Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PL DAN PB
DESKRIPSI:
SHARING
EXPERIENCES
ACTION
SOCIAL
PLANNING
ANALYSIS
THEOLOGICAL
REFLECTION
Kelemahan lingkar hermenetika: tidak ada
ujung pangkalnya. Antara gramatika dan
semantik terus menerus diputar sehingga
menemukan apa arti yang sebenarnya yang
dimaksud penulis.
Sumbangsih Schleiermacher: peletak dasar
pemikiran fenomenologi, sosiologi dan
antropologi dalam memahami KS.
Contoh pemikiran Schleiermacher dalam ide
tentang Tuhan: Tuhan adalah hasil bentukan dari
orang-orang yang mempercayai-Nya (hasil
konstruksi)
Teologi=antropologi >< dogma gereja (teologi
murni dari Tuhan)
manusia = positivisme (teo tidak ada)
(pengarang dan komunitasnya)
Dengan cara ini diskusi antara peneliti dan
pengarang akan tetap terjaga.
Inti hermenetika: saya
mengkomunikasikan apa yang
saya pikirkan kepada orang lain
sehingga mengerti apa yang
saya pikirkan. Sifatnya publik
dan menghargai personal.
Wilheim Dilthey (1833-1911)
Ahli sejarah tentang pemikiran. Dipengaruhi oleh Kant dan
empirisme Inggris. (Kant: pengetahuan adalah universal
dan pasti, setuju dengan pandangan rasionalisme dan
empirisme).
hermenetika adalah inti disiplin yang berguna sebagai
pondasi bagi geisteswissenschaften (yaitu semua disiplin
yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi dan
tulisan manusia).
Semua hal yang berkaitan dengan hukum, karya sastra
bahkan Kitab Suci membutuhkan tindakan pemahaman
historis.
Titik berangkat pemikiran Dilthey adalah
bagaiamana menempatkan penyelidikan sejarah
supaya sejajar dengan penelitian ilmiah.
Khususnya person yang menyejarah.
Person adalah produk dari suatu sistem sosial
(eksternal); jadi yang ingin dicari adalah
pemahaman dan interpretasiatas kegiatan individu
yang pasti saja dipengaruhi oleh situasi sosial,
politik, dan ekonomi.
Pada saat yang sama, kegiatan individu juga
merupakan indikasi atau petunjuk ke arah faktor-
faktor psikologisnya.
Kegiatan individu juga merupakan produk dari
lingkungan eksternal seperti sejarah, keluarga
dan peraturan-peraturan kemasyarakatan.
Jadi, lingkungan eksternal dan internal perlu
dipahami dengan baik agar dapat dipahami
perilakunya. Ada hubungan antara perilaku
dengan psikologi. Dan interpretasi mencakup
pengetahuan tentang bagaimana eksistensi
individu ini menjadi ilmiah. Misalnya untuk
memahami Leonardo da Vinci, kita harus
menginterpretasi karyanya, kegiatannya,
lukisannya, imajinasi dalam karyanya dll.
Emilio Betti: bermaksud untuk membedakan
antara cara atau model beragam interpretasi
dalam disiplin manusia dan untuk
merumuskan kerangka pondasional dari
prinsip-prinsip yang dapat menafsirkan
perilaku dan maksud manusia.
Memperhatikan hakekat objektif dari suatu
interpretasi. Menurutnya: sebuah objek
berbicara dan ia bisa didengar secara benar
atau salah sebab si dalam objek itu terdapat
makna yang veriable objektif dalam objek.
Tapi menurutnya yang terjadi selama ini adalah
munculnya fenomena sinngebung yakni para
penafsir memberi makna terhadap objek dan
tindakan itu dianggap sebagai
penafsiran/interpretasi (Auslegung).
Menurut Betti: objek interpretasi merupakan
objektivasi spirit manusia (Geist) yang diungkapkan
dalam bentuk perasaan. Dengan begitu, interpretasi
terutama adalah pengakuan dan rekonstruksi
makna, yang dengan macam-macam proses dapat
dibentuk oleh pengarangnya.
