Bu Gamayanti
Siapakah yang disebut anak-anak?
Anak dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlingdungan Anak,
didefinisikan sebagai seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Sepuluh Hak Dasar Anak
1. Anak harus dibesarkan dengan semangat pemahaman, pertemanan, perdamaian dan
persaudaraan universal dan seharusnya tidak dibedakan menurut ras, agama, atau bentuk
diskriminasi lainnya.
2. Anak seharusnya dilindungi atas segala bentuk pengabaian, eksploitasi kekerasan, dan
perdagangan, dan tidak diperbolehkan untuk dipekerjakan sampai usia minimum yang layak.
3. Dalam kondisi apapun, anak menjadi pihak pertama yang menerima perlindungan dan
pertolongan.
4. Anak berhak mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan pendidikan seperti itu menjadi
tanggung jawab utama orang tua.
5. Anak berhak untuk tumbuh dalam suasana penuh kasih sayang dan moral dan keamanan
material dimana pejabat berwenang mengasuh anak-anak tanpa keluarga atau dukungan
lainnya.
6. Anak yang cacat secara sosial, secara menta, atau secara fisik berhak mendapatkan perawatan
khusus, pendidikan, dan perawatan yang layak.
7. Anak berhak mendapatkan gizi yang layak, penimahan, rekreasi, dan layanan kesehatan,
termasuk layanan kesehatan khusus, perlindungan, serta perawatan pasca kelahiran bagi itu.
8. Anak berhak mendapatkan nama dan kebangsaan.
9. Anak seharusnya mendapatkan perlindungan khusus agar bisa berkembang dalam setian
kondisi kebebasan dan kedaulatan.
10. Semua anak, tanpa melihat ras mereka, warna kulit, jenis kelamin, atau asal usul orang
tuanya, berhak mendapatkan hal-hal tersebut.
Pembagian Cluster di dalam KHA
Anak anak harus dilindungan dari:
Diskriminasi
Eksploitasi
Penelantaran
Kekejaman
Kekerasan dan penganiayaan
Ketidakadilan
dll
Kekerasan dan Penelantaran
Abuse: perlakuan kasar dan merugikan,
penyalahgunaan, perlakuan kejam,
penyiksaan, kebiasaan atau perlakuan
sewenang-wenang, caci maki dan
penghianatan.
Neglect: melalaikan, mengabaikan,
meninggalkan dan membiarkan dalam
keadaan terlantar.
Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders IV (DSM-IV)
5 masalah yang berhubungan dengan kekerasan dan
penelantaran:
1. Physical abuse of child (kekerasan fisik pada anak)
2. Sexual abuse of child (Kekerasan seksual pada anak)
3. Neglect of child (Melalaikan atau membiarkan anak
terlantar)
4. Physical abuse of adult (Kekerasan fisik pada orang
dewasa)
5. Sexual abuse of adult (Kekerasan seksual pada orang
dewasa)
Tindak Kekerasan pada Anak
Physical abuse and neglect (Kekerasan dan
penelantaran fisik)
Emotional maltreatment (Perlakuan
salah/kekerasan emosional)
Sexual abuse (Kekerasan seksual)
(Bassard dkk, 1987)
Kekerasan Emosional
Rejecting (penolakan)
Ignoring (pengabaian)
Terrorizing (penteroran)
Isolating (pengasingan)
Corrupting (pengajaran yang salah)
Pelaku kekerasan dan penelantaran
pada anak
Orang tua
Anggota keluarga lain
Orang dekat dengan anak (guru, pengasuh)
Orang lain
Bullying
Bullying bull (banteng) selalu menyerang
tanpa alasan yang jelas atau membabi buta.
Bullying adalah tindakan kekerasan atau
penindasan dengan menghalalkan segala cara.
Padanan kata bahasa Indonesia: pemalakan,
pelecehan.
Bullying
Tindak kekerasan fisik atau psikologis yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok.
Dimaksudkan untuk melukai, membuat takut
atau membuat tertekan.
