Snakebite
Snakebite
Snakebite
SNAKE BITE
EMILIANA FEBRINA SILALAHI
PENDAHULUAN
Gigitan ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang cukup banyak terjadi di berbagai
belahan dunia khususnya di daerah pedesaan. Pekerja di bidang pertanian dan anak-anak
merupakan golongan yang sering tergigit. 1
Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per
tahun. 1 karena masih sulitnya ketersediaan dan akses Serum Anti Bisa Ular (SABU).
Penanganan pertama pra hospital terhadap korban gigitan ular yang masih sering kita jumpai
di masyarakat menurut penelitian memiliki lebih banyak kerugian daripada keuntungannya.
TINJAUAN PUSTAKA
KLASIFIKASI JENIS ULAR Kategori 1 : Ular berbisa yang
tersebar luas dan mengakibatkan
angka kesakitan, kecacatan dan
kematian yang tinggi
o Procoagulant enzymes: merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi
pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah.
o Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit, platelet, saraf tepi, otot skeletal,
endotel vaskular, dan membran-membran lain, menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan
histamin dan antikoagulan.
o Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan edema, munculnya bulla, lebam, dan
nekrosis pada tempat gigitan. 1
Patogenesis
1. Gangguan Pembekuan Darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang
mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan
merusak endotel vaskular.
2. Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction perifer
dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk.
Neurotoksin juga akan mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul
gejala paralisis seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan.
Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk, ciri khas)
dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak tahu.
Perlu ditanyakan waktu kejadian, gejala yang pasien rasakan saat ini, riwayat alergi, pengobatan
(antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru, ginjal).5
Pemeriksaan Fisik
Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)
Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
Status generalis :
1) lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) hipotensi
3) penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia
Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan tanda-tanda inflamasi yang muncul dalam 5 menit sampai 12 jam
setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri, muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di sekitar
wajah atau tungkai dan lengan.
Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ular
Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain:1
Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang hanya spesifik
untuk satu jenis spesies ular tertentu
Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang akibat
korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah pada transportasi
Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau sepsis , dan
obstruksi jalan nafas
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap, Faal Hemostasis, Serum
elektrolit, Faal ginjal, Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Analisis Gas darah.
Pencitraan
Jenis kedua adalah yang direkomendasikan FDA tahun 2000 yaitu fragmen imunoglobulin
monovalen dari domba yang dimurnikan untuk menghindari protein antigenik. 5
Indikasi pemberian SABU :
Adanya abnormalitas hemostatis
Secara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari faal hemostasis),
Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan)
Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal)
Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum dan atau creatinin)
Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna coklat gelap dan adanya
tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan hiperkalemia)
Cara pemberian ABU
Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan karena jika
muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani.
Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10 ml/kg dan habis
dalam waktu 1 jam
Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya rendah dan sulit
untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko hematom pada tempat injeksi
pada pasien dengan abnormalitas hemostasis.
Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin intramuskular 0,5
mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg untuk anak-anak dan dapat diulang 5-10 menit.
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin generasi tiga
dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan pertumbuhan bakteri yang
mengakibatkan infeksi sekunder.
Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen. Nekrosis yang luas
mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada jaringan yang
lebih dalam. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot pernapasan yang mengakibatkan
hipoksia otak dan bisa mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Monitoring
Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan setelah digigit ular 2 jam SMRS. Setelah itu kaki kanan
pasien bengkak serta terasa nyeri.
MOI : Pasien sedang berjalan di kebun, kemudian ular muncul dan menginggit kaki kanan
pasien. Ular berwarna hijau, kecil, dengan panjang berukuran sekitar 1 m.
