Anda di halaman 1dari 24

TUBERCULOSIS

PARU PADA
ANAK
TUBERKULOSIS

Etiologi: M.tuberculosis
Epidemiologi: Indonesia no 3 di dunia,
prevalensi +/- 23-70%, sulit mencari sumber
penularan
Gejala & tanda klinis bervariasi
Komplikasi luas
Hasil terapi signifikan
CARA INFEKSI M. tbc

Melalui pernapasan, paru 95,93%


Melalui pencernaan, usus 1,14%
Melalui kontak kulit 0,14%
Kongenital
KLASIFIKASI TBC ANAK

TBC PRIMER
- KOMPLEK PRIMER:
afek/fokus primer Gohn + limfadenitis
regional (paratrakeal, hiler)
- komplikasi paru

TBC POST PRIMER


- reinfeksi endogen
- reinfeksi eksogen
C. PATOGENESIS
D. GEJALA KLINIS
Demam lama > 2 minggu dan atau berulang, tanpa
sebab yang jelas .
Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah
disingkirkan.
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak
naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang
adekuat.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh
dan berat badan tidak naik dengan adekuat.
Lesu atau malaise.
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare (3)
E. DIAGNOSIS

PASTI PP IDAI

Ditemukannya basil TB
dari bahan yang diambil Sistem Scoring
dari pasien misalnya
sputum, bilasan TB ANAK
lambung, biopsi
DIAGNOSIS

Anamnesis

Pemeriksaan SYSTEM
Fisik
SCORING

Pemeriksaan
Penunjang
SYSTEM SCORING TB
Catatan........
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai Skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang.
Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi
Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan
sistem skoring TB anak.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, (skor maksimal 13)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk
evaluasi lebih lanjut.
Gambaran sugestif TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat; konsolidasi
segmental/lobar: milier; kalsifikasi dengan infiltrat; atelektasis;
tuberkuloma
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Tuberculin

Radiologis

Mikrobiologis
Uji tuberculin

1. Penyuntikkan 0,1 ml PPD (Purified Protein


Derivative) RT-232TU atau PPD S 5TU, secara
intrakutan di bagian volar lengan bawah.
2. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan.
3. Pengukuran indurasi yang timbul, bukan
hiperemi atau eritemanya.
PENATALAKSANAAN

- Paduan obat TB anak adalah 2HRZ/4HR


OAT - Pemantauan dengan terjadinya perbaikan klinis, naiknya
berat badan dan anak menjadi lebih aktif

Profilaksis - TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,


tidak menderita TBC) INH 5-10mg/kgBB 2-3 bulan
- TBC kriteria II Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC, INH 10mg/kgBB 9 bulan

Penceg - Mencegah anak kontak dengan penderita TB aktif


ahan dewasa.
- Vaksin BCG.
* LANJUT PENATALAKSANAAN TBC ANAK

1. Itirahat
2. Makanan yang bergizi
3. Imobilisasi
4. Operatif
5. Kemoterapi:
- TBC primer paru: 2HRZ 4HR
- Limfadenitis hilus: 2HR 4HR
- TBC tulang, limfadenitis masif : 2HRZ 7HR
- Meningitis TBC: 2HRZE/SM 10HR
Dosis OAT kombipak pada Anak

Dosis OAT KDT pada Anak


Catatan........

Bila isoniazid / INH dikombinasi dengan Rifampisin,


dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.
Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan
OAT lain karena dapat mengganggu bioavaibilitas
rifampisin.
Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan).
Keterangan........

a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah


sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.
PENCEGAHAN
a. Terhadap infeksi tuberkulosis
1) Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
a) Case finding
X foto toraks yang dikerjakan secara masal
Uji tuberkulin secara mantoux
b) Isolasi penderita dan mengobati penderita
c) Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi.
2) Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh
mikobakterium bovis akan mencegah tuberkulosis bivin pada manusia.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh


1) Memperbaiki standar hidup
2) Vaksinasi BCG
BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN TBC

1. ASI tetap diberikan


2. Bila ibu sputum BTA negatif, imunisasi BCG
3. Bila ibu sputum BTA positip:
- Bayi sehat, beri INH 5mg/kgBB 2 bulan,
kemudian dites Mantoux
negatip: INH stop, imunisasi BCG
positip : INH diteruskan 4 bulan
- Bayi sakit (TBC kongenital): terapi TBC
INDIKASI KORTIKOSTEROID

1. Meningitis TBC
2. TBC milier
3. Penyebaran bronkogen
4. Pleuritis TBC
5. Proses TBC berat & keadaan umum jelek
Kesimpulan

1. Tuberkulosis anak merupakan parameter yang penting berhasil tidaknya


pemberantasan sumber penularan.

2. Kesukaran dalam diagnosis TBC anak karena gejala klinik dan radiologik
tidak khas.

3. Diagnosis TB pada anak menggunakan system scoring dan dengan


pemeriksaan penunjang dengan uji tuberculin, radiologis dan
mikrobiologi.

4. Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan)


diberikan pada anak yang menderita sakit TB, sedangkan profilaksis
(pencegahan) TB diberikan pada anak yang kontak TB.

5. Vaksin BCG adalah upaya pencegahan dengan memasukan kuman M. TB


yang telah dilemahkan untuk membentuk imunitas tubuh terhadap kuman
TB.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes, 2011. Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target


Millenium Development Goals (MDGs) . Jakarta. (info@puskom.depkes.go.id)
2. WHO.Treatment Of Tuberculosis Guidelines For National Programmes.Edisi
III.Geneva.2003.
3. Rahayu, N. 2005. Pedoman Nasional Tuberculosis Anak. Jakarta.
4. Utami, F.E. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien
Tuberkulosis Anak Di Instalasi Rawat Jalan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta Periode Januari-Juni 2009. Fakultas Farmasi UMS. Surakarta.
5. Supriyanto, B. 2002. Karakteristik Tuberkulosis Anak dengan Biakan Positif. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
6. InKS, 2000. Tuberculosa Pada Anak. FK Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya
7. Nawas, A. 1990. Diagnosis Tuberkulosis Paru. UPF Paru Bagian Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.
8. Werdhani, R. 2008. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga, FK UI, Jakarta.
9. Setiawati, L. 2006. Tuberkulosis. Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran UNAIR, Surabaya.
10. Kenyorini, 2006. Uji Tuberculin. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK
UNS / RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai