Anda di halaman 1dari 22

PENGENDALIAN VEKTOR PINJAL

TUNGAU
Hewan ini merupakan salah satu avertebrata yang paling
beraneka ragam dan sukses beradaptasi dengan berbagai
keadaan lingkungan.
Ukurannya kebanyakan sangat kecil sehingga kurang
menarik perhatian hewan pemangsa besar dan
mengakibatkan ia mudah menyebar.
Banyak di antara anggotanya yang hidup bebas
di air atau daratan, namun ada anggotanya yang
menjadi parasit pada hewan lain (mamalia
maupun serangga) atau tumbuhan, bahkan ada yang
memakan kapang. Beberapa tungau diketahui menjadi
penyebar penyakit (vektor) dan pemicu alergi. Walaupun
demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada
hewan lain namun saling menguntungkan.
Ada lebih dari 45 ribu jenis tungau yang telah
dipertelakan. Para ilmuwan berpendapat, itu
baru sekitar 5% dari kenyataan total jenis yang
ada. Hewan ini dipercaya telah ada sejak
sekitar 400 juta tahun. Ilmu yang mempelajari
perikehidupan tungau dan caplak dikenal
sebagai akarologi.
JENIS-JENIS TUNGAU
TUNGAU DEBU DERMATOPHAGOIDES.
. Bentuk Tungau Debu Dermatophagoides.
Satu di antara penyebab alergi dan asma adalah
bahan pencetus alergi atau alergen yang terdapat
pada debu. Alergen itu berasal dari mahluk hidup
yang keberadaannya bersama debu dan tergolong
ke dalam jenis tungau (mite), yaitu
Dermatophagoides (famili Pyroglyphidae, kelas
Arachnida). Dalam bahasa inggris tungau ini
dikenal dengan nama house dust mite atau yang
dikenal populer dengan nama tungau debu.
Tungau debu berukuran sangat kecil, sehingga tidak dapat
dideteksi dengan mata telanjang. Tungau jantan panjangnya
370-430 mikron dan yang betina 300-350 mikron.
Larva tungau mempunyai tiga pasang kaki, sedangkan yang
dewasa mempunyai empat pasang, pasangan kaki pertama
lebih tebal dari pasangan kaki yang lain, sehingga tampak
seperti kepiting. Kaki ketiga lebih panjang 1,5 kali panjang
kaki keempat dan langsing terkulai.
Tubuhnya dilengkapi sepasang seta panjang di dorsal dan 2
pasang rambut panjang di lateral (tidak berasal dari keping).
Bagian ventralnya dilengkapi seminal reseptakel yang
meluas dan berbentuk seperti bunga daisy atau matahari
dan ujung distal (bursa kopulatriks) sedikit mengalami
sklerotisasi.
SECARA ILMIAH, TAKSONOMI DAN KLASIFIKASI
TUNGAU DEBU ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Classis : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Subordo : Astigmata
Familia : Pyroglyphidae
Genus : Dermatophagoides
Species : Dermatophagoides pteronyssinus
HABITAT TUNGAU DEBU DERMATOPHAGOIDES.

Tungau ini banyak ditemukan pada debu yang terdapat


pada berbagai peralatan rumah tangga, khususnya
perabotan yang terdapat di sekitar kamar tidur, seperti
kasur, seprei, selimut, wool dan peralatan lain.
Mengapa banyak terdapat di sekitar kamar tidur. Hal ini
disebabkan oleh debu di sekitar kamar tidur biasanya
banyak terdapat makanan tungau tersebut, seperti
skuama atau rentuhan sel-sel kulit manusia yang
banyak ditemukan di tempat tidur. Dermatophagoides
menyukai tempat yang hangat, kering dan lembab
DAUR HIDUP TUNGAU DEBU
DERMATOPHAGOIDES
Secara umum semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang mirip
dengan tungau lainnya.
Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau debu dimulai dari telur, larva,
protonimfa, tritonimfa dan dewasa. Siklus hidup ini sangat dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban, dan suhu optimsl bsgi pertumbuhan tungau adalah
25 30 derajat celcius pada kelembaban 70 80 persen.
Waktu yang diperlukan perkembangan kedua spesies dari periode telur
hingga dewasa adalah rata-rata 35 hari, tetapi yang betina lebih panjang
yaitu sekitar 70 hari.
Makin tinggi suhu periode siklus hidup akan semakin cepat, sebaliknya
makin rendah suhu peride siklus hidup makin lambat. Adapun periode
bertelur Dermatophagoides farinae berlangsung selama 30 hari, dan
mampu memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan
Dermatophagoides pteronyssinus mampu bertelur sekitar 80 -120 telur
selama periode 45-hari.
PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH TUNGAU
DEBU DERMATOPHAGOIDES
Tungau debu rumah adalah penyebab utama serangan
mengi dan asma. Hewan tersebut berasal dari keluarga laba-
laba, berukuran kurang dari setengah milimeter dan
memiliki warna putih. Tungau berkembang biak dalam
tempat lembab dan gelap dan bersuhu 25 derajat Celcius.
Sel kulit mati manusia adalah makanan favorit hewan ini.
Tak mengherankan populasi tungau banyak ditemukan pada
kasur dan mainan berbahan lembut seperti boneka. Kotoran
tungau mengandung protein dan ketika dihirup atau
disentuh seseorang yang alergi mendorong produksi
antibodi. Hal ini menyebabkan pelepasan bahan kimia yang
disebut histamin dalam jumlah yang sangat banyak.
Dampaknya terjadi pembengkakan dan iritasi pada saluran
pernapasan sehingga penderita sulit bernapas.
Alergen (penyebab alergi) sebenarnya berasal
dari protein kotoran tungau, dan butiran tinja
ini mudah dihirup oleh manusia. Reaksi alergi
mengarah ke penyakit asma. Pada penderita
asma, pipa saluran udara (saluran
pernapasannya) sangat peka dan sensitif
terhadap alergen sehingga mudah meimbulkan
batuk, sesak napas diikuti bunyi tiupan saat
menghembuskan napas (ngik-ngik).
TUNGAU SARCOPTES SCABIEI
Penyakit yang Disebabkan oleh Tungau Sarcoptes
scabiei
Scabies adalah kondisi kulit yang gatal dikarenakan
hewan kecil (tungau) yang disebut Sarcoptes scabiei.
Tungau ini menggali lubang pada kulit dan
menyebabkan rasa gatal pada area tersebut. Rasa gatal
akan menguat khususnya ketika tidur. Scabies menular
dan menyebar dengan cepat melalui kontak fisik.
Meskipun obat yang diberikan membunuh hewan kecil
tersebut, tetapi rasa gatal akan tetap dialami untuk
beberapa minggu.
Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan
langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui
baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan
penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat
tungau Sarcoptesnya.
Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela
jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan penyakit anak
pondok. penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang
terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu
lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung.
Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas
yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan
lingkungan pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila
dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular
kembali penyakit scabies
Gejala Klinis
Terdapat 4 gejala utama scabies adalah (Referatkedokteran, 2012) :
Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat
predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf
(pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna
(pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic.
Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
SIKLUS HIDUP TUNGAU
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 .
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal
dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari
telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan
masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit
dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah
kopulasi.
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama
lebih kurang 714 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi,
karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.
KLASIFIKASI SKABIES
Terdapat beberapa bentuk skabies apitik yang jarang
ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan
kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain
(Handri, 2008) :
Skabies pada Orang Bersih
Skabies Inkognito
Skabies Nodular
Skabies yang ditularkan melalui hewan
Skabies Norwegia
Skabies pada bayi dan anak
Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
PENCEGAHAN
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan
berbagai cara :
Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli
menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian
menjemurnya hingga kering.
Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai
secara bersama-sama.
Mengobati seluruh anggota keluarga, atau
masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan
rantai penularan.
PENGENDALIAN TUNGAU

Beberapa usaha pengendalian yang dapat


dilakukan untuk menghidari terjadinya
peningkatan populasi tungau, diantaranya
dengan cara mekanis, teknik budidaya,
biologis, dan penggunaan bahan kimia
(pestisida).
MEKANIS

Pengendalian tungau yang seringkali dilakukan


dengan cara mekanis yaitu, mengambil secara
langsung telur, larva, nimfa, atau imago
kemudian dimusnahkan; dapat juga dengan
menyemprotkan air beberapa kali sehingga
tungau tercuci.
BIOLOGIS (HAYATI)

Usaha pengendalian biologis dapat dilakukan


dengan menggunakan musuh alami, namun
demikian di lapang masih belum / bahkan
kurang mendapat perhatian pada
pengendalian serangan tungau. Penggunaan
musuh alami ini akan dapat membantu
pelestarian lingkungan (alam sekitarnya),
bahkan dapat menghindari terjadinya
resistensi (kekebalan) tungau terhadap bahan
pengendali kimiawi (pestisida).
BAHAN KIMIA (PESTISIDA)

Pengendalian tungau dengan menggunakan pestisida (akarisida)


hendaknya dilakukan, bilamana usaha-usaha pengendalian yang
lainnya sudah tidak mungkin dapat dilakukan.
Tidak semua pemakaian bahan kimia dalam menekan populasi
hama akan berakibat lebih baik dalam menurunkan populasinya,
bahkan hama tersebut bisa menjadi resisten. Selain itu tanpa
memperhatikan keselamatan lingkungan akan dapat meningkatkan
populasi hama yang kurang mendapat perhatian, juga secara
langsung kemungkinan dapat mematikan serangga-serangga
berguna sebagai akibat penggunaan pestisida. Akibat secara tidak
langsung menyebabkan adanya bahaya kelaparan serangga berguna
(musuh alami), sebagai akibat sangat berkurangnya mangsa sebagai
makanannya.

Anda mungkin juga menyukai