Nababan
Nim : 0861050041
DATA SUBJEKTIF
IDENTITAS PASIEN
Hasil
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai rujukan Keterangan
29 juli
Hematokrit 29 % 40 48 L
MCHC 34.0 % 32 37
Hitung jenis
Basofil 0 % 01
Eosinofil *0 % 03
Netrofil batang *0 % 25 L
Limfosit *43 % 20 40
Monosit 4 % 28
Kimia lengkap
Makroskopik
Warna Coklat Coklat/Kuning
Mikroskopik
Leukosit - /LPB 01
Eritrosit - /LPB 02
Cacing Negative
negatif
Telur cacing Negative
Sisa makanan
MM/
o Paracetamol syr 4x3cc (po)
o Zinc tab 1x20mg (mg)
o Liprolac 2x1 sach (po)
o Sibital 50mg (IM) setelah 2 jam
o Luminal 2x60mg (PO) 2hari selanjutnya 2x30 mg (PO)
o Stesolid Supp 5 (K/P)
S/
Kejang -, demam +, diare +
O/
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis (GCS: E4 V5 M6)
Frekuensi nadi : 140 x/menit ( reguler, kuat angkat, isi cukup)
Frekuensi napas : 58 x/menit
Suhu : 37.70C
Berat badan masuk : 6.9 kg
Berat badan sekarang : 6.9 kg
Kepala : bulat, mesosefali , lingkar kepala 41
Rambut dan kulit kepala : tidak ada kelainan
Mata :konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+
Hidung : cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+
Telinga : liang Telinga Lapang/lapang, serumen +/+
Mulut :mukosa bibir kering, sianosis sirkum oral (-)
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar
BUKAN PENYAKIT
KEJANG TETAPI MANIFESTASI DARI
SUATU PENYAKIT
Kelainan genetik dan faktor kelahiran, demam, infeksi otak, toksin, trauma,
gangguan peredaran darah, gangguan metabolisme dan nutrisi,
tumor, kelainan degeneratif, faktor psikogenik dan penyebab yang tidak
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
epilepsi yang terjadi bersama demam.
Tonsilofaringitis
Infeksi saluran pernafasan akut
Otitis Media Akut
Gastroenteritis terutama disebabkan oleh
shigella, camphylobacter
Pasca imunisasi
Bronkopneumonia
Secara umum KD dibagi berdasarkan :
1. Berlangsung singkat
2. Kurang dari 15 menit
3. Bersifat tonik-klonik
4. Serangan akan berhenti dengan sendirinya
5. Tanpa disertai dengan gerakan fokal
6. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Stafstorm CE, THE incidence and prevalence of febrile seizure, Dalam : Batam TZ
ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press 2002; p.1-20
Kejang demam yang terjadi :
1. Berlangsung > 15 menit
2. Kejang Fokal atau Parsial satu sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial
3. Terjadi berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam
Stafstorm CE, THE incidence and prevalence of febrile seizure, Dalam : Batam TZ
ILAE, Commision on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-6
Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press 2002; p.1-20
mempertahankan kelangsungan hidup sel
Ion K+
glukosa oksidasi
Ion Na+
Dalam keadaan normal membran sel ion dapat dilalui dengan mudah
oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na + )
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (C1-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah dibaningkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Terjadi difusi lonjatan listrik
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu kejang demam sederhana.Selain Kriteria
penggolongan tersebut kriteria lain juga dikemukan oleh
beberapa pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan
kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang
berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya
1. Prichard dan Mc Greal
2. Fukuyama
3. Livingston
4. Sub Bagian Saraf Anak FKUI-RSCM
Pusponegoro D. hadiono, Konsensus Penanganan Kejang Demam, unit kerja
koosdinasi neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2005 : 01-14.
Klasifikasi Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta,
menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman
untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:
ANTI PIRETIK :
PARASETAMOL 10-15 MG/KGBB/KALI
IBUPFOFEN 10 MG/KGBB/KALI, DIBERI 3KALI
ANTI KONVULSAN
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menuunkan resiko berulangnya kejang, emergency -- rektal 0,5-0,75
mg/kg
fenobarbital, karbamazepin, fenitoin tidak berguna untuk mencegah kejang
demam bila diberi secara intermitten
Uhari dkk. Effect of acetaminophen and low intermittent doses of diazepam on
prevention of recurences of febrile seizures. J Pediatrics adolesc 1995
Van Wsch A, dkk. Antypyretics efficacy of ibuprofen and acetaminophen in children
with febrile seizurres. Arch pediatr adolesc med. 1995
SEGERA DIBERIKAN DIAZEPAM INTRAVENA
ATAU DIAZEPAM REKTAL DOSIS RATA-RATA 0,3-0,5MG/KGBB1
DOSIS <10 KG: 5 MG REKTIOL
>10 KG : 10 MG REKTIOL
1 2
KEJANG BERHENTI BILA KEJANG TIDAK BERHENTI TUNGGU I5 MENIT
4-6 JAM KEMUDIAN DAPAT DIULANG DENGAN INTERVAL 3-5 MNT
FENOBARBITAL 8-10 MG/KGBB/HR
DALAM 2 DOSIS(PO/IM)
SELAMA 2 HARI
Harus dipikirkan juga faktor resiko penderita kejang demam yang terjadi saat
kejang demam sebelum, sedang dan setelah berlangsung
FAKTOR RISIKO BERULANGNYA KEJANG DEMAM ADALAH:
42
Intoleransi laktosa
Intoleransi/alergi protein susu sapi/kedelai
Menetapnya patogen penyebab
Sindrom usus halus terkontaminasi (Contaminated Small
Bowel Syndrome; CSBS)
Malnutrisi
43
Intoleransi laktosa Intoleransi/alergi protein susu
sapi,protein kedelai.