Tugas orang yang melakukan interpretasi
adalah menjernihkan persoalan mengerti,
yaitu dengan cara menyelidiki setiap detail
proses interpretasi. Ia juga harus merumuskan
sebuah metodologi yang akan mengukur
seberapa jauh kemungkinan masuknya
pengaruh subjektivitas terhadap interpretasi
objektif yang diharapkan.
Kegiatan interpretasi itu adalah kegiatan yang
bersifat triadik (mempunyai tiga segi yang
saling berhubungan), yaitu: orang yang
melakukan interpretasi teks pengetahuan.
Orang yang melakukan interpretasi harus
mengenal pesan atau kecondongan teks, lalu
meresapi isi teks (yang lain menjadi aku),
dengan menggunakan pengetahuan tertentu
(yang benar). Makna baru bisa ditemukan
dengan cara rekonstruksi.
2. Pemikiran Eksistensialis
Pra modern:
1. Kebenaran mutlak langsung dari Tuhan
2. Tidak ada lagi pencarian, semua bisa
mendapat ilham dari Allah.
3. Penafsiran yang ada tidak bisa digugat
4. Menekankan empirisme, rasionalisme tapi
kita bisa memilih tentang apa yang baik
menurut kita.
5. Klaim Tuhan pada masa lalu dipertanyakan
(selalu ada upaya mempertanyakan)
Paul Ricoer:
Seluruh filsafat itu adalah interpretasi terhadap
interpretasi.
Kata-kata dan simbolisme mengandung pluralitas
makna (surplus of meaning)
Tidak ada meaning yang benar karena ia ditentukan
oleh perjumpaan antara pembaca dengan teks.
Bilamana terdapat pluralitas makna, di situlah
interpretasi diperlukan. Setiap interpretasi adalah
usaha untuk membongkar makna-makna
terselubung.
Untuk bisa melakukan interpretasi yang baik, penafsir
harus membuat jarak (distansi) dengan objek yang
ditafsirkan. Oleh karena itu, sebenarnya penafsir
sudah punya prasangka dalam dirinya terhadap objek
yang ditafsirkan (Gadamer). Ini menandakan bahwa
kita tidak bisa menghindarkan diri dari prasangka.
Meskipun demikian, penafsir harus hati-hati terhadap
berbagai prasangka.
Tanpa distansi, tidak ada surplus of meaning.
Tidak ada seorangpun yang tidak melakukan
hermenetik karena tidak ada ilmu yang langsung jadi.
Postmodernisme:
1. Tiap orang punya kebenaran masing-masing
dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Yang objektif itu ada tapi diletakkan pada hal-
hal yang subjektif (komunitas, konteks). Yang
objektif ada di dalam yang subjektif.
Perbedaan modern dan post-modern:
Modern: Postmodern:
1. Bersifat dualisme 1. Universal
2. Stagnan 2. Dialogis, selalu bergerak
3. Mengikuti apa saja 3. Berakhir dalam aksi
yang dikatakan Alkitab 4. Bersuara di luar alkitab
4. Memutlakkan sesuatu (memberi tempat pada
pengalaman)
5. Tidak boleh
memutlakkan
Rangkaian Hermenetik:
Dalam membaca (menafsirkan) alkitab, orang
seringkali langsung masuk pada metode.
Padahal metode adalah alat. Dan sebagai alat,
penggunaannya tergantung dari untuk apa
tujuan ia digunakan.
Maka, sangat baik jika sebelum menjalankan
sebuah metode tafsir, orang memikirkan
terlebih dahulu hal-hal yang mendasar seperti
apa dan mengapa kita perlu menafsir.
Hal kedua: kita perlu menetapkan strategi apa
yang akan kita gunakan. Strategi adalah
pilihan; tetapi tidak perlu membuat penilaian
mana strategi yang benar dan mana yang
salah.
Oleh karena strategi adalah pilihan, maka jika
kita memilih sebuah strategi, kita perlu
menyadari apa saja yang mungkin timbul dari
strategi itu termasuk apa hasil akhir yang akan
kita peroleh.
Pada waktu mempertimbangkan strategi,
semakin jelaslah apa yang akan kita lakukan
termasuk langkah apa yang akan kita lakukan.
Pada tahap inilah pertimbangan tentang
metode tafsir mulai terjadi.
Metode tafsir ada banyak; dan mungkin saja
sebuah metode dapat melayani lebih dari satu
strategi. Tetapi yang penting kita tahu ke mana
kita akan pergi dengan metode yang kita
pilih.kitalah yang mengarahkan metode dan
bukan sebaliknya.
Jika kita yang mengarahkan metode, berdasarkan
strategi yang kita pilih, maka hasilnya akan maksimal.
Tahap ketiga: pelaksanaan proses menafsir. Akhir dari
proses ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang dapat
segera dihubungkan dengan pertimbangan etis
maupun teologis. Teks memiliki makna bagi
pembacanya.
Tahap keempat: kita memeriksa ideologi pembaca.
Tujuannya agar kita menyadari apa saja yang terjadi
dan yang menyumbang pemaknaan sebuah teks;
sebab pemaknaan teks berkaitan erat dengan
kepentingan pembaca.
Tahap penafsiran
Konsep
hermenetik
strategi
Kritik ideologi
Metode
Etika teologi
Penafsiran
Strategi hermenetik:
1. Mimetik:
- Analogi: lukisan naturalistik di mana objek
dilukis sesuai dengan keadaan alaminya. Ketika
orang menyaksikan lukisan itu, yang dipikirkan
adalah apakah lukisan tersebut sama dengan
aslinya atau tidak.
- Teks ditanggapi sebagai representasi dari suatu
keadaan/kejadian/pengalaman yang dialami
seseorang atau sekelompok orang.
- Pada saat orang membaca teks, pikiran pembaca
akan tertuju kepada realita yang digambarkan
teks itu. Semakin lengkap teks itu memaparkan
realitanya, semakin lengkap dan jelas makna
teks.
- Kadang diperlukan rekonstruksi sejarah. Tapi
rekonstruksi sejarah tidak selalu dapat
memeprjelas isi alkitab, bahkan sebaliknya.
Misalnya di alkitab selalu diungkapkan tentang
kebesaran raja Daud tapi penemuan arkelogi
justru memperlihatkan kebesaran peninggalan
raja Omri yang reputasinya tidak baik.
- Dengan demikian rekonstruksi sejarah tetap
diperlukan sejauh ia diperiksa secara teliti dan
selektif.
2. Ekspresif:
- Maksud dan pikiran pengarang adalah yang
paling penting untuk diperhatikan, bukan pada
masalah apakah realita yang disebutkan itu
benar atau tidak
- Upaya yang harus dilakukan adalah mengenali
siapa penulisnya. Biasanya dilakukan dengan
mengenali siapa keluarganya, masyarakat
sekitar, waktu kehidupannya dan bagaimana
perkembangan di sekitar penulis. Tujuan
utama: merekonstruksi kehidupan penulis.
- Strategi ini mirip dengan mimetik karena
sama-sama meneliti sejarah. Hanya bedanya,
dalam ekspresif yang ditekankan adalah
maksud penulisnya.
3. Objektif:
- Tidak memperhatikan hal-hal di luar teks; persoalan
sejarah di luar teks tidak menjadi fokus lagi.
- Perhatian pada teks. Teks diterima sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri tanpa harus dikaitkan dengan
masalah sejarah. Teks yang dimaksud adalah dalam
bentuknya yang final.
- Metode yang menggunakan strategi ini adalah
analisis naratif. Dalam hal naratif, teks diteliti
berdasarkan unsur-unsur atau komponen
naratifnya.
- Komponen naratif misalnya narator, tokoh,
setting, plot dll. Pada prinsipnya semua
komponen haruslah sesuatu yang ada di
dalam teks. Artinya, jika ingin mencari tahu
siapa penulis teks, maka yang dibicarakan
sebenarnya adalah siapa penulis
bayangan/samaran (Implied author).
- Penulis bayangan biasanya diidentifikasi bukan
manusia melainkan komponen yang ada di
dalam teks.
- Berhubung hanya mengandalkan teks, maka
informasi lain di luar teks dianggap tidak
penting.
- Kadang informasi tentang kebiasaan atau istilah
yang khas dalam teks yang merupakan bagian
dari kebudayaan perlu untuk diketahui, tetapi
tujuannya bukan untuk merekonstruksi sejarah.
