Anda di halaman 1dari 65

KEMOTERAPI TUMOR MALIGNA

1. Senyawa karsinogenik

Ilmu biologi molekuler sampai sekarang


belum dapat menjelaskan , kenapa sel normal
berkembang menjadi suatu sel tumor.
Sebagai penyebab transformamsi menjadi sel
tumor disamping factor fisika (ionisasi oleh
cahaya), virus onkogen dan bahan kimia
karsinogenik.
Senyawa karsinogenik
Hidrokarbon aromatik polisiklik bekerja secara lokal,
misalnya Benzo(a)pyrene.

Amin aromatik, bersifat karsinogen sistemik,


misalnya 2-naftil amin.
Nitrosamine, dapat menyebabkan tumor
hati. Dapat terbentuk di dalam lambung
karena reaksi HONO (dari Nitrit dan HCl)
dengan amin, misalnya Dimetilnitrosamin.
(CH3)2 N N = O
Senyawa yang pengalkilasi, termasuk yang
digunakan dalam khemoterapi tumor.
Mikotoksin karsinogenik, Salah satu yang
paling terkenal adalah aflatoxin yang
dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan jamur
makanan lainnya. Aflatoxin terutama berasal
dari kacang tanah.
Senyawa yang bersifat karsinogen, dalam
organisme sering lebih dulu harus mengalami
biotransformasi benjadi bentuk yang aktif.
Dalam hal ini enzim monoksigenase mempunyai
peranan yang penting.
Pada senyawa polisiklik dan juga pada
nitrosamin, melalui reaksi oksidasi akan
terbentuk Ion Carbenium yang berperan sebagai
ultimale karsinogen. Ion Carbenium ini akan
bereaksi dengan pusat nucleophili dari asam
nukleat.
Reaksi akan menimbulkan suatu mutasi, yang dapat
berlanjut terbentuknya sel tumor. Antara efek
mutagen dan karsinogen senyawa terdapat 80 90
% kesamaan.
Aktivitas mutagenetik senyawa dapat diuji dengan
Ames-Test, sedangkan aktivitas karsinogenik
senyawa lebih sulit diuji.

Kokarsinogen senyawa yang membantu


terbentuknya kancer, tetapi senyawa sendiri tidak
dapat menyebabkan cancer (misalnya Minyak
Croton).

2. Sitostatika
Sitostatika farmaka yang dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker.
Sitostatika hanya memperlihatkan sedikit
perbedaan hambatan terhadap sel kanker dan
sel normal. Yang dihambat terutama adalah sel
jaringan proliferasi (selaput lendir, kelenjar
kelamin, sumsum tulang). Oleh sebab itu efek
samping dari sitostatika sangat berat.
Sel kanker sebetulnya bukan tumbuh lebih cepat,
tetapi sel anak kembali akan membelah,
sedangkan pada sel normal hal ini tidak terjadi.
Masalah lain dalam terapi kanker ialah
sitostatika mempunyai efek
immunosuppressive terhadap penyakit
infeksi. Dengan demikian pengambilan
analogi hasil penelitian dengan hewan
percobaan sebagai perbandingan terhadap
menusia menjadi problematik.
Pembagian sitostatika
Atas dasar mekanisme kerja dan titik serang :
2.1. Penghambat Mitosis
2.2. Senyawa pengalkilasi
2.3. N-Nitrosourea-derivat
2.4. Antimetabolit
2.5. Antibiotika yang mempunyai efek sitostatis

2.1. Penghambat Mitosis

2.1.1. Colchicin
2.1.2. Podophyllotoxinderivat
2.1.3. Alkaloid Vinca
2.1.1. Colchicin
Colchicin adalah alkaloid utama dari Colchicum autumnale.
Struktur colchicin dijelaskan olah penelitian Windaus dan
Cook, ternyata colchicin tidak mengandung nitrogen basa.
Dengan demikian sebetulnya colchicin tidak dapat
digolongkan sebagai alkaloid, melainkan adalah suatu amid
yang asam.
Struktur parsial yang menarik dari colchicin ialah adanya 3
ikatan rangkap terkonyugasi pada cincin-C yang
merupakan system tropolon yang termetilasi.
Colchicum autumnale
Parsial struktur yang selintas terlihat sebagai
eter (gugus metoksi), sebetulnya adalah vinilogi
dari suatu ester karboksilat, yang bersifat mudah
disabun dalam suasana asam atau basa.
Pada penyabunan colchicin akan berubah
colchicein yang distabilkan oleh bentuk
mesomeri anion
Colchicein sebagai derivat tropolon akan
memberikan warna hijau olif dengan FeCl3.
Colchicin dulu digunakan sebagai obat
arthritis, sejak 1953 digunakan dalam terapi
cancer, terutama terhadap leukemia akut dan
kronis dan karsinoma kulit.
Sekarang colchicin tidak lagi digunakan
karena kurangnya aktivitas.
2.1.2. Podophyllotoxinderivat
Podophyllotoxin terdapat 20 40 % dalam getah
Podophyllum sp. Derivat Podophyllotoxin
merupakan sitostatis yang relatif dapat diterima
tubuh.
Beberapa Podophyllotoxinglucosida yang
digunakan dalam Khemoterapi tumor maligna,
dan diperoleh melalui proses semi sintetis adalah
Etoposid (Vepesid), Teniposid (VM 26-Bristol)
dan juga Podophyllinester asam hydrazid.
Mekanisme kerja mitostatik derivat
Podophyllotoxin sampai sekarang belum dapat
dijelaskan.
Podophyllum peltatum / mayapple