DIARE
1. Malnutrisi
2. Kerusakan mukosa usus yang
berkepanjangan
3. Pemberian makanan tambahan
yang dini dan tidak tepat
45
Diare yang melanjut 2 minggu atau lebih
Gagal tumbuh malnutrisi
Diare bersifat cair, berlemak atau
berdarah
46
Intoleransi Laktosa
Menghentikan asupan susu yang mengandung
banyak laktosa dan diganti dengan makanan lain
yang tidak/sedikit mengandung laktosa
Intoleransi/Alergi Protein Susu Sapi/Kedelai
Memberikan formula protein hidrolisat yang
hipoalergenik
40% alergi protein susu sapi juga alergi protein
susu kedelai
Formula susu diencerkan - kali utk
mengatasi diarenya (desensitisasi).
47
Perut kembung
diare hipokalemi Hipokalemiaakan mengganggu kontraksi otot
karena proses depolarisasinya
terganggu.Kontraksi otot yang mengganggu akan
menyebabkan terjadinya stasis zat-zatmakanan
dalam usus.
Bising usus
menurun
Foto abdomen
Distended
abdomen
Ileus
Ileus merupakan gangguan motilitas usus namun
tidak ditemukan kelainan organik yang nyata. Pada
anak ileus sering dikaitkan dengan pascabedah atau
infeksi (pneumonia, peritonitis, gastroenteritis). Pada
ileus sering ditemukan keadaan sebagai berikut:
uremia, hipokalemia, asidosis, atau adanya
penggunaan obat-obatan tertentu seperti loperamid
(obat bersifat antimotilitas yang digunakan pada
gastroenteritis). Ileus paralitik, disebut juga pseudo-
obstruksi, merupakan penyebab utama obstruksi
saluran cerna pada bayi dan balita.
Penyebab ileus paralitik antara lain:
Kimia, elektrolit, atau gangguan mineral (seperti
turunnya kadar potassium)
Komplikasi bedah intraabdominal
Cedera/penurunan suplai darah ke daerah
abdominal
Infeksi intra abdominal
Penyakit ginjal dan paru
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti narkotik
Pada anak, ileus paralitik mungkin terkait dengan
bakteri, virus, atau keracunan makanan
(gastroenteritis) yang sebagian diasosiasikan
dengan peritonitis/apendisitis. Ileus dapat
ditandai dengan adanya distensi abdomen
disertai nyeri perut, bising usus pada onset dan
gambaran air-fluid levels pada radiologi.
Penatalaksanaan ileus dapat berupa dekompresi
nasogastrik atau penggunaan agen prokinetik
seperti cisapride atau erytrhomicin
KLASIFIKASI
Klasifikasi ileus ada bermacam-macam. Berdasarkan
sumbatannya ileusdibagi menjadi total dan parsial; menurut
klinisnya akut, subakut dan kronis;menurut sebabnya ileus
obstruksi dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karenagangguan
vaskularisasi.
Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi
masih dapatsebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal.
Ileus obstruksi total terjadi akibatlumen usus tersumbat total
sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arahdistal. Ileus
obstruksi total menyebabkan peningkatan risiko gangguan
vaskular ataustrangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan
penanganan operatif segera.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik (dengan melihat tanda dan gejala)
serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang dapat pemeriksaan radiologis atau
pemeriksaan lain seperti penanda tumor dll. Pada
pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya
obstruksi adalah pencitraan dengan modalitas:
Abdominal CT-SCAN
Abdominal X-ray
Barium enema
Tatalaksana
Tatalaksana bergantung kepada jenis obstruksi dan
derajat keparahannya. Apabila obstruksi bersifat parsial,
maka akan diberikan cairan intravena sambil memantau
apakah obstruksi tersebut sudah hilang dengan
sendirinya. Apabila tidak, maka dilakukan tindakan bedah.
Selain itu penggunaan Nasogastric Tube untuk
mengevakuasi cairan dan gas di saluran cerna, dengan
demikian menghilangkan distensi dan muntah. Pada
intususepsi dapat dilakukan enema (udara, barium atau
gastrografin) untuk menghilangkan obstruksi.
Pemasangan stent dapat dilakukan untuk membantu
pengeluaran isi saluran cerna yang terganggu oleh
obstruksi.
Tindakan bedah diperlukan apabila
penggunaan tube tidak menghilangkan
simptom, atau ditemukan adanya tanda-
tanda kematian jaringan. Misalnya pada
obstruksi akibat divertikulitis, penyakit
Crohn, volvulus atau keganasan. Tindakan
bedah dapat dilakukan dengan metode
laparoskopi. Setelah pembedahan mungkin
dilakukan pemasangan kolostomi/ileostomi
untuk jangka waktu sementara maupun
permanen.
a. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita
dipuasakan Kontrol status airway,
breathing and sirkulasi
Dekompresi dengan nasogastric tube
Intravenous fluids and electrolyte Dipasang
kateter urin untuk menghitung balance
cairan.
b. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob
dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
c. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali
disertai denganperitonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untukmencegah sepsissekunder atau rupture
usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedahyang disesuaikandengan hasil
explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi
Hassan, Rusepno, et al (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985.
Markum, AH (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta. 1991.
Suharyono, et al. Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FK
UI. Jakarta. 1988.
Suharyono. Esensial Gastroenterologi Anak Edisi 1. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. 1992.
World Health Organization. Penatalaksaan dan Pencegahan Diare
Edisi 3. Penerbit EGC. Jakarta. 1999.
60