Ia hanya menjadi sarana untuk mendukung
pemahaman tentang jalannya cerita. Jadi,
sejauh data itu berguna untuk memahami teks,
informasi bisa saja dipakai.
4. Pragmatis:
- Strategi ini sangat berbeda dengan ketiga
strategi lain. Ia menekankan pada pembaca.
Pembaca yang dimaksud di sini harus dikenali
masalah ideloginya.
- Kesulitan-kesulitan dalam strategi ini adalah:
pada strategi ini dikhawatirkan pembaca akan
memasukkan pikirannya sendiri yang dianggap
sebagai suara teks. Bila ini terjadi, berarti
pembaca sudah memperkosa teks demi
kepentingannya sendiri.
- Jadi, untuk menghindari hal ini perlu
ditegaskan bahwa kedudukan alkitab lebih
utama daripada si pembaca. Dalam hal ini,
bukan pembaca, melainkan Alkitablah yang
berbicara.
- Alkitab yang akan memberi masukkan kepada
pembaca sehingga pembaca mampu
membuat langkah-langkah korektif bagi
kehidupannya.
- Kesulitan kedua, menyangkut penafsiran
terhadap istilah dan bahasa di dalam Alkitab.
- Bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Arti
dari istilah dan bahasa tidak ditentukan oleh
penggunanya melainkan oleh situasi pada saat
bahasa itu digunakan. Bahasa ditentukan oleh
konteks.
- Demikian juga arti dari sebuah kata dan istilah.
Arti sebuah kata tidak bisa hanya
ditentukan/didasarkan oleh kamus, tetapi
tergantung pada bagaimana kata tersebut
digunakan. Seringkali arti kamus berbeda
dengan arti ketika kata itu dipakai.
- Jadi, bahasa menghasilkan arti yang datang
dari penggunaannya ketika ia sedang
digunakan.
- Ketiga, menyangkut objektivitas. Oleh karena fokus
pada pembaca, maka sulit untuk menetapkan suatu
tafsir yang objektif atau netral yang bisa diterima
dan disetujui oleh semua orang.
- Sebenarnya ini juga berlaku untuk ketiga strategi
lain karena nilai subjektivitas pasti terasa dalam
setiap penafsiran.
- Kekuatan startegi Pragmatis: perhatian kepada
pembaca memberi peluang kepada para penafsir
untuk membaca teks tanpa terikat oleh etnisitas,
latar belakang, pengalaman, gender, dan masalah
sosial lain.
- Artinya, setiap orang berhak untuk
menafsirkan teks. Dan terlepas dari
kelemahan menyangkut munculnya
kepentingan pembaca dalam penafsiran, ia
justru memberi peluang kepada pembaca
yang selama ini termarjinal.
- Untuk itu, ideologi para pembaca yang
menafsir teks perlu diketahui sehingga
menjadi jelas alasan seseorang memunculkan
tafsiran yang ada.
Kesimpulan:
Strategi dianalogikan dengan 4 kereta yang
berjalan di jalur yang berbeda. Tidak mungkin
kereta yang berjalan di jalur yang lain itu salah.
Dalam prakteknya, keempat strategi itu bisa
saling tumpang tindih, dipakai bersama
meskipun tidak mungkin bertindih sama tepat.
Seperti kereta yang berjalan di rel yang
bersimpangan.
Metode Empiris-induktif
Berangkat dari pengalaman dan bukan Alkitab, mulai
dari kehidupan dan pergumulan manusia
Pengalaman yang berbeda itu didialogkan dengan
Alkitab sehingga diperoleh pemaknaan yg baru
Eksegese mempertemukan 3 dunia: dunia pertama
(pengalaman yang ada), dunia kedua (Alkitab=
pernyataan tentang Allah dalam dunia purba/masa
lampau) dan dunia ketiga (dunia baru/konteks yang
sudah diterangi oleh teks dan teks yang sudah diperluas
artinya oleh pemahaman yang baru oleh konteks).
