QBD 2: Pengelolaan
Bencana Kasus Gempa
Sumatera Barat 2009
Oleh Syarafina
1506677465
1. Jelaskan langkah-langkah pengelolaan bencana
pada siklus bencana sesuai dengan teori dan
kasus!
Apakah itu Bencana?
Pengertian bencana dari berbagai literatur
Ketika mempertimbangkan pilihan mitigasi yang cocok untuk mengatasi risiko Mitiga Struktural
bahaya, beberapa tujuan umum mengklasifikasikan the outcome that disaster
managers may seek: pengurangan kemungkinan riisiko, pengurangan
konsekuensin risiko, menghindari risiko, penerimaan risiko, dan risk transfer,
sharing, or spreading.
Mitigasi non-
Struktural
Mitigasi nonstruktural memiliki
Mitigasi Struktural Mitigasi non-Struktural
beberapa kategori, yaitu:
Mitigasi struktural melibatkan Melibatkan pengurangan Regulatory measures
beberapa bentuk konstruksi kemungkinan / konsekuensi Community awareness and
atau perubahan mekanik atau dari risiko melalui modifikasi education programs
perbaikan yang mengarah perilaku manusia atau proses Nonstructural physical
pada pengurangan risiko alam, tanpa memerlukan modifications
ancaman konsekuensi penggunaan struktur rekayasa Environmental control
Behavioral modification
Kedua jenis mitigasi tersebut dapat dilakukan dalam menghadapi bencana gempa
bumi
Contoh:
o Di negara Jepang, konstruksi untuk pembangunan rumah maupun gedung-gedung
sudah menerapkan teknik bangunan tahan gempa hingga 5,5 Skala Richter. Usaha ini
termasuk dalam mitigasi jenis struktural.
Contoh:
o Pada kategori community awareness and education programs dengan mengedukasi
publik mengenai kesadaran akan risiko bencana serta peringatan bencana.
Siklus Bencana: Kesiapsiagaan (Preparedness)
Exercise
Latihan merupakan cara untuk berlatih peran dan tanggung jawab mereka
sebelum kejadian yang sebenarnya terjadi. Latihan juga membantu menemukan
masalah dalam rencana dalam situasi tidak darurat. Hal ini memungkinkan untuk
waktu yang cukup untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga kesulitan yang
tidak perlu tidak mempengaruhi respon yang sebenarnya. Latihan ada 4, yaitu
drill, tabletop exercise, functional exercise, dan full-scale exercise.
Training
Pelatihan khusus yang berada di luar standar : evakuasi, perawatan
massa, manajemen korban massal, manajemen puing-puing, operasi
banjir berjuang, peringatan koordinasi, manajemen relawan spontan
bahan berbahaya, senjata pemusnah massal, respon badai siklon,
perkotaan dan padang gurun pencarian dan penyelamatan, respon
radiologis, pengendalian massa, menanggapi serangan teroris, api dan
wildland respon api.
Equipment
Pengembangan alat dan peralatan lainnya untuk membantu dalam
respon bencana dan pemulihan bisa membantu mengurangi jumlah
cedera dan kematian dan jumlah properti yang rusak atau hancur akibat
peristiwa bencana.
Statutory Authority
Siklus Bencana: Respon
Fungsi respon dari manajemen darurat meliputi tindakan yang ditujukan untuk
membatasi cedera, hilangnya nyawa, dan kerusakan properti dan lingkungan saat
sebelum, selama, dan setelah peristiwa bahaya.
Keadaan darurat terjadi dalam tiga tahap, dengan kegiatan respon yang berbeda berlaku untuk
masing-masing:
1. Prehazard. Selama periode ini darurat, bahaya yang akan datang dapat dihindari.
2. Darurat: efek Hazard yang sedang berlangsung.
Periode ini dimulai ketika efek merusak pertama dimulai, dan meluas sampai semua efek merusak
yang berhubungan dengan bahaya dan semua bahaya sekunder tidak ada lagi. Ini dapat diukur
dalam detik untuk beberapa bahaya, seperti sambaran petir atau gempa bumi. Namun, untuk yang
lain, seperti banjir, angin topan, kebakaran hutan, atau kekeringan, fase ini dapat memperpanjang
selama berjam-jam, hari, minggu, atau bahkan bertahun-tahun. Selama ini, responden menjawab
kebutuhan masyarakat dan properti serta efek bahaya.
3. Darurat: Efek Hazard telah berhenti.
Selama fase akhir ini darurat, bahaya telah diberikan semua pengaruhnya, dan kerusakan lebih lanjut
diabaikan diharapkan. Responden tidak lagi menangani efek bahaya, sehingga usaha mereka
berdedikasi untuk menangani kebutuhan korban, mengelola orang mati, dan memastikan
keselamatan struktur dan lingkungan. Darurat masih ada dan situasi masih berpotensi memburuk,
tapi bahaya atau bahaya yang menghasut darurat tidak lagi hadir.
Siklus Bencana: Pemulihan (Rehabilitation)
Tahap Pascabencana
Tahap Prabencana
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 pasal 5 ayat 1
Penentuan Alternatif
Keputusan Sekunder
Triase Medik
Dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman
(sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir
oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh
korban.