Podophyllum pleianthum is the Asian


version of the Mayapple
2.1.3. Alkaloid Vinca
Beberapa alkaloid Apocynaceae, Vinca rosea L dan Cantharatus
roseus bersifat mengambat pembelahan sel. Dalam terapi
digunakan Vinblastin (Velbe) dan Vincristin (Vincristin Lily),
kedua alkaloid dalam DAB 10 sebagai garam sulfat. Dari
Vinblastin dengan proses semi sintetik didapat Vindesin
(Eldisin)

2.2. Sitostatika pengalkilasi

2.2.1. Derivat nitrogen dari


Dichlordiethylsulfid.
2.2.2. Ethylenimin derivat dan sitostatika
pengalkilasi lainnya
2.3. N-Nitrosourea-derivat
2.2.1. Derivat nitrogen dari
Dichlordiethylsulfid
Senyawa lost, dichlordiethylsulfid yang
digunakan sebagai gas beracun dalam perang
dunia, memiliki sifat sitostatik tetapi terlalu
toksis untuk digunakan dalam terapi cancer.
Senyawa analog N-Methylderivat juga
bersifat sitotoksis, tapi tetap juga masih
bersifat terlalu toksis.
Efek yang lebih menguntungkan diberikan
oleh 1,3,2-Oxazaphosphorinoxide,
Cyclophosphamid ((Endoxan, Cyclostin)
dan yang lebih baru Trofosfamid (Ixoten);
Ifosfamid (Holoxan). Dalam DAB 10 didapat
Chlorambucil (Leukeran)
Mekanisme kerja

Senyawa kelompok ini mempunyai titik serang pada


DNA. Melalui alkilasi bifungsional maka pada DNA
akan terbentuk jaringan lintang (cross link) dan akan
merubah sifat DNA. Hal ini akan berakibat besar
terhadap sintesis RNA dan protein.
Senyawa yang paling kuat adalah Aziridinium-Ion
yang bereaksi dengan sentra nukleofili. Pada
prinsipnya gugus amin-, hidroksi dan Sulfhidril
adalah tempat serangan yang sesuai. Pada
penyerangan DNA reaksi yang utama adalah pada
posisi-7 guanin, dan posisi-1dari adenin dan cytosine.
SAR
Untuk efek sitostatik dari semua halogen, ternyata
paling efektif adalah atom chlor.
Jarak antara atom Cl dan N tidak boleh lebih dari 2
atom C, kalau lebih maka cincin-Aziridinium tidak
akan terbentuk.
Bila kebasaan N dikurangi maka potensi senyawa
akan menurun.
Chlorambucil dan Melphalan oleh karenanya kurang
poten dan dengan demikian juga lebih kecilnya efek
sampingnya. Pada Oxazophosphorinoxid kebasaan
N sepenuhnya diturunkankan, karenanya senyawa
ini in vitro hampir tidak punya aktivitas. Dalam
organisme senyawa ini akan mengalami
biotransformasi menjadi bentuk aktif.

Biotransformasi
Langkah pertama dari Biotransformasi Oxazaphosphorin
adalah oksidasi pada posisi-4. Pada cyclophosphamid
reaksi biotransformasi adalah sebagai berikut :

4-Hidroksi Cyclophosphamid akan berada dalam bentuk


keseimbangan dengan bentuk cincin terbuka Aldophosphamid.
Dari aldophosphamid melalui reaksi nonenzimatik terjadi
pelepasan acrolein membentuk chloroethylasamfosfatdiamid
yang merupakan senyawa pengalkilasi sesungguhnya dengan
toksisitas beberapa ratus kali lebih kuat dibanding
cyclophosphamid.
Acrolein bertanggung jawab terhadap efek samping urotoksisitas
oxazaphosphorin. Dengan pemberian 2-Mercaptoethansulfonat
Na (Mesna INN) secara bersamaan, maka acrolein akan terikat
dan terbentuk senyawa tidak toksis yang dikeluarkan melaui
ginjal.
Analytik

