorpsi
malabsorpsi

DIARE
1. Malnutrisi
2. Kerusakan mukosa usus yang
berkepanjangan
3. Pemberian makanan tambahan
yang dini dan tidak tepat

45
Diare yang melanjut 2 minggu atau lebih
Gagal tumbuh malnutrisi
Diare bersifat cair, berlemak atau
berdarah

46
Intoleransi Laktosa
Menghentikan asupan susu yang mengandung
banyak laktosa dan diganti dengan makanan lain
yang tidak/sedikit mengandung laktosa
Intoleransi/Alergi Protein Susu Sapi/Kedelai
Memberikan formula protein hidrolisat yang
hipoalergenik
40% alergi protein susu sapi juga alergi protein
susu kedelai
Formula susu diencerkan - kali utk
mengatasi diarenya (desensitisasi).

47
Perut kembung
diare hipokalemi Hipokalemiaakan mengganggu kontraksi otot
karena proses depolarisasinya
terganggu.Kontraksi otot yang mengganggu akan
menyebabkan terjadinya stasis zat-zatmakanan
dalam usus.

Bising usus
menurun
Foto abdomen
Distended
abdomen
Ileus
Ileus merupakan gangguan motilitas usus namun
tidak ditemukan kelainan organik yang nyata. Pada
anak ileus sering dikaitkan dengan pascabedah atau
infeksi (pneumonia, peritonitis, gastroenteritis). Pada
ileus sering ditemukan keadaan sebagai berikut:
uremia, hipokalemia, asidosis, atau adanya
penggunaan obat-obatan tertentu seperti loperamid
(obat bersifat antimotilitas yang digunakan pada
gastroenteritis). Ileus paralitik, disebut juga pseudo-
obstruksi, merupakan penyebab utama obstruksi
saluran cerna pada bayi dan balita.
Penyebab ileus paralitik antara lain:
Kimia, elektrolit, atau gangguan mineral (seperti
turunnya kadar potassium)
Komplikasi bedah intraabdominal
Cedera/penurunan suplai darah ke daerah
abdominal
Infeksi intra abdominal
Penyakit ginjal dan paru
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti narkotik
Pada anak, ileus paralitik mungkin terkait dengan
bakteri, virus, atau keracunan makanan
(gastroenteritis) yang sebagian diasosiasikan
dengan peritonitis/apendisitis. Ileus dapat
ditandai dengan adanya distensi abdomen
disertai nyeri perut, bising usus pada onset dan
gambaran air-fluid levels pada radiologi.
Penatalaksanaan ileus dapat berupa dekompresi
nasogastrik atau penggunaan agen prokinetik
seperti cisapride atau erytrhomicin
KLASIFIKASI
Klasifikasi ileus ada bermacam-macam. Berdasarkan
sumbatannya ileusdibagi menjadi total dan parsial; menurut
klinisnya akut, subakut dan kronis;menurut sebabnya ileus
obstruksi dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karenagangguan
vaskularisasi.
Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi
masih dapatsebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal.
Ileus obstruksi total terjadi akibatlumen usus tersumbat total
sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arahdistal. Ileus
obstruksi total menyebabkan peningkatan risiko gangguan
vaskular ataustrangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan
penanganan operatif segera.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik (dengan melihat tanda dan gejala)
serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang dapat pemeriksaan radiologis atau
pemeriksaan lain seperti penanda tumor dll. Pada
pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya
obstruksi adalah pencitraan dengan modalitas:
Abdominal CT-SCAN
Abdominal X-ray
Barium enema
Tatalaksana
Tatalaksana bergantung kepada jenis obstruksi dan
derajat keparahannya. Apabila obstruksi bersifat parsial,
maka akan diberikan cairan intravena sambil memantau
apakah obstruksi tersebut sudah hilang dengan
sendirinya. Apabila tidak, maka dilakukan tindakan bedah.
Selain itu penggunaan Nasogastric Tube untuk
mengevakuasi cairan dan gas di saluran cerna, dengan
demikian menghilangkan distensi dan muntah. Pada
intususepsi dapat dilakukan enema (udara, barium atau
gastrografin) untuk menghilangkan obstruksi.
Pemasangan stent dapat dilakukan untuk membantu
pengeluaran isi saluran cerna yang terganggu oleh
obstruksi.
Tindakan bedah diperlukan apabila
penggunaan tube tidak menghilangkan
simptom, atau ditemukan adanya tanda-
tanda kematian jaringan. Misalnya pada
obstruksi akibat divertikulitis, penyakit
Crohn, volvulus atau keganasan. Tindakan
bedah dapat dilakukan dengan metode
laparoskopi. Setelah pembedahan mungkin
dilakukan pemasangan kolostomi/ileostomi
untuk jangka waktu sementara maupun
permanen.
a. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita
dipuasakan Kontrol status airway,
breathing and sirkulasi
Dekompresi dengan nasogastric tube
Intravenous fluids and electrolyte Dipasang
kateter urin untuk menghitung balance
cairan.
b. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob
dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
c. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali
disertai denganperitonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untukmencegah sepsissekunder atau rupture
usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedahyang disesuaikandengan hasil
explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi
Hassan, Rusepno, et al (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985.
Markum, AH (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta. 1991.
Suharyono, et al. Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FK
UI. Jakarta. 1988.
Suharyono. Esensial Gastroenterologi Anak Edisi 1. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. 1992.
World Health Organization. Penatalaksaan dan Pencegahan Diare
Edisi 3. Penerbit EGC. Jakarta. 1999.

60

Anda mungkin juga menyukai