Teks-teks:
1. Ezra 9-10
2. Markus 4:3-9
Situasi Ezra:
Bangsa Israel baru pulang dari pembuangan
Babel
Selama lebih kurang 70 tahun dalam
pengasingan dan bergaul dengan banyak
bangsa, tentunya umat Israel telah mengalami
proses sosialisasi yang kompleks. Perjumpaan
dengan banyak bangsa tentunya membuat
umat ini sedikit banyak mengambil alih dan
terpengaruh dengan budaya bangsa asing.
Dan sekarang, mereka harus kembali ke
Yerusalem, tempat asal mereka. Jati diri mereka
sebagai umat pilihan Allah harus mereka
pertahankan dan proses ini tentunya tidak mudah
karena ada nilai-nilai moral etis yang juga harus
diperhitungkan.
Ezra adalah seorang yang terkenal dengan
pengetahuannya mengenai hukum Musa (Ezra
7:6-7). Ketika mereka tiba di tepi sungai Ahawa,
Ezra meminta umat untuk berpuasa dan
merendahkan diri di hadapan Tuhan dan
memohon agar Dia memimpin perjalanan (8:21).
Setibanya di Yerusalem,mereka akan membangun
BA kembali. Orang-orang menimbang perak,
emas dan perlengkapan lain untuk
mempersiapkan pembangunan itu (8:25). Ada
juga yang mencatat barang-barang yang
diperlukan untuk kemudian diserahkan kepada
para imam. Dan setelah semuanya dicatat, Ezra
mengumpulkan semua orang dan
mempersiapkan diri untuk memberi
persembahan kepada Tuhan. Persembahan
syukur dan sekaligus memberi korban
penghapusan dosa (8:32-36)
Lalu pada satu hari terjadi sesuatu. Ada
sekelompok pemimpin Yahudi yang radikal
yang datang kepada Ezra dan
mempertanyakan tentang dosa dari orang-
orang yang melakukan perkawinan campur.
Perkawinan antara laki-laki Yahudi dengan
perempuan asing. Mereka ini adalah orang-
orang yang terlibat dalam pembangunan
rumah Tuhan dan yang merasa bahwa
perkawinan campur itu telah merusak umat
pilihan Tuhan.
Ezra tampak gundah. Ia mengoyakkan
pakaiannya, mencabut rambut dan janggutnya
lalu duduk melamun dalam kesedihan yang
sangat besar (9:3). Ia menyiksa dirinya sendiri
sedemikian hebat sampai tubuhnya berdarah.
Ia tinggal lama di depan rumah Tuhan; kadang
ia meratap dan kadang ia berdoa dengan
suara keras. Mereka yang meyaksikannya
menjadi gemetar ketakutan dan tidak tahu apa
yang harus dilakukan untuk menghentikannya.
setelah Ezra menghentikan aksinya, datanglah seorang
bernama Sekhanya bin Yehiel dari bani Elam. Ia berbicara
kepada Ezra kira-kira demikian :Kami telah melakukan
perbuatan tidak setia kepada Allah kita oleh karena
kami telah memperistri perempuan asing dari antara
penduduk negerimarilah kita mengikat perjanjian
dengan Allah kita, bahwa kita akan mengusir semua
perempuan itu dengan anak-anak yang dilahirkan
mereka, menurut nasihat tuan dan orang-orang yang
gemetar karena perintah Allah kita. dan biarlah orang
bertindak menurut hukum Taurat. Bangkitlah, karena
hal itu adalah tugasmu. Kami akan mendampingi
engkau, kuatkanlah hatimu dan bertindaklah(10:2-4).
Ternyata tawaran Sekhanya diterima oleh
sebagian besar orang dan dalam tempo singkat
memanggil semua orang Israel yang kembali
dari pembuangan untuk mendata siapa saja
yang melakukan perkawinan campur. Bila ada
di antara mereka yang kawin campur itu
menolak untuk datang, maka semua harta
miliknya akan dirampas dan mereka akan
dikeluarkan dari persekutuan umat (10:8). Bagi
mereka yang kawin campur, mereka harus
menceraikan istrinya dan mengusir istri dan
semua anak mereka itu dari Yerusalem.