Riwayat pengobatan sebelumnya
Tidak ada
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 37 C
Kepala
Edema palpebra : -/-
Konjunctiva anemis : (-)
Sklera ikterik : (-)
Pernafasan cuping hidung : (-)
Ptosis : (-)
Leher
Trakea : tidak ada deviasi
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
JVP : tidak meningkat
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas kiri : midclavicular lini sinistra
Batas kanan : parasternal line dextra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : chest expansion simetris, tidak ada krepitasi
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi
Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat CRT < 2 detik
Ikterik -/- Edema -/-
-/- +/-
Status Lokalis (R. Pedis Dextra)
Terdapat Fang Mark 2 titik, edema (+)
Hangat, pulsasi arteri brakialis dan radialis teraba kuat, nyeri tekan (+)
ROM terbatas karena nyeri
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (13 Februari 2016)
Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
WBC 12,1 103/L Tinggi 4,10-11,00
#Neu 9,07 103/L Tinggi 2,50 -7.50
#Lym 3,81 103/L Normal 1,00-4,00
#Mo 0,739 103/L Normal 0,10-1,20
#Eo 0,45 103/L Normal 0,00 0,50
#Ba 0,109 103/L Normal 0,00 0,10
%Neut 47,2 % Normal 47,0 80,0
%Lymph 39,8 % Normal 13,0 40,0
%Mono 6,12 % Normal 2,0 11,0
%Eos 11,2 % Normal 0,0 5,0
%Baso 0,937 % Normal 0 2,0
RBC 5,81 106/L Normal 4,0 5,9
HGB 14,8 g/dl Normal 12,0 16,0
HCT 45,7 % Normal 40.00 50,00
MCV 88,7 fl Normal 80,00 100,00
MCH 26,6 pg Normal 26,00 34,00
MCHC 32,5 g/dl Normal 31,00 36,00
RDW 12,7 % Normal 11,6 14,8
PLT 361 103/ul Normal 150,00 440,00
MPV 6,90 Cl Normal 6,80 10,0
Kimia darah dan Elektrolit (13 Februari 2016)
Pasien datang mengeluh kaki kanannya nyeri setelah digigit ular sekitar 2 jam sebelum MRS. Dari
anamnesa diperkirakan bahwa jenis ular yang menggigit berwarna hijau, berukuran kecil, dengan
panjang +1 m adalah jenis ular berbisa.
Dari pemeriksaan fisik secara lokal didapatkan bahwa pada kaki kanan pasien tampak fang mark,
edema dengan pulsasi arteri dorsalis pedis kuat yang menunjukkan bahwa perfusi ke jaringan tepi
masih bagus dan tidak ada tanda-tanda sindroma kompartemen yang mengakibatkan terganggunya
aliran darah vena ataupun arteri. Tidak ada tanda-tanda hematotoksik dan neurotoksik.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dengan dominan neutrophil
menunjukkan tanda infeksi. Pemeriksaan laboratorium lain dalam batas normal.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa menurut klasifikasi
derajat gigitan ular berdasarkan ACS, pasien termasuk derajat I.
Analisis Penatalaksanaan Gigitan Ular pada Pasien
Penatalaksanaan pada pasien dengan gigitan ular ialah pastikan primary survey stabil, berikan
ABU sesuai indikasi, wound toilet dengn explore luka, pemberian antihistamin dan kortikosteroid
untuk mencegah reaksi alergi akibat pemberian ABU, Human Immunoglobulin tetanus sebagai
profilaksis penyakit tetanus dan antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder.
Kesimpulan
Kasus gigitan ular cukup banyak dijumpai dan memerlukan pentalaksanaan yang cepat
dan adekuat. Jika menemukan kasus gigitan ular, lakukan primary survey, secondary survey,
kemudian status lokalis. Perhatikan area gigitan ular dan cari tanda-tanda sistemik hematotoksik
neurotoksik serta tanda kompartemen sindrom. Bila memungkinkan, identifikasi jenis ular.
Penanganan antara lain pemberian ABU sesuai indikasi, wound toilet dengn explore
luka, pemberian antihistamin dan kortikosteroid untuk mencegah reaksi alergi akibat pemberian
ABU, Human Immunoglobulin tetanus sebagai profilaksis penyakit tetanus dan antibiotik untuk
pencegahan infeksi sekunder.
TERIMA KASIH