Chlorambucil DAB 10 berupa serbuk kristalin


putih, praktis tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organic polar. Titik leleh
64-67 0 C.
Penetapan kadar: Titrasi gugus karboksilat
dengan basa menggunakan PP sebagai
indicator. Cyclophosphamid setelah
dihidrolisis dengan alkali, ditentukan secara
argentometri menurut Volhard.
2.2.2. Ethylenimin derivat dan
sitostatika pengalkilasi lainnya
Senyawa ethylenimin (Aziridin) juga mempunyai efek
pengalkilasi dan pembentuk jaringan lintang (cross link)
sepert senyawa N-lost. Sejak tahun 1950 telah diketahui
efek sitostatik dari Trisethylenmelamin (TEM), sekarang
Thiotepa digunakan dalam terapi cancer dan merupakan
senyawa standard pada percobaan sitostatika dengan
hewan percobaan.
Busulfan (Myleran) juga mempunyai aktivitas pengalkilasi
digunakan untuk terapi leukemia myeloma. Busulfan
adalah sitostatika yang paling aktif dari kelompok ester
asam sulfonat. Cisplatin (Platinex) juga mempunyai efek
pembentukan cross link pada DNA.

2.3. N-Nitrosourea-derivat
Pada awal tahun 60an ditemukan bahwa N-
Methyl-N-nitrosourea pada hewan percobaan
memperbaiki kondisi leukemia. Dengan
penelitian intensif berhasil ditemukan senyawa
yang dapat menembus sawar otak dan dapat
digunakan untuk terapi tumor otak.
Walaupun merupakan N-b-Chlorethyl-substituent,
derivat Nitrosourea bukanlah pengalkilasi, karena
kebasaan atom nitrogennya tidak cukup. Sebagai
mekanisme kerjanya dianggap adalah acylasi dari
protein. Sebagai pengasilasi dari Carmustin adalah
2-chloroethylisocyanat, yang terbentuk dari reaksi
hidrolisis.
2.4. Antimetabolit

2.4.1. Antagonis asam folat


2.4.2. Antagonis Basa Purin dan Pyrimidin
2.4.1. Antagonis asam folat

Perubahan sedikit struktur pada Pteridin dari asam


Folat, akan menjadi antagonis asam folat. Dengan
penggantian sisa 4-OH dengan NH2 dan metilasi
pada N-10 dari asam folat maka didapatkan
Methotrexat.
Methotrexat adalah adalah suatu
Dihydrofolatreduktase-Inhibitor.
Senyawa ini 1000 kali lebih cepat (ikatan pseudo
irreversible) terikat pada enzim dibanding substrat
fisiologis. Inhibisi DHFR menyebabkan hambatan
pemindahan C-1. Terutama dihambat biosintesis
Thymin dari uracil yang diperlukan pada sintesis
asam nukleat.
Analytik

Methotrexat DAB 10 : analisis kualitatif dengan


UV dan IR Spektrum. Uji kemurniandengan
polarimetri, penetapan kadar dengan
Kromatografi cair.
2.4.2. Antagonis Basa Purin dan
Pyrimidin
Struktur analog tidak fisiologis dari Basa-Purin dan
pirimidin jg mempunyai aktivitas sebagai inhibitor
enzim biosintesis DNA dan RNA, setelah terikat
pada asam nukleat akan berfungsi sebaga pembawa
informasi yang salah.
Sebagai senyawa aktif adalah nukleotida yang
terkait. Dengan demikian senyawa aktif dari
Mercaptopurin adalah Thioinositol-5-phosphat.
Analytik

Mercaptopurin DAB 10, serbuk kristalin, sukar


larut dalam pelarut polar dan anpolar, larut
dalam larutan alkali hidroksida.

Identitas
DAB 10, menggunakan reaksi belerang dengan
ion logam berat. Dengan Hg(II) acetat tebentuk
endapan putih, dengan Pb(II) acetat endapan
kuning. Mercaptopurin yang asam lemah dalam
suasana air dapat dititrasi dengan
larutanTetrabutylamonium hidroksida.
2.5. Antibiotika yang
mempunyai efek sitostatis
2.5.1. Actinomicyn
2.5.2. Anthracyclin
2.5.3. Bleomycine
2.5.4. Mitomicyn
2.5.1. Actinomicyn
2.5.2. Anthracyclin
2.5.3. Bleomycine
2.5.4. Mitomicyn
2.6. Berbagai sitostatika

2.6.1. Procarbazin
2.6.2. L-Asparaginase
2.6.3. Penghambat Aromatase
2.6.1. Procarbazin
2.6.2. L-Asparaginase
2.6.3. Penghambat Aromatase

Anda mungkin juga menyukai