Baca: Ez.1:4-6 (tentang orang-orang asing yang
sangat baik kepada orang Israel)
Baca Ez. 9:12 dan Kel. 34:14-16
Baca Kej.1:27-28 dan Kej. 11:5-9
(dari teks: banyak bahasa dan beragam ras manusia
di muka bumi ini adalah sesuai dengan rencana
Allah. Allah bukan hanya milik Abraham, Ishak dan
Yakub, tetapi juga Allahnya raja Koresy sebab Allah
yang sama yang telah mengubah hati Koresy dan
membuatnya mengijinkan umat Israel membangun
Bait Allah di Yerusalem (bnd. Ezra 1:2).
Ketika Tuhan menyuruh Musa memberikan
Hukum tentang pengudusan dan keadilan
kepada umat Israel, ada dikatakan :Kuduslah
kamu, karena Aku, Tuhan Allahmu adalah
kudus. Setiap orang di antara kamu haruslah
menyegani ibunya dan ayahnya dan
memelihara hari-hari sabatKu; Akulah Tuhan,
Allahmu(Im.19:1-3). Hukum Tuhan jugalah
yang mengatur bahwa sepanjang musim
panen harus disisakan bagian hasil itu bagi
orang miskin dan orang asing (Im. 19:10).
Bahkan Allah yang sama mengingatkan agar umat
Israel memperlakukan orang Israel dengan baik
karena dulunya umat Israel juga adalah orang asing
di Mesir (Im. 19:33-34). Lalu, mengapa orang Israel
harus mengusir para istri dan anak-anak dari bangsa
asing? Apakah mereka bukan menjadi bagian dari
komunitas umat Israel? Apakah itu tidak berarti kita
menghianati hukum Tuhan? Janganlah lupa bahwa
Allah juga Tuhan bagi orang-orang asing, yang
menyelamatkan Hagar, perempuan Mesir dan
anaknya di tengah padang gurun? (bnd. Kej.21:17-
20).
Menurut catatan sejarah, ketika kelompok pertama keluar dari
pembuangan dan merayakan paskah di Yerusalem, korban yang
dipersembahkan itu dimakan tidak hanya oleh orang Israel tapi
juga oleh semua orang asing yang bergabung untuk
menyembah Allah (bnd. Ezra 6:19-21).
Dengan demikian yang disebut sebagai umat Allah tidak
berdasarkan identitas rasnya tetapi berdasarkan iman kepada
Allah. Harus juga diingat bahwa Rut, seorang perempuan
Moab dan seorang perempuan dalam silsilah Yesus adalah
orang asing yang setia kepada ibu mertuanya. Ketika keluarga
mereka berhadapan dengan ancaman perpisahan, ia tidak
meninggalkan mertuanya sendiri, ia mengaku di hadapan
mertuanya itu bahwa : Aku akan pergi kemanapun kau pergi,
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku (Rut 1:16).
Tidakkah disadari bahwa ini semua terjadi
karena kuatnya iman dan kebaikan yang
ditampakkan oleh naomi yang akhirnya
memenangkan hati Rut. Pada saat yang
sama, kesetiaan dan kepercayaannya yang
besar, Rut menjadi salah seorang nenek
moyang Israel yang dihormati.
Sebaiknya setiap orang yang takut kalau-kalau
istrinya yang asing itu akan membawa
penyembahan berhala dan ketidaksucian dalam
keluarganya, mereka harus merefleksikan
perintah Tuhan dalam kehidupan mereka sehari-
hari (jangan langsung menyalahkan istrinya yang
asing). Bahkan setiap orang yang menceraikan
istri masa mudanya dan kawin lagi dengan
perempuan asing lalu memutuskan untuk
mengusir istrinya yang asing itu, maka ia telah
melakukan kesalahan ganda (Mal. 2:11-16).
Lihatlah Musa, ia menikah dengan perempuan
dari suku Kusi, Miriam dan Harun mencelanya
tetapi mereka justru dikutuk Allah (Bil. 12:1-8).
Jadi, perkawinan campur tidak membuat Musa
menjadi lebih beriman atau jauh dari Allah
sebab yang ditekankan oleh Musa adalah
mengasihi Allah dan taat. Iman seperti inilah
yang harus diberlakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka yang menyalahkan si korban
dan tidak benar-benar taat pada Allah, Allah
sendirilah yang akan menghakimi mereka.
Perumpamaan seorang Penabur (Markus 4:3-
9)
Ada 4 orang penabur yang keluar untuk menabur
di kebun yang berdekatan.
Selesai menabur, mereka pulang ke rumah
masing-masing untuk menunggu benih itu
bertumbuh.
Penabur pertama: pergi dan tidak pernah kembali
untuk memperhatikan dan menjaga pertumbuhan
tanamannya. Tanamannya tumbuh, tetapi karena
tidak terurus, lama kelamaan mati.
Penabur kedua, ketiga dan keempat kembali ke
kebun masing-masing pada hari ketiga dan
menemukan benih mereka tumbuh dnegan
subur. Karena gembira, penabur kedua pulang
ke kampung dan menceritakan apa yang dia
lihat kepada penduduk. Lama setelah itu,ia
kembali ke kebun untuk melihat perkembangan
tanamannya. Tetapi ia mendapati tanama-
tanaman itu mati semuanya. Rumput dan
semak melilit tanamannya sehingga tak
satupun yang selamat
Penabur ketiga: tidak segera pulang. Ia
membersihkan semak dan duri yang tumbuh
bersama dengan benihnya. Batu-batuan yang
dilihatnya menghalangi pertumbuhan
tanamannya dijauhkan. Selesai melakukan
tugasnya, ia pulang dan melakukan pekerjaan lain.
Ketikja kembali sebulan kemudian untuk melihat
tanamannya, didapatinya tanaman-tanaman itu
ada yang mati dimakan bekicot dan babi hutan,
sedangkan yang lain mati karena dihimpit semak
dan duri yang kembali tumbuh dengan cepat.
Penabur keempat: ia tidak pulang ke rumah sejak
benih yang ditaburkannya tumbuh. Ia tinggal di kebun
itu selama musim tanam. Semak dan rumput-rumput
yang mengganggu pertumbuhan benihnya dicabut dan
dibuang jauh-jauh. Batu-batu yang banyak di kebun itu
ia kumpulkan dan dijadikan pagar untuk melindungi
tanamannya dari binatang liar. Ia berusaha mengenal
setiap tanaman dalam kebunnya, masing-masing
menurut nama mereka.
Ia mencari tahu ciri khas tiap tanaman dan pantangan-
pantangannya. Itu sebabnya ia mampu melakukan
pendekatan yang tepat sesuai dengan karakter masing-
masing tanaman.
Tiap malam ketika tanamannya merasa
kesepian, ia mendekati mereka. Ia berbicara
dan menghibur mereka dengan nyanyian-
nyanyian yang indah.
Tanamannya tumbuh besar dan berbuah ; ada
yang seratus kalilipat, ada yang empat puluh
kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa
yang bertelinga,hendaklah ia mendengar.
Kritik Ideologi:
Kelemahan kritik alkitab pra-kritik ideologi:
1. Pendekatan sastra/tekstual:
a. Banyaknya gap (kekosongan informasi)
yang merupakan teknik naratif justru menutup
kemungkinan bagi pemahaman lain.
b. Bersama dengan komponen naratif lainnya,
gap tersebut membuat jalannya narasi terarah
pada ideologi tertentu.
2. Pendekatan Pragmatis (berpijak pada kepentingan
penafsir)
a. Kebebasan penerimaan Alkitab oleh berbagai
kalangan di luar gereja membuat Alkitab tidak lagi
harus dikaitkan dengan kekristenan dan bahkan
dengan agama.
b. Semakin mengedepankan suara-suara kaum
pinggiran (perempuan, people of disability, gay-
lesbian, transgender, Asia, Afrika, Afro-Amerika dll),
membuat penafsiran Alkitab tidak lagidapat
dilepaskan dari tuntutan untuk bersikap fair
terhadap mereka dan sekaligus mengangkat
keprihatinan mereka.
Latar belakang kritik ideologi:
1. Menyangkut hubungan antar-agama.
a. Kesadaran akan pentingnya beragama secara
sehat membuat pandangan agama yang
memutlakkan kebenaran sendiri, t tidak toleran,
memandang rendah agama lain harus dikoreksi.
b. Upaya untuk menemukan teologi yang dapat
memberi tempat bagi keberadaan agama-
agama lain secara seimbang dan setara menjadi
tuntutan yang harus dijawab secara sungguh-
sungguh.