Triase Evakuasi
Ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap menerima korban
bencana massal
Klasifikasi Triase
Saat ini, dua protokol triase paling umum diterima adalah START dan SALT. Akan tetapi berbagai
macam triase telah digunakan diseluruh dunia, yaitu:
Warna Merah
Warna Hitam
mengalami luka bernapas bahkan mematuhi
ringan yang self- setelah intervensi perintah, tidak
limited dan dapat live saving yang memiliki pulsa
mentolerir diprioritaskan perifer, mengalami
penundaan dalam sebagai meninggal gangguan
perawatan tanpa pernapasan atau
meningkatkan perdarahan yang
risiko kematian tidak terkendali
dan diprioritaskan
immedite
Warna Kuning
Warna Abu-Abu
diprioritaskan sebagai
sebagai delayed expectant/hamil
Model START Triage untuk Insiden Korban Masal
(Mass Casualty Incident)
Stein, L., 2008 menjelaskan sistem START tidak harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang
sangat terampil. Bahkan, dapat dilakukan oleh penyedia dengan tingkat pertolongan pertama pelatihan.
Tujuannya adalah untuk dengan cepat mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan, waktu
yang dibutuhkan untuk triase setiap korban kurang dari 60 detik.
START membagi korban menjadi 4 kelompok dan masing-masing mempunyai warna kelompok
tersendiri. START Triase memiliki empat warna untuk mengidentifikasi status korban.
Kode Warna
Intervensi dapat ditunda hingga tiga jam. Perlu dinilai
Green kembali untuk menentukan apakah status mereka berubah.
Intervensi dapat ditunda sampai satu jam. Perlu dinilai
Yellow
kembali untuk menentukan apakah status mereka berubah.
Jika tidak ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan.
Jika ada nadi radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk
mengikuti perintah sederhana seperti meremas tangan. Jika mereka tidak bisa
mengikuti perintah sederhana, maka korban ditandai kelompok MERAH
(Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah sederhana, maka korban
dintandai kelompok KUNING (Delayed)
Model JUMPSTART Triage untuk Insiden
Korban Masal (Mass Casualty Incident)
Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari pernapasan pada usia dewasa. Sehingga
metode START yang berdasarkan pernapasan 30 bpm tidak akan sesuai dengan anak-anak.
Merupakan modifikasi sistem START. Digunakan untuk anak-anak usia 1 sampai 8 tahun. Modifikasi
dan penilaian tambahan akan diperlukan untuk anak-anak kurang dari usia 1 tahun, dengan
keterlambatan perkembangan, cacat kronis atau cedera yang terjadi sebelum bencana (Jumpstart,
2008 dalam Stein, L., 2008).
3. Jelaskan mengenai rapid need assessment
secara teori dan kasus!
Rapid Need Assassment
Rapid need assessment merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi dan data yang berguna untuk melakukan tindakan intervensi pasca bencana yang
dilakukan secara cepat.
Pengumpulan data dilakukan kurang dari 1 pekan setelah kejadian bencana, sehingga dapat
digunakan untuk mengambil keputusan segera.
Tujuan:
Mempersiapkan assessment
berikutnya jika diperlukan
Contoh Form
Pengumpulan
Data dalam
Rapid
Assessment
Kaitan dengan Bencana Gempa Bumi
Sumatera Barat tahun 2009
Konteks bencana gempa bumi bantuan darurat bencana untuk pemenuhan kebutuhan dasar tentunya
harus menganut prinsip standar minimal kebutuhan dasar.
Dengan demikian azas pemberian bantuan harus berdasarkan pada prioritas untuk kelompok rentan
ini dan harus adil.
Hal yang sangat penting adalah adanya Tim Rapid Need Assesment dalam rangka membantu
pemerintah daerah setempat dalam memantau dan memberikan saran dan jalan keluar tentang jenis
kebutuhan yang diperlukan korban bencana secara proposional dan cepat.
4. Jelaskan kesiapan (mitigasi, early warning, dan
kesiapsiagaan) menghadapi bencana pada skala
lokal, nasional, dan internasional meliputi struktur,
peraturan, edukasi serta community resilience
secara teori dan sesuai dengan kasus
Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Tujuan:
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk merespon efektif ancaman & dampak bencana
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk pulih dengan cepat dari dampak jangka panjang
Penyediaan, dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan prasarana dan sarana
Pasal 45 UU No.24 tahun 2007
Peringatan Dini (Early Warning)
Merupakan pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena
bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Penyelenggaraan
Pengaturan
pendidikan,
Pelaksanaan pembangunan,
penyuluhan, dan
pembangunan
penataan ruang pelatihan baik secara
infrastruktur, tata
konvensional maupun
bangunan
modern
Terdapat 2 tipe mitigasi, yaitu:
UPT
Bencana Skala
Internasional
Peraturan Kesiapsiagaan
Edukasi
Penyuluhan
Simulasi pelatihan
Mengenai
terhadap bencana
Bencana
Kesiapan pada Skala Lokal
KMPB adalah organisasi yang terdiri dari anggota masyarakat manapun, baik laki-laki maupun
perempuan, yang peduli pada penanggulangan bencana dalam bentuk dan nama apapun
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan dibentuk atas hasil keputusan bersama.
Masyarakat sendiri berhak untuk melakukan segala usaha untuk mengurangi risiko dan dampak
bencana.
Tiga Periode Respon Bencana Secara Umum:
Periode impak (impact period)
korban selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami (selama
kejadian).
Periode recoil
korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan
(beberapa hari setelah kejadian)
(Fahrudin, 2005)
Fase-fase Respon Komunitas / masyarakat terkait Bencana