Kadang dengan alasan perploncoan,
penggemblengan mental atau aksi solidaritas.
Definisi Bullying
Professor Dan Olweus pada tahun 1993 telah
mendefinisikan bullying yang mengandung tiga unsur
mendasar perilaku bullying, yaitu:
1. Bersifat menyerang (agresif) dan negatif
2. Dilakukan secara berulang kali
3. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak
yang terlibat
Dua subtipe bullying, yaitu:
Perilaku secara langsung (direct bullying), misalnya
penyerangan secara fisik dan perilaku secara tidak
langsung (indirect bullying), misalnya pengucilan secara
sosial.
Jenis Bullying
Sekolah
Tempat kerja
Melalui medium internet dan teknologi digital
Lingkungan politik
Lingkungan militer
Perpeloncoan
Perilaku Bullying
Kekerasan fisik (menodong, menendang, memukul,
menampar)
Secara verbal (misalnya panggilan yang bersifat
mengejek atau celaan)
Secara mental (mengancam, intimidasi, pemerasaan,
pemalakan)
Non-verbal langsung: ekspresi, menjulurkan lidah, dll
Non-verbal tidak langsung: mendiamkan, mengucilkan,
surat kaleng, dll
Secara sosial, misalnya menghasut dan mengucilkan
Pelecehan seksual
Komponen Bullying
KOMPONEN
BULLYING
DEPRESI
Ingin lari dari masalah
MASYARAKAT
RUMAH SISTEM
SOSIAL
HUKUM
CARA
Sekolah MENANGGULANGI
Orang Tua
Membekali diri dengan pengetahuan dan
informasi mengenai kekerasan pada anak
Memperhatikan sikap, perilaku, dan kebiasaan
anak sehari-hari
Menjalin komunikasi yang hangat dan akrab
dengan anak
Lebih peka dan tanggap pada situasi dan
kondisi yang memungkinkan terjadinya
kekerasan
Di rumah
Keharmonisan, keakraban antar anggota
keluarga
Penanaman disiplin yang tepat
Pola pengasuhan demokratis, asertivitas
Penanaman nilai-nilai hidup
Anak
Membiasakan anak untuk mampu menolak
perlakuan orang lain yang menyebabkan dia
tidak nyaman/terganggu/sakit
Mengajarkan untuk bersikap asertif
Mengenalkan anak pada tubuhnya sendiri,
sedini mungkin
Mengajari anak nama-nama bagian tubuhnya
sendiri dengan tepat
Seks edukasi
Di Sekolah
Sistem dan kontrol sekolah guru lebih mencermati
pola interaksi murid.
Penanaman nilai-nilai kehidupan, empati, memahami
orang lain, tolong menolong, kebersamaan, saling
memaafkan sejak awal, masuk dalam kurikulum.
Suasana sekolah yang hangat, hubungan guru-murid
harmonis.
Tidak menggunakan kekerasan dalam mendisiplinkan
murid, guru tidak melecehkan murid jika melakukan
kekeliruan/tidak mampu.
Tegas tidak sama dengan keras atau kasar.
Guru/Sekolah
Mengadakan forum diskusi baik untuk guru
maupun orang tua
Menyampaikan tentang bullying dan informasi
mengenai sexual abuse pada anak
Memberikan sex education
Mengupayakan situasi dan kondisi yang aman
dan nyaman bagi anak
Pencegahan
Pasal 80 ayat 1:
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp 72.000000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)
Intervensi Psikologis
Korban pendampingan
Assertive training, trauma healing
Relaksasi, releasing
Menumbuhkan rasa percaya diri
Kemandirian
Intervensi Psikologis
Pelaku
Pembinaan, sensitivity training, emotion
control training
Pemahaman pada latar belakang keluarga,
kebiasaan butuh kehangatan
Konsekuensi, penyaluran pada aktivitas positif
Intervensi Psikologis
Saksi
Kemadirian, menumbuhkan rasa percaya diri
Assertive training
Empati
Sama dengan pelaku