2. Menyangkut masalah etis
a. Penggunaan cara-cara kekerasan untuk
mencapai kebenaran tidak lagi relevan,
termasuk dan apalagi jika itu terjadi dalam
agama
b. Diskriminasi terhadap sesama manusia
tidak dapat lagi diterima dalam masyarakat
beradab yang sudah menyetujui patokan HAM
PBB. Kasus-kasus diskriminasi seksual, rasial
dan agama harus dikikis habis.
KI bertujuan untuk menangani ideologi dalam
penafsiran Alkitab dengan jalan:
a. Memperlihatkan ideologi yang ada (secara terbuka
maupun terselubung) dalam teks, dalam sejarah
penulisan teks (latar belakang dan kepentingan
penulisan) dan dalam penafsiran teks (misalnya politik
Aparheid yang didasarkan pada teks tentang Sem,
Ham dan Yafet bahwa orang kulit hitam memang
menjadi budak).
b. Menggugat ideologi yang tidak selaras dengan nilai-
nilai mulia baik yang bersumber dari iman Kristen
(Mat.7:12) maupun yang bersumber dari prinsip-
prinsip HAM
Beberapa contoh isu ideologi:
1. Ideologi Monoteistik murni
Nampak dalam:
- Larangan untuk menyembah ilah lain dan hukuman
bagi yang melanggarnya
- Klaim mengenai keesaan Allah
- Sentralisasi tempat ibadah (BA di Yerusalem)
- Gambaran mengenai Tuhan yang cemburu.
- Tuntutan terhadap kesetiaan yang mutlak dari
umat
- Tetapi penekanan monoteistik murni tersebut
sebenarnya memperlihatkan realita yang
terbalik yaitu suatu praktek agama yang
sinkretik.
- Jadi, ideologi yang seperti ini semakin
menjelaskan bahwa situasi yang dihadapi
justru kebalikannya
2. Ideologi kemurnian etnis
Nampak di dalam:
- Pandangan tentang orang asing sebagai
penggoda iman yang karenanya tidak layak
hidup bersama dengan orang Israel.
- Orang asing harus dimusnahkan dari tanah
Kanaan.
- Gambaran negatif tentang keberadaan orang
Israel di negeri asing (budak, orang
buangan,kaum tertindas)
- Dalam PB,segala pandangan negatif tentang
orang asing itu dialihkan kepada orang Yahudi
dan kadang-kadang kepada orang Yunani dan
Romawi.
- Kenyataan yang sebenarnya justru terbalik:
orang Israel tidak pernah terbukti berasal dari
nenek moyang yang terpisah dari bangsa-
bangsa lain dan selalu hidup bersama dengan
bangsa lain baikdi Palestina maupun negeri-
negeri lain
3. Puritanisme seksual
Nampak dalam:
- Gambaran yang ekslusif lelaki dan perempuan
- Penyempitan artihubungan seks hanya sebagai
prokreasi
- Anti perkawinan seks sejenis
- Penempatan perempuan sebagai yang inferior
yaitu sebagai sarana mendapatkan keturunan
(terutama anak laki-laki) dan pemuas kebutuhan
seks laki-laki (pelacuran tidak dilarang)
- Dalam PB gambaran seks yang prokreatif dan
posisi inferior perempuan masih
dilanggengkan bahkan dipertegas oleh ide
kesalehan keluarga yang menetapkan istri
tunduk kepada suami (Ef. 5:22; Kol. 3:18)
- Sikap anti gay,lesbian dan transgender tidak
sulit ditemukan dalam Alkitab
- Kenyataannya: perempuan-perempuan dalam
sejarah gereja mula-mula banyak yang
menjadi pemimpin
Penugasan:
Hakim-hakim 4-5
Hakim-hakim 19:1-30
2 Raja-raja 23:1-30
Ester 1:1-22
Matius 17:1-13
Markus 7:1-22
Lukas 17:20-37
Yohanes 3:1-21