Anda di halaman 1dari 26

HIPERSENSITIVITAS

TIPE I DAN II
KELOMPOK 1
AGITA SAFITRI P
AMELLYA HIDAYAT
ANISA SETIARINI
ANNISA FEBRIYANTI R
ANNISA RAHMAN
ARIZA RAMADHAN
HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas adalah reaksi berlebihan, tidak
diinginkan karena terlalu sensitifnya respon imun
(merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan
terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan
oleh sistem kekebalan normal.
JENIS HIPERSENSITIVITAS
Berdasarkan mekanisme dan waktu yang
dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi
menjadi empat tipe, yaitu:
Tipe I : Anafilaktik
Tipe II : Sitotoksik
Tipe III : Kompleks Imun
Tipe IV :T-Cell Mediated
HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Reaksi ini seringkali disebut sebagai alergi dan
antigen yang berperan disebut sebagai alergen.
Reaksi timbul setelah kontak dengan alergen.
Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan respon imun berupa produksi IgE
dan penyakit alergi seperti rinitis alergi,
urtiakria, asma dan dermatitis atopi.
Terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi
kombinasi antigen dengan antibodi yang terikat
sel mast pada individu yang telah tersensitisasi
terhadap antigen.
Fase Utama
Ada 2 fase utama pada reaksi hipersensitivitas tipe
I, yaitu:
Reaksi inisial atau segera yang ditandai dengan
vasodilatasi, kebocoran vaskular, spasme otot
polos atau sekresi glandular. Perubahan tersebut
terjadi dalam 5 sampai 30 menit sesudah
eksposure dan menghilang dalam 60 menit.
Fase lambat yang terjadi dalam 2-24 jam
kemudian, tanpa ada tambahan eksposure
antigen dan dapat bertahan dalam beberapa
hari. Fase ini ditandai dengan infiltrasi jaringan
oleh eosinofil, netrofil, basofil, monosit, dan sel
T CD 4++ serta kerusakan jaringan yang
seringkali bermanifestasi sebagai kerusakan
epitel mukosa.
Tahapan reaksi hipersensitivitas tipe I
Fase Sensitisasi
Pada fase ini terjadi aktivasi dari sel CD4 akibat
adanya kontak dengan alergen. CD4 menghasilkan IL-4
yang pada akhirnya merespon sel plasma untuk
menghasilkan antibodi IgE. IgE tersebut dibuat dalam
jumlah tidak banyak dan cepat terikat oleh mastosit
ketika beredar dalam darah. Ikatan berlangsung pada
reseptor di mastosit dan sel basofil dengan bagian Fc
dari IgE. Ikatan tersebut dipertahankan dalam beberapa
minggu yang dapat terpicu aktif apabila Fab IgE terikat
alergen spesifik.
Fase Aktivasi
Pada fase ini terjadi reaksi antara Ikatan Fc IgE
dengan molekul reseptor permukaan mastosit atau
basofil yang siap untuk bereaksi bila terdapat ikatan
IgE dengan alergen spesifiknya.
Untuk aktivasi, setidaknya dibutuhkan hubungan
silang antara 2 molekul reseptor yang mekanisme bisa
berupa:
hubungan silang melalui alergen multivalen yang
terikat dengan Fab molekul IgE
hubungan silang dengan antibodi anti IgE
hubungan silang dengan antibodi-antireseptor
Mekanisme proses Hipersensitivitas
tipe I
Fase Efektor
Akibat dari ikatan IgE dengan alergen, menyebabkan
sel mast/basofil yang terikat juga dengan IgE
mengeluarkan mediator-mediator. Secara umum,
mediator yang dihasilkan oleh sel mast dan
mekanisme raksinya adalah sebagai berikut:
Vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular:
Histamin, PAF, Leukotrien C4 D4 E4, protease netral
yang mengaktivasi komplemen dan kinin,
prostaglandin D2.
Spasme otot polos: Leukotrienes C4 D4 E4, Histamin,
prostaglandin, PAF
Infintrasi seluler: sitokin (kemokin, TNF),
leukotrien B4, faktor kemotaktik eosinofil dan
netrofil.
Proses terjadinya degranulasi pada sel
mast/basofil
Jenis-jenis mediator
Mediator pertama
Mediator yang berperan adalah histamin.
Histamin merupakan komponen utama granul sel
mast dan sekitar 10% dari berat granul. Histamin
akan diikat oleh reseptornya (H1, H2, H3, H4)
dengan distribusi berbeda dalam jaringan dan bila
berikatan dengan histamin, menunjukan berbagai
efek.
Manifestasi yang dapat muncul dari dilepasnya
histamin di antaranya adalah benjolan merah dan
kemerahan kulit, di samping pengaruh lain seperti
perangsangan saraf sensoris yang dirasakan gatal
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
menjadi kecil yang menyebabkan edema. Pada
saluran pernafasan, dapat terjadi sesak yang
disebabkan oleh kontraksi otot-otot polos dan
kelenjar saluran pernafasan.
Mediator kedua
Mediator kategori ini terikat erat dengan
proteoglikan yang terlepas apabila ada kenaikan
kadar NaCl. Mediator ini mencakup heparin,
kemotripsin, tripsin dan IF-A (inflammatory factor
of anaphylaxis).
Mediator ketiga
Selain dari degranulasi mastosit, terdapat juga
pelepasan asam arakhidonat yang bersumber dari
fosfolipid membran sel. Asam arakhidonat ini
menjadi substrat enzim siklooksigenase dan
lipooksigenase.
HIPERSENSITIVITAS TIPE II
terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian
sel penjamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan
determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel
reaksi yang terjadi lisis bukan efek toksik.
Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe-II ini
sangat erat kaitannya dengan adanya suatu proses
penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya
sel klon baru tersebut dapat ditemukan pada :
1. Sel tumor
2. Sel terinfeksi virus
3. Sel yang terinduksi mutagen
sel klon yang terbentuk kemudian dikenal
sebagai sel target.
Sel Target
Macam-macam reaksi Hipersensitivitas
tipe II
Reaksi melalui jalur ADCC (Antibody Dependent
Cell Cytotoxicity)
Reaksi melalui aktivitas komplemen
Contoh reaksi melalui aktivitas
komplemen dapat terjadi pada:
Reaksi transfusi
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
Penyakit anemia hemolitik
Reaksi Anti-Receptor Antibodi
Myasthenia Gravis
Grave desease
ADA PERTANYAAN?
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai